• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92 Puu-X 2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92 Puu-X 2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

18

BAB II

PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN

DAERAH DI INDONESIA

A.Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

Perwakilan Daerah

DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam bidang legislasi,

pertimbangan dan pengawasan. Secara konstitusional, DPD diharapkan dapat

memperjuangkan aspirasi daerah. Kewenangan DPD diatur dalam pasal 22C dan

pasal 22D UUD 1945, dan sesungguhnya peluang dalam mengoptimalkan peran

DPD masih ada. Kewenangan DPD dapat mengajukan Rancangan

Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah29

DPD juga ikut membahas Rancangan Undang-Undang yang berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran

serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan

daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas

Rancangan Undang-Undang anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, .

29

(2)

19

pendidikan dan agama30 dan terakhir dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan

daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran

pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan

hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan

pertimbangan untuk ditindaklanjuti.31

Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, fungsi DPD lainnya adalah

fungsi pertimbangan, dimana fungsi ini berkenaan dengan rancangan

undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.32 I Dewa Gede Palguna juga mengatakan bahwa DPD juga memiliki fungsi konsultasi atau

fungsi pertimbangan. DPD diberi wewenang untuk melakukan pertimbangan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rancangan undang-undang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Rancangan Undang-Undang yang

berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.33

Pengaturan wewenang DPD dalam UUD 1945 diatur secara beriringan

dengan tugas DPD yang diatur dalam Pasal 224 sampai dengan Pasal 226

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. Sebagai kelanjutan dari fungsi

pertimbangan, DPD memiliki tugas dan wewenang dalam fungsi pertimbangan

30

Pasal 22 D Ayat (2) UUD Negara RI 1945.

31

Pasal 22 D Ayat (3) UUD Negara RI 1945.

32

Sri Soemantri Martosoewignjo, Makalah Focus Group Discussion “Kedudukan dan Peranan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Jakarta,

28 Januari 2003, Yogyakarta, 24 Maret 2003, dan Semarang.

33

I Dewa Gede Palguna, Makalah Focus Group Discussion “Kedudukan dan Peranan Dewan

(3)

20

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Pasal 224 ayat

(1) huruf d, yaitu34

Terkait fungsi pengawasan, Ruang lingkup fungsi pengawasan DPD

dilakukan terhadap menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan

Undang-Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan

daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak,pendidikan, dan

agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti, dengan

demikian hasil pengawasan yang dilakukan oleh DPD diteruskan kepada DPR

sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan akhir.

: “memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan

undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan pajak, pendidikan, dan agama”

Terbatasnya ruang lingkup fungsi dan wewenang yang dimiliki DPD,

menyebabkan keberadaan DPD sebagai lembaga negara dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia merupakan subordinasi dari DPR.35 Hal pengawasan yang dimiliki DPD ini diatur pada pasal 224 Ayat (1) huruf f dalam

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, yaitu36

menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

:

34

Lihat Pasal 224 Ayat (1) huruf d pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. 35

Salmon E.M. Nirahua,Kedudukan dan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal Hukum, Volume 18, nomor 4 (Oktober, 2011), Hal 14.

36

(4)

21

B.Kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan Undang Dasar, Undang Nomor 22 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi

Legislatif mencerminkan suatu fungsi, yaitu legislate, atau membuat

Undang-Undang.37

Pengaturan dalam UUD 1945 sebelum amademen menegaskan bahwa

kekuasaan membentuk Undang-Undang berada di tangan Presiden. Hal ini diatur

pada Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 sebelum amandemen, yang menentukan sebagai

berikut: “ Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan

persetujuan DPR”. Tetapi dalam pasal 21 Ayat (1) UUD 1945 sebelum

amademen, juga menentukan bahwa “Anggota-anggota Dewan Perwakilan

Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang”. Dari ketentuan dua pasal

ini, jelas terlihat bahwa kekuasaan membentuk undang-undang jelas berada di

tangan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat hanya pada batas memberikan

persetujuan. Namun, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan

undang-undang pada Presiden.

Badan tersebut mengutamakan unsur “berkumpul” untuk

membicarakan masalah-masalah publik dan merundingkan, mengutamakan

keterwakilan anggota-anggotanya. Keputusan-keputusan yang diambil oleh badan

tersebut, baik yang bersifat kebijakan maupun Undang-Undang yang mengikat

seluruh masyarakat

38

Perubahan pertama UUD 1945 disahkan dalam Sidang Umum MPR-RI

yang diselenggarakan antara tanggal 12 sampai tanggal 19 Oktober 1999.

37

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 2009, hlm 315.

38

(5)

22

Pengesahan naskah Perubahan Pertama tepatnya dilakukan pada tanggal 19

Oktober 1999. Pasca amandemen yang pertama, UUD 1945 terjadi perubahan

pada fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum amandemen pada UUD

1945, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi legislasi yang lemah dalam

proses pembentukan Undang-Undang.

Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan fungsi legislasi

tercantum dalam Pasal 20 Ayat (1) sampai dengan Ayat (3) UUD 1945 yaitu: (1)

Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang; (2)

Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan

Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; (3) Jika rancangan undang-undang

itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh

diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Pada Pasal

20A Ayat (1), Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi yaitu fungsi legislasi,

anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi mempertegas kedudukan Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif yang menjalankan kekuasaan

membentuk undang-undang.39

Pasca Amandemen ketiga lahirlah lembaga baru yang bernama DPD.

Kewenangan DPD dimuat dalam Pasal 22D UUD 1945 dimana DPD mempunyai

fungsi, tugas dan kewenangan dalam bidang legislasi, namun cakupan bidang

legislasi dari DPD sebatas hanya yang berkaitan dengan daerah. Membaca dari

39

(6)

23

Pasal 22D UUD 1945, lembaga Perwakilan Rakyat pasca amandemen bukan

merupakan lembaga perwakilan bikameral.40

Melihat kewenangan dalam Pasal 22D UUD 1945 ditambah dengan

sulitnya menjadi anggota DPD, Stephen Sherlock memberikan penilaian bahwa

menurut peneliti dari Australian National University bahwa DPD merupakan

contoh yang tidak lazim dalam praktik lembaga perwakilan rakyat dengan sistem

bikameral karena merupakan kombinasi dari lembaga dengan kewenangan yang

amat terbatas dan legitimasi tinggi.41

Dengan kehadiran DPD dalam sistem perwakilan Indonesia, Dewan

Perwakilan Rakyat dapat dukungan dan diperkuat oleh DPD. DPD ini merupakan

lembaga perwakilan penyalur aspirasi rakyat berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan

daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya, serta

yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.42

DPD juga sebagai kekuatan politik penyeimbang Dewan Perwakilan

Rakyat di bidang legislatif. Keberadaan DPD di bidang legislatif sendiri sudah

mempunyai arti penting. Walaupun perannya sebagai kekuatan politik

penyeimbang, peran ini tetap bisa dilakukan secara politik. Misalnya saja dengan

mengeluarkan keputusan-keputusan politik yang merespon kebijakan Dewan

Perwakilan Rakyat yang terkait dengan isu DPD.

40

Sardi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi. Jakarta. Rajawali Pers, 2013, Hlm. 254.

41

Ibid,

42

(7)

24

Kenyataannya DPD sama sekali tidak diberi kewenangan di bidang

legislasi, dapat dikatakan DPD sebagai pemberi saran atau pertimbangan43. Fungsi legislasi DPD sangat lemah dibandingkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

DPD hanya diberikan kewenangan dalam bidang legislasi terkait dengan hal-hal

yang bersifat kedaerahan, dan hanya sebatas bisa mengajukan dan ikut membahas

namun tidak ikut pada saat pengambilan keputusan akhir dalam pembicaraan

tingkat II. Kehadiran DPD tidak lain adalah untuk memperjuangkan aspirasi

masyarakat daerah. Posisi DPD dalam proses legislasi Rancangan

Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai sebatas berpartisipasi dalam

tahapan pengajuan rancangan undang-undang dan memberikan masukan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat. Tidak ada unsur keharusan dalam partisipasi atau

pemberian masukan dan pengajuan sebuah Rancangan Undang-Undang oleh DPD

kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap rancangan yang diajukan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat, Presiden, dan DPD terlebih dahulu harus dimasukkan dalam

program negislasi Nasional. Sebab pembentukan program legislasi nasional

merupakan perintah Pasal 16 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, dimana perencanaan penyusunan

Undang-Undang dilakukan dalam suatu program legislasi nasional.44

Hubungan Dewan Perakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah di

bidang legislasi dalam sistem ketatanegaraan di Republik Indonesia dari sisi

43

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi Press. Jakarta. 2005. Hlm 150.

44

Adika Akbarrudin, 2013, “Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR RI dan DPD RI Pasca

Amandemen UUD 1945”, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Volume 8 Nomor 1.

(8)

25

yuridis dapat kita lihat dalam pengaturan UUD 1945. Seiring dengan perjalanan

perubahan UUD 1945 eksistensi Dewan Perwakilan Rakyat semakin kuat dalam

sistem katatanegaraan Republik Indonesia dan dalam bidang legislasi, ini dapat

dilihat dari perubahan Pasal dalam UUD 1945 yang mengatur tentang ketentuan

Dewan Perwakilan Rakyat.45

UUD Negara RI Tahun 1945 pasca amandemen menyebutkan bahwa

kekuasaan membentuk Undang-Undang sudah berada ditangan Dewan

Perwakilan Rakyat. Presiden hanya diberikan hak mengajukan rancangan

undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengaturan semacam ini dapat dilhat

dalam Pasal 20 Ayat (1) seperti ditegaskan seagai berikut : “ Dewan Perwakilan

Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang- undang “. Sedangkan pasal 5

Ayat (1) juga dijelaskan “Presiden berhak mengajukan Rancangan

Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Berdasarkan pada ketentuan Pasal

ini, jelas tergambar bahwa telah terjadi pergeseran kekuasaan membentuk

undang-undang yang semula berada ditangan Presiden beralih kepada Dewan Perwakilan

Rakyat. Dengan demikian amademen UUD Negara RI Tahun 1945 telah terjadi

pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden kepada Dewan

Perwakilan Rakyat.46

Perubahan ini berakibat terhadap penguatan dominasi Dewan Perwakilan

Rakyat dalam proses legislasi setelah amademen Undang-Undang Dasar Negara

RI Tahun 1945, seperti ditegaskan Pasal 20 Ayat (1) Namun, kekuasaan Presiden

45

Ibid,

46

(9)

26

dalam pembentukan undang- undang dibatasi. Presiden hanya diberikan hak untuk

mengajukan rancangan undang- undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat

(Pasal 5 Ayat (1)) Disamping itu penguatan kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat

dalam pembentukan undang-undang, juga terlihat dengan adanya pasal tersendiri

mengenai fungsi Dewan Perwakilan Rakyat dalam UUD 1945 Pasca

Amandemen.47

Dalam hal Pengundangan Undang-Undang yang tidak disahkan oleh

Presiden. Jika Rancangan Undang-Undang tidak disahkan oleh Presiden, dalam

tenggang waktu 30 hari setelah mendapat persetujuan bersama antara Dewan

Perwakilan Rakyat dan Presiden dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan

Rakyat, rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi suatu Undang-Undang

dan wajib diundangkan.48 Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 20 Ayat (5) dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama, apabila tidak disahkan

oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak Rancangan Undang-Undang

disetujui maka Rancangan Undang tersebut sah menjadi

Undang-Undang.49

Pengaturan kewengan legislasi daerah pada UUD 1945 diatur lebih lanjut

pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dimana Undang-Undang ini

merupakan Undang-Undang pertama yang mengatur kedudukan DPD, karena

Undang-Undang sebelumnya hanya mengatur tentang kedudukan Majelis

47

Ibid,.

48

Sardi Isra, Op. Cit., Hal. 230.

49

(10)

27

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999.

Peran DPD dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 memiliki

beberapa kelemahan dalam aturan mengenai kedudukan fungsi legislasi DPD,

yaitu pasal 41 huruf a yang berbunyi “pengajuan usul, ikut dalam pembahasan

dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu”.

