• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Manajemen Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Ditinjau Dari Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Studi Kasus: Perumahan Nasional Simalingkar, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Manajemen Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Ditinjau Dari Latar Belakang Pendidikan Masyarakat Studi Kasus: Perumahan Nasional Simalingkar, Medan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian ini didasarkan pada beberapa tinjauan terhadap berbagai sumber yang dapat

dijadikan sebagai landasan yang meliputi teori- teori yang membahas hubungan antara

tingkat pendidikan dan kesadaran lingkungan, penjelasan tentang sampah,

perundangan yang diterbitkan oleh pemerintah serta model manajemen penglolaan

sampah, maupun teori- teori lainnya yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam

melakukan kajian ini.

2.1 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kepedulian Lingkungan

Basriyanta, (2007), berbicara mengenai sampah, tentunya kita berbicara tentang

prilaku manusia, karena permasalahan sampah sebanding dengan jumlah penduduk.

Semakin banyak penduduk disuatu wilayah semakin banyak juga sampah yang

dihasilkan dan semakin rumit juga permasalahan sampah yang ditimbulkan. Pola hidup

masyarakat ternyata dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, status sosial, status ekonomi

dan tingkat teknologi yang dimiliknya. Hal ini sangat berpengaruh pada jumlah dan

jenis sampah yang dihasilkan.

Menurut Nitikesari, (2005), pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor –

faktor pendorong dan penghambat dalam pengelolaan sampah. Faktor-faktor tersebut

(2)

a. Tingkat pendidikan masyarakat.

b. Penempatan tempat sampah didalam rumah.

c. Keberadaan pemulung.

d. Adanya aksi kebersihan.

e. Adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya.

Tchobanoglous, (1977), penanganan sampah pada sumbernya sebelum

dikumpulkan dan dibawa ke tempat pembuangan akhir merupakan bahagian yang

terpenting kedua dari enam tahapan yang ada pada manajemen pengelolaan sampah

yakni penanganan sampah dari sumbernya, penyimpanan di TPS, pemilahan,

pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sisa ke disposal area . Elemen ini dapat

memberikan efek kepada kesehatan masyarakat, hal ini berkaitan dengan sikap atau

perilaku masyarakat terhadap sistem manajemen pengelolaan sampah, hal ini sangat

penting untuk dipahami sebagai suatu upaya melibatkan masyarakat.

Pratama dan Soleh, (2008), berpendapat bahwa faktor-faktor lainnya yang

mempengaruhi pengelolaan sampah pada pemukiman adalah: keadaan rumah, kondisi

ekonomi dan aktivitas sehari hari akan berpengaruh terhadap jenis sampah dan

perlakuan terhadap sampah.

Adnil Erwin Nurdin, (2009), manusia sebagai mahluk tertinggi dianugrahi dengan

kemampuan bernalar untuk mengendalikan perilakunya, mulai dari penilaian realita

(3)

nurani. Manusia beradab menyepakati konsep baik buruk universal yang terkandung

dalam universal behavioral trait.

Menurut I Wayan Suarna, (2008), faktor- faktor yang mempengaruhi pengelolaan

sampah diantaranya adalah:

a. Sosial Politik, yang menyangkut kepedulian dan komitmen pemerintah dalam

menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah),

membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta upaya pendidikan,

penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

a. Aspek Sosial Demografi, yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata,

pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga).

b. Sosial Budaya, yang menyangkut keberadaan dan interaksi antar lembaga

desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan),

nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap

mental dan perilaku warga yang apatis.

c. Keberadaan lahan untuk tempat penampungan sampah.

d. Fina ncia l (keuangan).

e. Keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

f. Koordinasi antar lembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah

(4)

2.2 Definisi Sampah

Sampah, sebuah kata yang sering kita dengar. Sampah, sesuatu yang dapat kita

lihat kapanpun dan dimanapun kita berada. Namun apakah arti sebenarnya dari

sampah? Ada banyak pengertian tentang sampah yang disampaikan oleh para ahli dan

pakar. Namun, yang pasti, hingga saat ini masih beredar anggapan bahwa sampah

adalah barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Beberapa

pendapat dari para ahli tentang sampah adalah sebagai berikut:

Sucipto, (2012), sampah merupakan bahan padat buangan dari kegiatan rumah

tangga, pasar, perkantoran, rumah penginapan, hotel, rumah makan, industri, puingan

bahan bangunan dan besi-besi tua bekas kenderaan bermotor. Sampah merupakan hasil

sampingan dari aktifitas manusia yang sudah terpakai.

Damanhuri, (2010), Sampah adalah semua buangan yang dihasilkan oleh aktifitas

manusia dan hewan yang bebentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang

dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah

tidak berguna dan tidak dikehendaki, namun bahan tersebut kadang-kadang masih

dapat dimanfaatkan kembali dan dijadikan bahan baku.

Siswanto, Kamus Populer Kesehatan Lingkungan, (2002), sampah adalah semua

benda atau produk sisa dalam bentuk padat akibat aktivitas manusia yang dianggap

tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya dan dibuang sebagai barang

(5)

Basriyanta, (2007), sampah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai

dan dibuang oleh pemiliknya/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau

dikelola dengan prosedur yang benar.

Wintoko, (2011), sampah yang dalam bahas Inggrisnya “waste” pada dasarnya

mencapai banyak pengertian, sampah alias waste tadi adalah zat-zat atau benda-benda

yang sudah tidak terpakai lagi baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah

tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri.

Tchobanoglous, (1977), sampah padat adalah semua sampah yang dihasilkan oleh

aktifitas manusia maupun hewan, suatu proses yang normal yang menghasilkan barang

buangan yang tidak berguna atau barang yang tidak diinginkan.

2.3 Pembagian Jenis Sampah

Menurut Basriyanta, (2007), sampah dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni:

a. Sampah Organik.

Sampah Organik adalah sampah yang dapat dengan mudah membusuk dan

lebih mudah dalam pengelolannya seperti sisa makanan, sisa sayuran dan kulit

buah-buahan, sisa ikan dan daging, sampah kebun berupa daun-daunan dan

sampah lainnya yang mudah membusuk.

b. Sampah Anorganik.

Sampah yang dihasilkan dari bahan bahan non hayati, baik berupa produk

(6)

anorganik dibedakan menjadi sampah logam dan produk produk olahannya,

sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen.

Sebahagian besar sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikro

organisme secara keseluruhan (unbiodegradable).

Menurut Sucipto, (2012), sampah dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yakni:

a. Sampah Organik.

Sampah yang berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun

tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan

sampah organik kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah

mempunyai kandungan air yang cukup tinggi, contohnya kulit buah dan sisa

sayuran. Sementara sampah yang masuk sampah organik kering adalah bahan

organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh, sampah organik kering

diantaranya kertas, kayu, atau ranting pohon dan dedaunan kering.

b. Sampah Anorganik.

Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini bisa dari

bahan yang bisa diperbaharui dan bahan yang berbahaya serta beracun. Jenis

yang termasuk kedalam kategori yang bisa didaur ulang (recycle) ini misalnya

bahan yang terbuat dari plastik dan logam.

(7)

Sampah B3 merupakan sampah yang dikategorikan beracun dan berbahaya

bagi manusia. Umumnya, sampah jenis ini mengandung merkuri, seperti

kaleng bekas cat semprot atau minyak wangi.

Menurut Wintoko, sampah dibagi kedalam 2 (dua) jenis yakni:

a. Sampah Organik.

Sampah yang sebahagian besar tersusun oleh senyawa organik terdiri dari

bahan bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau

dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini

dengan mudah diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga ataupun

sampah pasar tradisonal sebahagian besar merupakan bahan organik.

Termasuk sampah organik misalnya sampah dari dapur, sisa tepung sayuran,

kulit buah dan daun.

b. Sampah anorganik.

Sampah yang tersusun oleh senyawa organik. Sampah organik tersusun dari

sumber daya alam tak terbarui sperti mineral dan minyak bumi atau dari

proses industri. Beberapa bahan ini tidak terdapat dialam seperti plastik dan

aluminium. Sebahagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat

diuraikan oleh alam, sedangakan sebahagian lainnya hanya dapat diuraikan

dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga

misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik dan kaleng.

(8)

Menurut Damanhuri dan Padmi, (2010), sampah perkotaan yang dikelola oleh

Pemerintah Kota di Indonesia sering dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu:

a. Sampah dari rumah tinggal: Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan

atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah

domestik. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa

makanan, plastik, kertas, karton/dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan

kadang-kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak

terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri seperti mebel, tv bekas,

kasur dan lainnya. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati

oleh sebuah keluarga atau sekelompok rumah yang berada dalam satu kawasan

pemukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah

tinggal juga dapat menghasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan

deracun), seperti misalnya baterei, lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas dan

lainnya.

b. Sampah dari daerah komersial: Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari

pertokoan, pusat perdagangan, pasar, hotel, perkantoran, dll. Dari sumber ini

umumnya dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan

juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional banyak dihasilkan sisa sayur,

buah dan makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber

(9)

c. Sampah dari perkantoran/institusi: Sumber sampah dari kelompok ini meliputi

perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, dll. Dari sumber

ini potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non pasar.

d. Sampah dari jalan/taman dan tempat umum: Sumber sampah dari kelompok ini

dapat berupa jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase

kota, dll. Dari daerah ini umumnya dihasilkan sampah berupa daun, dahan

pohon, lumpur dan plastik dan kertas.

e. Sampah dari industri dan rumah sakit yang sejenis sampah kota: Kegiatan umum

dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan sampah sejenis

sampah domestik, seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll.

Menurut Tchobanoglous, (1977), sumber sampah secara umum di jelaskan pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sumber, tipe fasilitas, lokasi timbulan sampah dan jenisnya

(10)

Pemukiman /perumahan

Rumah tunggal,

pemukiman dan

apartemen.

Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah

Sisa makananan, sampah kering lainnya, bongkarana material bangunan, kadang kadang bahan bahan berbahaya.

Kantor Pemerintah

Kantor pemerintah Sisa makananan, sampah kering lainnya, bongkaran material bangunan, kadang kadang bahan bahan berbahaya.

Industri Konstruksi, Fabrikasi, Service dan perbaikan, rekreasi, pantai, jalan setapak

Pertanian Ladang padi, kebun tumbuh tumbuhan, kebun anggur, area penggembalaan, pertanian dan lainnya

Sampah hasil perontokan pertanian, sampah sampah kering lainnya dan sampah sampah berbahaya.

Sumber: Tchobanoglous, 1977

(11)

Pengelolaan persampahan adalah suatu bidang yang berhubungan dengan

pengendalian yang meliputi bagaimana sampah dihasilkan, penyimpanan sementara,

pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip

pewadahan, pengumpulan dan pengangkutan ketempat pemerosesan akhir. Bila salah

satu kegiatan tersebut tidak tertangani dengan baik, maka sampah akan menimbulkan

masalah bagi kesehatan dan lingkungan.

Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, Peran pemerintah dalam

pengelolaan sampah tertuang dalam Bab III Pasal 6 yang diantaranya berbunyi

sebagai berikut:

a. Menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah.

b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan

penanganan sampah.

c. Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,

penanganan, dan pemanfaatan sampah.

d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana

dan sarana pengelolaan sampah.

e. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan

sampah.

f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada

(12)

g. Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia

usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Mengamati bunyi pasal diatas dapat diartikan bahwa penanganan sampah

pemukiman yang ideal adalah ketika masyarakat dan pemerintah bekerja sama dalam

pengelolaan sampah dipemukiman, pemerintah lebih dominan berfungsi sebagai

stimulator sedangkan masyarkat diharapkan sebagai pelaku utama serta diharapkan

dapat melakukan pengembangan ide-ide yang inovatif dan sederhana dalam

pengelolaan sampah dilingkungannya.

Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 3242 Tahun 2008, memberi penjelasan

tentang pengelolaan sampah pada pemukiman, yang meliputi arti pemukiman,

kelembagaan, teknik oprasional sampah, aspek peranserta masayarakat serta tanggung

jawab pengembang terhadap sampah seperti penjelasan berikut ini:

a. Pemukiman.

Pemukiman adalah bagian dari kawasab budidaya dalam lingkungan hidup,

baik yang bersifat perkotaan maupun perdesaan, terdiri dari beberapa jenis

kawasan dengan sarana dan prasarana yang lengkap dengan fungsi utama

sebagai pusat layanan dan kebutuhan penghuninya.

b. Kelembagaan.

Pengelola permukiman harus berfokus pada peningkatan kinerja institusi

pengelola sampah, dan perkuatan fungsi regulator dan operator. Sasaran yang

(13)

dan melayani persampahan di lingkungan dengan mengikut sertakan

masyarakat dalam pengelolaan dan retribusi atau iuran serta semaksimal

mungkin melaksanakan konsep 3 R yaitu reduce, reuce dan recycling.

c. Teknik Operasional

Menerapkan sistem pengolahan sampah setempat dengan:

1. Menerapkan pemilahan sampah organik dan anorganik.

2. Menerapkan teknik 3R pada sumber sampah dan TPS.

3. Penanganan sampah residu oleh Pemerintah Kota.

d. Aspek Peran Serta Masyarakat

Aspek peran serta masyarakat meliputi:

1. Melakukan pengolahan sampah disumbernya.

2. Melakukan pengolahan sampah dengan 3 R.

3. Berkewajiban membayar iuran/retribusi sampah.

4. Memenuhi aturan pembuangan sampah yang ditetapkan.

5. Turut menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya.

6. Berperan aktif dalam sosialisasi pengelolaan sampah lingkungan.

e. Tanggung Jawab Developer

Tanggung jawab developer meliputi:

1. Penyediaan lahan untuk pembangunan pengolahan sampah organik berupa

pengomposan sampah rumah tangga dan daur ulang sampah skala

(14)

2. Penyediaan peralatan pengumpulan sampah.

3. Pengelolaan sampah selama masa konstruksi sampai kepada penyerahan

kepada pihak yang berwenang.

4. Bagi developer yang membangun minimum 80 unit rumah wajib

menyediakan wadah komunal dan alat pengumpul.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 37 Tahun 2009 diterbitkan

dengan tujuan pengendalian pencemaran air akibat sampah. Langkah awal yang dapat

dilakukan adalah dengan mencegah masuknya limbah (limbah cair dan sampah yang

bersumber dari kegiatan-kegiatan disepanjang sungai seperti rumah tangga, industri,

pertanian dan peternakan yang masuk kebadan air (sungai/danau). Untuk itu dalam

rangka pengendalian pencemaran air dilakukan kegiatan unit pengolah sampah dengan

menerapkan prinsip 3 R (reused, reduce dan recycle), sedangkan mengurangi beban

limbah cair yang mencemari sungai, dilakukan pembangunan instalasi pengolah air

limbah (IPAL), serta pembangunan teknologi biogas.

Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2002, diterbitkan dengan tujuan untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat agar terwujud lingkungan yang bersih,

sehat, tertib, aman rapi dan indah. Dalam perda, dijelaskan bahwa pemerintah daerah

memberikan pelayanan dalam hal:

a. Membersihkan sampah dijalan umum yang ditetapkan dalam keputusan kepala

(15)

b. Mengumpulkan sampah dan sampah khusus dari sumbernya ke Tempat

Pembuangan Sementara (TPS).

c. Menyediakan tempat pembuangan sementara untuk pelayanan umum.

d. Mengangkut sampah/sampah khusus dari tempat pembuangan sementara ke

tempat pemerosesan akhir.

e. Menyediakan Tempat Pemerosesan Akhir (TPA) untuk pemusnahan Sampah.

f. Memusnahkan sampah/sampah khusus di Tempat Pemerosesan Akhir.

g. Melakukan penyedotan, pengangkutan tinja dari Septik Tank ke Instalasi

Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

Pada Bab IV, pasal 6 diberikan penjelasan untuk kewajiban bahwa setiap orang

pribadi maupun badan, wajib menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan

masing-masing dan saluran air disekelilingnya, mengumpul dan memasukkan sampah pada

wadah yang disediakan sendiri dan diletakkan pada lokasi yang mudah dijangkau oleh

petugas kebersihan. Sementar itu pada pasal 7 diberikan larangan bagi setiap orang

pribadi atau badan untuk tidak membuang sampah di saluran air, membuang sampah

dijalan-jalan, sungai dan daerah airan sungai (DAS), membuang sampah atau

menumpukkan sampah yang permanen diatas parit atau berem jalan, serta membakar

sampah sembarangan yang dapat mengganggu lingkungan.

Pada Bab X, pasal 14 diberikan penjelasan tentang struktur dan besar tarif retribusi

untuk tipe dan letak rumah, untuk Perumnas Simalingkar besarnya retribusi ditetapkan

(16)

Pada Bab XIV, pasal 20 dijelaskan ketentuan pidana atas pelanggaran pasal 6 dan

pasal 7 berupa denda Rp.5.000.000,- (lima juta) atau kurungan 6 (enam) bulan.

Rancangan peraturan pemerintah tahun 2009 ini diterbitkan dalam upaya

pengurangan sampah salah satunya adalah pengurangan sampah rumah tangga. Pada

Bab III rancangan peraturan ini menjelaskan pembatasan timbulan sampah dimana

dikatakan setiap orang wajib menggunakan produk dan/atau kemasan yang sedikit

mungkin menimbulkan sampah dan wajib menggunakan produk dan/atau kemasan

yang ramah lingkungan. Pada Bab IV, pemanfaatan kambali sampah, dijelaskan bahwa

setiap orang wajib memanfaatkan kembali sampah secara aman bagi kesehatan

manusia dan lingkungan.

2.6 Model Manajemen Pengelolaan Sampah

Beberapa model manajemen pengelolaan sampah yang memberikan gambaran

bagaimana mengelola sampah rumah tangga pada satu pemukiman dapat dijelaskan

sebagai berikut:

Menurut Tchobanoglous, (1977), manajemen pengelolaan sampah dibagi menjadi

6 (enam) elemen tahapan kegiatan yang dimulai dari sumber sampah itu sendiri yakni

memilah jenis sampah berdasarkan jenisnya, menempatkan atau mengumpulkannya

pada tempat penampungan sementara masih di lapangan atau masih berada pada area

pemukiman dari mana sumber sampah itu sendiri yang salah satunya adalah sampah

(17)

penampungan sementara yang boleh jadi masih berada pada satu tempat khusus yang

masih berada pada pemukiman, kemudian mengangkutnya, dan dilanjutkan dengan

menempatkannya pada pemerosesan akhir berdasarkan jenisnya, akhirnya bahagian

yang tidak dapat digunakan dikumpulkan pada satu lokasi “disposal area”. Penjelasan

atas manajemen tersebut ditampilkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Gambaran manajemen pengelolaan sampah Sumber: Tchobanoglous, 1977

Dari bagan alir diatas, keterlibatan masyarakat pada proses pergerakan sampah

yang paling dominan adalah pada sumber sampahnya sendiri yakni di rumah tangga,

pada tahapan ini masyarakat sudah dapat memilah sampah berdasarkan jenisnya

sehingga pada penyimpanan atau yang dikenal dengan tempat penyimpanan sementara

sampah sudah ditempatkan menurut jenisnya, sehingga proses selanjutnya sudah

mudah dilakukan.

Menurut Sucipto, (2012), sistem pengelolaan sampah dibagai menjadi 2 (dua)

sistem yakni:

a.Sistem sentralisasi.

Disposal

Waste Generation

Storage

Processing and Recovery Transfer

and Transport

(18)

Sistem sentralisasi pengelolaan sampah adalah pengelolaan sampah yang

terpusat dari daerah yang cakupannya luas. Pengelolaan sampah dilakukan di

tempat pemerosesan akhir. Kelebihan sistem ini terlihat dari bisa dikelolanya

sampah dengan beberapa alternatif seperti sistem anaerob dan aerob. Sistem

pengelolaan sampah secara sentralisasi di perlihatkan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Sistem penglolaan sampah sentralisasi Sumber: Sucipto, 2012

Dari Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa pengelolaan sampah secara sentralisasi

tersebut, sampah dikumpulkan pada tempat penampungan sementara, setelah itu

sampah diangkut menuju tempat pemerosesan akhir. Di TPA, kegiatan yang dilakukan

diantaranya sebagai berikut:

1. Sa nita ri la ndfill, sampah digunakan sebagai bahan pengisi tanah yang akan

diurug.

2. Pembakaran sampah, kegiatan ini terutama digunakan untuk membakar sampah

organik kering dan anorganik. Alat yang digunakan untuk membakar yaitu

incinera tor.

TP

TP TP

(19)

3. Pengomposan, pengomposan dilakukan untuk sampah organik, kegiatan ini

dilakukan secara terbuka (aerob) dan tertutup (anaerob).

4. Recycling, pemanfaatan kembali sampah yang masih dapat diolah seperti

plastik, besi atau aluminium.

b. Sistem desentralisasi.

Berbeda dengan sistem sentralisasi, sistem desentralisasi mensyaratkan

pengelolaan sampah pada area hulu atau penghasil sampah pertama. Pada

sistem ini disetiap sub area tidak hanya aktivitas pengumpulan sampah, tetapi

pengelola dan pengolahannya sampai menjadi produk yang dapat dimanfaatkan

lagi. Kelebihan sistem desentralisasi memungkinkan lahan yang dibutuhkan

untuk pengumpulan dan pengolahan tidak terlalu luas dan jika terdapat lahan

kosong atau bahkan halaman yang sedikit luas, sistem ini dapat diterapkan baik

secara komunal maupun secara perseorangan, mengingat sampah yang

dihasilkan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu berfariasi.

Sistem desentralisasi pengolahan sampah diperlihatkan pada Gambar 2.3.

(20)

Gambar 2.3 Pengolahan sampah desentralisasi Sumber: Sucipto, 2012

Menurut Wintoko, (2011), secara umum pengelolaan sampah diperkotaan

dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan kegiatan, yakni: pengumpulan, pengangkutan dan

pembuangan akhir/pengolahan. Tahapan tersebut merupakan satu sistem, sehingga

masing-masing tahapan dapat disebut sebagai sub sistem. Sampah sebagai sesuatu

yang sudah dibuang dan tidak digunakan lagi harus dikelola sedemikian rupa. Ada 3

(tiga ) hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sampah yaitu:

a. Penyimpanan.

Penyimpanan yang dimaksudkan dalam tahap ini adalah penyimpanan

sampah pada rumah tangga, sampah dikumpulkan pada wadah yang tersedia

pada masing-masing rumah tangga, wadah dapat bervariasi dari keranjang

plastik, keranjang rotan dan lain sebagainya. Dalam penyimpanan sampah

rumah tangga sebaiknya dilakukan pemisahan menjadi tiga bagian yakni

sampah basah, sampah kering mudah dibakar dan sampah kering yang tidak

mudah dibakar.

b. Pengumpulan Sampah.

Sampah yang disimpan sementara dari rumah, kantor atau restoran perlu

dikumpulkan untuk kemudian diangkut dan dibuang atau dimusnahkan.

Karena sampah yang dikumpulkan cukup besar, maka perlu “rumah sampah”.

(21)

komplek perumahan atau asrama dapat dibuat suatu kontainer (bak sampah

ukuran besar) ditempatkan pada lokasi yang mudah dicapai penduduk, serta

mudah pula dicapai oleh kenderaan pengangkut sampah. Umumnya suatu

kontainer dibangun dalam ukuran yang cukup besar untuk menampung

jumlah sampah yang dihasilkan selama tiga hari.

c. Pembuangan Akhir/Pengolahan.

Sampah yang telah dikumpulkan, selanjutnya akan dibuang atau

dimusnahkan. Pembuangan sampah biasanya dilakukan di daerah tertentu

sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia, syarat yang harus dipenuhi

dalam tempat membangun tempat pembuangan sampah adalah: tempat

tersebut tidak dibangun dekat sumber air atau sumber air lainnya yang

dipergunakan oleh manusia, tidak pada tempat yang sering terkena banjir dan

ditempat yang jauh dari tempat tinggal manusia (2 km dari rumah penduduk,

15 km dari laut dan 200 meter dari sumber air). Pada TPA proses yang dapat

dilakukan adalah, pembakaran, komposting dan proses daur ulang. Proses

pengolahan sampah diperlihatkan pada Gambar 2.4.

(22)

Gambar 2.4 Pengelolaan sampah rumah tangga berdasarkan sifatnya Sumber: Sucipto, 2012

Menurut Basriyanta, (2007), urutan proses pengelolaan, pengolahan, dan

pemanfaatan sampah dalam satu lingkup kampung adalah sebagi berikut:

a. Sosialisasi.

Dibutuhkan sosialisasi program swakelola sampah oleh pihak pemerintah

dengan tujuan meningkatkan kesadaran warga masyarakat agar mau mengelola

sampah dengan baik dan benar, menyamakan persepsi/cara pandang warga

masyarakat dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sampah pemukiman,

memberikan wacana baru kepada masyarakat bahwa sampah bukanlah masalah,

namun sampah adalah berkah.

b. Pengumpulan.

Masyarakat melakukan pengumpulan dan pemilahan sendiri sampahnya

berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik), hal ini dilakukan untuk

memudahkan pengolahan selanjutnya, sampah anorganik dikumpulkan pada satu

tempat pengolahan, boleh jadi ditempat penyimpanan sementara yang ada di

pemukiman.

c. Pengolahan.

Secara terkordinir sampah organik diolah menjadi kompos, briket sementara

(23)

d. Pendistribusian hasil olahan.

Hasil olahan dari sampah dapat didistribusikan kepada warga atau konsumen,

hasil penjualan digunakan untuk oprasional tenaga pelaksana dan sisanya masuk

kekas kampung/desa. Proses pengelolaan sampah ditampilkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Tahapan pengelolaan sampah rumah tangga Sumber: Basriyanta, 2007

Menurut Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Tuntungan, (2009), yang

merupakan satu rancangan pengaturan yang memperlihatkan keterkaitan antar

blok-blok penggunaan kawasan untuk menjaga keserasian pemanfaatan ruang dengan

manajemen transportasi dan pelayanan utilitas kota. Secara umum, RDTR Kota

merupakan pemanfaatan ruang Bagian Wilayah Kota secara terperinci yang disusun

untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-program

(24)

Untuk pengelolaan sampah RDTR Kecamatan Medan Tuntungan memberikan

penjelasan sebagai berikut:

a. Produksi sampah di Kecamatan Medan Tuntungan diperkirakan berasal dari

sampah perumahan (RT), komersial, sarana umum/sosial.

b. Perkiraan timbulan sampah pada tahun 2029 diperkirakan sebanyak 278

m3/hari.

c. Sesuai dengan buku Pedoman Standarisasi kelengkapan fasilitas yang

dikeluarkan oleh Departemen PU tahun 1997, bahwa untuk menangani sampah

timbulan dari masyarakat Kecamatan Medan Tuntungan yang berjumlah 278

m3/hari tersebut diperlukan tong sampah sebanyak 5.566 buah, gerobak sampah

139 buah, TPS 46 unit, dan truk pengangkut sampah sebanyak 5 unit.

Untuk itu, salah satu perbaikan manajemen yang direkomendasikan oleh RDTR

Kecamatan Medan Tuntungan adalah penambahan jalur truk pengangkut tambahan

yang baru.

Menurut analisis yang dilakukan dalam RDTR Kecamatan Medan Tuntungan,

sumber sampah dijelaskan sebagai berikut:

a. Sampah rumah tangga.

1. Dengan perkiraan volume 2 liter/hari/orang.

2. Alat angkut dengan gerobak sampah dan truk.

3. Pengangkutan setiap hari.

(25)

1. Perkiraan volume 0,25 liter/orang/hari.

2. Alat angkut gerobak sampah dan truk.

3. Pengangkutan setiap hari.

c. Sampah yang dihasilkan pada sarana umum/sosial.

1. Perkiraan volume 0,50 liter/orang/hari.

2. Alat angkut gerobak dan truk.

3. Diangkut setiap hari.

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, perkiraan timbulan sampah rumah

tangga pada Perumnas Simalingkar (Kelurahan Mangga) diperkirakan sebesar 67 m³

perhari dengan jumlah penduduk sebesar 33.614 jiwa, oleh sebab itu dengan

pertimbangan untuk memudahkan proses pengangkutan sampah dibuka jalur baru

seperti dijelaskan dalam Gambar 2.6.

(26)

Gambar 2.6 Rencana penambahan jalur truk pengangkut sampah Sumber: RDTR Medan Tuntungan, 2009

Secara garis besar RDTR Medan Tuntungan untuk manajemen pengelolaan

sampah, lebih menekankan kepada sistem transportasi sampah Simalingkar dengan

membuka jalur baru pengangkutan sampah ke tempat pemerosesan akhir di Namo

Bintang.

Sudradjat, (2006), manjemen pengelolaan sampah yang baik tidak luput dari

manajemen organisasi yang baik pula yang meliputi aspek manajemen penting lainnya,

antara lain adalah:

a. Menajemen personil.

Struktur organisasi akan menetukan jumlah personil, sekaligus mempengaruhi

biaya oprasional pengelolaan sampah kota. Jumlah personil dilapangan

disesuaikan dengan volume sampah yang diangkut setiap hari, kemudian dibuat

standar jumlah personil per satuan volume sampah. Struktur organisasi

pengelolaan sampah kota di tampilkan pada Gambar 2.7.

Operasi Dinas Kebersihan

Kota

Keterangan:

Jalur truk pengangkut sampah eksisting

(27)

Gambar 2.7 Struktur organisasi penglolaan sampah kota Sumber: Sudradjat, 2006

b. Manejemen keuangan dan retribusi.

Manejer keuangan dan retribusi harus dapat menghitung besarnya retribusi

sampah yang optimal bagi pemda. Namun biaya tersebut juga disesuaikan

dengan kemampuan masyarakat berdasarkan strata kemampuan ekonominya.

Misalnya untuk satu pemukiman real estate, besarnya retibusi berbeda dengan

lingkungan kompleks pegawai negeri, lingkungan BTN dan lingkungan

masyarakat ekonomi lemah/kampung. Sumber keuangan tidak berasal dari

retribusi saja, tetapi juga bisa berasal dari hasil penjualan sampingan sampah

kota seperti penjualan kompos dan bahan organik.

c. Menajemen pengolahan.

Pengolahan sampah di Indonesia sampai saat ini masih menggunakan metode

penumpukan (windrow), prinsip pengolahan sampah dengan cara penumpukan

adalah:

1. Produk habis (zero output).

(28)

3. Aman dan sehat (safety and healty).

4. Luas Areal mencukupi dan memiliki cadangan untuk perluasan.

5. Pemilhan teknologi yang tepat, yaitu murah, mudah, dan efisien.

6. Menghasilkan produk yang dapat terjual dan habis terjual (zero

output/expantion).

d. Alur Proses Pengolahan Sampah.

Sampah kota yang berasal dari sumber sampah terlebih dahulu dipilah antara

bahan organik yang mudah terurai dengan bahan organik yang sulit terurai

(residu). Bahan anorganik yang laku dijual dipisahkan dari bahan anorganik

yang tidak laku dijual. Bahan anorganik yang laku dijual langsung diambil oleh

pemulung, sedang residu barupa bahan organik dan anorganik dibakar dalam

incinera tor. Bagan alir proses pengelolaan sampah ditampilkan pada Gambar

(29)

Gambar 2.8 Bagan alir manajemen penglolaan sampah Sumber: Sudradjat, 2006

Sementara itu secara spesifik, Sudradjat, (2006), memberikan teknis pengelolaan

sampah di TPS sebelum diangkut ke TPA yakni dengan melakukan pemilahan

berdasarkan jenisnya. Sampah yang diangkut oleh Dinas Kebersihan kota ke TPS,

dipilah antara bahan organik, bahan untuk didaur ulang, serta bahan yang tidak dapat

didaur ulang oleh pemulung maupun tenaga pengumpul lainnya yang ada di TPS.

Diagram alir pengelolaan sampah di TPS ditampilkan pada Gambar 2.9.

Produksi sampah

(Sampah rumah tangga, sampah non rumah tingga dan sampah

pasar)

Diangkut oleh Dinas Kebersihan

(30)

Gambar 2.9 Diagram alir pengelolaan sampah di TPS Sumber: Sudradjat 2006

Menurut Sudradjat, (2006), komposisi sampah kota berdasarkan hasil survey yang

dilakukan pada tahun 1987 terhadap beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung,

Bogor dan Surabaya menunjukkan komposisi sampah rata-rata sebagai berikut:

Volume sampah : 2 – 2,5 liter/kapita/hari

Berat Sampah : 0,5 Kg/kapita/hari

Kerapatan : 200-300 Kg/m³

Kadar air : 65 - 75%

Sampah organik : 75 – 95%

Sahwan dan Sri Wahyono, (2002), pengelolaan sampah di kampung Banjarsari

dilakukan dengan prinsip 4 R yakni reduce/hemat pemakaian, reuse/guna ulang,

recycle/daur ulang dan replan/tanam kembali. Sampah daur ulang: - Karet, plastik,

(31)

Secara garis besar sistem pengelolaan sampah di Kampung Banjarsari dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

a. Sistem pemilahan.

Pemilahan sampah sudah dilakukan dari sumbernya yakni dari masing- masing

rumah tangga, sampah organik, sisa dari kegiatan dapur ditempatkan dalam

wadah yang berbeda dengan sampah anorganik.

b. Sistem pengumpulan dan pewadahan.

Pewadahan yang digunakan bervariasi, mulai dari konstruksi batu bata, drum

dan kantong plastik dengan volume tampung sekitar 0,5 m³, sistem

penampungan terus disempurnakan dengan dukungan dari UNESCO dan

Yayasan Kirai, sehingga diperoleh tempat sampah individual maupun komunal

dengan volume sampah yang bervariasi dari 10 liter hingga 25 liter.

c. Sistem pengangkutan dan pembuangan.

Sampah yang terkumpul ditempat-tempat warga diangkut secara regular dengan

gerobak sampah setiap tiga hari sekali dan sampah ditempatkan sementara

diluar wilayah Banjarsari untuk proses sebelum pengkomposan.

d. Sistem pengkomposan sampah organik.

Pengkomposan dilakukan dengan empat cara yakni: pengkomposan secara

a erobic dalam wadah, pengkomposan secara anaerobic atau tertutup didalam

(32)

EM4, namun secara umum pengkomposan yang lazim digunakan adalah

pengkomposan dengan sistem aerobic.

Kegiatan pengelolaan sampah di kampung Banjarsari terkait erat dengan kegiatan

masyarakat sekitar terutama pusat perbelanjaan pasar tradisional Pasar Mede dan

Sekolah Menengah Umum (SMU) 34. Pasar Mede bagi masyarakat Banjarsari

merupakan pasar potensial bagi produk jamu yang dibuat dari tanaman obat yang

dibudidayakan dengan kompos, sementara itu SMU 34 dapat belajar mengelola

sampah dari kampung Banjarsari.

Keberadaan Kampung Banjarsari, Pasar Mede dan SMU 34, merupakan satu mata

rantai yang terjalin dengan baik dan saling memberi keuntungan dalam memberikan

penyuluhan dan pelatihan pengelolaan sampah bagi siswa.

Mata rantai tersebut dijelaskan pada Gambar 2.10.

(33)

Kegiatan pengelolaan sampah di Kampung Banjarsari dimulai dari seorang ibu

bernama Ibu Harini Bambang yang mendorong tetangganya untuk berpartisipasi dalam

kegiatan 3R (penggunaan ulang, pengurangan, dan pendaurulangan sampah),

mengompos organik, serta menanam pepohonan. Lalu UNESCO memilih Kampung

Banjarsari sebagai proyek percontohan pengelolaan sampah rumah tangga dengan

penekanan pada konsep 3R atau dalam prakteknya 4R (dengan tambahan Replanting

atau penghijauan) dan membantunya dalam bentuk dana. Pelatihan daur ulang sampah

ini juga didukung oleh Yayasan Kirai dan WALHI, LSM-LSM lokal yang hingga kini

terus melaksanakan kegiatan-kegiatan penghijauan sampah meski tidak dibantu oleh

UNESCO.

Peran aktif masyarakat merupakan kunci utama. Keberhasilan kampung Banjarsari

patut dijadikan contoh pengelolaan sampah bersekala lingkungan. Sistem pengelolaan

sampah yang diterapkan dikampung Banjarsari ditampilkan pada Gambar 2.11.

Gambar

Gambar 2.1 Gambaran manajemen pengelolaan sampah  Sumber: Tchobanoglous, 1977
Gambar 2.2 Sistem penglolaan sampah sentralisasi         Sumber: Sucipto, 2012
Gambar 2.5 Tahapan pengelolaan sampah rumah tangga     Sumber: Basriyanta, 2007
Gambar 2.6 Rencana penambahan jalur truk pengangkut sampah            Sumber: RDTR Medan Tuntungan, 2009
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini akan membahas sebuah sistem informasi yang berbasis SMS yang dapat melayani registrasi pendaftaran pasien dan informasi bagi pasien di suatu rumah sakit dengan

penuh untuk menanamkan pengetahuan dan menentukan teknik evaluasi yang tepat serta membuat instruksi budaya religius dalam bait-bait kalimat atau unit-unit/bab-bab modul,

Buah pepaya yang masih mengkal memiliki efek menggugurkan kandungan, sedangkan buah pepaya yang sudah matang berkhasiat untuk melancarkan gangguan sistem pencernaan, dalam

Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kadernya sebanyak lima orang atau cakupan

Dalam perlawanan reklamasi Teluk Benoa sedikit banyak mempengarui lirik Superman Is Dead (SID) dimana karya nya sekarang yang lebih berbau perlawanan

Mapel Kompetensi Dasar Indikator Pembelajaran Materi Pembelajaran Kegiatan Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar orang lain dengan. menggunakan

Yogyakarta sesuai dengan konsep kearifan lokal, (3) Merancang interior museum yang menampilkan unsur informasi, edukasi, dan rekreasi didalamnya. Dari analisa diatas maka dapat

1) Mampu meningkatkan motivasi peserta didik terhadap pelajaran kimia dengan diterapkanya modul kimia berbasis kearifan lokal mengenai pencegahan korosi dan