BAB II
PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN
TERHADAP SEKTOR JASA KEUANGAN
A. Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum UU OJK, dalam rangka
mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan
berkelanjutan, program pembangunan ekonomi harus dilaksanakan secara
komprehensif serta tata kelola pemerintahan yang baik dan mampu menggerakkan
kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan
menyentuh keseluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat indonesia. Salah
satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasinal dimaksud adalah
sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuanngan yang menjalankan fungsi
intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian
nasional.Negara secara serius memberikan perhatian yang serius terhadap
perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan, dengan mengupayakan
terbentuknya kerangka peraturan dan pengawaasan sektor jasa keuangan yang
terintegrasi dan komprehensif.37
Secara yuridis, OJK sebagai lembaga pengawas jasa keuangan lahir dari
amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah terakir kali
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia, yang
dalam Pasal 34 diamanatkan bahwa wewenang pengawasan terhadap bank dari
37Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Bank Indonesia sebagai pengawas sektor perbankan dialihkan kepada lembaga
pengawas sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan
undang-undang. Disebutkan pula selain pengawasan terhadap sektor perbankan, lembaga
pengawas ini akan pula mengawasi sektor jasa keuangan lainnya seperti asuransi,
dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta
badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. OJK didirikan
untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar
modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam
pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa
keuangan.38
Pengawasan sektor jasa keuangan selain bank yang semula dilakukan
antara lain oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam
LK) juga beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pembentukan OJK sendiri
kemudian dikukuhkan dengan disahkannya Undanng-Undang Nomor 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.39 Undang-ndang ini sebagai dasar hukum
pembentukan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan
tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki
otoritas pengaturan dan pengawasaan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan
ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas
kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan,
tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa
38Otoritas Jasa Keuangan,https://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan (Diakses
tanggal 25 Mei 2015).
39Khopiatuziadah, “hubungan kelembagaan antar pengawas sektor perbankan: perspektif
penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut tentang
jasa penunjang sektor jasa keungan diatur dalam undang-undang sektor
tersendiri.40Adapun hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya UU OJK, yaitu41:
1. Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi
intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional
merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian
nasional.
2. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan
di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem
keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor
keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
3. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di
berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas
transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
4. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang
meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen
jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Alasan lain yang memicu dilakukannya perubahan terhadap struktur
kelembagaan pengawasan sektor jasa keuangan antara lain. Munculnya
konglomerasi keuangan dan mulai diterapkan universal banking di banyak Negara
. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang didasarkan atas sektor menjadi tidak
40
Rudy Hendra Pakpahan, “Akibat Hukum Dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Lembaga Keuangan di Indonesia,” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol.9 Nomor3, Oktober 2012, hlm. 416.
41
efisien dalam regulasi dan supervisi. Stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu
utama bagi lembaga pengawas (dan lembaga pengawas) yang awalnya belum
memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan, mulai mencari struktur
kelembagaan yang tepat untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan.
Kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi
komponen utama good governance. Untuk meningkatkan good governance pada
lembaga pengawas jasa keuangan, banyak Negara melakukan revisi struktur
lembaga pengawas jasa keuangan.42
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya
kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial yang menciptakan
suatu sistem keuangan yang kompleks, dinamis, dan saling terkait, serta hubungan
kepemilikan di berbagai sub-sektor keuangan (konglomerasi) semangkin
menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di
dalam sistem keuangan.43Dalam pembentukannya UU OJK mengalami pro dan
kontra yang diuraikan sebagai berikut :
1. Pengalihan fungsi pengawasan bank dari bank sentral di Negara yang
industri kuangannya didominasi oleh industri perbankan.
Ide pembentukan otoritas pengawas sektor jasa keuangan yang terpisah
dari otoroitas moneter sejak awal telah menui perdebatan dan kontroversi. Bismar
Nasution menyebutkan bahwa amanat pembentukan OJK harus dikritisi secara
mendalam, apakah amanat demikian dapat membuat pengawasan bank menjadi
42Bismar Nasution, “Struktur Regulasi Indenpendensi Otoritas Jasa Keuangan” (Medan :
Makalah disampaikan pada seminar Hukum dalam rangka meningkatkan pemahaman atas peran dan tujuan Otoritas Jasa Keuangan, 13 November, 2013), hlm. 2.
43
lebih baik dan dapat membawa perubahan lebih baik pada sistem ekonomi,
terutama dalam pengaturan dan pengawasan pengelolaan kegiatan sektor
keuangan yang diselenggarakan oleh lembaga jasa keuangan.44
2. Penundaan pembentukan OJK dari tanggal 31 Desember 2002 sampai 31
Desember 2010 atau sekitar 8 tahun.
Menjadi pertanyaan sendiri, benarkah faktor kesiapan infrastruktur dan
sumber daya manusia yang menjadi alsan mendasar perubahan ini sebagaimana
dijelaskan dalam penjelasan umum? Pembentukan lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan ini sebenarnya masuk dalam satu poin letter of intend (LOI) antara
pemerintah dan IMF sebagaimana salah satu persyaratan bagi pemerintah
mendapatkan pinjaman pada saat krisis ekonomi pertengahan tahun 1997-1998.
Walaupun banyak keberatan dari berbagai pihak baik DPR, Pemerintah dan Bank
Indonesia hampir tidak mempunyai kekuatan untuk menolak ketentuan IMF,
termasuk pembentukan lembaga pengawasan jasa keuangan ini.45
Pembentukan lembaga ini kemudian diundur samapai dengan tahun 2010
dengan alasan kesiapatan infrastruktur, pendanaan, dan sumber daya manusia.
Bank ndonesia menganggap pemerintah belum siap membentuk dan
mengoprasionalkan sebuah lembaga super di bidang pengawasan sektor keuangan
di Indonesia. Tarik ulur pembentukan badan pengawas menjadi lebih kencang
pada tahun yang samaletter of intend (LOI) antara pemerintah dan IMF akan
segera berakhir.46
44Khopiatuziadah, Op.Cit.,hlm. 429. 45Ibid, hlm. 431.
46
3. Dari sisi pendanaan sendiri, kerugian Negara dari beban tanggungan
bantuan likuidasi.
Bank Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah akibat
lemahnya pengawasan Bank Indonesia, secara tidak langsung menjawab keraguan
pentingnya lembaga pengawas sektor jasa keuangan, guna mencegah kejadian dan
kerugian yang sama. Munculnya kasus perbankan yang baru seperti kasus bank
century dan beberapa perusahaan sekuritas, mangkin mendorong kebutuhan
percepatan pembentukan lembaga pengawasan sektor keuangan, termasuk
perbankan.47
4. Pembentukan otoritas pengawas sektor keuangan yang terpisah dari otoritas
moneter.
Struktur OJK di Indonesia menggunakan pendekatan intergrated
approach, di mana OJK mengawasi seluruh lembaga keuangan seperti halnya
FSA di Inggris, di Australia dan di Korea Selatan, sejarah menunjukan gagalnya
kordinasi dengan Bank of England (BoE) dalam penanganan Northern Rock. Di
korsel, FSA mengalami tekanan politik yang hebat agar pengawasan
dikembalikan ke bank sentral akibat maraknya kasus korupsi. Tantangan kedepan
OJK adalah bahwa masalah yang terjadi di Inggris dan Korea Selatan agar tidak
berulang di Indonesia.48
Namun demikian, terdapat argumen yang mendukung pengawasan bank
tetap di tangan bank sentral adalah fungsi pengawasan bank dapat membantu bank
sentral menjalankan fungsi dengan baik, karna dapat memperoleh informasi yang
47Ibid 48
dibutukan sevara cepat dan menyeluruh.pengetahuan tentang keadaan dan
kesehatan sistem perbankan dapat meningkatkan kualitas analisis dan prediksi
kondisi keuangan yang dibuat bank sentral. Alasan lain yakni untuk
mengantisipasi konflik kepentingan antar lembaga dan juga lebih ekonomis.49
Naskah Akademik Pembentukan OJK dinyatakan bahwa salah satu dasar
pertimbangan pembentukan OJK adalah bestpractices di beberapa Negara dan
memperhatikan model pengawasan industri jasa keuangan di berbagai Negara
di dunia. Meskipun sangat beragam, namun model pengawasannya dapat
diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu :50
1. Multi Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang dilakukan oleh lebih dari dua otoritas. Masing-masing industri
jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa
keuangan lainnya diatur dan diawasi oleh masing-masing regulator yang
berbeda. Model ini ditetapkan oleh beberapa Negara seperti Amerika
Serikat dan Republik Rakyat China.
2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utama yang pembagiannya
didasarkan pada aspek prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini
lembaga keuangan prudensial seperti bank dan peruahaan asuransi berada
dalam satu jurisdiksi pengaturan dan pengawasan tersediri, sedangkan
perusahaan efek dan lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk-produk
jasa keuangan berada dalam satu jurusdiksi pengaturan dan pengawasan
49Ibid 50
tersendiri pula. Model ini diterapkan oleh Negara -Negara seperti Autralia
dan Canada.
3. Unified Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan oleh otoritas yang terintegrasi di bawah satu lembaga atau bandan
yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor
jasa keuangan mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga
keuangan lainnya. Yang pertama menerapkan model ini adalah Norwegia
Tahun 1986. Sampai saat ini sudah di terapkan lebih dari 30 Negara seperti,
Inggris, Jepang, Korea Selatan dan Jerman.
Pengalaman krisis perbankan yang pernah terjadi di Indonesia serta
struktur dan sistem keuangan yang saat ini berlaku, maka model pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan yang sangat sesuai dengan Indonesia adalah
Unified Supervisory Model, yaitu suatu sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi di dalam suatu lembaga tunggal yang disebut OJK.51
Mempertimbangkan berbagai latar belakang tersebut, maka dipandang
perlu untuk melakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari
lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di Sektor Jasa
Keuangan. Diharapkan nantinya kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat
terselengara secara lebih teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.52
51Ibid 52
B. Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Sektor
Jasa Keuangan
Lahirnya UU OJK yang berlaku tanggal 22 November 2011, pengawasan
jasa keuangan di indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa
lembaga menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu OJK.
Pasal 5 UU OJK menyatakan, bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sisitem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan.53
Memang secara teoritis, terdapat dua aliran (school of thought) dalam hal
pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan
bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh institusi tunggal.
Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih
tepat apabila dilakukan oleh beberapa lembaga.54
Secara umum, regulasi atau pengaturan OJK harus meliputi beberapa
sasaran yaitu melindungi investor untuk membangun kepercayaan terhadap pasar,
memastikan bahwa pasar yang terbentuk adalah pasar yang fair, efisien, dan
transparan, mengurangi risiko sistemik, melindungi lembaga keuangan dari
penyalahgunaan atau malpraktek dari konsumen (seperti money
laundering).55Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
53 Bismar Nasution, “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan : Kajian Terhadap Independensi dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan”, (Medan : disampaikan pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang Terintegrasi, 8 juni 2012), hlm 3.
54Ibid. 55
Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai
wewenang yang diatur dalam Pasal 7 :
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan
b. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
a. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum,batasmaksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
b. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
c. sistem informasi debitur;
d. sistem informasi debitur;
e. pengujian kredit (credit testing); dan
f. standar akuntansi bank.
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
a. manajemen risiko;
b. tata kelola bank;
c. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;
e. pemeriksaan bank.
Pelaksanaan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,OJK
mempunyai wewenang yang diatur dalam Pasal 8 UU OJK:
1. menetapkan peraturan pelaksanaan UU OJK;
2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4. menetapkan peraturanmengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu;
7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
lembaga jasa keuangan;
8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara,dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
OJK mempunyai wewenang yang diatur dalam Pasal 9 UU OJK :
1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen,
dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang
kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
4. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak
tertentu;
5. melakukan penunjukan pengelola statuter;
6. menetapkanpenggunaan pengelola statuter;
7. menetapkansanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadapperaturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
8. memberikan dan/atau mencabut:
a. izin usaha;
b. izin orang perseorangan;
c. efektifnya pernyataan pendaftaran;
d. surat tanda terdaftar;
e. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
f. pengesahan;
g. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
h. penetapan lain,sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
di sektor jasa keuangan.
Ketentuan pengawasan lembaga jasa keuangan oleh OJK harus dilakukan
secara terintegrasi atau kesatuan dengan baik, agar berjalan sejalan dengan filosofi
nantinya dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi industri jasa
keuangan terutama dampak dari struktur pengawasan pada aspek kesehatan sistem
lembaga jasa keuangan yang meliputi keselamatan dan kesehatan lembaga jasa
keuangan, stabilitas sistemik dan pengembangan lembaga jasa keuangan. Hal ini
penting mengingat pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan
merupakan satu kesatuan dari sistem lembaga jasa keuangan.56Otoritas Jasa
Keuangan dalam melaksankan tugas dan wewenang pengaturan serta pengawasan
berlandaskan asas-asas sebagai berikut:57
1. asas indenpendensi, yakni indenpenden dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
2. asas kepastian hukum, yakni asas dalam Negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelengaraan OJK;
3. asas kepastian umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
4. asas keterbukaan,yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan OJK, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi dan golongan, serta rahasia Negara , termasuk rahasia
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
5. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pada kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK; dan
7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, OJK harus
memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan
dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan serta pengawasan.58
C. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Keuangan
1. Hubungan otoritas jasa keuangan dengan Bank Indonesia
Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of
development, dan agent of service.59Berkaitan dengan fungsi tersebut terintegrasi
peraturan penting dalam kaitannya terpisahnya antara pengawasan
microprundentia dengan pengawasan macroprudential sebagaimana diatur Pasal
7 UU OJK yang menetapkan bahwa pengawasan microprudential difokuskan
pada kesehatan individu bank dengan melakukan analisis kesehatan neraca bank
khususnya terkait dengan kecukupan modal dalam menghadapi siklus usaha.
58Ibid
59 Totok Budisantoso dan Nuritomo, Bank dan Lembaga keuangan Lain (Jakarta:
Tujuan pemgawasan microprudential adalah melindungi nasabah dan menurunkan
ancaman efek menular kebangkrutan bank terhadap perekonomian. Sedangkan
pengawasan perilaku bisnis terkait dengan perilaku bank terhadap nasabahnya
lebih difokuskan pada perlindungan konsumen melalui keterbukaan informasi,
kejujuran, intergritas dan praktik bisnis yang adil.60
Pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan
wewenang Bank Indonesia, peran OJK adalah membantu BI untuk melakukan
himbauan moral kepada industri perbankan.61Keterikatan antara kebijakan
macroprudential dengan kebijakan microprudential, disadari oleh pembuat
undang-undang. Hal ini dapat dilihat dari pengaturan yang terdapat pada Pasal 39
UU OJK yang menetapkan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, OJK berkordinasi
dengan BI dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain
:62
a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
b. Sistem informasi perbankan yang terpadu;
c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta
asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, antara
lain kartu kredit, kartu debet dan internet banking;
e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemicallyimportant bank;
dan
f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi
60 Zulkarnain Sitompul,Op.Cit.,hlm 8. 61Ibid.
62
Pasal 40 dan Pasal 41 UU OJK disebutkan bahwa Bank Indonesia dapat
melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, tetapi dalam
pemeriksaan tersebut Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhdap
tingkat kesehatan bank. Laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan oleh
Bank Indonesia tersebut disampaikan kepada OJK, kemudian Otoritas Jasa
Keuangan Menginformasikan, kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK.
Apabila bank tersebut mengalami kesulitan likuidasi dan/atau kondisi kesehatan
semangkin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk
melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.63
Sebagai lembaga yang ditetapkan bertugas sebagai dan berwenang di
bidang pengaturan dan pengawasan macroprudential berarti BI adalah sistemik
regulator yang bertanggungjawab meningkatkan stabilitas sistem keuangan.
Meskipun disadari bahwa stabilitas sistem keuangan bukan hanya tanggung jawab
bank sentral. Oleh karena itu, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, BI
bersama-sama dengan Kementrian Keuangan, OJK dan LPS tergabung dalam
Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK).64
2. Hubungan OJK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Badan Pemeriksa Keuangan akan mengoptimalkan perannya dalam
melaksanakan pemeriksaan yang relevan dengan kebutuhan. Badan Pemeriksa
Keuangan juga akan melakukan komunikasi yang konstruktif dengan pengawas
63Andrian Sutedi, Op.Cit.,hlm.278. 64
internal BPJS (dewan pengawas dan SPI), pengawas eksternal (Dewan Jaminan
Sosial Nasional dan Otoritas Jasa Keuangan), serta instansi terkait lainnya dalam
hal ini membangun tata kelola keuangan yang baik, tentunya dengan
memperhatikan posisi strategis Badan Pemeriksa Keuangan.65
Akuntabilitas perencanaan dan penggunaan anggaran wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari DPRD. Dalam hal akuntabilitas pelaksanaan tugas,
OJK wajib menyusun laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala
kepada Presiden dan DPR. Selain laporan kegiatan, OJK juga diwajibkan
menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK.66
3. Hubungan OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didirikan dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS memiliki dua
fungsi yaitu menjamin dana nasabah penyimpanan pada industri perbankan dan
turut menjaga stabilitas sistem perbankan. Untuk mengefektifkan peran dan fungsi
LPS, UU OJK menetapkan pengaturan hubungan antara OJK dengan LPS dengan
memberikan kewenangan lebih luas kepada LPS yaitu dengan menetapkan Ketua
Dewan Komisioner LPS sebagai anggota FKSSK (Forum Kordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan).67
Monitoring dan evaluasi terhadap stabilitas sistem keuangan akan menjadi
bidang kerja dari Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Forum
ini akan memformulasikan serta mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk
65Ibid, hlm. 279. 66Ibid, hlm.279. 67
mencegah serta menyelesaikan krisis/masalah sistem keuangan. Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut, forum ini mengkomunikasikan temuannya
kepada institusi lainnya. Terkait dengan Pasal 63 ayat (3), Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) akan mengambil alih kewenangan, tugas
dan fungsi Komite Koordinasi sebagaimana termuat di dalam UU LPS.68
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan juga menetapkan bahwa LPS
dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank terkait dengan fungsi, tugas dan
wewenang LPS sebagai lembaga yang menjamin simpanan masyarakat dan turut
menjaga stabilitas sistem perbankan.Lingkup pemeriksaan yang dapat dilakukan
LPS meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan bank tingkat bunga, kredit
macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas asset serta kejahatan di sektor
perbankan.69 Otoritas Jasa Keuangan wajib memberikan informasi berkala kepada
Lembaga Penjamin Simpanan mengenai laporan keuangan bank yang telah
diaudit, hasil pemeriksaan bank dan kondisi kesehatan keuangan bank yang diatur
dalam Pasal 38 ayat (2) UU OJK. Berdasarkan uraian diatas, maka hubungan
Koordinasi dan kerja sama OJK, Bank Indonesia dan LPS serta lembaga lainnya
dapat di simpulkan sebagai berikut :70
a. Otoritas Jasa keuangan, Bank Indonesia, dan LPS membangun dan
memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
68Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legislasi Indonesia , Volume 9, Nomor3, Oktober 2012, hlm. 454.
69
Zulkarnail Sitompul,Op.Cit.,hlm. 16.
70Abdul Hanan, “Tugas, Wewenang dan Kedudukan OJK” (Medan : disampaikan pada
b. Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan LPS berbagi seluruh
informasi tentang perbankan (tirnely basis) dengan menjaga kerahasian.
c. Otoritas Jasa keuangan, Bank Indonesia, dan LPS bekerja samadalam
kegiatan pemeriksaan bank.
d. Otoritas Jasa Keuangan segera menginformasikan ke Bank Indonesia
terhadap bank yang mengalami kesulitan keuangan likuidasi atau kondisi
memburuk untuk dilakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan
Bank Indonesia (lender of last resort).
e. Otoritas Jasa Keuangan, Kementrian Keuangan, Bank Indonesia dan LPS
bekerja sama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan dalam
pencegahan serta penanganan krisis.
f. Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi
lain, termasuk penegakan hukum dalam rangka penyidikan dan
perlindungan konsumen.
g. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja dan berkoordinasi dengan instansi
lain nasional maupun internasional berdasarkan asas timbal balik yang
seimbang.
4. Posisi OJK dalam ketataNegara an
Undang- undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan
mendefenisikan OJK sebagai lembaga yang independen bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Secara kelembagaan OJK berada di
pemerintah, meskipun OJK berada di luar pemerintah, namun tidak menutup
kemungkinan adanya unsur-unsur perwakulan pemerintah karena hahekatnya OJK
merupakan Otoritas Jasa keuangan yang mempunyai relasi dan keterkaitan dengan
otoritas lain, dalam hal fiskal dan moneter.71
Pernyataan Kementerian Sekretariat Negara (Melalui Surat Kementrian
Sekretariat Negara Kepada Dewan Komisioner OJK Nomor
B-61/Kemensetneg/D-2/KN.01.00/01/3013 tanggal 21 Januari 2013 yang
menyatakan bahwa :
“Meskipun tidak diatur secara khusus bahwa OJK merupakan lembaga
Negara , akan tetapi karena menjalankan tugas dan fungsi Negara ,
dapat dimaknai bahwa OJK merupakan Lembaga Negara ”.
Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugas dan fungsi Negara
yang terbagi atas, menjalankan fungsi-fungsi pembuatan dan pelaksanaan norma
hukum (law-creating function and law-applying function), melaksanakan
fungsi-fungsi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi-fungsi Negara dalam pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan.Sehingga OJK merupakan Lembaga Negara
yang bersifat constitutional importance, dalam hal ini indirect constitusional.
Dalam hubungannya koordinasi OJK dengan Lembaga Keuangan Laiannya hal
yang menjadi penting untuk di perhatikan adalah indenpendensi dan transparansi
sehingga tujuan pembentuakan OJK dapat tercapai.72
1. Indenpendensi
71Ibid. 72
Otoritas pengawas lembaga jasa keuangan membutuhkan indenpendensi,
baik dari pemerintahan maupun dari industri yang diawasi, sehingga tujuan OJK
untuk memastikan keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel dapat tercapai. Pasal 2
UU OJK menetapkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bebas campur tangan pihak lain.
Pentingnya independensi bagi otoritas pengawas jasa keuangan karna dual hal.
Pertama, hampir semua krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1990an
diakibatkan oleh pengaruh politik. Lemah dan tidak efektifnya regulasi seringkali
disebabkan campur tangan politik. Kedua, dialihkannya kewenangan pengawasan
dari bank sentral. Bank sentral selama ini telah mendapat independensi sehingga
dengan dialihkannya pengawasan dari bank sentral isu independensi muncul
kembali. Indenpendensi regulasi dimaksudkan sebagai kemampuan dari lembaga
pengawas memperoleh suatu tingkatan ekonomi dalam menetapkan peraturan
teknis yang mengatur industri yang diawasinya sesuai dengan undang-undang
yang berlaku.73
2. Transparansi
Transparansi adalah fitur utama pemerintahan demokratis. Transparansi
dapat mengurangi kekuasaan kelompok penekan dan memberikan kesempatan
luas kepada publik memantau proses pengambilan keputusan, Transparansi
meliput pemberian informasi kepada publik oleh pembuat kebijakan tentang
rencana kebijakan yang akan diambil dan implikasi kebijakan tersebut bagi
73 Julkarnain Sitompul, “konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa keuangan,”Jurnal
masyarakat, kemampuan masyarakat atau pihak yang akan diatur untuk
mengajukan tanggapan baik lisan maupun secara tertulis tentang usulan kebijakan,
informasi yang diberikan oleh pembuat kebijakan tentang proses penetapan
kebijakan dan kebijakan yang diputuskan dapat diakses oleh publik.74
Esensi dari transparansi adalah pada proses pembuatan kebijakan sehingga
transparansi dapat meningkatkan rasionalitas keputusan karena transparansi
memberikan kesempatan kepada beragam pihak untuk memberi masukan kepada
pembuatan kebijakan.75
74Ibid,hlm. 349. 75