Frasa “pengajuan usul” dalam pasal 41 huruf a Undang-Undang Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2003 menjadikan implikasi hukum yang berbeda dalam

kedudukan fungsi legislasi DPD. Kata usul bisa diartikan bahwa usul Rancangan

Undang-Undang dari DPD masih perlu dilakukan serangkaian proses atau

mekanisme dalam internal lembaga Dewan Perwakilan Rakyat untuk

menjadikannya sebagai Rancangan Undang-Undang. Selain itu dalam Pasal 43

ayat (2) yang berbunyi “DPD diundang oleh DPR untuk melakukan pembahasan

rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama

dengan pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai Peraturan Tata

Tertib DPR”. Menjelaskan bahwa DPD hanya ikut pembahasan hanya sampai

tingkat I.50

Menurut Saldi Isra bahwa sejumlah kalangan berpendapat

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 telah membonsai peran DPD dalam proses

pembentukan Undang-Undang. Dan ini pelemahan-pelemahan yang ada pada

50

(11)

28

DPD dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dimuat dalam tabel berikut,

yakni51 :

Tabel 1. pelemahan-pelemahan yang ada pada DPD dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003.

Nomor Aturan Kelemahan

1 Pasal 41

DPD mempunyai fungsi:

a. mengajukan Usul, ikut dalam pembahasan dan

memberikan pertimbangan yang berkaitan dengna

bidang legislasi tertentu;

b. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang

tertentu.

Dewan Perwakilan Daerah

dianggap hanya “ikut” dalam

pembahasan dan tidak ikut

memutuskan

2 Pasal 42 Ayat (1)

Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada

Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan

Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya

serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah

Kata “dapat” membuat

Dewan Perwakilan Daerah

tidak mempunyai kekuasaan

legislatif yang efektif, Dewan

Perwakilan Daerah tidak

menjadi salah satu institusi

yang mengajukan Rancangan

Undang-Undang. Ayat

selanjutnya dalam pasal ini

membuat wewenang Dewan

Perwakilan Daerah semakin

kecil

51

(12)

29

3 Pasal 42 Ayat (2)

Dewan Perwakilan Daerah mengusulkan Rancangan

Undang-Undang sebagaimana dimaksuda pada Ayat

(1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

Perwakilan Rakyat mengundang Dewan Perwakilan

Daerah untuk membahas sesuai tata tertib Dewan

Perwakilan Rakyat

menentukan lebih jauh relasi

antara Dewan Perwakilan

Rakyat dan Dewan

Perwakilan Daerah di dalam

peraturan internah Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR)

4 Pasal 42 Ayat (3)

Pembahasan Rancangan Undang-Undang

sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dilakukan

sebelum Dewan Perwakilan Rakyat membahas

Rancangan Undang-Undang dimaksud pada Ayat (1)

dengan Pemerintah

Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan

Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,

pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan

sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya

Kata ikut memebahas

Rancangan Undang-Undang

membuat Dewan Perwakilan

Daerah tidak mempunyai

kekuasaan legislatif yang

(13)

30

serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah, yang dilakukan baik oleh Dewan

Perwakilan Rakyat maupun oleh Pemerintah

6 Pasal 43 Ayat (2)

Dewan Perwakilan Daerah diundang oleh Dewan

Perwakilan Rakyat untuk melakukan pembahasan

Rancangan Undang-Undang sebagaimana

dimaksudkan pada Ayat (1) bersama dengan

Pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai

dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan

Rakyat

Ketentuan ini semakin

mengecilkan efektivitas

fungsi legislasi Dewan

Perwakilan Daerah karena

Dewan Perwakilan Daerah

penuh kepada Dewan

Perwakilan Rakyat untuk

menentukan lebih jauh relasi

antara Dewan Perwakilan

Rakyat dengan Dewan

Perwakilan Daerah dengan

memuatnya di dalam

peraturan internal Dewan

Perwakilan Rakyat.

7 Pasal 43 Ayat (3)

Pembicaraan Tingkat I sebagaimana dimaksud pada

Ayat (2) dilakukan bersama antara Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah, dan

Ketentuan ini merupakan

elaborasi jauh dari ayat

sebelumnya (di atas)

(14)

31

Pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan

pendapat Dewan Perwakilan Daerah atas Rancangan

Undang-Undang, serta tanggapan atas pandangan dan

pendapat dari masing-masing lembaga

mengecilkan efektivitas

fungsi legislasi Dewan

Perwakilan Daerah

8 Pasal 43 Ayat (4)

Pandangan, pendapat, dan tanggapan sebagaimana

dimaksudkan pada Ayat (3) dijadikan sebgai masukan

untuk pembahasan lebih lanjut antara Dewan

Perwakilan Rakyat dan Pemerintah

Ketentuan ini merupakan

elaborasi lebih jauh dari ayat

sebelumnya sehingga

semakin mengecilkan

efektivitas fungsi legislasi

Dewan Perwakilan Daerah

Sumber : Buku Pergeseran Fungsi Legislasi Oleh Saldi Isra

Dalam rezim yang sama dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003,

yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan tidak terlalu membahas mekanisme pembentukan

peraturan perundang-undangan menyangkut DPD secara terperinci.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 masih tidak memberi kejelasan terhadap peran

dari DPD, karena banyak celah-celah kosong yang ada dalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

mengatakan bahwa Prolegnas hanya disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan

Pemerintah melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat bidang legislasi.

(15)

32

Prolegnas. Artinya walaupun prolegnas yang berhubungan dengan kewenangan

DPD, lembaga ini tetap tidak dapat menyusun prolegnas.52

Menjawab berbagai persoalan tersebut, maka lahirlah Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang sekaligus

menggantikan Undang Nomor 22 Tahun 2003 dan lahir juga

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (P3) yang menggantikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 .

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, isi

dalam Undang-Undang ini memuat tentang partisipasi DPD dalam proses

legislasi, yaitu seperti pada pasal 146 ayat (1) menyatakan bahwa: “Rancangan

Undang-Undang beserta penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik

yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada

Dewan Perwakilan Rakyat”.53

Menurut Saldi Isra, seharusnya untuk fungsi legislasi yang terkait dengan

kewenangan DPD, pengaturannya bersifat Inter-chamber dan merupakan muatan

peraturan di tingkat Undang-Undang. artinya seharusnya bahwa tata tertib yang

terkait dengan fungsi kedua kamar tersebut dibuat bersama-sama oleh kedua

lembaga legislatif tersebut. sehingga memungkinkan untuk menutup celah

kewenangan yang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang

organiknya serta memaksimalkan koordinasi kedua lembaga tersebut.54

52

Akhmad Haris Supriyanto, “Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Menuju Sistem

Ketatanegaraan Demokratis” Artikel Ilmiah Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, 2014, Hal.6.

53

Ibid,

54

Gambar

Tabel 1. pelemahan-pelemahan yang ada pada DPD dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai yang digun uk manajem na, SIG me analisis tum asikan ke Dala ntent/uploads/2 nasikan atau keinginan us, SIG dap i contoh, S nakan oleh men inform emungkinka mpang

Kotak yang lebih rendah sedikit daripada aktiviti langkah 1 digunakan. Segala perlakuan dan aktiviti adalah seperti dalam langkah 1. Pelajar dikehendaki dan diarahkan untuk

Pemeliharaan berkala yang bersifat perbaikan dimaksudkan untuk memperbaiki sebagian prasarana sungai yang telah mengalami kerusakan agar kembali berfungsi sesuai dengan

Setiap santri telah memiliki tingkat keterampilan membaca teks bahasa Arab klasik yang cukup baik, dilihat dari sistem pembelajaran yang focus pada kajian kitab

Langkah awal dalam menerapkan Activity Based Costing System ( ABC system ) adalah dengan mengidentifikasi berbagai macam biaya yang terjadi pada Perusahaan Rokok

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 80

Since forests on different sites react quite differently to drought conditions, we used the process-based growth model BiomeBGC and climate time series from sites all over Germany

Meliputi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan