• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Jalan Umum

Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus merupakan jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan mengenai klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan definisi Jalan Nasional beserta aturannya.

2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi pada sistem jaringan jalan

Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi mengacu pada UU No.38 tahun 2004 dan PP No.34 tahun 2006, adalah sebagai berikut:

2.1.1.1. Sistem jaringan jalan primer

Sistem jaringan jalan primer terdiri dari jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer, dimana disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:

(2)

a) Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan b) Menghubungkan antarpusat kegiatan Nasional.

Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut:

1) Jalan arteri primer

Jalan ini menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah, dengan persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam PP No. 34 tahun 2006, sebagai berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 60 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;

c. Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata;

d. Lalu-lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang-alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal;

e. Jumlah jalan masuk, ke jalan arteri primer, dibatasi secara effisien sehingga kecepatan 60 km/jam dan kapasitas besar tetap terpenuhi;

f. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

(3)

2) Jalan kolektor primer

Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Adapun persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 40 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;

c. Kapasitas lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata;

d. Jumlah jalan masuk dibatasi, dan direncanakan sehingga dapat dipenuhi kecepatan paling rendah 40 km/jam;

e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan tidak boleh terputus.

3) Jalan lokal primer

Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Adapun persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 20 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter;

c. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh terputus.

(4)

4) Jalan lingkungan primer

Merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Adapun persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 15 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter;

c. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus memiliki lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

2.1.1.2. Sistem jaringan jalan sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil. Fungsi jalan pada sistem jaringan jalan sekunder terdiri dari:

1) Jalan Arteri Sekunder

Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:

(5)

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 30 km/jam; b. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; c. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;

d. Pada jalan arteri sekunder, lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas lambat;

e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi kecepatan tidak kurang dari 30 km/jam.

2) Jalan kolektor sekunder

Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 km/jam; b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;

c. Memiliki kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; d. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat;

e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi kecepatan tidak kurang dari 20 km/jam.

(6)

3) Jalan lokal sekunder

Jalan ini menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam; b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,5 meter.

4) Jalan lingkungan sekunder

Jalan ini menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam, diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;

b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 6,5 meter;

c. Jalan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

Secara diagramatis penjelasan mengenai klasifikasi jalan menurut fungsi dapat dilihat pada Gambar 2.1, halaman 12.

(7)

Keterangan:

Kota Jenjang I (Kota PKN/Pusat Kegiatan Nasional) Kota Jenjang II (Kota PKW/Pusat Kegiatan Wilayah) Kota Jenjang III (Kota PKL/Pusat Kegiatan Lokal) Kota Jenjang dibawahnya, Persil

Arteri Primer Kolektor Primer Lokal Primer

Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Sumber: Saodang, 2004

I

I

II

II

III

III

IV

IV

KP AP AP AP KP KP KP LP LP LP I II III IV AP KP LP

(8)

2.1.2 Klasifikasi menurut status jalan

Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai berikut:

2.1.2.1 Jalan Nasional

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan nasional adalah jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan strategis Nasional.

2.1.2.2 Jalan Provinsi

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota Kabupaten/Kota; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota Kabupaten/Kota; jalan strategis provinsi; serta jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana dimaksud dalam Jalan Nasional.

2.1.2.3 Jalan Kabupaten

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan kabupaten adalah jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan kelompok jalan provinsi; jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa; jalan sekunder lain, selain

(9)

sebagaimana dimaksud sebagai jalan nasional, dan jalan provinsi; serta jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Kabupaten.

2.1.2.4 Jalan Kota

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi kota adalah jaringan jalan sekunder di dalam kota. Penjelasan dalam skema diagram dapat dilihat lebih lanjut pada Gambar 2.2.

2.1.2.5 Jalan Desa

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa.

Secara diagramatis, klasifikasi jalan menurut status dapat dilihat pada Gambar 2.2, halaman 15

(10)

Keterangan:

Ibukota Provinsi Nasional

Ibukota Kabupaten/Kota Provinsi

Ibukota Kecamatan Kabupaten

Kota Lainnya Strategis Nasional

Strategis Provinsi Strategis Kabupaten

Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan Sumber: Saodang, 2004

I

I

II

II

III

III

IV

IV

N N N/P P K K K K K

SN

SP

N P

SK

K N/P I N II III IV P K SN SK SP

(11)

2.1.3 Klasifikasi menurut kelas jalan

Kelas jalan dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, sebagaimana telah diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dibedakan menjadi jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. Maksud dari spesifikasi di sini meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan medan, serta pagar.

2.1.3.1 Jalan bebas hambatan

Spesifikasi yang diatur untuk jalan bebas hambatan meliputi pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang, dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

2.1.3.2 Jalan raya

Spesifikasi untuk jalan raya yang dimaksud adalah jalan umum untuk lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

2.1.3.3 Jalan sedang

Spesifikasi untuk jalan sedang yang dimaksud adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling

(12)

sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh) meter.

2.1.3.4 Jalan kecil

Spesifikasi untuk jalan kecil yang dimaksud adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.

2.2 Bagian-bagian Jalan

Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Penjelasan mengenai bagian-bagian jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk mengetahui persyaratan ideal bagi ruang jalan, sehingga kriteria pada informasi kondisi sosial dapat didefinisikan. Penjelasan dari masing-masing bagian jalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)

Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. RUMAJA hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan

(13)

konstruksi jalan, maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang bebas disini maksudnya adanya pembatasan untuk lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Ruang bebas untuk jalan arteri maupun kolektor adalah dengan tinggi paling rendah 5 (lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan jalan.

2.2.2 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)

Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan. Ruang milik jalan diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum RUMIJA, seperti sebagai berikut:

a. Jalan Bebas Hambatan : 30 meter b. Jalan Raya : 25 meter c. Jalan Sedang : 15 meter d. Jalan Kecil : 11 meter

(14)

2.2.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)

Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Terdapat lebar ruang pengawasan jalan minimum yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan ukuran sebagai berikut: a. Jalan Arteri Primer : 15 meter

b. Jalan Kolektor Primer : 10 meter c. Jalan Lokal Primer : 7 meter d. Jalan Lingkungan Primer : 5 meter e. Jalan Arteri Sekunder : 15 meter f. Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter g. Jalan Lokal Sekunder : 3 meter h. Jalan Lingkungan Sekunder: 2 meter i. Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir.

Untuk informasi lebih jelas mengenai bagian-bagian jalan yang tergolong dalam RUMAJA, RUMIJA, dan RUWASJA dapat dilihat pada Gambar 2.3, halaman 20 berikut ini.

(15)

20 

Keterangan:

Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)

Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Bangunan

a = Jalur lalu lintas c = Saluran tepi

b = Bahu jalan d = Ambang pengamanan

x = b + a + a + b = Badan Jalan

Gambar 2.3 Bagian-bagian Jalan Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 

(16)

Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu jalan.

2.3 Jalan Nasional di Provinsi Bali

Jalan nasional merupakan jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004, Tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, tanggal 19 Oktober 2004, maka pemerintah menetapkan sebanyak 58 ruas jalan di provinsi Bali sebagai Jalan Nasional. Selain nama ruas jalan yang ditetapkan, Kepmen tersebut juga menetapkan panjang masing-masing ruas jalan, dimana panjang total ruas jalan tersebut adalah 501,64 km. Pemerintah membentuk dua SNVT yang bertanggung jawab atas kondisi ruas tersebut, yaitu SNVT P2JJ Bali dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Mengingat ruas jalan nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar yang cenderung lebih padat, maka dalam penelitian ini hanya meninjau ruas jalan tersebut. Pada Gambar 2.4 dapat dilihat peta ruas jalan nasional, yangmana ruas jalan nasional ditandakan dengan garis merah tebal. Peta ruas jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar dapat dilihat pada Lampiran C usulan penelitian ini.

(17)

Gambar 2.4 Pe Sum

eta Ruas Jalan Nasi mber: Hasil Analisa

ional Provinsi Bali a, 2011

(18)

Untuk nama ruas, nomor ruas, dan panjangnya yang bersumber dari Lampiran 20B Kepmen 376/KPTS/M/2004, serta penanggung jawabnya di provinsi berdasarkan data sekunder dari SNVT P2JJ, dapat dilihat pada Lampiran A penelitian ini. Berdasarkan lampiran tersebut, maka ruas jalan nasional yang berada di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Wilayah Bali adalah sepanjang 398,34 km dengan 25 ruas, sedangkan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar sepanjang 103,30 km dengan 33 ruas jalan.

2.4 Informasi Kondisi Jalan

2.4.1 Indeks kondisi kekasaran jalan (RCI)

Road Condition Index (RCI) atau indeks kondisi kekasaran jalan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai suatu kondisi jalan, dimana survei dilakukan secara pengamatan/visualisasi terhadap ruas jalan. Rentangan nilai dari RCI ini adalah dari nol sampai sepuluh, dimana nilai nol mewakili kondisi perkerasan yang paling buruk dan nilai sepuluh mewakili kondisi perkerasan yang paling baik. Selain memperhatikan kondisi perkerasan, RCI juga memperhatikan kondisi dari jenis permukaannya. Tabel 2.1 berikut ini akan menjelaskan mengenai penentuan nilai RCI ditinjau berdasarkan jenis permukaan dan kondisi secara visual.

(19)

Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI Ditinjau Berdasarkan Jenis Permukaan dan Kondisi Secara Visual

No. Jenis Permukaan Kondisi ditinjau Secara

Visual

Nilai RCI 1. Jalan tanah dengan drainase

yang jelek, dan semua tipe permukaan yang tidak diperhatikan sama sekali

Tidak bisa dilalui 0-2

2. Semua tipe perkerasan yang tidak diperhatikan sejak lama (4-5 tahun atau lebih)

Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah

perkerasan

2-3

3. PM (Penetrasi Macadam) lama, Latasbum lama, batu kerikil

Rusak bergelombang, banyak lubang

3-4

4. PM setelah pemakaian 2 tahun, Latasbum lama

Agak rusak, kadang-kadang ada lubang, permukaan tidak rata

4-5

5. PM baru, Latasbum baru, Lasbutag setelah pemakaian 2 tahun

Cukup tidak ada atau sedikit sekali lubang, permukaan jalan agak tidak rata

5-6

6. Lapis tipis lama dari Hotmix, Latasbum baru, Lasbutag baru

Baik 6-7

7. Hotmix setelah 2 tahun, Hotmix tipis di atas PM

Sangat baik, umumnya rata 7-8

8. Hotmix baru (Lataston, Laston), peningkatan dengan menggunakan lebih dari 1 lapis

Sangat rata dan teratur 9-10

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara Visual

2.4.2 Indeks Internasional kekasaran jalan (IRI)

International Roughness Index (IRI) atau indeks internasional kekasaran jalan merupakan indeks internasional yang menunjukkan besaran kekasaran permukaan jalan dalam satuan m/km, dimana survei dilakukan dengan

(20)

menggunakan alat ukur kerataan roughometer NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities). Tata cara ini berguna untuk menghitung tebal lapis tambahan bila dilihat dari sisi fungsional jalan dan dilengkapi dengan formulir-formulir yang aplikatif dan komunikatif. Dalam survei ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NAASRA diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat ukur elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban.

Berdasarkan buku Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara Visual yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga pada tahun 2007, terdapat rumusan korelasi RCI dengan IRI, yaitu:

, (1)

Dimana:

RCI = Road Condition Index

IRI = International Roughness Index

2.4.3 Jenis-jenis kerusakan perkerasan aspal

Berdasarkan Modul B.1.1. Prasarana Transportasi, Campuran Beraspal Panas, yang dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil Badan Penelitian dan Pengembangan pada tahun 2003, maka terdapat beberapa kelompok kerusakan yang terjadi pada perkerasan aspal.

(21)

2.4.3.1 C 1) D D d a b c d 2) B diseb terla a b c Cacat permu Deliminasi Deliminasi disebabkan o a. permukaa b. pemasang . pemadata d. rembesan Bleeding, y babkan seb alu banyak. a. pengguna b. pengguna . ekses dari ukaan merupakan oleh : an perkerasa gan lapis pe an saat hujan n air pada re Gambar 2.5 K Sumber: De yaitu merup agian atau Penyebab t aan aspal be aan lapis per

i lapisan ba n suatu jen an lama kot erekat tidak n; etakan. Kerusakan Cac epartemen Kim pakan suat seluruh agr terjadinya b erlebihan; rekat (tack c awahnya yan nis kerusak tor; merata; cat Permukaan mpraswil, 200 tu jenis k egat dalam leeding ada coat) berleb ng bleeding an perkera n: Deliminasi 03 kerusakan y campuran t alah sebagai bihan; g. asan yang yang dipre terselimuti i berikut : dapat ediksi aspal

(22)

S 3) P P a b G umber: Pione content/ Pengausan Penyebab ter a. pengguna b. pengguna Ga Gambar 2.6 Ke eer Valley Plan

/graphics/imag rjadinya pen aan agregat aan agregat ambar 2.7 Ker Sumber: D erusakan Caca nning Commi ges/trans/ pav ngausan ada tidak tahan (kerikil) su rusakan Cacat Departemen K at Permukaan: ssion. t.t. http ve_gif/bleed.gi alah sebaga aus; ngai. t Permukaan: P Kimpraswil, 2 Bleeding p://www.pvpc. if, Maret 2010 ai berikut : Pengausan 2003 .org/web-0

(23)

4) P P a b c d e f. 5) L P a b c d Pelepasan bu Penyebab ter a. pengguna b. pengguna . pengguna d. pelapukan . pemadata . temperatu Gamb Lubang Penyebab ter a. pengguna b. pengguna . pengguna d. rembesan utir rjadinya pel aan agregat aan agregat aan aspal ku n (aging) as an lintasanny ur pemadata bar 2.8 Kerus Sumber: D rjadinya lub aan aspal ku aan agregat aan agregat n para retaka lepasan but kotor; pipih (mud urang; spal; ya kurang; an rendah. akan Cacat Pe Departemen K bang adalah urang; kotor; pipih (mud an. ir adalah se ah pecah); ermukaan: Pel Kimpraswil, 2 h sebagai be ah pecah); ebagai berik lepasan Butir 2003 erikut : kut :

(24)

2.4.3.2 R 1) R P a b G Retak Retak selip Penyebab ter a. pengguna b. pengaruh rendah. Gambar 2.9 Ke Sumber: D rjadinya ret aan tack coa

terdorong/

Gambar 2.1 Sumber: D

erusakan Caca Departemen K

tak selip ada at kurang; /terseret ole 10 Kerusakan Departemen K at Permukaan Kimpraswil, 2 alah sebaga eh paver dim n Retak: Retak Kimpraswil, 2 n: Lubang 2003 i berikut : mana temp k selip 2003

(25)

2) R P a b c 3) R P a b c Retak kulit b Penyebab ter a. pelapukan b. pengguna . ketebalan G Retak blok Penyebab ter a. pelapukan b. pengguna . ketebalan buaya rjadinya ret n aspal; aan aspal ku n kurang. Gambar 2.11 K Sumber: D rjadinya ret n aspal; aan aspal ku n kurang.

tak kulit bua

urang;

Kerusakan Re Departemen K

tak blok ada

urang; aya adalah s etak: Retak ku Kimpraswil, 2 alah sebagai sebagai beri ulit buaya 2003 i berikut : ikut :

(26)

4) R P a b c Retak mema Penyebab ter a. refleksi d b. sambunga . tanah das G Gambar 2. Sumber: D anjang rjadinya ret dari retak da an pelaksan ar ekspansi Gambar 2.13 K Sumber: D 12 Kerusakan Departemen K tak memanj ari lapisan b naan kurang f. Kerusakan Re Departemen K n Retak: Retak Kimpraswil, 2 ang adalah awah; baik; tak: Retak me Kimpraswil, 2 k blok 2003 sebagai ber emanjang 2003 rikut :

(27)

5) R P a b 2.4.3.3 D 1) A P a b Retak Melin Penyebab ter a. sambunga b. retak refle G Deformasi Alur Penyebab ter a. daya duku b. pemadata ntang rjadinya ret an pelaksan eksi atau su Gambar 2.14 Sumber: D rjadinya alu ung tanah d an rendah. Gambar 2 Sumber: D tak melintan naan kurang usut pada lap

Kerusakan Re Departemen K ur adalah se dasar rendah .15 Kerusakan Departemen K ng adalah se baik; pisan bawah etak: Retak m Kimpraswil, 2 bagai beriku h; n Deformasi: Kimpraswil, 2 ebagai berik h. melintang 2003 ut : Alur 2003 kut :

(28)

2) K P a b 3) D P dukung lap Keriting Penyebab ter a. pengguna b. pemadata Depresi/amb Penyebab te pisan ponda Ga rjadinya ker aan aspal be an tidak baik Gambar 2.1 Sumber: D blas erjadinya d asi dan tana

ambar 2.17 Ke Sumber: D riting adalah erlebih; k. 6 Kerusakan D Departemen K depresi/amb ah dasar tida erusakan defor Departemen K h sebagai b Deformasi: K Kimpraswil, 2 blas adalah ak seragam. rmasi: Depres Kimpraswil, 2 erikut : eriting 2003 h pemadata . si (Amblas) 2003 an rendah, daya

(29)

4) P P a b 5) D P atau kualit Pergeseran ( Penyebab ter a. stabilitas b. pemasang Gamb Deformasi p Penyebab te tasnya rend (shoving) rjadinya per lapisan bera gan tack coa

bar 2.18 Keru Sumber: (D plastis rjadinya de dah (penetra Gamb Sumber: (D rgeseran (sh aspal renda at tidak baik usakan Deform Departemen K eformasi pla asi tinggi). bar 2.19 Defo Departemen K hoving) ada h; k. masi: Pergeser Kimpraswil, 2 astis adalah ormasi Plastis Kimpraswil, 2 alah sebagai ran (Shoving) 2003) h penggunaa 2003) berikut :

(30)

Mengingat penelitian ini lebih terkait pada penanganan kerusakan, maka jenis kerusakan yang akan disurvei dapat digolongkan menjadi 5 jenis, yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi, retak, dan deformasi.

2.4.4 Survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi

2.4.4.1

Maksud dan tujuan

Tujuan survei adalah untuk memperoleh jumlah volume pengguna prasarana (jalan) terklasifikasi, dalam satuan tertentu serta pada selang waktu tertentu. Survei ini bermaksud untuk mendapatkan data yang berguna dalam perencanaan maupun rekayasa lalu lintas. Berdasarkan data ini, nanti dapat diperoleh nilai LHR (Lintas Harian Rata-rata) maupun LHRT (Lintas Harain Rata-rata Tahunan). LHR merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam), sedangkan LHRT merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam), selama setahun (365 hari) atau jumlah lalu lintas setahun yang dibagi 365.

LHRT = LHR x Fkh x Fkb (2)

Fkh : Faktor koreksi variasi arus lalu lintas harian (bisa didapat di PU) Fkb : Faktor koreksi variasi arus lalu lintas bulanan (bisa didapat di PU) 2.4.4.2 Ruang lingkup

Panduan ini meliputi persiapan, pelaksanaan dan pengolahan data yang biasa dilakukan untuk survei pencacahan lalu lintas dengan metoda manual, yaitu dengan mencatat jumlah kendaraan menurut klasifikasinya secara manual.

(31)

2.4.4.3 Persiapan

Surveyor harus diberi informasi pada saat pengarahan mengemai bagaimana berbagai kelas kendaraan dapat dikenali. Untuk itu, ilustrasi dengan menggunakan gambar perlu diusahakan. Surveyor menempati suatu titik yang tetap di tepi jalan, sedemikian sehingga diperoleh pandangan yang jelas dan sedapat mungkin agar petugas terhindar dari panas dan hujan. Surveyor mencatat setiap kendaraan yang melewati titik yang telah ditentukan pada formulir lapangan.

2.4.4.4 Alat yang digunakan

Alat yang diperlukan untuk survei pencacahan lalu lintas manual terklasifikasi adalah :

a. handy tally counter; b. formulir survei; c. alat tulis; d. jam/stop watch.

2.4.4.5 Pengambilan contoh/sampling

Dari jenis/klasifikasi kendaraan yang disurvei biasanya diusahakan agar semua kendaraan yang lewat dihitung. Jadi, diusahakan 100% kendaraan tercacah. Pencatatan data umumnya dilakukan secara terpisah untuk masing-masing arah lalu lintas, dan kemudian menjumlahkannya pada tahap analisis untuk memperoleh volume total 2 arah.

Jangka waktu pelaksanaan survei tergantung dari maksud pelaksanaan survei dan kondisi lalu lintas yang dipecahkan. Survei dapat berlangsung mulai

(32)

dari 1 jam hingga satu hari penuh atau bahkan untuk beberapa hari. Jika menjadi masalah adalah kemacetan pada saat jam sibuk, maka pencacahan volume lalu lintas pada jam sibuk perlu dilakukan survei yang lebih rinci, yaitu dengan melakukan pencacahan volume dengan interval waktu 5 menit, selain itu juga diperlukan data volume selama sehari.

Dalam rangka survei untuk memperoleh suatu arus lalu lintas sehari penuh, maka survei harus dilakukan selama 24 jam. Akan tetapi, porsi terbesar arus lalu lintas terjadi antara jam 06.00 pagi hingga jam 22.00 malam. Oleh karena itu untuk keperluan desain, biasanya waktu pelaksanaan survei dibatasi hanya pada jam-jam tersebut saja (16 jam).

2.4.4.6 Organisasi Survei

Secara umum, penentuan jumlah surveyor dan organisasi pelaksana survei pencacahan lalu lintas sangat dipengaruhi oleh :

1) Tingkat volume ruas

Untuk volume ruas yang cukup tinggi, dengan kecepatan yang tinggi pula, akan menyulitkan surveyor untuk menghitung semua klasifikasi kendaraan yang lewat. Sehingga pencacahan dapat dilakukan oleh lebih dari satu surveyor, yang masing-masing bertanggung jawab mencacah suatu jenis klasifikasi kendaraan tertentu.

2) Rentang waktu survei

Umumnya surveyor dapat melakukan pencacahan secara non stop tidak lebih dari 4 jam (juga tergantung tingkat volume dan kecepatan lalu lintas),

(33)

sehingga bila dilakukan pencacahan yang lebih dari 4 jam dari sehari, maka perlu dilakukan penggantian surveyor (dengan sistem shift).

3) Jumlah ruas (cakupan survei)

Seringkali pencacahan lalu lintas diusahakan agar dapat dilakukan secara serentak (kecuali dengan pertimbangan lain), sehingga jumlah surveyor yang dibutuhkan sebanding dengan jumlah ruas yang akan di-survei.

2.4.5 Dasar-dasar perencanaan geometrik jalan

Pengetahuan mengenai dasar-dasar perencanaan geometrik jalan dibutuhkan pada penelitian ini untuk dapat mendefinisikan kriteria penilaian pada informasi kondisi geometrik. Dasar-dasar tersebut seperti sebagai berikut:

2.4.5.1 Kendaraan rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu:

a. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang;

b. Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as; c. Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.

Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.

(34)

Tabel 2.2 Dimensi Dasar Kendaraan Rencana Kategori Kendaraan Rencana Dimensi Kendaraan (cm)

Tonjolan (cm) Radius Putar Radius

Tonjolan (cm) Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum Kendaraan Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780 Kendaraan Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410 Kendaraan Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

2.4.5.2 Satuan Mobil Penumpang (SMP)

SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, dimana mobil penumpang ditetapkan memiliki 1 (satu) SMP. Terdapat suatu nilai konversi untuk berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas, yang disebut dengan Ekivalen Mobil Penumpang (emp). Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Nomor: 036/TBM/1997, terdapat sedikit perbedaan nilai emp untuk tiap tipe/jenis perencanaan. Berikut akan ditampilkan tabel nilai emp untuk perencanaan jenis Perencanaan Jalan Perkotaan, baik yang terbagi (pada Tabel 2.3) maupun yang tak terbagi (pada Tabel 2.4).

(35)

Tabel 2.3 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah Tipe Jalan:

Jalan satu arah dan jalan terbagi

Arus lalu lintas per lajur

(kend/jam) Emp HV MC Dua-lajur satu-arah (2/1) dan Empat-lajur terbagi (4/2D) 0 ≥1050 1,3 1,2 0,40 0,25 Tiga-lajur satu-arah (3/1) dan Enam-lajur terbagi (6/2D) 0 ≥1100 1,3 1,2 0,40 0,25 Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997

Tabel 2.4 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi Tipe Jalan:

Jalan tak terbagi

Arus lalu lintas total dua

arah (kend/jam)

emp

HV MC Lebar jalur lalu lintas Wc

(m) ≤ 6 > 6 Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD) 0 ≥1800 1,3 1,2 0,50 0,35 0,40 0,25 Empat-lajur tak-terbagi (4/2 UD) 0 ≥3700 1,3 1,2 0,40 0,25 Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997

2.4.5.3 Kecepatan rencana

Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak

(36)

berarti. Kecepatan rencana untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan

Fungsi Kecepatan Rencana, VR (km/jam)

Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70-120 60-80 40-70

Kolektor 60-90 50-60 30-50

Lokal 40-70 30-50 20-30

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

Untuk kondisi medan yang sulit (VR) suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

2.4.5.4 Jalur lalu lintas

Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan, dimana jalur dapat terdiri atas beberapa lajur. Batas jalur lalu lintas dapat berupa median, bahu, trotoar, pulau jalan, dan separator. Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar jalur peruntukkannya. Lebar jalur minimum untuk jalan umum adalah 4,5 meter, sehingga memungkinkan 2 kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan. Jalur lalu lintas terdiri atas beberapa tipe, yaitu:

a. 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 UD); b. 1 jalur-2 lajur-1 arah (2/1 UD); c. 2 jalur-4 lajur-2 arah (4/2 D);

(37)

42 

Berikut ini terdapat informasi lebar jalur dan bahu minimum, seperti pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.6 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

Keterangan:

**) = Mengacu pada persyaratan ideal

*) = 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3,5m, dimana n=jumlah lajur per jalur - = tidak ditentukan

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

VLHR (smp/hari)

ARTERI KOLEKTOR LOKAL

Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum Lebar jalur (m) Lebar bahu (m) Lebar jalur (m) Lebar bahu (m) Lebar jalur (m) Lebar bahu (m) Lebar jalur (m) Lebar bahu (m) Lebar jalur (m) Lebar bahu (m) Lebar jalur (m) Lebar bahu (m) < 3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0 3.000-10.000 7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0 10.001-25.000 7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - - > 25.000 2nx3,5*) 2,5 2x7,0*) 2,0 2nx3,5*) 2,0 **) **) - - - - 42

(38)

2.4.5.5 Lajur lalu lintas

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pada alinyemen horizontal memerlukan kemiringan melintang normal. Besaran kemiringan untuk perkerasan aspal dan beton sebaiknya 2-3%, sedangkan untuk perkerasan kerikil sebesar 4-5%. Pada tabel berikut dapat dilihat lebar lajur yang tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, dimana dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi jalan.

2.4.5.6 Alinyemen horisontal

Merupakan proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, dimana dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus (biasa disebut tangen), yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung (tikungan). Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah dengan lengkung peralihan atau busur-busur peralihan ataupun busur lingkaran saja.

1) Bagian garis lurus (tangen)

Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus

(39)

harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). Panjang bagian lurus untuk setiap fungsi jalan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum

Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)

Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

2) Bagian garis lengkung (tikungan)

Bentuk bagian garis lengkung dapat berupa Spiral-Circle-Spiral (SCS); Full Circle (FC); dan Spiral-Spiral (SS). Diantara bagian lurus jalan dan bagian lengkungjalan berjari-jari tetap R terdapat lengkung yang disebut dengan Lengkung Peralihan. Lengkung ini berfungsi berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.

(40)

Pada Tabel 2.8 terdapat pangjang jari-jari minimum (dibulatkan) yang harus dipenuhi oleh suatu tikungan sesuai dengan kecepatan rencananya dan pada Tabel 2.9 akan ditampilkan mengenai tikungan dengan jari-jari tertentu yang tidak memerlukan lengkung peralihan.

Tabel 2.8 Panjang Jari-jari Minimum Suatu Tikungan (Dibulatkan) VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20 Jari-jari minimum, Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

Tabel 2.9 Jari-jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Lengkungan Peralihan VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20 Jari-jari minimum, Rmin (m) 600 370 210 110 80 50 30 15

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

Untuk dapat memahami komponen tikungan, maka berikut ini terdapat contoh gambar komponen tikungan Spiral-Circle-Spiral.

(41)

2.4.5.7 A A lengkung dapat beru nol (datar lengkung Gam Alinyemen V Alinyemen vertikal. D upa landai r). Bagian cembung. Circle Spiral Tangen  mbar 2.20 Kom S Vertikal vertikal te Ditinjau dar positif (tanj lengkung mponen Tikun Sumber: Saoda erdiri atas ri titik awa njakan), atau vertikal d ngan Spiral-C ang, 2004 bagian la al perencana u landai ne dapat berup Circle-Spiral andai vertik aan, bagian egatif (turun pa lengkun kal dan b n landai ve nan), atau l ng cekung bagian ertikal landai atau

(42)

1) Landai maksimum

Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 2.11.

Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum yang Diijinkan

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 2.11. VR (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40 Kelandaian maksimum (%) 3 3 4 5 8 9 10 10

(43)

Tabel 2.11 Panjang Kritis Kelandaian Maksimum Kecepatan

pada awal tanjakan (km/jam)

Panjang Kritis Untuk Kelandaian (m)

4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%

80 630 460 360 270 230 230 200

60 320 210 160 120 110 90 80

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

2) Lengkung vertikal

Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti. Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 2.12 yang didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang.

Tabel 2.12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal Kecepatan Rencana (km/jam) Perbedaan Kelandaian Memanjang (%) Panjang Lengkung (m) <40 1 20-30 40-60 0,6 40-80 >60 0,4 80-150

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

(44)

3) L L bermuatan kendaraan kendaraan arah berl mempuny padat. Pen berikut: d terlampau Lajur pen serongan dengan se Gambar 2 Sumber: Lajur pendak Lajur pend n berat atau n lain pada n lambat ter awanan. L yai kelandai nempatan l disediakan ui, jalan mem

ndakian dim sepanjang 4 erongan sep .21. Dirjen Bina M kian (climbi dakian dim u kendaraa umumnya, rsebut tanp Lajur penda ian yang be lajur penda pada jalan miliki LHR mulai 30 m 45 meter da panjang 45 Gam Marga. 1997. T ing lane) maksudkan an lain yang agar kenda pa harus ber akian haru esar, mener akian harus n arteri ata R > 15.000 S meter dari an berakhir meter. Un mbar 2.21 Laju Tata Cara Per 038/TBM/ untuk me g berjalan le araan kenda rpindah laju us disediak rus, dan vo dilakukan au kolektor SMP/hari, d awal peru r 50 meter ntuk lebih j ur Pendakian rencanaan Ge /1997 enampung ebih lamba araan lain d ur atau me an pada r olume lalu dengan ke r; apabila dan persenta ubahan kel sesudah pu jelasnya da eometrik Jalan truk-truk at dari kend apat menda enggunakan ruas jalan lintasnya r etentuan se a panjang ase truk > 1 landaian de uncak kelan apat dilihat n Antar Kota N yang daraan ahului lajur yang relatif ebagai kritis 15 %. engan ndaian pada No.

(45)

Jara pendakian gambar be Sumber: 2.4.5.8 K A adalah ele sedemikia memudahk nyaman. memberik k minimum n sama deng erikut. Dirjen Bina M Koordinasi a Alinyemen v emen-eleme an rupa sehi kan penge Bentuk ke kan kesan at m antara 2 l gan lebar laj

Gambar 2.22 Marga. 1997. T alinyemen vertikal, alin en jalan seb ingga meng emudi men esatuan ke tau petunjuk ajur pendak jur rencana, Jarak antara D Tata Cara Per

038/TB nyemen hor bagai keluar ghasilkan su ngemudikan etiga eleme k kepada pe kian adalah , dimana ilu

Dua Lajur Pen rencanaan Ge BM/1997 rizontal, da ran perenca uatu bentuk n kendaraa en jalan t engemudi a 1,5 km, de ustrasinya d ndakian eometrik Jalan an potongan naan harus jalan yang annya deng tersebut di akan bentuk engan lebar dapat dilihat n Antar Kota N n melintang dikoordina baik, dalam gan aman iharapkan k jalan yang r lajur t pada No. jalan asikan m arti dan dapat g akan

(46)

dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal. Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Alinyemen horisontal sebaiknya berimpit dengan alinyemen vertikal, dan secara ideal alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal;

b. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;

c. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang harus dihindarkan;

d. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horisontal harus dihindarkan; dan

e. Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang harus dihindarkan.

Sebagai ilustrasi, Gambar 2.23 merupakan koordinasi yang ideal antara alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal yang berhimpit.

(47)

Sumber: Seda dihindarka puncak a alinyemen Sumber: Gam Dirjen Bina M angkan pa an, dimana alinyemen n di balik pu Gambar 2 Dirjen Bina M mbar 2.23 Con Marga. 1997. T ada Gamb pada bagian vertikal, se uncak terseb 2.24 Contoh K Marga. 1997. T ntoh Koordina Tata Cara Per 038/TB bar 2.24 n yang luru ehingga pe but. Koordinasi Ali Tata Cara Per 038/TBM/ asi Alinyemen rencanaan Ge BM/1997 merupakan s pandangan engemudi inyemen yang rencanaan Ge /1997 n yang Ideal eometrik Jalan koordina n pengemud sulit memp g Harus Dihin eometrik Jalan n Antar Kota N asi yang di terhalang perkirakan dari n Antar Kota N No. harus g oleh arah No.

(48)

2.5 Basis Data (Data Base)

2.5.1 Umum

Data merupakan sekumpulan dari lambang-lambang yang teratur dan mewakili/merepresentasikan sebuah obyek atau benda. Sedangkan yang dimaksud dengan data base atau basis data adalah gabungan dari beberapa data yang diolah dan diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga didapatkan suatu hubungan atau relasi antara kedua data tersebut serta dapat dipakai secara bersama oleh beberapa pengguna aplikasi. Terdapat dua cara yang dilakukan dalam menggunakan basis data, yaitu :

a. Modus langsung, dilakukan dengan mengetikkan perintah langsung setelah munculnya dot prompt;

b. Modus Program : dilakukan dengan menuliskan rangkaian perintah dalam program.

Basis data diperlukan karena data dapat diterjemahkan kedalam sebuah aplikasi program, dibandingkan terpisah atau diolah masing-masing. Kontrol akses luas dan manipulasi pada data dapat dilakukan oleh sebuah aplikasi program. Sebuah basis data dapat di-generate atau di-maintain secara manual atau terkomputerisasi. Contoh kartu katalog perpustakaan. Basis data yang terkomputerisasi data dibuat dan dimaintain oleh program aplikasi yang secara khusus ditulis untuk itu atau oleh sistem manajemen basis data.

2.5.2 Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)

Sistem manajemen basis data (basis data management system, DBMS), atau kadang disingkat SMBD, adalah suatu sistem atau perangkat lunak yang

(49)

dirancang untuk mengelola suatu basis data dan menjalankan operasi terhadap data yang diminta banyak pengguna. SMBD merupakan sistem software general-purpose yang memiliki fasilitas proses define, construct dan manipulate basis data untuk aplikasi yang bervariasi, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Define adalah spesifikasi tipe data, struktur dan constraint data yang akan disimpan dalam basis data.

b. Construct adalah proses menyimpan data itu sendiri ke dalam beberapa media penyimpanan yang dikontrol SMBD.

c. Manipulate adalah fungsi seperti query basis data untuk memanggil data khusus, update basis data dan generate laporan dari data.

Software SMBD general-purpose tidak selalu dibutuhkan untuk mengimplementasikan basis data yang terkomputerisasi, namun dapat juga sekumpulan program yang dibuat sendiri (dinamakan software SMBD special-purpose). Contoh tipikal SMBD adalah akuntansi, sumber daya manusia, dan sistem pendukung pelanggan, SMBD telah berkembang menjadi bagian standar di bagian pendukung (back office) suatu perusahaan. Contoh SMBD adalah Oracle, SQL server 2000/2003, MS Access, MySQL dan sebagainya. SMBD merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk dapat melakukan utilisasi dan mengelola koleksi data dalam jumah yang besar. SMBD juga dirancang untuk dapat melakukan masnipulasi data secara lebih mudah. Sebelum adanya BMS maka data pada umumnya disimpan dalam bentuk flatfile, yaitu file teks yang ada pada sistem operasi. Sampai sekarangpun masih ada aplikasi yang menyimpan data dalam bentuk flat secara langsung. Menyimpan data dalam bentuk flat file

(50)

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penyimpanan dalam bentuk ini akan mempunyai manfaat yang optimal jika ukuran file-nya relatif kecil, seperti file passwd. File passwd pada umumnya hanya digunakan untuk menyimpan nama yang jumlahnya tidak lebih dari 1000 orang. Selain dalam bentuk flat file, penyimpanan data juga dapat dilakukan dengan menggunakan program bantu seperti spreadsheet. Penggunaan perangkat lunak ini memperbaiki beberapa kelemahan dari flat file, seperti bertambahnya kecepatan dalam pengolahan data. Namun demikian metode ini masih memiliki banyak kelemahan, diantaranya adalah masalah manajemen dan keamanan data yang masih kurang. Penyimpanan data dalam bentuk SMBD mempunyai banyak manfaat dan kelebihan dibandingkan dengan penyimpanan dalam bentuk flat file atau spreadsheet, diantaranya :

a. Performance yang didapat dengan penyimpanan dalam bentuk SMBD cukup besar, sangat jauh berbeda dengan performance data yang disimpan dalam bentuk flat file. Selain itu disamping memiliki unjuk kerja yang lebih baik, akan didapatkan juga efisiensi penggunaan media penyimpanan dan memori;

b.   Integritas data lebih terjamin dengan penggunaan SMBD. Masalah

redudansi sering terjadi dalam SMBD. Redudansi adalah kejadian berulangnya data atau kumpulan data yang sama dalam sebuah basis data yang mengakibatkan pemborosan media penyimpanan. Beberapa masalah yang timbul yaitu pertama kebutuhan untuk update secara logika menjadi berulang-ulang, kedua adalah ruang penyimpanan yang besar ketika data yang sama disimpan berulang-ulang. File yang berisi data yang sama, menjadi tidak konsisten. Meskipun update

(51)

diaplikasikan ke seluruh file yang sesuai, data tetap tidak konsisten karena update dilakukan bebas oleh setiap kelompok user. Dalam pendekatan basis data, view dari kelompok user yang berbeda diintegrasikan selama desain basis data. Untuk konsistensi, perlu desain basis data yang menyimpan setiap item data logika dalam hanya satu lokasi pada basis data. Dengan redudansi yang terkontrol memungkinkan kinerja dari query meningkat;

c. Independensi. Perubahan struktur basis data dimungkinkan terjadi tanpa harus mengubah aplikasi yang mengaksesnya sehingga pembuatan antarmuka ke dalam data akan lebih mudah dengan penggunaan SMBD;

d. Sentralisasi. Data yang terpusat akan mempermudah pengelolaan basis data. kemudahan di dalam melakukan bagi pakai dengan SMBD dan juga kekonsistenan data yang diakses secara bersama-sama akan lebih terjamin dari pada data disimpan dalam bentuk file atau worksheet yang tersebar;

e. Sekuritas. SMBD memiliki sistem keamanan yang lebih fleksibel daripada pengamanan pada file sistem operasi. Keamanan dalam SMBD akan memberikan keluwesan dalam pemberian hak akses kepada pengguna.

2.5.3 Pelaku basis data

Terdapat beberapa pelaku yang terlibat dalam suatu lingkungan basis data, seperti yang tersebut di bawah ini:

1. Basis data administrator

Dalam lingkungan basis data, sumber utama adalah basis data itu sendiri dan sumber kedua adalah SMBD dengan software-nya. Pengaturan sumber ini dilakukan oleh seorang Administrator Basis Data (ABD/DBA). ABD

(52)

bertanggungjawab atas otorisasi akses ke basis data, mnegkoordinir dan memonitor penggunaannya dan mendapatkan sumber hardware dan software yang dibutuhkannya. ABD bertanggungjawab atas masalah-masalah seperti pelanggaran keamanan atau waktu respon sistem yang buruk. Dalam organisasi yang lebih besar, ABD dibantu oleh seorang staf yang menyelesaikan fungsi-fungsi ini.

2. Basis data designer

Basis data designer bertanggungjawab atas identifikasi data yang disimpan dalam basis data dan pemilihan struktur yang sesuai untuk mewakili dan menyimpan data ini. Tugas-tugas ini perlu dilakukan sebelum basis data yang sebenarnya diimplementasikan dan berisi data. Selain itu juga bertanggungjawab untuk mengkomunikasikan semua user basis data untuk memahami kebutuhannya, dan mencapai desain yang sesuai dengan kebutuhan user. Dalam banyak kasus, desainer adalah seorang staf dari ABD dan kemungkinan ditugaskan untuk hal lain jika desain basis data selesai dibuat. Desainer basis data secara khusus berinteraksi dengan setiap kelompok user dan membangun view dari basis data yang sesuai dengan data dan memproses kebutuhan kelompok tersebut. View ini kemudian dianalisis dan diintegrasikan dengan view dari kelompok user yang lain. Desain basis data akhir mampu mendukung kebutuhan dari semua kelompok user.

(53)

3. End users

End user merupakan orang-orang yang pekerjaannya membutuhkan akses ke basis data untuk query, update dan generate laporan. Beberapa kategori dari user :

a. Casual end user : yang mengakses basis data, tetapi mereka membutuhkan informasi yang berbeda setiap saat. Mereka menggunakan bahasa query basis data yang canggih untuk menspesifikasikan permintaan dan mereka adalah manajer tingkat tinggi atau menengah.

b. Naïve atau parametric end user : fungsi pekerjaaan utama mereka adalah berkisar pada query dan update basis data, menggunakan tipe standar dari query dan update (disebut canned transaction) yang perlu diprogram dan diuji secara hati-hati.

c. Sophisticated end users : mencakup ahli teknik, ilmuwan, analis bisnis, dan lainnya yang terbiasa dengan fasilitas dari SMBD untuk mengimplementasikan aplikasi sesuai kebutuhannya.

d. Stand-alone end users : memaintain basis data personal dengan menggunakan paket program yang sudah jadi yang menyediakan menu yang easy user dan interface tab berbasis grafik.

4. System analysts and application programmers (software engineers)

Analis sistem menentukan kebutuhan user, khususnya end user yang naive dan parametric, dan membuat spesifikasi untuk canned transaction yang sesuai dengan kebutuhan. Pemrogram aplikasi mengimplementasikan spesifikasi ini sebagai program; kemudian diuji, di-debug, dan didokumentasikan. Software

(54)

engineers ini perlu terbiasa dengan kemampuan DBMS dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

5. Pelaku lainnya:

a. DBMS system designers and implementers;

b. Tools developers : orang-orang yang mendesain dan mengimplementasikan tool sebagai paket software, dimana disesuaikan dengan yang menyediakan dan menggunakan desain sistem basis data dalam meningkatkan kinerja; c. Operators and maintenance personnel : bertanggung jawab atas hardware

dan software dari sistem basis data yang dioperasikan dan dimaintain.

2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) atau sering juga disebut dengan Sistem Informasi Geospasial merupakan suatu sistem informasi yang digunakan untuk menyusun, menyimpan, merevisi dan menganalisis data dan atribut yang bereferensi kepada lokasi atau posisi obyek-obyek di bumi. Data atau informasi yang bereferensi kepada lokasi atau posisi obyek-obyek di bumi diistilahkan sebagai data atau informasi spasial, sementara atribut menggambarkan karakteristik dari data spasial tersebut. Lebih detail, komponen-komponen data spasial meliputi posisi/lokasi geografis, data atribut, hubungan spasial (spatial relatioship) dan waktu (time period).

SIG memungkinkan pemakainya untuk menyusun data, melakukan revisi atau editing data, memetakan data spasial ke dalam bentuk peta dijital, memperoleh dan menganalisis informasi spasial secara interaktif dengan cara

(55)

interactive queries’, dan menampilkan semua data atau informasi spasial tersebut. SIG ini antara lain dapat digunakan untuk keperluan riset di bidang keilmuan (scientific investigations), manajemen sumber daya, manajemen aset, analisis dampak lingkungan, perencanaan kota, kartografi, kriminologi, sejarah, pemasaran dan logistik. Sebagai ilustrasi, SIG banyak digunakan dalam perencanaan situasi darurat yaitu di dalam perhitungan waktu respon oleh instansi yang berwenang pada saat terjadi bencana alam, analisis cakupan daerah yang terkena polusi udara akibat pergerakan lalu lintas, serta analisis penempatan lokasi bisnis yang baru berdasarkan aksesibilitas pasar atau konsumen.

Pada saat dimunculkan tahun 1960-an, penggunaan SIG masih terbatas pada sejumlah kecil penelitian dan aplikasi. Saat ini, SIG merupakan salah satu teknologi yang berkembang secara cepat. Motivasi dari pesatnya peningkatan penggunaan SIG ini adalah akibat meningkatnya permintaan akan informasi di segala bidang dan peningkatan kemampuan teknologi komputer yang mampu menyediakan kemampuan manajemen pemrosesan data secara efektif dan efisien.

Secara konseptual, SIG dapat dilihat sebagai suatu kumpulan beberapa peta yang direpresentasikan ke dalam layer-layer, dimana setiap layer terkait dengan layer lainnya. Setiap layer memuat tema atau data geografis yang bersifat unik (tunggal). Sebagai ilustrasi, dalam Sistem Informasi Geografis untuk suatu wilayah, layer yang pertama akan memuat khusus mengenai letak pelanggan (customer) suatu perusahaan, layer kedua mengenai jalan, layer ketiga mengenai kaplingan, layer keempat mengenai elevasi, dan layer kelima mengenai tata guna lahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.25.

(56)

G Sumber: Sm Sem (overlay) pemakai ( berdasarka Pertanahan atau pem kepemilik Di d dari suatu Gambar 2.26 C mile Group. 20 mua layer da satu denga (user) sistem an tipe dat n merupaka merintah da kan tanah. dalam prose u analisis pe Contoh Beber 009. http://ww alam SIG te an yang la m tersebut. ta dari siste an suatu ap aerah kabup es yang leb eta. Sebaga

apa Peta yang ww.smilejogja gis.jpg, M ersebut dapa ainnya sesu Dalam be em informa plikasi SIG paten untu bih sederhan ai contoh, a g Direpresenta a. com/wp-con Maret 2010 at dikombin uai dengan eberapa kasu asi. Sebagai yang digun uk manajem na, SIG me analisis tum asikan ke Dala ntent/uploads/2 nasikan atau keinginan us, SIG dap i contoh, S nakan oleh men inform emungkinka mpang tindih pelangga jalan kaplinga elevasi TGL dunia nyata am Layer 2009/ 05/pala u tumpang t pengguna pat didefini Sistem Infor pemerintah masi persil an versi oto h (map ove an an i atihan-tindih atau isikan rmasi h kota atau omatis erlay)

(57)

merupakan fungsi dari SIG yang paling umum dan banyak digunakan. Di dalam analisis peta secara manual atau secara optis, analisis ini dilakukan dengan cara meletakkan dua buah peta yang berisi dua tema yang berbeda diatas meja yang dilengkapi dengan lampu, kemudian dilihat daerah mana saja yang bertampalan satu dengan yang lainnya. Dengan cara manual analisis tersebut hanya dapat dilakukan dengan jumlah peta yang terbatas karena kemampuan mata seorang analis sangat terbatas. Akan tetapi dengan bantuan SIG jumlah peta yang dianalisis jumlahnya tidak terbatas dan hasil analisis yang dihasilkan jauh lebih presisi dan cepat karena dilakukan dengan bantuan teknologi informasi. SIG terdiri dari beberapa subsistem atau fungsi-fungsi yang meliputi data masukan, kompilasi, penyimpanan, manipulasi dan keluaran.

2.6.1 Fase perancangan SIG

Mengingat keuntungan yang ditawarkan oleh SIG maka penggunaannya semakin meningkat. Beberapa organisasi dan individu tertarik untuk menggunakan teknologi informasi ini. Adapun konsep strategis dari perancangan SIG ini digambarkan pada Gambar 2.26. Setiap fase dalam gambar tersebut relevan dengan pendekatan yang berorientasi pada data, seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

         

(58)

1) Fase Pros Tahapan i dan inform menginfor saat kebut selanjutny 2) Fase Taha dari SIG y perangkat atribut. Ba sistem ko sumber d lainnya m harus dia G e 1 – Perenc ses perenca ni meliputi masi yang rmasikan m tuhan dari p ya adalah de e 2 - Desain apan desain yang akan d lunak dan agian dari d ordinat. Sej data, akuras mengenai se antisipasi m Gambar 2.26 Sum canaan/plan anaan meru tinjauan sis diperlukan mengenai bia pengguna su esain sistem n sistem/des n menyesua dikembangk n perangkat desain basis ejarah data si, waktu p tiap detail mengenai im Konsep Strate mber: Hasil An nning upakan taha stematis me . Tahapan aya dan ma udah secara m. sign aikan kebutu kan. Desain keras tetap data termas juga harus pengumpula data yang mplementas egis Perancan nalisa, 2011 apan pertam engenai siap ini juga m anfaat dari S jelas dapat uhan pengg system tida pi juga des suk spefisik diketahui an data da dikumpulka si dari tek gan SIG ma dalam pa calon pen merupakan s SIG yang ak didefinisika guna terhad ak hanya me sain basis d kasi skala, p secara past an hal-hal an. Juga da knologi SIG siklus fase ngguna SIG suatu fase u kan dibuat. an maka tah dap fungsi-f eliputi pemi data spasia proyeksi pet ti yang me atau ketera alam tahapa G ini. Bias e ini. G, data untuk Pada hapan fungsi ilihan al dan ta dan eliputi angan an ini sanya

(59)

sebelum dibuat sistem dalam skala besar dibuat terlebih dahulu prototipe atau pilot project sehingga metode pembelajaran dapat diterapkan sebelum mengimplementasikan sistem yang sesungguhnya.

3) Fase 3 - Implementasi/implementation

Pada tahapan implementasi, perhatian kepada semua kebutuhan pengguna harus diberikan melalui pendidikan dan latihan. Pengguna harus diberikan pendidikan dan latihan agar mampu mengutilisasi, memelihara dan mengelola sistem secara penuh. Semua pengguna harus memahami bagaimana SIG akan mempengaruhi mereka di dalam mengerjakan pengelolaan data. Pengguna juga harus memahami bagaimana SIG dapat membawa perubahan pada pengelolaan informasi dan cara pengambilan keputusan.

4) Fase 4 – Pemeliharaan/maintenance

Terakhir, aplikasi SIG harus dipelihara dan dikelola secara baik. Dalam beberap kasus, SIG didesain untuk keperluan yang sangat spesifik. Dalam kasus yang demikian SIG akan selesai dipergunakan jika keperluan yang bersifat spesifik tersebut sudah selesai dilakukan dan pemeliharaan tidak diperlukan lagi. Akan tetapi meskipun sistemnya sudah tidak dapat dipergunakan lagi, data pada sistem tersebut kemungkinan dapat digunakan untuk proyek atau keperluan yang lain. Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam pemeliharaan adalah pemutakhiran perangkat keras dan lunak, penambahan data baru untuk pemutakhiran data.

(60)

2.6.2 Pembentukan data spasial dengan SIG

Dalam sub bab ini diperlihatkan cara pembentukan data spasial SIG dengan menggunakan perangkat lunak Arc/Info. Tahapan pembentukan data spasial diperlihatkan pada Gambar 2.30. Suatu layer atau peta yang memuat obyek dengan tema khusus di dalam Arc/Info disebut dengan istilah ‘Coverage’. Misalkan terdapat file gambar peta dijital dengan nama Evakuasi.dxf pada direktori d:\gambar. File inilah yang digunakan sebagai data masukan ke dalam Sistem Informasi Geografis.

