• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Edukasi Manajemen Diri Terhadap Perilaku Sehat dan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Medan"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Edukasi Manajemen Diri

2.1.1. Pengertian Edukasi Manajemen Diri

Edukasi pasien adalah suatu proses untuk membantu orang mempelajari

perilaku yang ada kaitannya dengan kesehatan sehingga dapat menerapkan dalam

kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesehatan yang optimum dan kemandirian

dalam perawatan diri (Bastable, 2002).

Edukasi pasien merupakan proses interaksi antara perawat dan pasien serta

perawat dan keluarga, memberikan informasi kesehatan pasien serta menambah

pengetahuan pasien dan keluarga sehingga dapat menciptakan pelayanan praktik

keperawatan yang efektif dan efisien (Potter & Perry, 2009).

Edukasi merupakan rangkaian tindakan yang sistematik, berurutan, dan

terencana sehingga tidak hanya diperlukan partisipasi aktif dari tenaga dan

motivasi dari pasien (Bastable, 2002). Menurut Davies (2011) Model teoritis

memberikan dasar untuk memilih intervensi keperawatan dalam mendukung

perubahan perilaku untuk pasien dengan penyakit kronis. Hal tersebut

dikarenakan pemahaman terhadap teori yang baik terhadap tekhnik perubahan

perilaku dapat meningkatkan keberhasilan profesi kesehatan dalam menjelaskan

perubahan komunikasi pada pasien dan mengidentifikasi teknik dan strategi untuk

membantu orang mengadopsi gaya hidup sehat.

Beberapa tinjauan model dan teori pilihan menurut Bastable (2002) dapat

(2)

Health belief model (Becker, 1990), Health promotion model (Pender, 1987) dan

Self-efficacy theory (Bandura, 1977) dan Theory of reasoned action (Ajzen dan

Fishbein, 1980). Health belief model, digunakan untuk mempelajari perilaku

pasien berhubungan dengan perilaku preventif dan penyakit akut serta penyakit

kronis. Model ini menjelaskan tentang permasalahan terhadap program

pencegahan penyakit dan penyembuhan yang memerlukan kepatuhan pasien

untuk berpartisipasi dan keyakinan bahwa kesehatan sangat dihargai. Health

promotion model, menjelaskan komponen dan mekanisme yang menjadi faktor

penentu pada gaya hidup yang mempromosikan kesehatan. Self-efficacy theory,

merupakan teori prediktif perihal suatu keyakinan bahwa seseorang dapat

mengerjakan perilaku tertentu. Penggunaan teori ini pada perawat sangat relevan

dalam memahami kemungkinan partisipasi dalam pengembangan

program-program pendidikan. Theory of reasoned action, menjelaskan alasan pasien

sebagai pembuat keputusan yang rasional yang memanfaatkan informasi apapun

yang tersedia untuk mereka. Teori ini berguna untuk memprediksi perilaku

kesehatan dengan niat untuk mengubah perilaku kesehatan tertentu .

Manajemen diri adalah edukasi kelompok interdisiplin berbasis pada

prinsip pembelajaran orang dewasa, pengobatan individu dan teori manajemen

kasus (Barlow, Wright, Sheasby, Turner & Hainsworth, 2002). Salah satu

program edukasi manajemen diri hipertensi yaitu program manajemen diri

penyakit kronis yang merupakan edukasi berbasis komunitas. Manajemen diri ini

efektif digunakan dalam memodifikasi perilaku untuk meminimalkan hasil yang

(3)

mengakomodasi gejala dan keterbatasan fungsi dan berhubungan dengan

konsekuensi emosional (Lorig et al, 2001).

2.1.2. Tujuan Edukasi Manajemen Diri

Tujuan edukasi manajemen diri penyakit kronis di desain untuk membantu

pasien dengan penyakit kronik dengan mengembangkan keterampilan manajemen

diri. Tujuan edukasi manajemen diri yaitu 1) Meningkatkan perilaku sehat (seperti

; olahraga, manajemen kognitif gejala, diet sehat, komunikasi dengan tenaga

kesehatan), 2) Meningkatkan penilaian kesehatan diri dan partisipasi dalam peran

dan aktivitas sosial, 3) Mengurangi kecacatan, fatig, dan distress kesehatan, dan 4)

Menurunkan hari rawatan dan hospitalisasi di rumah sakit (Lorig et al, 2001).

Edukasi pasien menunjukkan potensi untuk meningkatkan kepuasan

konsumen, memperbaiki kualitas kehidupan, memastikan kelangsungan

perawatan, secara efektif mengurangi insiden komplikasi penyakit,

mensosialisasikan masalah kepatuhan terhadap rencana pemberian perawatan

kesehatan, menurunkan ansietas pasien, dan memaksimalkan kemandirian dalam

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Bastable, 2002).

2.1.3. Prinsip Edukasi Manajemen Diri

Dalam memberikan edukasi pada pasien terdapat beberapa prinsip yang

harus diperhatikan oleh perawat (Perry & Potter, 2009), yaitu ; a) Gaya belajar

seseorang mempengaruhi dalam belajar. b) Rencana pembelajaran yang efektif

dapat menggunakan kombinasi berbagai metode pembelajaran. c) Perhatian

merupakan hal utama agar pasien siap menerima pembelajaran yang disampaikan

(4)

pendekatan teori yang sesuai dalam memberikan edukasi memungkinkan tujuan

edukasi dapat tercapai dengan efektif. f) Adaptasi psikososial terhadap penyakit

yang dialami pasien dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk

memusatkan perhatian pada informasi yang disampaikan. g) Partisipasi pasien

diperlukan selama edukasi agar pembelajaran tercapai dengan efektif. h)

Kemampuan belajar harus diperhatikan oleh perawat sesuai dengan kemampuan

perkembangan kognitif dan kemampuan fisik. i) Strategi pemberian edukasi

sesuai tingkat kemampuan kognitif dan kemampuan fisik pasien. j) Lingkungan

belajar yang ideal membantu pasien fokus terhadap informasi yang disampaikan

selama edukasi.

2.1.4. Metode dan Media Edukasi Manajemen Diri

Dalam memberikan edukasi pada pasien, perawat dapat menggabungkan

beberapa metode pembelajaran seperti diskusi atau tanya jawab, penggunaan

materi audiovisual, seperti video, proyektor, atau slide, juga memberikan variasi

pada presentasi. Ini berguna agar aspek yang penting tercakup secara akurat, logis,

kohesif dan menarik. Untuk itu fakta yang berlebihan dan contoh yang rancu

sebaiknya dikurangi dan dapat dibantu dengan dilengkapi handout atau

audiovisual (Bastable, 2002). Media utama dalam penyampaian edukasi pasien

adalah media yang menggunakan indera penglihatan atau visual seperti media

cetak (booklet, leaflet, flipchart, poster dan tulisan), media elektronik (televisi dan

(5)

2.2. Manajemen Diri Hipertensi

2.2.1. Pengertian Manajemen Diri Hipertensi

Manajemen diri adalah kemampuan mengenal dan mengevaluasi

perubahan fisik yang terjadi, mengambil keputusan untuk penanganan dan

mengevaluasi respon tindakan. Program manajemen diri penyakit kronik

merupakan intervensi pendidikan kesehatan berbasis komunitas (Lorig et al,

2001).

Manajemen perawatan diri (Self care management) menurut Riegel,

Jaarsma dan Stomberg (2012), yaitu mengevaluasi perubahan tanda-tanda fisik,

emosional dan gejala untuk menentukan tindakan yang diperlukan dalam

merespon ketika terjadi tanda-tanda dan gejala tersebut.

Manajemen diri merupakan pengobatan yang menggunakan intervensi

kombinasi dari tekhnik biologi, psikologi dan sosial untuk memaksimalkan fungsi

proses regulasi perawatan diri yang digunakan sebagai strategi pencegahan

sehingga manajemen diri di interpretasikan sebagai tugas-tugas individu

sehari-hari yang harus diambil untuk mengontrol atau mengurangi dampak penyakit

terhadap status kesehatan fisik dengan kolaborasi dan panduan dari dokter dan

pemberi pelayanan perawatan kesehatan lainnya (Davies, 2011).

2.2.2. Tujuan Manajemen Diri Hipertensi

Menurut Packer, Boldy, Grahan, Melling, Parsons dan Osborn (2011)

manfaat manajemen diri yaitu, Manajemen diri mendukung partisipasi aktif pasien

terhadap pengobatan, meminimalkan dampak penyakit kronik pada fungsi dan

(6)

Selain itu menurut Balduino, Mantovani, Lacerda dan Meier (2013), tujuan

manajemen diri hipertensi adalah memperoleh informasi untuk berhenti merokok,

mengontrol berat badan, melakukan aktivitas fisik secara teratur, nutrisi yang

tepat, mengurangi garam dan memonitor tekanan darah. Manajemen diri pada

pasien hipertensi mendorong individu sadar terhadap perilaku mereka ke depan

terhadap status kesehatan untuk mengkaji adanya potensi yang berbahaya.

2.2.3. Sasaran dan Strategi Manajemen Diri Hipertensi

Sasaran dan strategi edukasi kegiatan ditujukan untuk penyakit-penyakit

kronis dengan jumlah partisipan 10-15 orang dengan diagnosa dan usia yang

bervariasi. Prinsip asumsi program ini adalah bahwa penyakit kronik yang

berbeda-beda punya kesamaan masalah manajemen diri dan sehubungan dengan

tugas-tugas penyakit, pasien dapat belajar untuk merespon dari hari ke hari terkait

manajemen penyakit, dan kepercayaan diri terkait dengan pengetahuan pasien

tentang praktik manajemen diri mendukung status kesehatan dan menggunakan

sumber-sumber perawatan kesehatan. Terdapat 2 intervensi manajemen diri yang

dikembangakan yaitu manajemen diri untuk penyakit kronik (seperti penyakit

paru, penyakit jantung, stroke dan artritis) dan diabetes (Lorig, Sobel, Stewart,

Brawn, Bandura, Ritter, et al, 1999).

2.2.4. Isi Kegiatan Manajemen Diri Hipertensi

Isi kegiatan meliputi adopsi program latihan atau olahraga, menggunakan

teknik manajemen kognitif gejala (seperti relaksasi dan distraksi), pengelolaan

nutrisi, manajemen fatig dan tidur, menggunakan obatan-obatan dan sumber

(7)

berkomunikasi dengan professional kesehatan lainnya dan pemecahan masalah

berhubungan dengan kesehatan dan membuat keputusan (Lorig et al, 2001).

Menurut Barlow, Wright, Sheasby, Turner dan Hainsworth (2002) isi

kegiatan mendukung informasi, manajemen obat, manajemen gejala, konsekuensi

psikososial yang diterima, gaya hidup (meningkatkan latihan), dukungan sosial,

komunikasi dan strategi manajemen diri lainnya seperti perencanaan karir,

pencapaian tujuan, dan dukungan akses ke pelayanan.

Selain itu menurut Balduino, Mantovani, Lacerda dan Meier (2013),

kegiatan manajemen diri hipertensi adalah kesadaran untuk berhenti merokok,

mengontrol berat badan, melakukan aktivitas fisik secara teratur, nutrisi yang

tepat, mengurangi garam dan memonitor tekanan darah.

2.2.5. Metode Pembelajaran Manajemen Diri Hipertensi

Metode belajar yang dapat digunakan mencakup konseling face to face

pada individu dan keluarga atau kelompok, edukasi dan demonstrasi

menggunakan booklet, workshop, dan follow up melalui telepon. Materi

disampaikan dalam bentuk tertulis seperti booklet, handout, manual, buku kerja

atau videotape. Tempat pelaksanaan mencakup edukasi pada orang dewasa,

komunitas, rumah sakit, perawatan primer, pusat rehabilitasi, rumah, sekolah,

pusat perawatan tersier dan jaringan kerja (Barlow et al, 2002).

2.2.6. Kegiatan Manajemen Diri Hipertensi

Kegiatan manajemen diri Hipertensi mencakup modifikasi gaya hidup

(8)

landasan manajemen global pada banyak faktor risiko aterosklerosis (RNAO,

2009).

1. Aktivitas Fisik, latihan aerobik merupakan cara yang mendukung dalam

menurunkan tekanan darah. Pasien secara bertahap pasien dapat

meningkatkan latihan selama 30 sampai 45 menit 3 sampai 5 kali per

minggu. Berjalan, berenang, dan jogging merupakan latihan aerobik yang

baik sekali (White, Duncan & Baumle, 2013). Intensitas sedang seperti

berjalan, jogging, dan berenang dapat meningkatkan relaksasi,

menurunkan atau mengontrol berat badan (Lewis, Heitkemper & Shannon,

2000). Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah yang mungkin

sebagian menjelaskan melalui penurunan resistensi vaskuler sistemik yang

mana system saraf otonom dan system renin-angiotensin yang mungkin

mendasari mekanisme regulasi (Hu, Li, & Arao, 2013).

2. Diet garam, pengurangan intake sodium dari 2 ke 3 gram sodium atau 6

gram sodium klorida per hari mendukung penurunan tekanan darah.

Menghindari makanan olahan, minuman berkarbon, dan banyak

mengkonsumsi sereal dapat menurunkan intake sodium. Mendorong

pasien untuk kecukupan intake potassium, magnesium, dan kalsium

(White, Duncan, Baumle, 2013). Batas sodium pada 65-100 mmol/hari,

setara dengan 2/3-1 sendok teh garam meja. Dengan penghitungan 100

mmol Na = 2400 mg = 1 sendok teh (6 gram) garam meja. Strategi untuk

mengurangi intake garam mengandung ; pemilihan makanan rendah garam

(9)

dari penambahan garam, meminimalkan penggunaan garam dalam

memasak dan kesadaran pada makanan yang mengandung asinan di rumah

makan (CMA, 1999; CHEP, 2005 dalam RNAO, 2009).

3. Konsumsi Alkohol dan Kafein, perawat mengkaji penggunaan alkohol dan

kafein pasien termasuk kuantitas dan frekuensi. Perawat berdiskusi secara

rutin dengan pasien tentang konsumsi alkohol dan kopi terutama yang

terkandung dalam bahan makanan seperti tape dan kopi yang dapat

menaikkan tekanan darah. Pantangan kopi berhubungan dengan risiko

hipertensi lebih rendah dari konsumsi kopi yang rendah (RNAO, 2009;

Uiterwaal et al, 2007).

4. Merokok, perawat memberikan penjelasan tentang hubungan antara

merokok dan risiko gangguan kardiovaskuler. Nikotin yang terkandung

dalam tembakau menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan tekanan

darah pasien hipertensi (Lewis, Heitkemper & Shannon, 2000).

5. Stres, perawat mengkaji pasien dengan diagnosis hipertensi untuk

mengetahui bagaimana reaksi pada kejadian stress dan belajar bagaimana

membangun koping dan manajemen stress yang efektif. Stres berhubungan

dengan depresi, isolasi sosial, dan kurangnya kualitas dukungan

meningkatkan risiko gangguan penyakit jantung koroner yang sama

besarnya seperti merokok, dislipidemia, dan hipertensi itu sendiri.

Dukungan terhadap manajemen stress efektif dalam mengontrol tekanan

(10)

2.3. Perilaku Sehat

Perilaku diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme

yang bersangkutan, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku

manusia merupakan dorongan yang dipelajari menurut keinginan dalam

melakukan sesuatu. Adanya nilai-nilai yang diyakini seseorang dapat menjadikan

perilaku sebagai kebiasaan (Triwibowo & Pusphandani, 2015) .

Perilaku kesehatan oleh Triwibowo dan Pusphandani (2015) diartikan

sebagai perilaku nyata dari anggota masyarakat yang secara langsung berkaitan

dengan kesehatan. Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap

rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan lingkungan. Perilaku sehat adalah tindakan yang

dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk

pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri dan penjagaan kebugaran melalui

olahraga dan makanan bergizi.

Perilaku kesehatan adalah semua atribut-atribut pribadi seperti keyakinan,

harapan, motif, nilai-nilai, persepsi, dan unsur-unsur kognitif lainnya;

karakteristik kepribadian, termasuk status emosional, afektif dan sifat, dan pola

perilaku terbuka, tindakan, dan kebiasaan yang berhubungan dengan pemeliharaan

kesehatan, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kesehatan. Perilaku sehat

berbeda dengan gaya hidup (Lifestyle). Perilaku sehat dapat dilakukan sekali,

secara berkala, untuk diri sendiri atau perilaku yang dapat mempengaruhi orang

(11)

waktu yang panjang, seperti makan makanan yang sehat, melakukan aktivitas fisik

secara teratur, dan menghindari penggunaan tembakau.

Gaya hidup (Lifestyle) itu sendiri merupakan pola-pola perilaku yang

kompleks. Sedangkan gabungan dari berbagai perilaku sehat sering disebut

sebagai Gaya hidup sehat. Tindakan-tindakan seseorang yang menunjukkan

perilaku yang bervariasi dalam cara meningkatkan kesehatan dapat digambarkan

sebagai Gaya hidup sehat. Perilaku berhubungan dengan kesehatan adalah setiap

tindakan yang berkaitan dengan pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan,

peningkatan kesehatan, atau pemulihan kesehatan (Glanz & Maddock, (2002)

dalam Encyclopedia Self-care behavior (2016)).

Mcgowan (2002) menjelaskan Self-Care Behavior yaitu perilaku

perawatan diri melibatkan pengambilan tindakan untuk memperbaiki atau

menjaga kesehatan seseorang. Contoh perilaku perawatan diri termasuk mencari

informasi (misalnya, membaca buku atau pamflet, pencarian di Internet,

menghadiri kelas, bergabung dengan kelompok swadaya); berolahraga;

berkunjung ke dokter secara teratur; istirahat yang cukup; perubahan gaya hidup;

seperti diet rendah lemak; pemantauan tanda-tanda vital; dan mencari saran

melalui jalur perawatan mandiri dan alternatif, mengevaluasi informasi, dan

membuat keputusan untuk bertindak atau melakukan suatu tindakan. Perawatan

diri umumnya dipandang sebagai pelengkap perawatan kesehatan profesional

pada orang dengan kondisi kesehatan kronis. Perilaku perawatan diri lebih luas

dari hanya mengikuti saran dokter .Hal ini juga mencakup pembelajaran individu

(12)

2.3.1 Perilaku latihan (Exercise Behavior)

Menurut Kemenkes RI (2013), Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat

untuk mengatur berat badan serta menguatkan sistem jantung dan pembuluh

darah. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah yang mungkin sebagian

menjelaskan melalui penurunan resistensi vaskuler sistemik yang mana system

saraf otonom dan system renin-angiotensin yang mungkin mendasari mekanisme

regulasi (Hu, Li, & Arao, 2013). Contoh aktivitas fisik (olahraga) yang dapat

dilakukan untuk menurunkan tekanan darah tinggi adalah jalan pagi, jalan kaki,

sebam, bersepeda dan berenang. Kegiatan aktivitas ini disarankan agar dilakukan

≥ 30 menit per hari dan ≥ 3 hari per minggu (Kemenkes RI, 2014).

Latihan yang dapat di lakukan untuk menurunkan tekanan darah secara

umum dibagi menjadi :

2.3.1.1 Latihan Aerobik

Latihan aerobik adalah aktivitas apapun yang membuat otot-otot tubuh

menggunakan oksigen. Ketika melakukannya, jantung bekerja keras untuk

mengambil oksigen untuk otot-otot. Hal ini membuat jantung menjadi kuat.

Latihan ketahanan seperti bersepeda, jogging, berjalan, berenang atau bermain

bola merupakan latihan aerobik.

Manfaat latihan aerobik yaitu :

1) Menurunkan tekanan darah, dimana dapat menurunkan risiko serangan

jantung atau stroke

2) Menurunkan denyut jantung saat istirahat dengan mengurangi tekanan

(13)

3) Meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik dalam darah), meningkatkan

kardiak output dimana rata-rata jantung memompa banyak darah setiap

detiknya

4) Menurunkan frekuensi pernapasan saat istirahat, dimana paru-paru tidak

bekerja keras ketika istirahat

5) Meningkatkan aliran darah ke paru-paru dengan membantu mengambil

banyak oksigen

6) Membakar lemak sehingga membantu menurunkan berat badan.

2.3.1.2 Latihan anaerobik

Latihan anaerobik adalah latihan intensitas tinggi, aktivitas berat seperti

mengangkat beban atau berlari. Hal ini dilakukan untuk membangun kekuatan,

meningkatkan kecepatan dan mengurangi lemak tubuh. Pasien punya peluang

untuk melakukan bermacam latihan dengan sering setiap hari. Membawa

belanjaan atau berlari mengejar bus merupakan latihan anaerobik. Interval latihan

pada latihan anaerobik besar. Interval latihan dapat dilakukan dengan banyak tipe

latihan (sebagai contoh berlari, bersepeda, berenang, atau mengangkat beban).

Interval dapat dilakukan melalui peningkatan kecepatan untuk waktu jangka

pendek (contoh, antara 10-60 detik) kemudian mengambil periode pemulihan

yang lambat setidaknya 3 kali sepanjang interval. Untuk interval latihan dapat

mengulangi saat tidak sedang bekerja. Sebagai contoh, berlari selama 30 detik

kemudian berjalan selama 2 menit, berlari 30 detik, berjalan selama 2 menit dan

selanjutnya. Salah satu manfaat dari latihan anaerobik yaitu meningkatkan

(14)

membakar kalori pada tingkat yang lebih cepat setelah selesai latihan. Ini dapat

membantu menurunkan berat badan. Sebaiknya latihan anaerobik hanya

meningkatkan tingkat metabolisme tubuh untuk 2 jam.

2.3.1.3 Waktu pelaksanaan latihan

Ada 3 cara untuk mengukur latihan yaitu frekuensi, durasi, dan intensitas.

1. Frekuensi : adalah seberapa sering latihan. Latihan aerobik dapat dicoba

paling sedikit 3 kali seminggu. Terlalu banyak latihan aerobik dapat

menyebabkan overtraining dan cedera berlebihan. Latihan dilakukan

selama 2 atau 3 kali seminggu.

2. Durasi : adalah berapa lama latihan. Tujuannya adalah setiap latihan

dilakukan 30-60 menit. Pasien mungkin perlu melakukannya secara

bertahap.

3. Intensitas : adalah seberapa keras bekerja ketika melakukan latihan. Ketika

melakukan latihan aerobik, harus menjaga kondisi jantung. Untuk

meyakinkan hasil dari latihan, perlu mengecek denyut nadi selama latihan.

Pasien perlu mengatur target denyut jantung untuk diri sendiri untuk

meyakinkan bahwa latihan cukup keras tidak membahayakan jantung,

namun cukup mudah sehingga dapat melakukan latihan dengan aman.

Tujuan latihan aerobik adalah memelihara target denyut jantung selama

latihan selama 20 menit. Pasien dapat juga menggunakan target denyut jantung

untuk memeriksa perkembangan setiap waktu. Untuk latihan anaerobik,

menggunakan monitor denyut jantung selama interval istirahat ke monitor

(15)

cepat lainnya sekali sampai memasuki zona pemulihan. Setelah beberapa minggu

latihan, dapat melanjutkan meningkatkan level fitness melalui peningkatan

frekuensi, durasi atau intensitas latihan (NIHNH, 2016).

Penelitian oleh Song dan Nam (2015) tentang efektifitas intervensi

manajemen diri risiko stroke pada orang dewasa dengan prehipertensi

menunjukkan adanya aktivitas fisik yang teratur dan dipertahankan dari waktu ke

waktu setelah mendapatkan intervensi. Penelitian tentang hasil dari program

manajemen diri penyakit kronis terhadap status kesehatan, perilaku sehat dan

perawatan kesehatan didapatkan peningkatan pada latihan aerobik (Brady et al,

2013).

Penelitian Katzmarzyk dan Lee (2012) di USA tentang perilaku sedentari

dan harapan hidup dalam menghilangkan penyebab langsung melalui tabel

analisis yang menggunakan cut off points < 3 jam, 3-5, 9 jam, ≥ 6 jam,

menunjukkan bahwa pengurangan aktivitas sedentari sampai dengan < 3 jam per

hari dapat meningkatkan umur harapan hidup sebesar 2 tahun.

Aktivitas fisik yang rendah merupakan faktor risiko yang paling umum

untuk kondisi jangka panjang, dengan 95% dari populasi orang dewasa tidak

melakukan aktivitas fisik yang disarankan minimal 30 menit dengan intensitas

sedang dalam lima hari atau lebih dalam seminggu (Davies, 2011). Aktivitas fisik

yang mengangkat beban sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan tekanan

darah secara mendadak sebagai respon vagal yang terjadi selama kontraksi otot

(16)

2.3.2 Manajemen kognitif gejala (Cognitive Symptom Managemen)

Kewaspadaan terhadap perubahan tanda-tanda fisik dan emosional dan

gejala untuk menentukan tindakan yang diperlukan dalam merespon ketika terjadi

tanda-tanda dan gejala. Ini meliputi upaya untuk mempertahankan kesehatan

dengan mengatur aktifitas yaitu dapat mengenal perubahan yang terjadi, dapat

mengambil keputusan yang tepat untuk penanganan, melaksanakan pengobatan,

dan mengevaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Pasien Hipertensi

mungkin membutuhkan terapi obat untuk menurunkan tekanan darah (Riegel,

Jaarson & Stromberg, 2012).

Strategi kognitif koping, strategi kognitif mungkin bermanfaat untuk

menghilangkan tekanan, kecemasan berlebihan, menurunkan ketakutan, dan

meningkatkan relaksasi. Contohnya seperti beberapa strategi sebagai berikut :

imageri : pasien berkonsentrasi pada pengalaman yang menyenangkan atau

pemandangan yang tenang, Distraksi : pasien berpikir pada kisah yang

menyenangkan atau cerita syair atau lagu yang di sukai, berkata pada diri sendiri

dengan optimis : pasien membacakan pikiran dengan optimis (“Aku tahu semua

akan baik-baik saja”), terapi musik : pasien mendengarkan musik yang

menenangkan (mudah dikelola, tidak mahal, intervensi non invasif) (Smeltzer &

Bare, 2010).

2.3.2.1 Relaksasi Sebagai Manajemen Kognitif Gejala

Tekhnik relaksasi dapat membantu dalam manajemen berbagai kondisi

kesehatan, termasuk cemas yang berhubungan dengan penyakit atau prosedur

(17)

join tempomandibular. Terapi psikologi, yang mengandung teknik relaksasi, dapat

membantu memanajemen sakit kepala kronik dan tipe nyeri kronik lainnya pada

anak-anak dan dewasa. Teknik relaksasi secara umum aman untuk orang sehat,

walaupun ada beberapa laporan pengalaman kurang menyenangkan seperti

peningkatan cemas. Orang dengan gangguan fisik serius atau masalah kesehatan

mental harus mendiskusikan pelaksanaan teknik relaksasi dengan pemberi layanan

kesehatan. Teknik relaksasi merupakan keterampilan, dan keterampilan yang

sama lainnya, membutuhkan sebuah praktik. Orang yang sering menggunakan

teknik relaksasi memberikan manfaat yang baik untuk kesehatan. Secara rutin,

frekuensi praktik merupakan hal yang utama jika menggunakan tekhnik relaksasi

untuk membantu manajemen masalah kesehatan kronik. Penggunaan

berkelanjutan sangat efektif dibandingkan penggunaan jangka pendek.

Manfaat Relaksasi Bagi Hipertensi yaitu membantu mengelola stres. Stres

dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah jangka pendek, dan respons

relaksasi menunjukkan penurunan tekanan darah dalam jangka pendek, ini

memungkinkan seseorang membutuhkannya untuk pengobatan hipertensi. Stress

dapat dicegah, tapi pasien dapat menetralkan efek negatif dengan belajar

bagaimana membangkitkan respon relaksasi, keadaan istirahat yang tenang adalah

respon sebaliknya dari stress. Respon relaksasi membawa tubuh kembali dalam

keseimbangan yaitu dengan : menarik napas dalam, mengurangi hormon stress,

menurunkan denyut jantung dan tekanan darah dan merilekskan otot-otot tubuh.

Sebagai tambahan untuk efek pada tubuh, penelitian menunjukkan bahwa respon

(18)

nyeri, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan meningkatkan

motivasi dan produktivitas. Dari semuanya yang baik adalah dengan sedikit

latihan siapapun dapat mendapatkan manfaat yang banyak.

2.3.2.2 Napas Dalam

Dengan fokus penuh, napas bersih, bernapas dalam sederhana namun kuat

teknik relaksasi. Mudah dipelajari, dapat dipraktekkan hampir di mana saja, dan

menyediakan cara cepat untuk mengecek tingkat stres bernapas adalah landasan

dari banyak praktik relaksasi lainnya, juga dapat dikombinasikan dengan elemen

santai lain seperti aromaterapi dan musik. Hal ini hanya memerlukan beberapa

menit dan tempat untuk berbaring. Kunci untuk bernapas dalam adalah bernapas

dalam dari perut, mendapatkan udara segar sebanyak mungkin dalam paru-paru.

Ketika mengambil napas dalam dari perut, bukan napas dangkal dari bagian atas

dada, menghirup lebih banyak oksigen. Semakin banyak oksigen yang didapatkan,

mengurangi ketegangan, sesak napas, dan cemas.

2.3.2.3 Relaksasi otot progresif untuk menghilangkan stress

Relaksasi otot progresif adalah strategi lain yang efektif dan banyak

digunakan untuk menghilangkan stres. Ini melibatkan dua langkah proses di mana

ketika kelompok otot yang berbeda sistematis tegang dan rileks dalam tubuh.

Dengan latihan teratur, relaksasi otot progresif memberi kebiasaan dengan

ketegangan sebagai relaksasi yang komplit yang terasa di berbagai bagian tubuh.

Kesadaran ini membantu melihat dan menangkal tanda-tanda pertama dari

ketegangan otot yang menyertai stres. Dan semua tubuh relaks, sehingga

(19)

dengan relaksasi otot progresif sebagai tambahan untuk menghilangkan tingkat

stress.

2.3.2.4 Visualisasi (Imajinasi terbimbing/Guide Imagery)

Imajinasi terbimbing dapat digunakan untuk menghilangkan stress.

Visualisasi, atau citra dipandu adalah variasi pada meditasi tradisional yang dapat

membantu menghilangkan stres. Ketika digunakan sebagai teknik relaksasi, citra

dipandu melibatkan membayangkan sebuah adegan di mana seseorang merasa

damai, bebas untuk melepaskan semua ketegangan dan kecemasan. Pilih

pengaturan apa pun yang paling menenangkan untuk, apakah suasana tropis

pantai, tempat masa kecil favorit, atau lembah berhutan yang tenang. Pasien dapat

melakukan latihan visualisasi ini pada diri sendiri, dengan bantuan seorang

terapis, atau menggunakan rekaman audio (USDH & HSNC, 2016; FCS, 2016)

Penelitian tentang hasil dari program manajemen diri penyakit kronis

terhadap status kesehatan, perilaku sehat dan perawatan kesehatan didapatkan

adanya peningkatan manajemen kognitif gejala (Brady et al, 2013). Hasil

penelitian yang menilai efektifitas relaksasi audio pada lansia dengan hipertensi

menunjukkan selama 4 minggu untuk menurunkan tekanan darah dan denyut

jantung di dapatkan adanya penurunan tekanan darah sistolik sebesar 3% dengan

mean penurunan 5,1 mmHg. Pada tekanan darah diastolik rata-rata penurunan

4,8% dengan mean penurunan 3,3 mmHg setelah intervensi. Latihan relaksasi

dapat mendukung penurunan gejala seperti stress, penurunan denyut jantung dan

menurunkan tekanan darah (Tang, Harms & Vezeau, 2008). Peran tenaga

(20)

pasien hipertensi untuk meningkatkan efisiensi perilaku manajemen diri.

Kepercayaan diri yang rendah dapat menurunkan motivasi pasien untuk mencoba

atau memelihara perilaku manajemen diri (Balduino et al, 2013).

2.3.3 Diet sehat

Perbedaan individu yang hidup di masa transisi ke modern akan diikuti

dengan perubahan perilaku dan berpengaruh pada kesehatan. Perilaku tersebut

dapat terlihat dari kebiasaan konsumsi makanan cepat saji (junk food) yang sarat

dengan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah (Triwibowo & Pusphandani,

2015). Intake sodium yang berlebihan responnya dianggap dalam menginisiasi

hipertensi pada beberapa pasien (Lewis, Heikemper & Shannon, 2000). Natrium

dan kalsium dapat berpengaruh pada tekanan darah. Natrium bersifat menahan air

sehingga menambah beban darah yang masuk ke jantung dan berakibat pada

kenaikan tekanan darah. Sedangkan kalsium bersifat menguatkan kerja jantung.

Kalium dan magnesium berpengaruh dalam membantu menurunkan tekanan

darah. Kalium bersifat mendorong keluar natrium yang berlebihan sehingga

mengurangi beban jantung dan menurunkan tekanan darah. Sementara magnesium

mengurangi kekuatan otot jantung (Hartono & Hartono, 2014).

Diet yang saat ini dikembangkan dan direkomendasikan oleh JNC untuk

pasien hipertensi dikenal dengan DASH (Dietary approaches to stop

hypertension) (NIHNH, 2010). Prinsip diet DASH yaitu menurunkan masukan

sodium, kolesterol, lemak, dan gula dan meningkatkan masukan buah-buahan,

sayuran dan produk harian rendah lemak untuk membantu manajemen hipertensi

(21)

menurunkan tekanan darah dengan beralih dari diet kaya protein hewani menjadi

diet yang kaya akan protein nabati (Hartono & Hartono, 2014).

Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam pengaturan diet pada penderita

hipertensi adalah pertama, membatasi jumlah garam sesuai dengan kesehatan

pasien dan jenis makanan dalam daftar diet. Garam yang dikonsumsi yang

dimaksud adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan

makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu sumber

utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi

garam dapur tidak lebih dari ¼- ½ sendok teh/hari atau dapat menggunakan garam

lain diluar natrium.

Anjuran diet sesuai dengan kandungan garam/natrium, yakni : Diet rendah

garam I (200-400 mg Na), untuk hipertensi berat, dengan edema, asites, pada

pengolahan masakannya tidak menambahkan garam dapur ; Diet rendah garam II

(600-800 mg Na), untuk hipertensi tidak terlalu berat, edema, asites, pada

pengolahan masakannya boleh ditambahkan ½ sdt garam dapur (2 gram); Diet

rendah garam III (1000-1200 mg Na) untuk hipertensi ringan, pada pengolahan

masakannya boleh ditambah dengan 1 sdt garam dapur (4 gram).

Kedua, menghindari atau membatasi makanan yang berkadar lemak jenuh

tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih), makanan yang diolah dengan

menggunakan garam natrium (biskuit, krackers, keripik dan makanan kering yang

asin), makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta

buah-buahan dalam kaleng, soft drink), makanan yang diawetkan (dendeng,

(22)

kacang), susu full cream, mentega, margarin, keju mayonnaise, serta sumber

protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing),

kuning telur, kulit ayam), bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat,

saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung

garam natrium, serta minum alkohol dan makanan yang mengandung alkohol

seperti durian, tape. Konsumsi kafein terutama yang didapat dari konsumsi kopi.

Kafein memiliki pengaruh meningkatkan tekanan darah dengan mengaktifkan

sistem saraf simpatik yang meningkatkan vasokontriksi (Uiterwaal et al, 2007).

Ketiga, meningkatkan pemasukan kalium. Konsumsi kalium dapat

menurunkan tekanan darah (bila asupan natrium tinggi), karena kalium berfungsi

sebagai diuretik (merangsang pengeluaran urin) sehingga pengeluaran natrium

cairan meningkat serta kalium menghambat pengeluaran renin sehingga

mengubah sistem renin angiotensin. Selain itu, pemberian kalium juga membantu

untuk mengganti kehilangan kalium akibat dari rendah natrium. Kandungan

kalium dalam bahan makanan pada umumnya dapat di temukan dalam

buah-buahan dengan mengkonsumsi porsi ukuran sedang (50 gram) dari apel (159 mg

kalium) jeruk (250 mg kalium), tomat (366 mg kalium), pisang (451 mg kalium),

kentang panggang (503 mg kalium) dan susu skim 1 gelas (406 mg kalium).

Meningkatkan magnesium. Magnesium berfungsi sebagai vasodilator pada

koroner dan arteri peripheral. Hipomagnesemia (keadaan rendah magnesium)

banyak terjadi pada hipertensi, sehingga membutuhkan dosis antihipertensi lebih

(23)

Hasil penelitian Appel, Brands, Daniels, Karanja, Elmer, Sacks, et al

(2006) di dapatkan bahwa diet DASH menurunkan tekanan darah sistolik sebesar

7,1 mmHg pada orang yang tidak hipertensi dan 11,5 mmHg pada orang dengan

hipertensi. Pola diet DASH yaitu mengkonsumsi diet kaya buah dan sayuran

(8-10 sajian/hari), produk harian rendah lemak (2-3 sajian/hari), dan mengurangi

lemak jenuh dan kolesterol. Batasan garam yang di rekomendasikan yaitu 2400

mg/hari atau 6 gram/hari dan masukan kalium 4,7 gram/hari. Hasil penelitian Lau

(2015) bertujuan untuk menganalisa dampak pada individu, edukasi diet dengan

penerapan budaya diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) selama

4 minggu pada perubahan perilaku diet, pengetahuan tentang hipertensi, dan

kepercayaan diri untuk manajemen hipertensi pada orang Hispanik Amerika yang

berbatasan dengan Mexico didapatkan terjadi peningkatan pada skor median pada

berat badan, tekanan darah sistolik dan diastolik, REAP-S (untuk menilai

masukan diet pada perawatan primer, yang meliputi kemauan untuk mengubah

kebiasaan diet) pada periode 2 minggu dan 4 minggu setelah intervensi pemberian

edukasi pada pasien.

2.4 Tekanan Darah

Dalam pengukuran tekanan darah terdapat 2 (dua) istilah yang perlu

diketahui dalam menentukan hipertensi. Pertama, tekanan darah sistolik yaitu

tekanan darah yang terukur oleh alat tensimeter ketika jantung menguncup

sehingga mencapai angka tertinggi. Kedua, tekanan darah diastolik yaitu tekanan

(24)

hipertensi tekanan darah dari hasil pengukuran dapat menunjukkan kenaikan

tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90

mmHg (Hartono & Hartono, 2014).

Tekanan darah arteri dapat diukur baik secara langsung maupun tidak

langsung. Metode langsung menggunakan insersi kateter arteri dan metode tidak

langsungpaling umum menggunakan sphigmomanometer dan stetoskop (Potter &

Perry, 2009). Pengukuran dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien

istirahat selama 5 menit, kaki dilantai dan lengan pada posisi setinggi jantung.

Pada saat pengukuran pasien dalam kondisi tenang dan tidak berbicara. Ukuran

dan peletakan manset (panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang

dewasa). Pengukuran diulang satu kali, dengan sela antara 1-5 menit, pengukuran

tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda.

Manset dipasang melingkari lengan bagian atas (3 cm diatas lengan atas dan

lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan) dengan kontrol manometer, dipompa

hingga kira-kira 30 mmHg sampai pulsasi radialis yang teraba menghilang.

Kemudian stetoskop diletakkan diatas arteri brakhialis pada lipat siku, disisi

bawah manset, dan tekanan manset kemudian diturunkan secara perlahan-lahan

(2-4 mmHg/detik). Bunyi pertama yang terdengar yang sinkron dengan nadi

(bunyi ketukan yang jelas; fase 1 korotkoff dinamakan tekanan darah sistolik).

Secara normal bunyi ini awalnya lemah (fase 2) sebelum menjadi lebih keras (fase

3), kemudian menjadi redup pada fase 4, dan seluruhnya menghilang pada fase 5.

Fase 5 ini disebut dinamakan tekanan darah sistolik (CHEP 2005 dalam RNAO,

(25)

2.5 Hipertensi

Menurut JNC 8 (2015), Hipertensi (HTN) dikenal sebagai tekanan darah

tinggi yang mempengaruhi jutaan orang. Tekanan darah tinggi didefinisikan

sebagai tekanan darah pada ambang ≥140 / 90 mmHg. Hipertensi juga dikenal

sebagai tekanan darah tinggi, yang didefinisikan sebagai meningkatnya tekanan

darah arteri. Apabila tekanan darah sistolik pada atau di atas 140 mmHg atau

tekanan darah diastolik pada atau di atas 90 mmHg menunjukkan Hipertensi

(White, Duncan & Baumle, 2013). Menurut HSA (2005) dalam RNAO (2009)

Tekanan darah adalah pengukuran tekanan atau kekuatan darah terhadap dinding

pembuluh darah. Tekanan diukur dalam milimeter air raksa (mmHg). Sedangkan

Hipertensi atau tekanan darah tinggi itu sendiri merupakan suatu kondisi medis di

mana tekanan darah secara konsisten di atas kisaran normal. Didefinisikan sebagai

Hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah

tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah

didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat

medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri) (Riskesdas, 2013).

Hipertensi primer, idiopatik atau esensial adalah tekanan darah tinggi

persisten atau patologis yang tidak ditemukan penyebab spesifiknya. Sedangkan,

Hipertensi sekunder adalah Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Sekitar

5 sampai 10% dari kasus tekanan darah tinggi disebabkan oleh masalah medis

seperti jantung atau penyakit ginjal, atau sebagai efek samping dari obat-obatan

(26)

Hipertensi maligna cepat berkembang, elevasi tekanan darah berat

(diastolik 120 mmHg). Terdapat kerusakan arteriol dalam organ-organ penting.

Peradangan arteri di mata merupakan temuan penting. Hal ini paling umum

ditemukan pada laki-laki ras kulit hitam yang berusia lebih muda dari 40 tahun.

Penyebab lain hipertensi adalah penyakit ginjal yang mengganggu aliran darah ke

ginjal yang menyebabkan pengeluaran enzim yang disebut renin. renin yang

dihasilkan berinteraksi dengan plasma (White, Duncan & Baumle, 2013).

Tabel 2.1

Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 8 (2015)

TDS (mmHg) TDD (mmHg) Klasifikasi JNC 8

< 120 < 80 Normal

120-139 80-89 Pre Hipertensi

140-159 90-99 Hipertensi derajat I

> 160 >100 Hipertensi derajat II

Menurut JNC 8, (2015) Sebagian besar pasien dengan tekanan darah

tinggi, Penyebabnya tidak diketahui. Hipertensi diklasifikasikan sebagai

Hipertensi primer atau esensial. Sebagian kecil pasien memiliki penyebab spesifik

dari tekanan darah tinggi, yang diklasifikasikan sebagai Hipertensi sekunder.

Lebih dari 90% pasien dengan tekanan darah tinggi memiliki Hipertensi primer.

Hipertensi Primer tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dengan terapi

yang tepat (termasuk modifikasi gaya hidup dan obat). Faktor genetik mungkin

memainkan peran penting dalam pengembangan Hipertensi primer.

Bentuk tekanan darah tinggi ini cenderung berkembang secara bertahap

selama bertahun-tahun. Kurang dari 10% pasien dengan tekanan darah tinggi

mengalami Hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi

(27)

mendasari atau menghilangkan penyebab medikasi, akan menurunkan tekanan

darah sehingga menghilangkan Hipertensi sekunder. Penyebab paling umum dari

Hipertensi sekunder dikaitkan dengan gangguan ginjal seperti penyakit ginjal

kronis (CKD) atau penyakit renovaskular. Bentuk tekanan darah tinggi ini

cenderung muncul secara tiba-tiba dan sering menyebabkan tekanan darah tinggi

dari Hipertensi primer.

Menurut JNC 8, (2015) Berbagai faktor meningkatkan risiko seseorang

untuk mengembangkan Hipertensi. Faktor risiko meliputi kondisi kesehatan, gaya

hidup, dan riwayat keluarga. Beberapa faktor risiko, seperti riwayat keluarga, usia,

jenis kelamin, ras dan obesitas tidak dapat dikendalikan. Namun, ada faktor-faktor

risiko seperti aktivitas fisik dan diet yang dapat dikendalikan untuk mengurangi

kemungkinan pasien mengembangkan Hipertensi. Menurut RNAO (2009) tentang

Manajemen keperawatan pada Hipertensi, faktor-faktor gaya hidup yang

mempengaruhi tekanan darah yaitu : Diet, Berat Badan, Latihan, Konsumsi

Alkohol, Merokok dan Stress.

Hipertensi dikenal sebagai "Silent Killer" karena biasanya tidak memiliki

tanda-tanda peringatan atau gejala, dan banyak orang tidak tahu bahwa mereka

memiliki Hipertensi. Bahkan ketika tingkat tekanan darah yang sangat tinggi,

kebanyakan orang tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Sejumlah kecil orang

mungkin mengalami gejala seperti sakit kepala, muntah, pusing, dan sering

mimisan. Gejala ini biasanya tidak terjadi sampai tingkat tekanan darah telah

mencapai tahap yang berat atau mengancam jiwa. Satu-satunya cara untuk

(28)

tekanan darah ke dokter atau perawatan kesehatan profesional lainnya (JNC 8,

2015).

Hipertensi merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam pencegahan

kematian dini di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan dapat meningkatkan risiko

pada penyakit Jantung dan stroke iskemik, penyakit vaskuler perifer, dan penyakit

jantung lainnya,seperti gagal jantung, anurisme aorta, aterosklerosis difus,

penyakit ginjal kronik dan emboli paru. Hipertensi juga merupakan faktor risiko

terjadinya gangguan kognitif dan demensia. Komplikasi lainnya seperti retinopati

Hipertensi dan nefropati Hipertensi (Smeltzer & Bare, 2010).

Modifikasi gaya hidup harus diterapkan pada semua pasien hipertensi

antara terapi definitif dan terapi tambahan. Modifikasi gaya hidup diarahkan untuk

menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Modifikasi gaya hidup seperti aktivitas fisik, diet garam, konsumsi alkohol dan

kafein, merokok dan stres. Modifikasi perilaku biasanya diteruskan sampai 1

tahun sebelum terapi obat digunakan. Faktor-faktor yang mungkin mempercepat

keputusan terapi obat dini terkait hipertensi derajat 2 dan derajat 3. Adanya faktor

risiko, gangguan organ target, gangguan jantung klinis, atau gangguan

serebrovaskular dan diabetes (RNAO, 2009).

2.6 Konsep Teori rentang Menengah manajemen diri penyakit kronik (A

Middle-Range Theory of Self-Care of Chronic Illness)

Tidak ada definisi tunggal perilaku perawatan diri yang di setujui. Definisi

(29)

(individu, keluarga, masyarakat), apa petunjuk perilaku perawatan diri (praktik

meningkatkan kesehatan, mencegah sakit, membatasi dampak darisakit,

mengembalikan kesehatan), dan sejauhmana keterlibatan professional kesehatan).

WHO mendefinisikan perawatan diri sebagai suatu aktivitas individu, keluarga,

dan masyarakat melakukan tindakan dengan tujuan meningkatkan kesehatan,

pencegahan penyakit, membatasi, dan pemulihan kesehatan. Definisi lainnya,

perawatan diri merupakan terminologi perilaku individu meningkatkan fungsi

personal kesehatan dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah atau

mendeteksi dan mengobati penyakit. Definisi lain perawatan diri yaitu kegiatan

yang terkait untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, evaluasi

gejala-gejala, dan mengembalikan kesehatan dengan atau tanpa partisipasi seorang

profesional kesehatan (Mcgowan, 2002).

Pemahaman teori yang baik terhadap tekhnik perubahan perilaku dapat

meningkatkan keberhasilan profesi kesehatan dalam menjelaskan perubahan

komunikasi pada pasien dan mengidentifikasi teknik dan strategi untuk membantu

orang mengadopsi gaya hidup sehat. Model teoritis memberikan dasar untuk

memilih intervensi keperawatan dalam mendukung perubahan perilaku untuk

penyakit kronis (Davies, 2011).

Model-model teori merupakan suatu dasar dalam mendukung

intervensi-intervensi keperawatan untuk mendukung perubahan perilaku pasien dengan

penyakit kronis. Salah satu kerangka teori yang dapat digunakan oleh Perawat

(30)

Hipertensi yaitu perawatan diri/manajemen diri (self-care/self-managemen)

(RNAO, 2009).

Perawatan diri dianggap penting dalam pengelolaan penyakit kronis,

namun unsur perawatan diri belum ditentukan dalam teori kisaran tengah yang

dapat digunakan di berbagai kondisi kronis selama proses menjaga kesehatan.

Teori defisit perawatan diri (Self Care Defisit Nursing Theory (SCDNT)) adalah

sebuah teori keperawatan yang terdiri dari 3 teori dasar yang saling berhubungan

yaitu: Theory of Self Care, Theory of Self Care Deficit, Theory of Nursing System

(Orem, 1980;1985 & Taylor, 2006 dalam Tomey & Alligood, 2006). Inti dari tiga

teori ini adalah fungsi manusia atau individu dalam mempertahankan hidup,

kesehatan dan kesejahteraannya dengan melakukan caring untuk diri sendiri.

Perbedaan utama antara teori besar Orem perawatan diri dengan teori

menengah perawatan diri dari penyakit kronis adalah bahwa teori Orem tidak

terfokus pada penyakit kronis seperti teori rentang menengah. Oleh karena itu

berpijak dari teori besar Orem tentang teori perawatan diri, diperlukan teori yang

berfokus pada perawatan diri pasien dengan penyakit kronik seperti Hipertensi.

Fokus terutama pada individu, sementara Orem meliputi aspek perawatan yang

tergantung ketika orang lain (agen perawatan diri) menginisiasi dan melakukan

kegiatan untuk mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Tujuan teori

rentang menengah perawatan diri penyakit kronik (a middle range theory of

self-care chronic disease) adalah untuk menyusun perilaku dan proses yang digunakan

oleh individu yang berhubungan dengan diagnosis penyakit kronis dan perhatian

(31)

perawatan kesehatan dalam berperan mempromosikan perawatan diri (Riegel,

Jaarsma dan Stromberg, 2012).

Teori perawatan diri penyakit kronik dari Riegel, Jaarsma dan Stromberg

(2012) menyatakan bahwa aktifitas yang dilakukan dalam perawatan diri pasien

Hipertensi ini meliputi self care maintenance, self care monitoring dan self care

managemen. Perawat dapat membantu individu dengan menggunakan semua

metode ini untuk memberikan bantuan perawatan diri.

Skema 2.1 Dimensi Perawatan Diri oleh Riegel, Jaarsma & Stromberg (2012)

Dimensi perawatan diri menurut Riegel, Jaarsma dan Stromberg (2012)

dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

1) Pemeliharaan perawatan diri (Self care maintenance), pemeliharaan

perawatan diri didefinisikan sebagai perilaku-perilaku yang digunakan oleh

pasien untuk menjaga stabilitas fisik dan emosional (Riegel et al, 2004). Ini

meliputi terapi pengobatan, diet rendah garam, aktifitas fisik yang teratur,

memonitoring berat badan setiap hari, berhenti merokok, dan menghindari

(32)

2) Pemantauan perawatan diri (Self-care monitoring), adalah proses rutin,

pemantauan kewaspadaan terhadap tubuh, dan pengawasan. Pasien dengan

adanya suatu perubahan, mendeteksi adanya perubahan dan menanggapi

terhadap suatu perubahan. Seperti pemantauan tekanan darah agar tekanan

darah terkontrol dengan baik dan tidak terjadi Hipertensi. Pasien yang

terampil dalam pemantauan perawatan diri dapat menyampaikan informasi

kepada seorang profesional perawatan kesehatan yang akan memfasilitasi

kemampuan penyedia perawatan kesehatan untuk memberikan perawatan

yang terbaik.

3) Manajemen perawatan diri (Self care management), yaitu mengevaluasi

perubahan tanda-tanda fisik, emosional dan gejala untuk menentukan

tindakan yang diperlukan dalam merespon ketika terjadi tanda-tanda dan

gejala tersebut. Perubahan ini mungkin karena sakit, pengobatan atau

lingkungan. Pasien dengan perawatan diri yang baik, dapat memahami

perubahan, mampu secara mental mensimulasikan pilihan dan memutuskan

suatu tindakan. Jika respon diperlukan, manajemen perawatan diri

memerlukan pengobatan dan evaluasi terhadap pengobatan. Pasien Hipertensi

mungkin membutuhkan terapi obat untuk menurunkan tekanan darah.

Proses yang mendasari perawatan diri adalah :

1. Pengambilan keputusan (decision making)

Manajemen gejala melibatkan pengambilan keputusan kognitif dalam

menanggapi tanda-tanda dan gejala-gejala. Pasien jarang menggunakan

(33)

sering dibuat dan di pilih berdasarkan situasi nyata sehingga pengambilan

keputusan bersifat ambigu, pilihan yang sering kabur dan cepat.

2. Refleksi

Refleksi atau perenungan terkait akuisisi pengetahuan yang keduanya penting

dalam perawatan diri.

Skema 2.2 Hubungan Pengambilan keputusan dengan refleksi dalam perawatan diri

Penjelasan tentang gambar hubungan pengambilan keputusan dengan

refleksi dalam perawatan diri di paparkan bahwa perawatan diri mungkin cukup

atau tidak cukup, beralasan dan reflektif, atau otomatis dan tak berarti.

Pada pasien dengan pengetahuan yang kurang memadai menyebabkan

perawatan diri kurang (kuadran kiri bawah). Pada aktivitas melakukan perawatan

diri tapi dengan cara tidak reflektif dan tak berarti (kuadran kiri atas). Oleh karena

itu pasien dengan pengetahuan yang tidak memadai menjadi target dalam

pemberian pendidikan agar pasien menjadi reflektif dan bertujuan dalam

kebutuhan perawatan diri. Pada pasien dengan refleksi yang tinggi tapi secara

(34)

Pengetahuan dan pemahaman cukup tentang perawatan diri tapi setelah refleksi

dan menganalisa biaya atau keuntungan pribadi kemudian tidak melakukan

perawatan diri yang di sarankan. Ini disebut juga dengan pengambilan keputusan

beralasan, ketidakpatuhan yang cerdas, dan self regulation. Oleh karena itu

motivasi sangat penting untuk meningkatkan refleksi. Kombinasi yang ideal untuk

orang dengan penyakit kronis yaitu bertujuan, reflektif, perawatan diri cukup dan

beralasan (kuadran kanan atas). Dalam hal ini pengetahuan cukup tentang

perawatan diri yang diperlukan sesuai kondisi. Pasien melakukan perawatan diri

dengan pikiran tentang data yang dikumpulkan dan membuat keputusan yang baik

tentang apa yang harus dilakukan apabila terdapat tanda-tanda atau gejala yang

tidak normal.

Untuk mencapai keadaan refleksi diperlukan pengetahuan yang cukup,

perawatan diri yang cukup, motivasi yang tinggi dan mendapatkan pendidikan

dari penyedia layanan kesehatan profesional dan keberhasilan dalam mendapatkan

informasi dan merenungkan pilihan.

Hasil yang diharapkan dari perawatan diri yaitu stabilitas penyakit,

kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup, peningkatan kontrol selama sakit

yang berlebihan dan penurunan kecemasan yang berhubungan dengan penyakit,

penurunan rawat inap, biaya rawatan dan kematian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan diri yaitu ;

1) Pengalaman dan keterampilan.

Pengalaman adalah salah satu kontributor yang kuat untuk pengembangan

(35)

dengan cepat mengidentifikasi pola-pola yang memberikan isyarat yang relevan,

menyarankan hasil yang diharapkan terkait dengan tanggapan khusus, dan

mengarahkan ke tujuan dan tindakan yang wajar pada situasi tertentu.

Keterampilan dalam perawatan diri adalah penting dan pasien harus memiliki

kemampuan untuk merencanakan, menetapkan tujuan, dan membuat pengalaman

pengambilan keputusan. Dan juga kontributor untuk pengembangan keterampilan,

meskipun beberapa pasien dapat memiliki pengalaman bertahun-tahun dengan

penyakit tertentu dan tidak pernah mengembangkan keterampilan dalam

perawatan diri. Tantangan bagi para profesional perawatan kesehatan adalah

mengidentifikasi apa yang sudah di pelajari oleh pasien dari pengalaman, melihat

apakah yang diketahui adalah benar, dan memfasilitasi pengembangan

keterampilan yang diperlukan untuk kinerja perawatan diri.

2) Motivasi

Motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan pendorong manusia untuk

mencapai tujuan mereka. Motivasi dikatakan intrinsik atau ekstrinsik. Motivasi

intrinsik muncul dari keinginan untuk belajar dan termasuk pemberian tugas yag

menarik. Motivasi intrinsik didorong oleh keinginan internal untuk melakukan

tugas tertentu karena memberikan kesenangan. Di sisi lain, motivasi ekstrinsik

mengacu pada perubahan perilaku karena itu mengarah pada hasil tertentu yang

telah ditetapkan untuk beberapa alasan (misalnya untuk meningkatkan kesehatan

atau untuk menyenangkan orang lain). Banyak perilaku perawatan diri dipicu dan

didorong oleh motivator ekstrinsik, paling tidak pada awalnya. Artinya, individu

(36)

persepsi orang lain yang signifikan mengenai pentingnya melakukan perilaku

dapat memotivasi perawatan diri.

3) Keyakinan budaya dan nilai-nilai.

Kekuatan perawatan diri dipandang sangat penting dalam negara dan

budaya di mana kemerdekaan dihargai, namun dalam beberapa budaya perawatan

diri tidak penting.Dalam situasi ini, mungkin lebih penting untuk menunjukkan

cinta dan perhatian melalui perawatan ketika anggota keluarga sakit. Perilaku ini

mungkin juga relevan pada budaya di mana cita-cita kolektif mempengaruhi

adopsi perubahan gaya hidup. Hal ini terkadang saran perawatan diri mungkin

bertentangan dengan keyakinan budaya.

4) Kepercayaan

Perawatan diri sangat dipengaruhi oleh sikap dan keyakinan seperti

self-efficacy, didefinisikan sebagai keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan

untuk melakukan tindakan tertentu dan bertahan dalam melakukan tindakan

meskipun terdapat hambatan. Namun kemudian didapatkan kesimpulan bahwa

keyakinan bukan merupakan bagian dari perawatan diri. Keyakinan dalam

kemampuan untuk melakukan perawatan diri penting dalam setiap tahap proses

perawatan diri.

5) Kebiasaan

Kebiasaan atau rutinitas sehari-hari merupakan faktor penting yang

mempengaruhi perawatan diri. Beberapa pasien menggunakan untuk melakukan

perilaku perawatan diri tertentu dan perawatan diri menjadi bagian dari rutinitas

(37)

pekerjaan. Pasien yang sukses dalam perawatan diri bersedia untuk mengadopsi

perilaku yang dikenakan sampai perilaku ini berkembang menjadi kebiasaan.

6) Kemampuan Fungsional dan kognitif

Perawatan diri membutuhkan kemampuan fungsional untuk terlibat dalam

perilaku yang diperlukan. Masalah dengan pendengaran, penglihatan, ketangkasan

manual dan energi dapat membuat perawatan diri menjadi sulit. Selain itu,

semakin banyak pengetahuan menggambarkan bahwa penyakit kronis umumnya

terkait dengan defisit kognitif yang dapat membuat tantangan terutama dalam

perawatan diri.

7) Dukungan dari Lainnya

Meskipun perawatan diri, menurut definisi, dilakukan oleh individu, akan

naif untuk menyarankan bahwa perawatan diri selalu dilakukan sendiri.

Sebaliknya, sebagian besar individu yang sakit kronis akan mengakui kontribusi

yang penting (komunikasi, pengambilan keputusan, dan timbal balik) dari

keluarga dan teman-teman adalah sebuah proses yang bersifat hati-hati ketika

melibatkan dua orang dewasa yang kompeten.

8) Akses ke perawatan

Perawatan diri sering dipengaruhi oleh beberapa penyedia layanan

kesehatan setelah mengakses sistem perawatan kesehatan untuk mendapatkan

perawatan. Namun, harus diakui bahwa sebagian besar dari mereka dengan akses

ke penyedia layanan kurang dalam sistem perawatan kesehatan yang terorganisir

untuk berbagai alasan (misal faktor ekonomi dan lokasi). Orang-orang ini

(38)

tetangga, dan teman-teman. Tetapi, tanpa akses ke penyedia layanan kesehatan

yang terlatih, hasil yang terkait dengan penyakit kronis biasanya buruk.

2.7 Peran Perawat

Perawat yang bekerja pada pasien dewasa dengan hipertensi harus

mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang sesuai yang di peroleh melalui

kurikulum pendidikan perawat, mempunyai kesempatan pengembangan

professional dan orientasi di tempat kerja yang baru. Pengetahuan dan

keterampilan mengandung minimal ; patofisiologi hipertensi, peluang yang besar

untuk mendeteksi, memfasilitasi diagnosis, pengkajian dan monitoring pasien

dengan hipertensi, mendukung edukasi pasien atau keluarga yang sesuai,

mendukung perubahan perilaku, meningkatkan pemberdayaan individu, dan

dokumentasi serta komunikasi dengan pasien dan tim perawatan kesehatan

lainnya (RNAO, 2009).

2.8 Kerangka Teori

Kerangka teoritis adalah pedoman bagi peneliti untuk menetapkan ruang

lingkup penelitian, sedangkan kerangka konseptual diperlukan untuk melihat

variabel-variabel yang akan di teliti dan bagaimana menetapkan indikator dari

setiap variabel. Frame work adalah semua konsep yang memandu studi. Tidak

setiap studi berdasarkan pada teori formal atau model konsep, tapi setiap studi

(39)

Dari tinjauan teori diatas disusun skema atau kerangka teori sebagai kerangka

pikir penelitian.

Kerangka teori di buat berdasarkan adopsi teori Riegel, Jaarsma dan

Stromberg (2012) tentang perawatan diri penyakit kronik. Selain terapi obat,

modifikasi perilaku sehat berperan penting dalam upaya mengontrol tekanan

darah pasien hipertensi. Perilaku sehat tersebut dapat dilakukan dengan

pemeliharaan perawatan diri, pemantauan perawatan diri, dan manajemen

perawatan diri. Hal ini terkait dengan perilaku pasien dalam melakukan latihan

secara teratur, manajemen kognitif gejala dan diet sehat. Untuk mencapai perilaku

sehat dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang manajemen diri terhadap

penyakit sehingga keterlibatan pasien dalam mengontrol tekanan darah melalui

perilaku sehat dapat dijadikan suatu kebiasaan dan dilakukan tanpa kesulitan.

Edukasi berperan penting terhadap kemampuan pasien dalam modifikasi perilaku

sehat untuk meningkatkan pemeliharaan dan pengontrolan tekanan darah pasien

hipertensi. Melalui teori perawatan diri dan perubahan perilaku seperti Health

belief model (Becker, 1990), health promotion model (Pender, 1987), self-efficacy

theory (Bandura, 1977) dan Theory of reasoned action (Ajzen dan Fishbein, 1980)

membantu perawat dalam mengarahkan edukasi agar tujuan edukasi dapat

(40)

Refleksi Tinggi Refleksi Rendah

Skema 2.3 Kerangka Teori (Riegel, Jaarsma & Stromberg (2012),

Health Belief Model (Becker, 1990), Health promotion model (Pender, 1987), Self-efficacy Theory (Bandura, 1977) dan Theory of Reasoned Action (Ajzen

dan Fishbein, 1980 dalam Bastable, 2002)

Faktor-faktor yang mempengaruhi

1. Pengalaman dan keterampilan

2. Motivasi

3. Keyakinan, budaya, nilai-nilai

4. Kepercayaan diri 5. Kebiasaan self-care yang cukup, edukasi, mendapatkan

1. Stabilitas penyakit, kesehatan, 2. Kesejahteraan dan kualitas hidup,

3. Peningkatan kontrol selama sakit

yang berlebihan,

4. Penurunan kecemasan yang

berhubungan dengan penyakit kronis, 5. Penurunan rawat inap, biaya rawatan

dan kematian. 2. Diet rendah garam 3. Aktivitas fisik teratur 4. Monitoring Berat badan 5. Berhenti merokok 6. Menghindari alkohol 7. Memantau tekanan darah

8. Evaluasi tanda dan gejala fisik dan emosional 9. Mensimulasikan pilihan

10. Memutuskan suatu tindakan

Health belief model

(41)

2.9 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini terdiri dari variabel independen dan

dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah edukasi manajemen

diri hipertensi sebagai intervensi. Variabel dependen penelitian ini adalah perilaku

latihan, manajemen kognitif gejala, diet sehat dan tekanan darah. Variabel

dependen dipengaruhi oleh variabel independen yaitu intervensi edukasi

manajemen diri hipertensi. Adanya pengaruh dari kedua variabel tersebut di

evaluasi melalui pre-test dan post-test. Pasien hipertensi dibagi menjadi dua

kelompok yaitu kontrol dan intervensi. Kelompok intervensi diberikan intervensi

edukaasi manajemen diri hipertensi, sedangkan kelompok kontrol diberikan

edukasi standar dari Puskesmas. Variabel dependen masing-masing kelompok

akan diukur pada saat pre-test dan post-test.

Skema 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Tekanan darah Edukasi

Manajemen Diri

Perilaku sehat 1. Perilaku latihan 2. Manajemen

kognitif gejala 3. Diet sehat

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Ilahi Robbi atas berkat rahmat dan karunia-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara penggunaan helm dengan jumlah koloni Malassezia pada kulit kepala pengemudi kendaraan bermotor

Ekonomi mikro merupakan ilmu yang memiliki beberapa pokok bahasan, salah satunya adalah studi mengenai Teori perilaku konsumen. Terdapat suatu alasan ketika konsumen membeli

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan PPL dalam program pengembangan agribisnis di lahan sawah, peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan

pernyataan dibawah ini boleh dijawab oleh ibu lebih dari satu sesuai dengan kondisi yang dialami ibu saat kehamilan usia dini2. Berilah tanda checklist ( √) pada tempat

Analisis kandungan bahan bioaktif dari ekstrak etanol Selaginella yang dilakukan secara kualitatif menunjukkan bahwa kedua jenis Selaginella mengandung flavonoid,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan

Dari kekuatan tarik tersebut digunakan untuk mencari beban awal pada pengujian kelelahan yang dimana beban tersebut jauh di bawah 70% sehingga tidak dapat