• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Dewasa Muda Terhadap Pencegahan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartini Kota Pematangsiantar Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Dewasa Muda Terhadap Pencegahan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartini Kota Pematangsiantar Tahun 2015"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Definisi perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup

yang bersangkutan. Oleh karena itu dari segi biologis, semua mahluk hidup mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia merupakan salah satu mahluk yang

mempunyai bentangan kegiatan yang paling luas.

Perilaku, sebagai salah satu determinan kesehatan adalah bentuk respon individu terhadap stimulus. Sedangkan perilaku kesehatan adalah bentuk respon

individu terhadap stimulus yang berupa sakit dan penyakit, makanan dan minuman lingkungan dan juga pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

2.1.2 Perilaku Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat

Derajat kesehatan masyarakat di pengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu lingkungan (fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik dan sebagainya), perilaku,

pelayanan kesehatan dan keturunan, teori ini dinyatakan oleh Blum (1974). Dalam praktik kesehatan masyarakat yakni berbagai upaya dan program kesehatan selalu

bersinggungan dengan perilaku. Upaya-upaya pemberantasan penyakit menular dan tidak menular, perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan tanpa pertimbangan aspek perilaku, niscaya tidak dapat berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan semua masalah

kesehatan selalu mempunyai aspek perilaku sebagai faktor risiko.

(2)

Terjadinya penyakit, baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular,

terjadinya masalah pencemaran lingkungan, terjadinya masalah kekurangan dan kelebihan gizi dan sebagainya, perilaku mempunyai pengaruh yang besar terhadap

masalah tersebut. Misalnya terjadinya penyakit demam berdarah disebabkan orang tidak mau melakukan 3 M (mengubur, menguras dan menutup) tempat-tempat penampungan air. Terjadinya kematian bayi dan balita karena diare, ISPA, TBC dan

sebagainya karena masyarakat tidak mau memanfaatkan sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia, antara lain imunisasi. Terjadinya penyakit jantung koroner

dapat terjadi karena perilaku makan, kurang oleh raga dan sebagainya.

Skiner (1938) merumuskan perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), sehingga perilaku manusia terjadi melalui proses

stimulus, organisme dan respon. Jadi perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit seperti lingkungan, makanan minuman dan

pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan tersebut dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati.

Perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 2 perilaku. Pertama perilaku seseorang agar tetap sehat dan meningkat yang disebut dengan perilaku sehat, yang mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah dan menghindari penyakit

dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah kesehatan (perilaku preventif) dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku

(3)

dan minum minuman keras, menghindari gigitan nyamuk, menggosok gigi setelah

makan dan sebagainya. Kedua perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya

yang disebut dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan seseorang bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut. Tempat

pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan baik tradisional maupun modern.

Becker (1979) mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi 3 yaitu perilaku sehat, perilaku sakit dan perilaku peran orang sakit. Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Perilaku sakit adalah berkaitan dengan kegiatan atau tindakan seseorang yang terkena sakit atau masalah kesehatan atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan atau teratasinya masalah kesehatan.

Pada saat orang sakit atau anggota keluarga sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul yaitu didiamkan saja, mengambil tindakan dengan melakukan

pengobatan sendiri dan mencari pengobatan atau penyembuhan keluar yakni ke fasilitas kesehatan baik tradisional maupun modern. Perilaku peran orang sakit adalah hak dan kewajiban orang yang sedang sakit antara lain tindakan untuk memperoleh

(4)

kesembuhannya dan melakukan kewajiban agar tidak terjadi kekambuhan

penyakitnya (Notoatmodjo, 2010). 2.1.3 Ranah Perilaku

Perilaku dibedakan antara perilaku tertutup dan perilaku terbuka, tetapi sebenarnya perilaku merupakan totalitas yang terjadi yang terjadi pada orang bersangkutan. Perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang

merupakan hasil kerjasama antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri orang yang bersangkuatan dapat berupa perhatian,

motivasi, persepsi, intelegensi dan sebagainya. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri orang yang bersangkuatan seperti lingkungan, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.

Perilaku seseorang sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Blum membedakan adanya 3 ranah perilaku yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian dikembangkan lagi menjadi 3 tingkat ranah perilaku yaitu

pengetahuan, sikap dan tindakan. a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Ketika pengindraan berlangsung akan menghasilkan pengetahuan, yang sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

(5)

a. Tahu

Tahu diartikan hanya sebagai mengingat kembali memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa tomat banyak

mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya apa tanda-tanda anak kurang

gizi, apa penyebab penyakit TBC dan sebagainya. b. Memahami

Memahami suatu onjek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui tersebut.

Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan sekadar menyebutkan 3M (mengubur, menutup dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus mengubur, menutup

dan menguras tempat-tempat penampungan air tersebut. c. Aplikasi

Aplikasi diartikan apabila seseorang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses

(6)

d. Analisis

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan,

membuat diagram terhadap pengetahuan atau objek tersebut. e. Sintesis

Sistesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak (Notoatmodjo, 2010).

b. Sikap

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi yang bersangkuatan (senang

(7)

mendefenisikan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespon stimulus atau objek. Sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan lainnya.

Newcomb, ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap belum merupakan tindakan atau reaksi terbuka, akan tetapi

merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.

Gambar 2.1 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Komponen pokok sikap menurut Allport (1954) terdiri dari 3 komponen

pokok yaitu :

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian yang terkandung dalam faktor emosi orang tersebut terhadap objek.

(8)

3. Kecenderungan untuk bertindak, aritnya sikap adalah komponen yang mendahului

tindakan atau perilaku terbuka.

Sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya yaitu:

1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan oleh objek. Misalnya sikap seseorang terhadap pemeriksaan kehamilan

dapat dilihat dari kehadiran ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang pemeriksaan kehamilan di lingkungannya.

2. Menanggapi

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu yang ikut dalam penyuluhan ante

natal care ditanya tentang penyuluhan atau diminta tanggapannya kemudian ibu

tersebut menjawab atau menanggapinya. 3. Menghargai

Menghargai diartikan seseorang dengan memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan

mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon. Misalnya pada ibu hamil mendiskusikan tentang ante natal care pada suaminya bahkan mengajak suaminya atau mengajak tetangga mendengar penyuluhan ante

(9)

4. Bertanggung jawab

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan

keyakinannya, orang tersebut harus berani mengambil risiko bila ada orang yang mencemoohnya atau ada risiko lain. Misalnya seorang ibu yang telah mengikuti penyuluhan ante natal care harus berani mengorbankan waktunya, mungkin

kehilangan penghasilannya atau di tegor oleh mertua karena meninggalkan rumah (Notoatmodjo, 2010)

c. Tindakan atau praktik

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain seperti adanya

fasilitas atau sarana prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa kehamilan itu penting untuk kesehatannya dan janinnya dan sudah ada niat untuk periksa kehamilan. Agar sikap itu meningkat menjadi tindakan maka diperlukan

adanya bidan, posyandu dan puskesmas. Apabila fasilitas tersebut tidak ada kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya.

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya yaitu :

1. Praktik terpimpin

Apabila seseorang sudah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya seorang ibu memeriksakan

(10)

2. Praktik secara mekanisme

Apabila seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka hal tersebut disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya

seorang ibu selalu membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang tanpa harus menunggu perintah dari kader.

3. Adopsi

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja tetapi sudah

dilakukan modifikasi atau tindakan yang berkualitas. Misalnya menggosok gigi tidak hanya sekadar menggosok gigi tetapi juga dengan teknik-teknik yang benar (Notoatmodjo, 2010).

Rosenstock (1997) mengemukakan Health Belief Model atau model kepercayaan kesehatan. Model perilaku ini didasarkan pada 3 faktor esensisal yaitu: a. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu

penyakit atau memperkecil risiko kesehatan b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu

c. Perilaku itu sendiri.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu,serta pengalaman yang berhubungan

(11)

a. Ancaman

Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (kesediaan menerima diagnosa penyakit) dan persepsi tentang keparahan penyakit atau kondisi kesehatannya.

b. Harapan

Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan dan persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu

c. Pencetus tindakan

Pencetus tindakan dapat berupa media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang

mengingatkan.

d. Faktor sosio-demografi seperti pendidikan,umur, jenis kelamin, suku. e. Penilaian diri

Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan tersebut (Jones, 2000).

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi menurut WHO (2011) adalah peningkatan tekanan darah sistolik

sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah yang kuat dan konstan memompa darah melalui pembuluh darah. Hipertensi sering kali dijumpai tanpa

(12)

tekanan darah akan memberi gejala yang lebih lanjut ke organ terget seperti stroke

(untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), gagal ginjal (untuk ginjal) dan organ lainnya. Hipertensi menyerang organ target di otak yang

berupa stroke. Hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian tinggi (bustan, 2007). WHO (2011) menyatakan tekanan darah normal adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan

diastolik.

World Health Organization-International Society of Hypertension

(WHO-ISH) mengklasifikasikan hipertensi dalam The Eight Report of the Joint Natinal

Commite on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC VIII)

yaitu:

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi untuk Usia 18 Tahun Kategori Tekanan sistolik

(mmHg)

Tekanan diastolik (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Sedang 140 – 159 Atau 90 – 99

Berat > 160 Atau > 100

2.2.2 Jenis Hipertensi

Jenis hipertensi adalah :

a. Hipertensi primer (Hipertensi esensial)

(13)

tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang 95%

dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hipertensi esensial dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik

serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya.

b. Hipertensi sekunder (Hipertensi non esensial)

Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total

penderita hipertensi. Timbulnya hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang. Contohnya kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi hal-hal

berikut:

1. Akibat stres yang parah 2. Penyakit atau gangguan ginjal

3. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan 4. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain dan sebagainya

5. Cidera di kepala atau pendarahan otak yang berat

(14)

2.2.3 Patofisiologi

Tekanan darah = Curah jantung x Tekanan Perifer Hipertensi = Peningkatan Cl dan/atau peningkatan TP

(15)

2.2.4 Manifestasi Klinis

Gejala-gejala hipertensi biasanya dirasakan oleh penderita hipertensi pada tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Gejala-gejala kerusakan organ yang

dirasakan oleh penderita hipertensi adalah : a. Otak dan mata

Gejala yang dirasakan untuk organ otak dan mata yaitu:

1. Sakit kepala 2. Vertigo

3. Gangguan penglihatan

4. Penurunan sensoris dan motorik 5. Transient ischemic attack

b. Jantung

Gejala yang dirasakan untuk organ jantung adalah: 1. Nyeri dada

2. Sesak

3. Kaki bengkak

c. Ginjal

Gejala yang dirasakan untuk organ ginjal adalah: 1. Rasa haus berlebih

2. Banyak buang air kecil 3. Buang air kecil malam hari

(16)

d. Arteri perifer

Gejala yang dirasakan untuk arteri perifer adalah: 1. Alat gerak seperti tangan dan kaki dingin

2. Klaudikasio interminten (Price, 2005) 2.2.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul ketika hipertensi tidak ditangani dengan baik

adalah : a. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi.

b. Infark miokardium

Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai oksigen yang cukup ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.

c. Gagal ginjal

Kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus.

d. Ensepalopati (kerusakan otak)

Tekanan yang sangat tinggi dapat menyebabkan peningkatan kapiler dan dorongan cairan ke dalam ruang interstisium di susunan saraf pusat.

e. Retinopati

Terjadinya penururan fungsi mata yang disebabkan perdarahan retina yang dapat

(17)

2.2.6 Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi: a. Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat dilakukan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertesi sedang dan berat. Terapi tanpa obat meliputi:

1. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah:

a) Kurangi konsumsi garam secara moderat dari 10 gram perhari menjadi 5

gram perhari

b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh c) Penurunan berat badan.

2. Menghentikan merokok

3. Mengurangi minum minuman beralkohol dan kafein

4. Menghindari stres 5. Diet tinggi kalium

6. Makan dengan jumlah kalori tidak berlebihan

b. Terapi dengan obat

Pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga

(18)

bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup

penderita. Pengobatan standar yang diajukan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi, menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium atau

penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita (JNC, 2013).

2.2.7 Epidemiologi Hipertensi

Distribusi dan frekuensi hipertensi

a. Orang

Hipertensi lebih sering terjadi pada pria usia 31 tahun ke atas sedangkan pada wanita terjadi pada usia 45 tahun (setelah menopause). Di jawa barat prevalensi

hipertensi pada laki-laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar 6,5%. Pada usia 50-59 tahun prevalensi hipertensi pada laki-laki sekitar 53,8% sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi hipertensi sekitar

64,5% (Suryati, 2005).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi

pada penduduk umur 18 tahun keatas secara nasional mencapai 25,8%. Berdasarkan kelompok umur paling tinggi terdapat pada kelompok umur 75 tahun ke atas yaitu 63,8%, di ikuti umur 65-74 tahun sebesar 57,6%. Berdasarkan jenis kelamin

(19)

Menurut Bustan (2007), berdasarkan suku dan ras bahwa orang hitam di

Amerika mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan orang berkulit putih.

b. Tempat

Hasil pengkuran tekanan darah yang diperoleh dari Riskesdas (2007) menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah

Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur (37,4%), Bangka Belitung (37,2%), Sulawesi Tengah (36,6%), DI Yokyakarta (35,8%), Sulawesi Barat (33,9%),

Kalimantan Tengah (33,6%) dan Nusa Tenggara Barat (32,4%), merupakan proinsi yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tnggi dari angka nasional (31,7%).

Berdasarkan Riskesdas (2013), prevalensi hipertensi di Indonesia adalah

25,5%, prevalensi mengalami penurunan dari tanun 2007. Provinsi yang paling tinggi adalah Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimatan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%) dan prevalensi yang paling kecil

adalah Papua (16,8%). c. Waktu

Penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda setiap tahunnya. Studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tanggga (SKRT, 2001), menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun

1995, naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001. Berdasarkan laporan Riskesdas 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia 31,7 % dari total penduduk

(20)

2.2.8 Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol 1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar resiko terkena hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko terkena hipertensi, dengan bertambahnya usia resiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

prevalesi hipertensi dikalangan usia lanjut lebih tinggi yaitu umur diatas 75 tahun 63,8% diikuti usia 65-74 tahun (57,6%), usia 55-64 tahun (45,9%) (Riskesdas, 2013)

2. Jenis kelamin

Bila ditinjau dari perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiri di Jawa Tengah

diperoleh angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% untuk pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta diperoleh 14,6% pria dan 13,7% wanita. Pria lebih banyak menderita

hipertensi dibandingkan wanita karena adanya hormon estrogen pada wanita (Marliani, 2007).

3. Riwayat keluarga

Orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi jantung meningkatkan resiko hipertensi terutama pada hipertensi primer (Nurkhalida, 2003). Keluarga yang memiliki

(21)

hipertensi, maka seumur hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya

pula. Jika kedua orang tua kita menderita hipertensi, kemungkinan kita menderita hipertensi 60% (Sheps, 2005).

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol 1. Konsumsi garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya

hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan

ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik yang normal (Sheps, 2005). Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram per hari menyebabkan

prevalensi hipertensi rendah, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menngkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram perhari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400

mg/hari (Hull, 1996). 2. Konsumsi lemak jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan

(22)

sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat

menurunkan tekanan darah (Sheps, 2005). 3. Penggunaan jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali pemakaian untuk menggoreng dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai,

jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kandungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh dan asam lemak

tidak jenuh. Dianjurkan untuk membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit

tertentu, seperti penyakit jantung, hipertensi dan lain-lain (Hull, 1996). 4. Kebiasaan minum minuman beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat

cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak

memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit (Hull, 1996). Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel

(23)

dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi 3 gelas atau lebih minuman beralkohol

setiap hari meningkatkan risiko menderita hipertensi sebesar 2 kali. 5. Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh lebih dari 25 (berat badan (kg) di bagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari

populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas.

Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik 30-60 menit/hari) dapat menurunkan

tekanan darah. Obesitas erat kaitannya dengan makan makanan tinggi lemak.

Alison Hull menyatakan dalam penelitiannya adanya hubungan antara berat berat badan dan hipertensi. Bila berat bedan meningkat diatas berat badan ideal maka

resiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktkan bahwa obesitas merupakan ciri khas populasi penderita hipertensi, dibuktikan juga

bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Risiko relatif untuk penderita hipertensi pada obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang berat badannya normal. Pada penderita

(24)

6. Olah raga

Olah raga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olah raga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan

tekanan darah. Kurang melakukan olah raga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko hipertensi karen

meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005).

7. Stres

Hubungan antara stren dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi

(Nurkhalida, 2003). Menurut Smet, stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan

kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat meningkatkan

tekanan darah sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normalkembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan

(25)

8. Penggunaan Estrogen

Hipertensi lebih banyak pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda, tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita

hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon ertogen setelah menopause (Marliani, 2007). Peran hormon estrogen adalah meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung pembuluh darah dari kerusakan.

Umumnya, proses ini dimulai pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).

Hipertensi timbul akibat interaksi berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor

yang disebutkan di atas, faktor yang paling berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti, oleh karean itu pencegahan hipertensi antara lain dapat dilakukan dengan mejaga perilaku hidup sehat.

2.3 Pencegahan Hipertensi 2.3.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer hipertensi adalah pencegahan yang dilakukan terhadap

seseorang / masyarakat yang belum menderita hipertensi. Sasaran pencegahan primer hipertensi adalah orang yang masih sehat dengan tujuan agar seseorang / masyarakat

tersebut terhindar dari hipertensi.

Pencegahan primer hipertensi adalah:

a. Mengurangi / menghindari setiap perilaku yang memperbesar faktor risiko yaitu:

(26)

2. Menghindari minuman yang mengandung alkohol.

3. Menurangi atau membatasi asupan natrium atau garam. 4. Menghindari rokok

5. Mengurangi atau menghindari makan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi

b. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi yaitu:

1. Melakukan olah raga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan kaki, berlari, bersepeda, berenang dan lain-lain.

2. Diet rendah lemak dan meningkatkan konsumsi buah-buahan / sayuran. 3. Mengendalikan stres dan emosi.

2.3.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder hipertensi adalah pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang yang memiliki faktor risiko terkena hipertensi. Sasaran pencegahan sekunder hipertensi adalah orang yang baru terkena penyakit hipertensi melalui

diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan menghindari proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Pencegahan bagi yang menderita

atau terancam menderita hipertensi adalah: a. Pemeriksaan berkala

1. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah secara berkala merupakan cara

untuk mengetahui apakah seseorang menderita hipertensi atau tidak.

2. Mengontrol tekanan darah secara teratur sehingga tekanan darah dapat stabil

(27)

b. Pengobatan dan perawatan

Penderita hipertensi yang tidak medapatkan pengobatan atau perawatan yang tepat dapat mengakibatkan dampak yang buruk, pengobatan tepat waktu sangat

diperlukan sehingga penyakit hipertensi dapat dikendalikan seperti:

1. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkholesterolemia, diabetes melitus dan lain-lain.

2. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup penderita tidak menurun.

3. Memulihkan kerusakan target organ dengan obat anti hipertensi 4. Memperkecil efek samping pengobatan

5. Menghindari faktor risiko yang memperburuk keadaan seperti yang disebutkan di

atas.

6. Pengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kelainan pada ginjal, hipertiroid, yang memperberat kerusakan organ.

2.3.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang

yang telah terkena hipertensi. Sasaran pencegahan tersier hipertensi adalah penderita hipertensi dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut yang mengarah pada kecacatan atau kelumpuhan bahkan kematian. Pencegahan tersier penyakit hipertensi

adalah sebagai berikut:

a. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas hidup

(28)

b. Mencegah komplikasi dari tekanan darah tinggi sehingga tidak timbul kerusakan

pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke ataupun organ lain. c. Memulihkan kerusakan target organ.

d. Mengobati penyakit penyerta (Gunawan, 2005).

2.4 Dewasa Muda

2.4.1 Pengertian Dewasa Muda

Masa dewasa muda dimulai sekitar usia 18 sampai 22 tahun dan berakhir pada usia 35 sampai 40 tahun (Lemne, 1995). Lebih lanjut lemne (1995), menjelaskan bahwa masa dewasa muda adalah masa yang ditandai dengan adanya

ketidaktergantungan secara finansial pada orang tua, serta adanya tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan. Dewasa muda merupakan periode

penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Individu diharapkan dapat menjalankan peran barunya sebagai suami/istri pencari nafkah, orangtua,yang disisilain dapat mengembangkan sikap, keinginan dan nilai

sesuai dengan tujuan baru. Pada tahapan perkembangan ini, dewasa muda memiliki tugas utama yang harus diselesaikan seperti meninggalkan rumah, memilih dam

mempearsiapkan karir, membangun hubungan dekat seperti persahabatan dan pernikahan dan memulai untuk membentuk keluarga sendiri (Atwater, 2005).

2.4.2 Tugas pada Tahapan Perkembangan Dewasa Muda

(29)

individu tersebut, misalnya asper hubungan interpersonal, pekerjaan dan lainnya.

Havighurst (dalam Lemne, 1995) mengungkapkan tugas perkembangan pada masa dewasa muda yaitu :

a. Menentukan pasangan hidup.

b. Belajar untuk menyesuaikan diri dan hidup bersama pasangan. Ketika individu telah mampu menemukan pasangan hidup, individu tersebut harus mampu

beradaptasi dengan pasangannya dan mulai untuk membentuk keluarga. c. Membentuk keluarga

d. Belajar mengasuh anak e. Mengelola rumah tangga

f. Meniti karir atau melanjutkan pendidikan

g. Mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara

h. Memperoleh kelompok sosial yang sejalan dengan nilai-nilai yang dianutnya. Dapat dilihat bahwa tugas perkembangan yang dimiliki usia dewasa muda

adalah membentuk hubungan sosial dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Individu dituntut untuk mampu mengembangkan diri dan beradaptasi dengan

lingkungannya. Ketika seorang individu berpindah dari masa remaja menuju masa dewasa awal sering kali individu tidak berpikir bagaimana tentang gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan pada kehidupan dewasa. Sebagai seorang dewasa muda

masih banyak dari individu yang melakukan pola hidup tidak sehat seperti tidak sarapan, tidak makan secara teratur, dan menggantungkan diri pada makanan kecil

(30)

berlebihan sampai melampaui berat badan normal, merokok, minum-minuman keras,

tidak berolahraga, dan tidur dalam waktu sedikit. Gaya hidup pribadi yang buruk ini berhubungan dengan kondisi kesehatan yang buruk.

2.5 Landasan Teori

Rosenstock (1974, 1977) menyatakan 3 hal esensial dalam menentukan perilaku yang disebut dengan Health Belief Model atau model kepercayaan kesehatan

yaitu :

a. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan

b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku c. Perilaku itu sendiri

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti persepsi tentang kerentanan sesorang terhadap suatu penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit dan adanya kepercayaan bahwa

(31)
(32)

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan beberapa kajian teori yang telah dibahas, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Perilaku Dewasa Muda terhadap Pencegahan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kartini Pematangsiantar

Gambar

Gambar 2.1  Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi untuk Usia  18 Tahun
Gambar 2.1  Patofisiologi Hipertensi (Price, 2005)
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Perilaku Dewasa Muda terhadap Pencegahan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kartini Pematangsiantar

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya disebut &#34; Pemberi Kuasa &#34;, sehubungan dengan Surat Kuasa Pendebitan Rekening Bank Mandiri Pembayaran Premi Asuransi Jiwa yang telah kami (selaku pemilik

Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemilihan alat kontrasepsi pada wanita usia subur yang bersuami yang mempunyai dukungan rendah namun pemilihan alat kontrasepsinya yang

Dalam penulisan Landasan Teori dan Program (LTP) Projek Akhir Arsitektur 73.. ini banyak pihak yang telah membantu dan melancarkan selama proses

Pada tahap ini akan di lakukan analisa atau pemrograman dari data yang sudah disusun, baik data primer maupun data sekunder yang mengacu pada literatur, dengan

Pengolahan data ditujukan untuk mengetahui perbedaan kadar IgG serum, IgA kolostrum, kadar Hb, konsumsi zat gizi dan energi antar kelompok ibu yang mendapatkan imunisasi TT

Florindo Makmur yaitu ketidakmampuan perusahaan mendistribusikan permintaan produk kepada konsumen tepat waktu, dan tepat jumlah dikarenakan adanya selisih pada jumlah persediaan

[r]