File data yang digunakan adalah berasal dari data sekunder eksisting dari perangkat lunak AutoCad. Konversi dari file gambar (drawing/ *.dwg) ke file drawing interchange (*.dxf) adalah dengan menggunakan perintah ‘dxfout’ di AutoCad. Di dalam pemberian data atribut di ArcInfo adalah hampir menyerupai pada perangkat lunak basisdata DBASE. Sehingga mengenal kedua jenis perangkat lunak tersebut (AutoCad) dan DBASE (seperti DBASE III+, atau DBASE IV) dan prinsip-prinsip penggunaannya merupakan suatu keuntungan tersendiri sebelum memulai menggunakan perangkat lunak GIS khususnya ArcInfo dan Arcview.

Perangkat lunak ArcInfo digunakan utamanya untuk pembentukan data spasial, pendefinisian topologi, editing data spasial dan melakukan fungsi analisis spasial. Sementara itu perangkat lunak ArcView lebih ditujukan untuk tampilan data, peremajaan (updating) data atribut dan proses ‘query’.

(61)

Gambar 2.27 Tahapan Pekerjaan Pembentukan Coverage SIG berbasis Data Vektor Sumber: Hasil Analisa, 2011

Data Grafis - file gambar CAD - file koordinat (X, Y) Konversi data grafis Pendefinisian Topologi Input Data Data Atribut Konversi data atribut

Pemberian ID unik untuk relasi data grafis - atribut

Penggabungan data grafis dan atribut Editing data - grafis - atribut -Analisis -Display -Cetak Pendefinisian Topologi

(62)

a. Perinta perintah b. Kemud terdapa c. Perinta coverag Gambar ah ’workspa h dir pada D dian perinta at pada file d ah ’dxfarc’ ge di Arc/ 2.28 Konvers Sum ace’ untuk s DOS). ah ’dxfinfo dxf. adalah unt Info. Dalam si dan Pemben mber: Hasil An setting temp o’ adalah u tuk mengko m kasus in ntukan Topolo nalisa, 2011 pat direktor untuk men onversi dar ni nama co

ogi pada Arc/In

ri kita beker ngetahui na ri file dxf k overage ya nfo rja (sama se ama layer ke pembent ang ingin d eperti yang tukan dibuat

(63)

mempu diatas, ingin d dalam menyim kemung d. Covera polygon poligon selanju hanya u unyai nama extension dimasukkan pilihan la mpan infor gkinan koor age sebelum n, line ata n, sehingga utnya adalah untuk topolo a evakuasi. *.dxf harus ke dalam ayer, Layer rmasi koor rdinat cover m diedit (di u point). D a pada sa h ’clean’ ( ogy ’line’ d Gambar Sum Perhatikan s diikutsert konversi (i r 0 biasan rdinat gamb rage tidak s igunakan) h Dalam kasu aat ’build’ (ingat perin dan ’poly’ sa 2.29 Tampila mber: Hasil An n bahwa d takan (evak ngat bahwa nya oleh A bar, jika t esuai denga harus diben us ini cove pilihannya ntah clean aja (tidak u an Menu Arce nalisa, 2011 i dalam ke kuasi.dxf). P a layer 0 m AutoCad d tidak diiku an yang kita ntuk topolo erage evak a adalah digunakan untuk point edit egiatan kon Pilih layer mutlak selalu digunakan u utsertakan a inginkan). ginya (enta kuasi merup ’poly’. Per n setelah ’b t). nversi yang u ada untuk maka ah itu pakan rintah build’

(64)

e. Kegiata Masukl f. Ingat u akan d jika kit (yang i an selanjutn lah ke ’arce untuk jika k diedit (‘Edit ta ingin men ni tidak terd nya adalah edit’, maka Gambar 2 Sum kita bekerja tfeature’ dis ngedit garis dapat pada c h pemberian diperoleh ta 2.30 Pemberian mber: Hasil An a untuk pen singkat ‘Ed pada gamb contoh kasu n nomor ID ampilan sep n ID pada Arc nalisa, 2011 ngeditan na ditfea’) haru bar maka ‘ed us diatas). D pada cov perti pada G cedit ama ID ma uslah label. ditfea’ menj verage evak Gambar 2.30 aka feature Contoh la jadi ‘editfea kuasi. 0. yang innya a arc

(65)

g. Masukk lingkar 1,2,3 ds h. Jika sem untuk k i. Kemud coverag G kan perinta ran, perhatik st (pada gam mua lingkar keluar (QUI dian keluarl ge yang bar Gambar 2.31 K ah ‘add’ unt kan bahwa A mbar diatas

ran telah dik IT). ah dari arc/ ru diedit, sep Keluar dari M Sum tuk member Arc/Info me {Label} Use klik, maka t /info dan ja perti ditunju Menu Arcedit d mber: Hasil An ri nomor ID emberi seca er-ID: 1 Co tekan angka angan lupa u ukkan pada dan Pembentuk nalisa, 2011 D, letakkan ara otomatis oordinate, d a 9 pada key untuk mem Gambar 2.3 kan Kembali T kursor di d s nomor ID dst). yboard kom m ‘build’ kem 31. Topologi dalam yaitu mputer mbali

(66)

j. Misalk item ba terlebih ditunju k. Perhati evakua yaitu N l. Pada co string ( Gambar 2 an coverag aru yaitu na h dahulu ukkan oleh G ikan bahw asi# dan eva NAMA. ontoh diata (c=character 2.32 Penamba Sum e evakuasi ama titik eva item datab Gambar 2.3 a arcinfo akuasi-id. S as lebar item r)

ahan Item ‘NA mber: Hasil An akan ditam akuasi (mis base harus 3. otomatis Sementara k m nama ada AMA’ pada Co nalisa, 2011 mbah databa alkan titik e ditambah memberika kita mendef alah sebany overage Evaku asenya deng evakuasi A, hkan dahul an item a finisikan ite yak 30 kara uasi gan membe , B, C dst), u seperti area, perim m database akter dengan erikan maka yang meter, e baru n tipe

(67)

m. Pember nomor (disingk tambah n. Tanda menem yang di Gamb rian item d ID pada co kat ‘drawen h tempat ID tambah p mpatkan kur itunjukkan p bar 2.33 Pemb Sum database p ontoh sebel nv’ ditamba masing-ma pada lingka rsor pada sa pada Gamb berian Data A mber: Hasil An ada arcedit umnya. Ha ahkan ‘Labe asing lingka aran tsb m aat menam bar 2.35. Atribut pada Fi nalisa, 2011 t prinsipny anya pada p el On’ agar aran diatas). mempunyai mbahkan item ield ‘NAMA’ ya sama se perintah ‘Dr arcedit mem fungsi ag m database eperti pemb rawenvironm munculkan gar kita m tersebut se berian ment’ tanda mudah eperti

Gambar

Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi  Sumber: Saodang, 2004 I  I II  II III III IV IV KP AP AP AP KP KP KP LP LP LP I II III IV AP KP LP
Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan  Sumber: Saodang, 2004 I  I II  II III III IV IV N N N/P P K K K K K SN SP N P SK K N/P I N II III IV P K SN SK SP
Gambar  2.3 Bagian-bagian Jalan  Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 
Gambar  2.4 Pe Sum
+7

Referensi

Dokumen terkait

perawatan lansia yang menderita suatu penyakit khususnya hipertensi.. Widyastuti (2012), judul penelitian “ Gambaran Beban Keluarga

ISO/IEC 9798 : Parts subsequent to the introduction (9798–1) of this standard spec- ify entity authentication mechanisms based on: symmetric encryption algorithms (9798–2);

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Bank kustodian adalah lembaga yang sangat berperan penting dalam menyimpan dan mengawasi efek yang dititipkan kepadanya, karena bank kustodian hanya dapat mengelola efek yang

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data,.. termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data

Lebih lanjut beberapa kabupaten sentra produksi sawit, seperti Kabupaten Sanggau, Ketapang, Sintang, dan Landak dipilih secara sengaja sebagai lokasi kajian,

Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif