• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar L-Selektin Pada Wanita Penderita Endometriosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kadar L-Selektin Pada Wanita Penderita Endometriosis"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

B AB II

T INJ AUAN K E P US T AK A AN

2.1 Definis i

Endometriosis secara klinis didefinisikan sebagai kondisi dimana ditemukannya jaringan yang serupa dengan endometrium yang ditemukan diluar uterus, yang menyebabkan reaksi inflamasi kronis. Proses yang tidak lazim ini akan menyebabkan perdarahan internal mikroskopis, tumbuhnya endometrioma, inflamasi, jaringan fibrosis, dan pembentukan perlengketan (Gambar 1). Akibat hal-hal tersebut dapat juga terjadi distorsi yang jelas dari anatomi panggul.10 Gejala yang muncul sangat bervariasi pada tiap-tiap penderita dan yang paling sering muncul saat usia muda, namun sering gejala yang muncul tersebut tidak dikenali oleh praktisi kesehatan. Gejala dapat muncul pada usia 8 tahun, namun paling sering setelah dewasa.11

Walaupun patogenesis endometriosis tetap kurang dimengerti, pandangan baru yang didapat dari penelitian baru-baru ini dengan menggunakan metode genetik, molekular, dan biokimia yang baru telah membantu untuk menjelaskan dengan lebih baik mekanisme yang menyebabkan penyakit tersebut dan konsekuensi klinisnya dan telah memberikan pendekatan baru terhadap diagnosis dan pengobatan kelainan kompleks dan rumit ini.

(2)

Gambar 1. Skema lesi endometriosis di dalam panggul.10

2.2 E pidemiologi Dan P atofis iologi

(3)

pasca menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen membutuhkan operasi karena endometriosis. Prevalensi endometriosis asimptomatik mungkin lebih rendah pada wanita Negro dan lebih tinggi pada wanita Asia dari pada wanita kulit putih.

Paritas dan infertilitas telah lama dihubungkan dengan endometriosis, dengan infertilitas sebagai temuan klinis yang paling sering dijumpai. Konsekuensi klinis dari penyakit ini adalah nyeri, distorsi anatomis, terbentuknya perlengketan di dalam panggul, respon inflamasi yang terganggu yang ditandai dengan neovaskularisasi dan terbentuknya fibrosis, fungsi sel T dan B yang tidak normal, deposisi komplemen yang tidak abormal, dan interleukin-6 yang terganggu.

12

16

Endometriosis juga dihubungkan dengan dysmenorrhea, namun tidak diketahui apakah dysmenorrhea merupakan penyebab atau akibat dari penyakit ini.17

Belum ada upaya pencegahan untuk penyakit ini. Endometriosis dihubungkan dengan faktor keturunan, lingkungan, epigenetik, karakteristik dan gangguan menstruasi, dan bahkan proses terbentuknya endometriosis sebagian mirip dengan proses terbentuknya suatu kanker.

18

Endometriosis dianggap sebagai penyebab utama infertilitas primer dan sekunder pada wanita, prevalensinya 0.5% sampai 5.0% pada wanita yang subur, dan 25% sampai 40% pada wanita yang tidak subur.

Walaupun tidak ada karakteristik demografi, individu, atau suku yang khusus yang telah diketahui, namun beberapa karakteristik tertentu telah dihubungkan dengan diagnosis, yaitu menurunnya risiko terkena

(4)

penyakit dengan usia menars yang telat20 dan siklus menstruasi yang pendek dengan durasi yang panjang.21 Risiko endometriosis juga berbanding terbalik dengan BMI dan jumlah kehamilan aterm. Kehamilan memiliki efek protektif yang menurun dengan waktu dan resiko meningkat dengan peningkatan lamanya tahun sejak kelahiran anak terakhir22; sementara resiko endometriosis menurun dengan paritas dan periode laktasi yang lama. Studi epidemiologi telah menjelaskan bahwa konsumsi alkohol dan kafein yang berat meningkat resiko dan bahwa latihan teratur dan merokok dapat menurunkan resiko endometriosis.23 Data pada primata telah menunjukkan bahwa paparan terhadap polychlorinated biphenyl (PCB) atau dioxin mungkin berhubungan dengan endometriosis, tetapi studi pada wanita telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Data lain menunjukkan bahwa paparan in utero dapat memainkan peran dalam perkembangan penyakit ini; insidensi endometriosis meningkat pada wanita yang telah terpapar dietilstilbestrol pada masa prenatal.12

Endometriosis menyebabkan dampak yang besar pada kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Juga endometriosis merupakan masalah kesehatan yang besar dan memberikan beban ekonomi yang besar pada masyarakat.

2.3 Diagnos a E ndometrios is

(5)

nyeri panggul kronis hanya berdasarkan anamnesa saja, diperlukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dan standar emas sampai saat ini adalah laparoskopi dan biopsi peritoneum.24

Diagnosis endometriosis ditegakkan dengan pembedahan, sehingga diperlukan biomarker yang dapat membantu menegakkan diagnosa penyakit ini tanpa prosedur yang invasif. Tidak adanya marker nons urgical secara signifikan akan memperlambat diagnosa dan penanganan yang tepat.

25

2.3.1 Diagnos is K linis : P emeriks aan P anggul dan P emetaan Nyeri

Walaupun pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesivisitas, dan predictive value yang buruk dalam mendiagnosa endometriosis, namun hal ini dapat dibantu dengan pemeriksaan scan sebelum dilakukan operasi.26 Bahkan negative predictive value yang buruk dari pemeriksaan panggul ditunjukkan pada satu penelitian terhadap 91 pasien, dimana sebanyak 47% pasien dengan endometriosis yang dikonfirmasi lewat operasi dan nyeri panggul kronis ternyata normal pada pemeriksaan bimanual.27

Area yang paling sering terlibat pada endometriosis adalah kavum douglas, dan ligamentum sakrouterina, yang biasanya dapat dinilai pada pemeriksaan dalam. Jika dilakukan pemeriksaan maka pasien akan mengeluh nyeri. Kombinasi yang menyeluruh anamnesa, pemeriksaan fisik,dan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik

(6)

tambahan yang sesuai dengan indikasi dapat menentukan penyebab dari nyeri panggul dan menyingkirkan penyebab nyeri panggul lainnya. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemetaan nyeri, suatu prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi nyeri dengan berbagai modalitas diagnostik. Banyak peneliti yang menyarankan untuk melakukan palpasi nodul sakrouterina pada saat menstruasi, dan dapat ditemukan massa berupa nodul sepanjang penebalan ligamentum sakrouterina, posterior uterus, atau septum rektovagina.26 Obliterasi dari kavum douglas yang disertai dengan retroversi uterus dapat juga mengindikasikan luasnya endometriosis. Endometrioma yang ruptur dapat menyebabkan akut abdomen. Keterlibatan yang pada rektum dan traktus gastrointestinal dapat menyebabkan adesi dan obstruksi.16

2.3.2 P emeriks aan P enc itraan

(7)

sangat kecil dan dapat membedakan apakah ada perdarahan dari lesi endometriosis karena MRI memiliki resolusi yang sangat tinggi.29 MRI juga lebih baik dari CT scan dalam mendeteksi batas antara otot dan jaringan subkutan abdomen.30 MRI terbukti akurat dalan mendeteksi penyakit dan obliterasi pada rektovagina pada lebih dari 90% kasus jika gel USG dimasukkan ke dalam vagina dan rektum.31

USG transvaginal atau endorektal juga dapat mendeteksi endometrioma, mulai dari simple cysts sampai complex cysts dengan internal echoes sampai solid masses, biasanya ditemukan vaaskularisasi yang sedikit.

33

Dengan berkembangnya teknologi, gejala kinis yang dikombinasikan dengan gambaran yang didapat dari pencitraan pada populasi pasien yang tepat maka dapat mengurangi tindakan invasif dalam menegakkan diagnosa endometriosis. Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mencari biomarker endometriosis.

CT scan dapat menunjukkan endometrioma yang tampak sebagai massa kistik, namun gambaran yang didapat tidak spesifik dan tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa.

2.3.3 Diagnos is Operatif dan S taging

(8)

walaupun temuan adanya fibrosis dan makrofag hemosiderin-laden cukup untuk diagnosa presumptif.34

Karena penampakan implan yang tidak jelas maka akurasi diagnosis tergantung kemampuan ahli bedah dalam mendeteksi endometriosis. Pemeriksaan yang menyeluruh dari panggul dan abdomen adalah hal yang utama pada semua pasien untuk mengidentifikasi semua lesi dengan perhatian untuk tidak melewatkan kantung peritoneum dan fossa ovarium.

Klasifikasi T he American S ociety for R eproductive Medicine’s membagi endometriosis menjadi satdium 1 sampai 4, dan klasifikasi ini yang paling banyak digunakan. Sistim klasifikasi ini menggunakan poin berdasarkan ukuran dan jumlah lesi dan apakah lesi bilateral, dan juga perlengketan yang ditemukan saat operasi, dan sistim ini merupakan metode yang cukup akurat dalam merekam temuan pada saat operasi. Namun sistim klasifikasi ini tidak berkorespondensi dengan nyeri panggul dan dyspareuni, dan angka fekunditas tidak dapat diprediksi dengan akurat.

34

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengembangkan sistim staging untuk memenuhi kebutuhan akan bahasa yang sama dalam menggambarkan temuan operatif endometriosis, yang memungkinkan diagnosa spesifik, perbandingan yang baku, dan untuk memfasilitasi penelitian. Adamson dan Pasta telah mengembangkan metode yang telah divalidasi yang berguna secara klinis untuk pasien yang telah dikonfirmasi lewat operasi menderita

(9)

endometriosis yang mencoba konsepsi non-IVF.35

Gejala awal dari endometriosis mungkin akan terlewatkan oleh dokter dan mungkin diagnosis baru dapat mengarah ke endometriosis setelah beberapa kali kunjungan, hal disebabkan karena metode yang noninvasif dan dapat diandalkan masih sedikit. Para praktisi kesehatan khususnya ahli penyakit kandungan harus memahami bahwa tidak hanya aspek medis dari penyakit ini tetapi psikososial dan biaya yang dihabiskan untuk pengobatan yang akan membebani pasien yang menderita penyakit ini.

(Gambar 2) Usaha yang lebih jauh diperlukan untuk mengembangkan sistim staging serupa yang dapat membantu memprediksi luaran pasien dengan endometriosis dan nyeri panggul baik dengan pengobatan operatif maupun non-operatif.

(10)
(11)

Gambar 2. Klasifikasi endometriosis oleh American S ociety for R eproductive Medicine.14

(12)

2.4 P atogenes a

Sejak Sampson memperkenalkan istilah “endometriosis” pada tahun 1921, penelitian yang luas terhadap patogenesa endometriosis telah banyak dilakukan. Namun sampai saat ini masih belum ada satu teori pun yang dapat menjelaskan patogenesa penyakit ini. Saat ini diyakini bahwa banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah imunitas, hormonal, genetik, lingkungan, dan faktor anatomis yang mungkin bertanggung jawab.

Terdapat tiga pokok utama yang berbeda dalam patogenesa endometriosis yang diajukan sampai saat ini: endometriosis peritoneal, ovarium dan endometriosis fibrosis dalam (sebelumnya disebut dengan endmetriosis sebukan dalam). Endometriosis yang dalam bersama dengan endometriosis kista ovarium merupakan bentuk endometriosis yang paling berat.36

Para peneliti setuju bahwa endometriosis cenderung bersifat multifaktoral dan banyak penyebabnya, namun patogenesa yang pasti masih belum jelas. Masing-masing teori gagal untuk menjelas seluruh bentuk endometriosis, sehingga dianggap bahwa memang penyebabnya multifaktoral.

(13)

“Sampson’s theory,” yang diperkenalkan pada tahun 1921, mungkin merupakan teori yang paling populer dari seluruh teori endometriosis. Awalnya Sampson mengasumsikan bahwa lesi dihasilkan dari persemaian dari ovarium.25 Kemudian pada tahun 1927, dia mengusulkan bahwa endometriosis merupakan hasil dari reflux menstruasi, dimana jaringan endometrium disebarkan ke peritoneum dan ovarium, kemudian berimplantasi. Namun menstruasi retrograd merupakan fenomena yang paling umum terjadi pada wanita usia reproduksi, tidak diragukan lagi terdapat faktor-faktor yang berkontribusi pada patofisiologi dan patogenesis endometriosis.37 Teori Sampson gagal menjelaskan kenapa progresi terjadi hanya pada beberapa wanita saja. Prinsipnya, teori ini mempertimbangkan endometriosis sebagai sel endometrium yang normal yang menjadi abnormal karena peritoneum yang abnormal, namun teori ini tidak diterima secara universal.

Kunci dari proses ini adalah implantasi atau metaplasia, yang kemudian menjadi subyek penelitian, dan lesi dini yang samar menjadi penting.

38

17

(14)

endometriosis yang mengekspresikan HNF-1β juga menunjukan jalur siklus yang dibutuhkan untuk mempertahankan DNA dari kerusakan.39

2.5 Inflamas i dan E ndometrios is

(15)

adanya hubungan antara endometriosis dengan infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya.44

Endometriosis sering dihubungkan dengan perlengketan di dalam panggul yang luas. Terdapat bukti pada percobaan binatang yang menunjukkan bahwa sistim fibrinolisis yang terganggu mungkin berkontribusi dalam pembentukan adesi, namun masih belum jelas apakah hal ini juga berlaku pada manusia.

.

45 Terbentuknya adesi di

dalam panggul dapat disebabkan adanya ketidak-seimbangan antara pembentukan fibrin dan aktivitas pemecahan fibrin di dalam peritoneum.46 Dalam suatu penelitian retrospektif pada wanita yang menderita endometriosis dibandingkan dengan wanita yang sehat yang dilakukan oleh Hellebrekers dkk47 dilaporkan bahwa wanita dengan endometriosis dan adesi memiliki konsentrasi yang tinggi dari plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), tissue plasminogen activator (tPA) dan plasminogen di dalam cairan peritoneum, dibandingkan dengan pasien dengan endometriosis yang tidak disertai adesi. Dalam hal ini, Mohamed dkk memberikan hipotesa bahwa matrix fibrin yang persisten di dalam kavum peritoneum akan meningkatkan kemungkinan fregmen endometrium terdeposit sebagai akibat dari hipofibrinolisis.

Bagian terpenting dari proses inflamasi adalah perekrutan leukosit dari dalam sirkulasi menuju jaringan inflamasi. Hal ini mungkin terjadi karena adanya suatu C ellular Adhes ion Molecules di antaranya adalah s electin.

48

(16)

S electin adalah molekul carbohydrate-binding yang mengikat ligand fucos ylated dan s ialylated glicoprotein, yang dapat ditemukan di sel endotel, lekosit, dan trombosit. S electin terlibat dalam lalu lintas sel-sel sistim imunitas tubuh, limfosit T dan trombosit. Absennya s electin atau s electin ligand pada tikus percobaan dan manusia menyebabkan infeksi bakteri rekuren dan penyakit yang persisten. S electin terlibat dalam induksi limfosit dalam sistim imun, proses inflamasi akut maupun kronis, termasuk inflamasi post-iskemi dari otot, ginjal dan jantung, inflamasi kulit, atherosklerosis, glomerulonefritis dan lupus erythematosus. S electin merupakan family dari 3 glikoprotein permukaan sel tipe 1 yaitu E-, L- dan P -s electin. L-s electin diekspresikan pada seluruh granulosit dan monosit dan kebanyakan limfosit. P -s electin disimpan di dalam granula trombosit dan badan Weibel–Palade pada sel endotel, dan ditranslokasi ke permukaan sel endotel dan trombosit yang teraktivasi. E -s electin tidak diekspresikan dalam kondisi normal kecuali pada pembuluh darah mikro di kulit, namun akan diinduksi secara cepat oleh sitokin-sitokin inflamasi. Ketiga tipe s elektin ini mengikat struktur gula yang sama dan molekul tersebut bertanggung jawab untuk target yang berbeda-beda: P -s electin ke secretory granules, E -s electin ke membran plasma. Dan L-s electin ke ujung lipatan dari lekosit.

2.5.2 L -s elec tin

(17)

L-s electin adalah sebuah glikoprotein dengan berat molekul 75-110 kDa (bergantung pada tipe sel) yang secara konstitutif diekspresikan pada ujung-ujung mikrovilli pada mayoritas leukosit dengan pengecualian pada kelompok sel T memori dan sel natural killer (NK). Variabilitas dalam berat molekul yang dilaporkan berasal dari fakta bahwa gen L-s electin menyandi untuk sebuah protein inti dengan berat molekul 37 kDa dengan 8 tempat yang mungkin untuk N-linked glycosylation. L-s electin penting untuk pengikatan limfosit pada high endothel venules (HEV) dan invasi neutrofil ke dalam tempat inflamasi. Pada waktu aktivasi neutrofil, L-selectin dapat dipecah dengan enzim proteolitik dekat domain transmembran dan lepas dari permukaan. Konsentrasi yang tinggi dari L-s electin yang dilepaskan atau terlarut, dapat menghambat perlekatan leukosit ke endotel. L-s electin dalam bentuk terikat sel dan terlarut (s L-s electin) telah dihubungkan dengan sejumlah penyakit seperti HIV, DM tipe 2, sindroma Kawasaki, leukemia, limfoma, sklerosis multipel, neonatal bakterial infection, sepsis dan stroke.50

2.5.3 P eran L -s elec tin dalam Inflamas i J aringan

(18)

lebih mendalam tahapan yang dilalui lekosit untuk dapat sampai ke tempat inflamasi yang spesifik.

Rekrutmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat jaringan inflamasi membantu melindungi vertebrata dari mikroorganisme yang menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen leukosit mengikuti kaskade adesi multitingkat yang diregulasi secara ketat (Gambar 3) yaitu:

51

1. Leukocyte capture

Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen, makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami inflamasi melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin. IL-1 dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh darah yang dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan cellular adhesion molecule, termasuk selektin. Leukosit sirkulasi ditarik ke arah tempat inflamasi karena adanya kemokin.

2. R olling adhes ion

(19)

Selama gerakan rolling ini, ikatan yang transien dibentuk dan dirusak antara selektin dan ligandnya.

3. T ight adhes ion

Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh makrofag mengaktifkan leukosit yang berputar dan menyebabkan molekul integrin permukaan berubah dari keadaan afinitas rendah ke keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu oleh aktivasi bersamaan integrin oleh kemokin dan faktor terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel endotel dengan affinitas tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun adanya s hear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung.

4. T ransmigration

(20)

bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis menuju tempat inflamasi.

2.5.4 P eluruha n L -s electin

51

L-s electin di permukaan leukosit akan teraktivasi dan dimodulasi oleh sitokin yang dilepaskan makrofag pada tempat inflamasi. L-s electin yang termodulasi akan diluruhkan dari permukaan leukosit sehingga terlarut di dalam darah. Peluruhan L-s electin ternyata memiliki pengaruh yang besar dalam tahapan rekrutmen lekosit sebelum rolling. Terdapat dua mekanisme yang menghubungkan peluruhan L-s electin dengan rekrutmen lekosit.

Peningkatan paparan lekosit terhadap endotel ketika peluruhan L-s electin diblokir. Kecepatan rolling lekoL-sit L-signifikan menurun dengan diblokirnya peluruhan L-selectin. Penurunan kecepatan tersebut meningkatkan waktu transit dari rolling lekosit pada endotel yang terstimulasi sitokin dan meningkatkan kesempatan aktivasi lekosit oleh mediator endotel dan pada akhirnya terjadi arrest. Peluruhan L-selectin tampaknya merupakan parameter regulator yang memengaruhi transisi dari rolling sampai adhesi kuat. Jika peluruhan L-s electin dihambat maka dapat meningkatkan paparan dari lekosit yang rolling terhadap endotel yang terinflamasi dengan cara (a) peningkatan waktu transit dan (b) menaikkan waktu kontak yang terus menerus dengan endotel dengan cara menghilangkan “microjumps ” yang terjadi pada saat lekosit rolling diatas kecepatan kritis. Dengan demikian maka aktivasi lekosit meningkat setelah peluruhan L-s electin diblokir.

8

(21)

L-s electin memiliki dua fungsi yaitu menangkap lekosit/rolling dan sebagai molekul sinyal. Ikatan silang dari L-s electin dapat mengaktivasi lekosit dan menyebabkan downregulasinya sendiri. Karena hambatan terhadap peluruhan L-s electin dapat memperkuat aktivasi leukosit maka tampaknya L-selectin shedding merupakan mekaniseme fisiologis untuk membatasi rekrutmen netrofil selama proses inflamasi. Hafezi-Moghadam dkk melalui penelitiannya menyimpulkan bahwa L-selectin memainkan dua peranan penting dalam rekrutmen lekosit ke tempat inflamasi di perifer. peluruhan L-selectin yang kontinu meregulasi kualitas dari lekosit rolling sehingga waktu kontak lekosit dengan permukaan endotel menjadi lebih lama yang memungkinkan aktivasi sistim sinyal permukaan endotel tersebut untuk melepaskan kemokin.8

Gambar 3. Tahapan adesi lekosit.8

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu informasi tentang kesehatan gigi merupakan bagian dari kesehatan secara keseluruhan yang tidak bisa dipisahkan dan penting dalam menunjang kualitas

Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap pelaksanaan laporan morbiditas rawat inap di unit kerja rekam medis di Rumah Sakit Umum Sinar Husni Medan, ada beberapa

Tujuan pertama menyampaikan informasi bahwa ada Nagari Bukik Batabuah sebagai penghasil saka melalui fotografi esai dan merinci Kilang Saka dan mengaplikasikan

An online resource bank and community forum where teachers can access thousands of Cambridge support resources, exchange lesson ideas and materials, and join subject-specific

Kepada sahabat-sahabatku angkatan 2007 (Like D’antz), Nila, Risma, Mayka, Rysa, Putri, Ria, Umi, Desy, Eva, Maria, Aini, Natal, Siti, Else, Asril, Mirza, Affan, Ncay, Resti,

Duration of storage time of beef with soy protein hydrolysate increased the peroxide value, and the color, texture, flavor, juiciness, tenderness, and the acceptability scores

Sehingga memberikan dampak yang kurang baik terhadap proses pembelajaran ataupun pertandingan dilapangan, dimana olahraga ini lebih menekankan pada gerakan

Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) merupakan mata pelajaran yang materinya berisikan tentang kebudayaan Islam yang terjadi di Arab dan juga Indonesia.