Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
PENGARUH APBD TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
DI KABUPATEN DAIRI
Skripsi
Diajukan Oleh :
Reza Monanda Berutu
060523023
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama : Reza Monanda Berutu
NIM : 060523023
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perbankan
Judu l Skripsi : Pengaruh APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten
Dairi
Tanggal, ... Ketua Departemen
NIP. 132 206 574
( Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec.)
Tanggal, ... Dekan
(
NIP. 131 285 985
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama : Reza Monanda Berutu
NIM : 060523023
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perbankan
Judu l Skripsi : Pengaruh APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten
Dairi
Tanggal, ... Pembimbing Skripsi
(Prof. Dr. Lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE NIP : 131 762 429
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
MEDAN
BERITA ACARA UJIAN
Nama : Reza Monanda Berutu
NIM : 060523023
Departemen : Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perbankan
Judu l Skripsi : Pengaruh APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten
Dairi
Ketua Departemen Pembimbing Skripsi
(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) (Prof. Dr. Lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE NIP : 132 206 574 NIP : 131 762 429
)
Penguji I Penguji II
(Dra. Raina Linda, MSi) (Drs. Rujiman, MA
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. i The Skripsi titled : The influence APBD towards economy growth at Dairi Regency. The economic growth means improvement activity which causes goods and service which produced to increase and society welfare increases. In this research explains to how routine expenditure and development expenditure influence the economic growth.
As for data used in this research is secondary data, with the type of data time seris annual of priode 1993-2007 which is obtaining from BPS (Badan Pusat Statistik). The variable are PDRB (Product Domestic Regional Bruto), routine expenditure and development expenditure of Regency Dairi. The analysis model that used doubled linear regression with method OLS (Ordinary Least Square).
This research result shows that routine expenditure and development expenditure positive and significant influential towards economy growth at Dairi Regency.
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. ii
Skripsi ini berjudul : Pengaruh APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Dairi. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana pengaruh pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dengan jenis data time seris tahunan priode 1993-2007 yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik). Variabel yang digunakan adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), pengeluran rutin dan pengeluaran pembangunan Kabupaten Dairi. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Dairi.
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. iii
Puji dan syukur kepada Allahku sang pencipta dan kepada Yesus Kristus
sang juruslamat penulis karena kasih karunia-Nya yang selalu memberkati penulis
sehingga dapat menyelesaikan sekripsi yang berjudul, “Pengaruh APBD
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi”. Meskipun proses
pengerjaan sekripsi ini diwarnai oleh banyak kesalahan yang penulis lakuka n
tetapi selalu ada harapan untuk bisa berubah dan berkarya lebih baik untuk
Tuhanku, bangsaku dan almamaterku tercinta.
Banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Tanpa jasa-jasa mereka, sulit rasanya skripsi ini dapat diselesaikan. Sehingga
dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang
mendalam kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
dan selaku Dosen Penasehat Akademik.
3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD, selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE, selaku Dosen Pembimbing
penulis yang telah memberikan waktu, pemikiran saran dan dengan penuh
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. iv
Rujiman, MA, selaku Dosen Penguji II. Saran dan kritiknya sangat berarti
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Seluruh dosen pengajar di Departemen Ekonomi Universitas Sumatera
Utara yang telah mendidik dan mengajarkan penulis ilmu pengetahuan
7. Seluruh staf administrasi di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.
8. Keluarga penulis yang tercinta: Ayahanda D. Berutu, Ibunda G.T. br
Tumangger, Kakak, Abang dan Adik yang senantiasa mendorong penulis
untuk menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih untuk doa, kasih sayang,
kesabaran, teguran dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabatku Mimikri, Nany, Larisma, Nimrot, Asima, Dony,
Julessio, Indra, sannur, Marganda, Rahmat dan seluruh angakatan 07 dan
08 terima kasih atas dukungan dan perhatiannya.
10.Semua pihak yang tidak dapat disebut namanya satu persatu yang telah
berkontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga
penulisan sekripsi ini dapat di selesaikan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
yang ada dalam sekripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga damai dan kasih Bapa disurga
menyertai kita semua.
Medan, Desember 2009
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. v
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Hipotesis ... 5
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pertumbuhan Ekonomi... 7
2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 8
2.2. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 9
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi... 12
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 16
2.4.1. Metode Penghitungan ... 16
2.4.1.1. Metode Langsung ... 17
2.4.1.2. Metode Tidak Langsung ... 18
2.4.2. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan ... 18
2.4.2.1. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku ... 18
2.4.2.2. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan ... 20
2.5. Anggaran ... 21
2.5.1. Penerimaan Daerah ... 23
2.5.1.1. Pendapatan Asli Daerah ... 23
2.5.1.1.1. Pajak Daerah ... 24
2.5.1.1.2. Retribusi Daerah ... 26
2.5.1.1.3. Penerimaan Hasil Perusahaan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. vi
Daerah yang Sah ... 29
2.5.1.2. Dana Perimbangan Keungan Pemerintah Pusat dan Daerah ... 29
2.5.1.2.1 Dana Bagi Hasil (DBH) ... 30
2.5.1.2.2. Dana Alokasi Umum (DAU) ... 31
2.5.1.2.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)... 32
2.5.1.3. Pinjaman Daerah ... 33
2.5.1.4. Lain-Lain Penerimaan Daerah yang Sah ... 35
2.5.3. Pengeluaran Pemerintah ... 35
2.5.3.1. Jenis-jenis Pengeluaran Pemerintah ... 37
2.5.3.1.1. Pengeluaran Rutin ... 37
2.5.3.1.2. Pengeluaran Pembangunan ... 38
2.6. Teori Pengeluaran Pemerintah ... 38
2.7. Penelitian Terdahulu ... 42
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 44
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 44
3.3. Pengolahan Data ... 44
3.4. Model dan Metode Analisis Data ... 45
3.4.1. Uji Kesesuaian ... 46
3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 48
3.5. Defenisi Oprasional ... 50
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Dairi ... 51
4.1.1. Kondisi Geografis ... 51
4.1.2. Kondisi Penduduk ... 52
4.1.3. Mata Pencaharian ... 56
4.2. Gambaran Perekonomian Kabupaten Dairi ... 57
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. vii
4.3. Analisis Hasil Penelitian ... 63
4.3.1. Interprestasi OLS ... 64
4.3.2. Uji Kesesuaian ... 65
4.3.3. Uji Asumsi Klasik ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 73
5.2. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. viii
No. Tabel Judul Halaman
4.1 Luas Kabupaten Dairi Tahun 2007 41
4.2 Laju Pertumbuhan dan Sex Ratio Kabupaten Dairi
Tahun 1993-2007 41
4.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Dairi
per Kecamatan tahun 2007 42
4.4 Penduduk Kabupaten Dairi Menurut Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin 2007 43
4.5 Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Kabupaten Dairi Tahun 1993-2007 (Jutaan Rupiah) 45
4.6 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kab. Dairi Menurut
Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (Jutaan Rupiah) 46
4.7 Distribusi PDRB Kabupaten Dairi Menurut
Lapangan UsahaAtas Dasar Harga Konstan
Tahun 2003-2007 (%) 48
4.8 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Kabupaten Dairi Tahun 1993-2007 (Jutaan Rupiah) 49
4.9 Hasil Analisis Dengan Metode OLS 51
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. ix
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut
Wagner 30
3.1 Uji F-Statistik 35
3.2 Uji t-Statistik 36
3.3 Uji Durbin Watson Statistik 38
4.1 Uji F-Statistik 53
4.2 Uji t-Statistik untuk Variabel LX1 54
4.3 Uji t-Statistik untuk Variabel LX2 55
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis
pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi
pemerintah, membangun dan memperbaiki struktur, menyediakan fasilitas
pendidikan dan kesehatan dan membiayai anggota polisi dan tentara untuk
menjaga keamanan merupakan pengeluaran yang tidak terelakkan pemerintah
(Sukirno, 2004). Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewajiban mutlak dalam
mengumpulkan sumber-sumber dana (penerimaan) untuk membiayai seluruh
pengeluaran yaitu pengeluaran rutin (belanja rutin) dan pengeluran pembangunan.
Agar terwujud sasaran yang tepat dalam pengumpulan dana dan pembiayaan
maka pemerintah menyusun Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).
Untuk tingkat daerah dianamakan Anggara Penerimaan dan Belanja Daerah
(APBD).
Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang-undang no. 25 tahun 1999 yang mengatur
tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya
kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 32 tahun
2004 dan Undang-undang No. 33 tahun 2004. Kedua Undang-undang ini
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kebijakan ini merupakan tantangan
dan peluang bagi pemerintah daerah (pemda) dikarenakan pemda memiliki
kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara
efisien dan efektif.
Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian
daerah. Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar
aspirasi masyarakat (Undang-undang No. 32 tahun 2004). Inti hakekat otonomi
adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian.
APBD terdiri dari Penerimaan dan Belanja Daerah. Sumber-sumber
penerimaan daerah yaitu pendapatan asli daerah, dana berimbang, dan penerimaan
lain-lain yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan
daerah yang digali dalam daerah yang bersangkutan yang terdiri dari pajak daerah,
hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah atau sumber daya alam
dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana berimbang merupakan sumber
pembiayaan yang berasal dari bagian daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan Sumber daya
Alam serta Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan
untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin merupakan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
daerah. Pengeluaran pembangunan merupakan belanja yang penggunaannya
diarahkan dan dinikmati langsung oleh masyarakat.
Dengan dikelolanya APBD oleh pemerintah daerah masing-masing tanpa
ada campur tangan pemerintah pusat dalam rangka perwujudan otonomi daerah
atau desentralisasi fiskal, pemerintah daerah lebih leluasa untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerahnya untuk mensejahterakan masyarakat di
daerahnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah keinginan masing-masing
daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor
non ekonomi. Faktor ekonomi seperti: sumber alam, akumulasi modal, organisasi,
kemajuan teknologi, pembagian tenaga kerja dan skala produksi. Fektor non
ekonomi seperti: sosial, manusia, politik dan admistratif. Pertumbuhan ekonomi
ini dapat diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana PDRB
merupakan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan dalam satu priode
biasanya satu tahun.
Menurut Keynes dalam Deliarnov (2003), pemerintah perlu berperan
dalam perekonomian. Dari berbagai kebijakan yang dapat diambil Keynes lebih
sering mengandalkan kebijakan fiskal. Dengan kebijakan fiskal pemerintah bisa
mempengaruhi jalannya perekonomian. Langkah itu dilakukan dengan
menyuntikkan dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang
mampu menyerap tenaga kerja. Kebijaksanaan ini sangat ampuh dalam
meningkatkan output dan memberantas pengagguran, terutama pada situasi saat
sumber-sumber daya belum dimanfaatkan secara penuh.
Menurut Rostow dalam Jhingan (2007), yang menghubungkan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
awal perkembangan, rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional
relative besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi,
investasi pemerintah harus tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar
dapat lepas landas. Sedangkan wagner mengukur perbandingan pengeluaran
pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamakan hukum aktivitas
pemerintah yang selalu meningkat (law of ever increasing state activity).
Pengeluaran pemerintah daerah merupakan salah satu faktor lain yang
menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah yang terlalu
kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang boros
akan menghambat pertumbuhan ekonomi tetapi pengeluaran pemerintah yang
proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kabupaten Dairi merupakan salahsatu Kabupaten yang ada di Sumatera
Utara yang perekonomiannya lebih didukung oleh sektor pertanian. Pada tahun
2005 laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan Kabupaten Dairi sebesar
5,34 persen tahun 2006 laju pertumbuhan mengalami penurunan sebesar
4,28 persen dan mengalami peningkatan di tahun 2007 sebesar 4,89 persen.
Belanja pemerintah daerah tahun 2005 untuk pengeluaran rutin sebesar
Rp. 137.471.443.000,.untuk pengeluaran pembangunan sebesar Rp.
61.579.937.000,.. Pada tahun 2006 belanja pemerintah daerah mengalami
peningkatan untuk pengeluaran rutin sebesar Rp. 177.093.882.000,. untuk
pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 150.900.518 000,.. Pada tahun 2007
belanja mengalami peningkatan, pengeluaran rutin sebesar Rp. 200.121.000.000,.
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat penelitian ini
dengan judul “Pengaruh APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten Dairi”
1.2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh Pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Dairi?
2. Bagaimanakah pengaruh Pengeluaran pembangunan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Dairi?
1.3. Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat disimpulkan adalah:
1. Pengeluaran rutin berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Dairi, ceteris paribus.
2. Pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Dairi, ceteris paribus.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
2. Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran pembangunan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Dairi.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengambilan
keputusan.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang berkepentingan
untuk menganalisa masalah-masalah yang berhubungan dengan APBD
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. 7
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kuznets (1966), pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka
panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak
jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh
sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis
yang diperlukannya.
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita
dalam jangka panjang, dimana penekanannya pada tiga hal yaitu proses, output
perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan
suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek dinamis dari
suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya
pada perubahan atau perkembangannya itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan “Output
perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai
pertumbuhan GDP dan teori megenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya
apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita
dapat dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga pertumbuhan ekonomi adalah
pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama
jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapia menunjukkan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya
ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap
ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh
Robert Solow yang dikenal dengan model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa
ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidak merataan pertumbuhan ekonomi regional dapat
ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan
dengan:
1. Pertumbuhan output
2. Pertumbuhan output per pekerja
3. Pertumbuhan output perkapita
Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas
produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui
indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan
output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional harus
dibandingkan dengan tingkat pendapatan regional dari tahun ke tahun atau dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Dimana : gt = Pertumbuhan Ekonomi
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. 2.2. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Teori Klasik
Teori ini dipelopori oleh Adam Simth yang mengatakan bahwa output
akan berkembang sejalan dengan perkembangan penduduk. Pertumbuhan
penduduk pada umumnya tidak diikuti oleh pertambahan lahan, sehingga mulai
dirasakan bahwa tanah/lahan semakin sempit. Oleh karena itu pekerja-pekerja
baru akan mendapat lahan yang semakin sempit untuk digarap. Pada saat seperti
ini barulah berlaku konsep The Law of Diminishing Returns. Menurunya rasio
antara jumlah pekerja dengan lahan yang tersedia akan menimbulkan penurunan
marginal produk sehingga akan menimbulkan upah rill.
Teori klasik juga mengemukakan keterkaitan antara jumlah pendapatan
perkapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut disebut Teori Penduduk
Optimum. Teori ini menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Ketika produksi marginal lebih tinggi dari pada pendapatan perkapita,
jumlah penduduk masih sedikit dan tenaga kerja masih kurang. Maka
pertambahan penduduk akan menambah tenaga kerja, dan menaikkan
pertumbuhan ekonomi.
Ketika produk marginal makin menurun, pendapatan nasional semakin
naik tetapi dengan kecepatan yang lambat. Maka pertambahan penduduk
akan menambah tenaga kerja, tetapi pendapatan perkapita menurun namun
pertumbuhan ekonomi masih ada meskipun kuantitasnya semakin kecil.
Ketika produksi marginal lainnya sama dengan pendapatan perkapita,
artinya nilai pendapatan perkapita mencapai maksimum dan jumlah
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
negara yang ditandai dengan pendapatan perkapita mencapai maksimum).
Sehingga pertambahan penduduk akan membawa pengaruh yang tidak
baik terhadap pertumbuhan ekonomi.
Menurut kaum klasik bahwa hukum The Law of Diminishing Returns
menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika
hal ini dipaksakan justru akan menurunkan output nasional. Pertambahan tenaga
kerja yang diikuti pertambahan produk terjadi apabila pertambahan tenaga kerja
diikuti dengan pertambahan modal.
2. Teori Pertumbuhan Harrord-Domar
Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom
yaitu Evsy Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini mempunyai
asumsi yaitu:
Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan
barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakt digunakan secara
penuh.
Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor
perusahaan.
Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
Kecenderungan untuk menabung besarnya tetap, demikian juga rasio
antara modal-output dan rasio pertambahan modal-output.
Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu
barang-Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian
tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal.
Hubungan tersebut telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output.
Dalam teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus
menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya.
Semakin banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat
perekonomian itu akan tumbuh.
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan
Menurut teori ini garis besar proses pertumbuhan mirip dengan teori
Harrod-Domar, dimana asumsi yang melandasi model ini yaitu:
Tenaga kerja (atau penduduk) tumbuh dengan laju tertentu. Adanya fungsi produksi yang berlaku bagi setiap priode
Adanya kecenderungan menabung oleh masyarakat yang dinyatakan
sebagai proporsi tertentu dari output.
Semua tabungan masyarakat di investasikan sesuai dengan anggapan
mengenai kecenderungan menabung, maka output disisakan sejumlah
proporsi untuk menabung dan kemudian di investasikan, dengan begitu
maka terjadi penambahan stok capital.
4. Teori Keynesian
Teori ini di pelopori oleh John Maynard Keynes yang menyatakan bahwa
dalam jangka pendek output nasional dan kesempatan kerja terutama ditentukan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
maupun kebijakan fiskal harus digunakan untuk mengatasi pengangguran dan
menurunkan laju inflasi. Konsep-konsep Keynesian juga menunjukkan bahwa
peran pemerintah sangat berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Perekonomian pasar sepertinya sulit untuk menjamin ketersediaan
barang yang dibutuhkan masyarakat, dan bahkan sering menimbulkan instability,
inequity, dan inefisiensi. Bila perekonomian sering dihadapkan pada
ketidakstabilan, ketidakmerataan, dan ketidakefiseinsian jelas akan menghambat
terjadinya pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor non
ekonomi seperti yang dijelaskan dibawah ini:
1. Faktor-Faktor Ekonomi
a. Sumber Alam
Sumber alam merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Untuk pertumbuhan ekonomi tersedianya sumber alam secara melimpah
merupakan hal yang penting. Suatu Negara yang kekurangan sumber daya alam
tidak akan membangun dengan cepat. Sebagaimana yang dikatakan Lewis “
dengan hal-hal lain yang sama orang dapat mempergunakan dengan lebih baik
kekayaan alamnya dibandingkan apabila mereka tidak memilikinya”. Di Negara
berkembang sumber daya alam sering terbengkalai karena kurang atau salah
pemanfaatan tetapi tersedianya sumber alam secara melimpah tidak cukup untuk
pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang diperlukan adalah bagaimana cara
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
tepat suatu Negara tidak akan mungkin mengalami apa yang disebut kemajuan,
Fisher dengan tepat mangatakan “tidak cukup beralasan untuk mengharapkan
pengembangan sumber alam jika orang acuh tak acuh pada produk dan jasa yang
dapat disumbangkan oleh sumber tersebut” jika sumber alam dapat dikembangkan
melalui perbaikan teknologi dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Sarana pengangkutan dan perhubungan memiliki peranan penting dalam
pertumbuhan ekonomi. Perkembangan sarana tersebut akan dapat menurunkan
biaya angkut dan dapat meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri ataupun
dalam dan luar daerah. Dengan begitu perekonomian akan mengalami kemajuan.
Jadi dalam pertumbuhan ekonomi kekayaan alam yamg melimpah saja belum
cukup, yang penting ialah pemanfaatannya secara tepat dengan teknologi yang
baik sehingga efisiensi dipertinggi dan sumber alam tersebut dapat dipergunakan
dalam waktu yang cukup lama.
b. Akumulasi Modal
Modal berarti persedian faktor produksi secara fisik dapat diproduksi.
Apabila stok modal naik dalam batas waktu tertentu akan disebut akumulasi
modal atau pembentukan modal. Proses pembentukan modal akan menaikan
output nasional dalam berbagai cara. Investasi dibidang barang modal tidak hanya
manaikan produksi tetapi juga dapat menaikan kesempatan kerja. Pembentukan
modal dapat pula membawa kearah penggalian sumber alam, industrialisasi dan
ekspansi pasar untuk kemajuan ekonomi.
c. Organisasi
Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
produktifitas. Dalam pertumbuhan ekonomi moderen peranan wiraswasta sangat
penting, wiraswasta tampil sebagai organisator sekaligus orang yang berani
mengambil resiko diantara ketidakpastian. Di Negara sedang berkembang peranan
pemerintah sangat besar dalam penyediaan overhead sosial. Perekonomian
kebanyakan dijalankam oleh pemerintah pusat dan daerah. Perusahaan yang pada
umumnya dikelola pemerintah seperti perusahaan umum yang mencakup
pertambangan, perkebunan, perdagangan, penyaluaran bahan mentah, dan
kebutuhan pokok, produksi barang modal dan sebagainya.
d. Kemajuan Teknologi
Dalam proses pertumbuhan ekonomi sangatlah penting dukungan atas
kemajuan teknologi. Dimana proses yang dimaksud berkaitan dengan perubahan
yang mencakup metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil
penelitian baru. Pertumbuhan teknologi dapat meningkatkan produktifitas buruh,
modal dan faktor produksi lain untuk negara sedang berkembang yang dapat
memetik sumber ilmu pengetahuan baru dari Negara maju.
e. Pembagian Kerja dan Skala Produksi
Spesialisasi dan pembagian kerja akan meningkatkan produktifitas. Kedua
hal tersebut akan dapat menggiring perekonomian kearah ekonomi produksi
dengan skala besar yang selanjutnya dapat membantu perkembangan industri. Dan
seperti kita ketahui perekonomian industri akan cepat memacu peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Adam Smith, spesialisasi dapat meningkatkan produktifitas buruh
yang dapat memacu kenaikan pertumbuhan ekonomi akan tetapi juga dipengaruhi
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
meningkat hal tersebut dapat terjadi melalui besar kecilnya tingkat permintaan,
banyak tidaknya tingkat produksi, tersedia atau memadai sarana transportasi dan
sebagainya. Jika skala produksi besar atau luas maka pembagian kerja dan
spesialisasi juga akan semakin luas. Dengan demikian output akan dapat
ditingkatkan dan dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat.
2. Faktor Non Ekonomi
Selain faktor-faktor ekonomi yang penting dalam mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah faktor non ekonomi. Kedua faktor tersebut saling
berkaitan dan saling mempengaruhi. Faktor non ekonomi tersebut yaitu: faktor
sosial, faktor manusia dan faktor politik. Kondisi politik suatu Negara sangat
mempengaruhi perekonomian negara tersebut, jika suatu negara mengalami krisis
politik otomatis perekonomian akan terganggu dan pertumbuhan ekonomi tidak
akan meningkat atau bahkan akan bias mengalami penurunan. Dalam hal ini
pemerintah memegang peranan penting. Struktur politik dan administrasi yang
lemah merupakan penghambat bagi perkembangan ekonomi. Profesor Lewis
dengan tepat mengatakan “Tindakan pemerintah memainkan peranan penting
dalam merangsang dan mendorong kegiatan ekonomi”.
Faktor sosial budaya juga dapat mempengaruhi perekonomian. Budaya
yang sudah mengalami kemajuan akan termotivasi untuk mencari tambahan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, semakin
beragam dan semakin banyaknya kebutuhan akan mendorong manusia untuk
mencari tambahan pendapatan. Seperti dikemukakan oleh Nurkse bahwa
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
kondisi politik dan latar belakang historis suatu negara. Peran manusia dalam hal
ini bukan semata mata tergantung pada kuantitas sumber daya manusianya, akan
tetapi bagaimana sumber daya manusia tersebut dapat efisien dalam menghasilkan
output.
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi suatu daerah dalam
priode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik atas
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha kegiatan
ekonomi dalam suatu daerah/wilayah pada priode tertentu atau merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.
PDRB atas dasar harga konstan dipakai untuk mengukur tingkat pertumbuhan
ekonomi suatu daerah.
2.4.1. Metode Penghitungan
Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB yaitu
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. 2.4.1.1. Metode Langsung
Penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil
penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan yaitu:
a. Pendekatan Produksi
PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang
dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah
dalam suatu priode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah
Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi
seluruh biaya antara yang digunakan dalam produksi.
b. Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam
jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian
tersebut maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga
modal dan keuntungan semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan
pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pola
komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto.
c. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba,
pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
dikurangi impor), di dalam suatu wilayah dalam priode tertentu, biasanya
satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan NTB bertitik tolak pada
penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
2.4.1.2. Metode Tidak Langsung
Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan
mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok
kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator
yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan
ekonomi tersebut.
Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada
data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan
saling menunjang satu sama lain karena metode langsung akan mendorong
peningkatan kualitas data daerah sedangkan metode tidak langsung akan
merupakan koreksi dalam pembandingan bagi data daerah.
2.4.2. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Hasil penghitungan PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan harga
konstan.
2.4.2.1. Penghitungan Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh NTB atau nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu priode
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
NTB atas dasar harga berlaku yang didapat dari pengurangan NPB/Output
dengan biaya antara masing-masing dinilai atas dasar harga berlaku. NTB
menggambarkan perubahan volume/kuantum produksi yang dihasilkan oleh
tingkat perubahan harga dari masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor.
Mengingat sifat barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor maka
penilaian NPB/Output dilakukan sebagai berikut:
1. Untuk sektor primer yang diproduksi bisa diperoleh secara langsung dari
alam seperti pertanian, pertambangan dan penggalian, pertama kali dicari
kuantum produksi dengan satuan standard yang biasa digunakan. Setelah
itu ditentukan kualitas dari jenis barang yang dihasilkan. Satuan dan
kualitas yang dipergunakan tidak selalu sama antara satu kabupaten/kota
dengan kebupaten/kota lainnya. Selain itu diperlukan juga data harga per
unit/satuan dari barang yang dihasilkan harga yang dipergunakan adalah
harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen atau harga yang
terjadi pada transaksi pertama antara produsen dengan pembeli/konsumen.
NPB/Output atas dasar harga berlaku merupakan perkalian antara kuatum
produksi dengan harga masing-masing komoditi pada tahun yang
bersangkutan. Selain menghitung nilai produksi utama, dihitung pula
produksi ikutan yang dihasilkan dengan anggapan mempunyai nilai
ekonomi. Produksi ikutan yang dimaksudkan adalah produksi ikutan yang
benar-banar dihasilkan sehubungan dengan proses produksi utamanya.
2. Untuk sektor sekunder yang terdiri dari sektor idustri pengolahan, listrik,
gas dan air minum, dan sektor bangunan, penghitungannya sama dengan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
dihasilkan serta harga produsen masing-masing kegiatan, subsektor dan
sektor yang bersangkutan. NPB/output atas dasar harga berlaku merupakan
perkalian antara kuantum produksi dangan harga masing-masing komoditi
pada tahun yang bersangkutan. Selain itu dihitung juga produksi jasa yang
digunakan sebagai pelengkap dan tergabung menjadi satu kesatuan usaha
dengan produksi utamanya.
3. Untuk sektor-sektor yang secara umum produksinya berupa jasa seperti
sektor perdagangan, restoran dan hotel, pengangkutan dan komunikasi,
bank dan lembaga keuangan lainnya, sewa rumah dan jasa perusahaan
serta pemerintah dan jasa-jasa, untuk penghitungan kuantum produksinya
dilakukan dengan cara mencari indikator produksi yang sesuai dengan
masing-masing kegiatan, subsektor dan sektor. Pemilihan indikator
produksi didasarkan pada karakteristik jasa yang dihasilkan serta
disesuaikan dengan data penunjang lainnya yang tersedia. Selain itu
diperlukan juga indikator harga dari masing-masing kegiatan, subsektor
dan sektor yang bersangkutan. NPB/Output atas dasar harga berlaku
merupakan perkalian antara indikator harga masing-masing komoditi/jasa
pada tahun yang bersangkutan.
2.4.2.2. Penghitungan Atas Dasar Harga Konstan
Penghitungan atas dasar tahun konstan pengertiannya sama dengan atas
dasar harga berlaku tapi penilaiannya dilakukan dengan harga satu tahun dasar
tertentu. NTB atas dasar harga konstan menggambarkan perubahan volume/
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Penghitungan atas dasar harga
konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau
sektoral, juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari
tahun ke tahun.
2.5. Anggaran
1. Pengertian Anggaran Negara
Anggaran negara adalah menyangkut rencana kegiatan negara baik yang
bersifat rutin maupun kegiatan pembangunan. Untuk menyelenggarakan
tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, yang terdiri dari berbagai macam jenis
kegiatan maka diperlukan rencana keuangan yang akan dijalankan pada masa
mendatang (biasanya satu tahun). Rencana keuangan ini disebut anggaran negara
(APBN). Anggaran penfapatan dan belanja itu disusun setiap tahun dan digunakan
sebagai pedoman batas penggunaan sekaligus merupakan program kerja
pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan disegala bidang.
2. Pengertian Anggaran Daerah
Berkembangnya fungsi-fungsi pemerintah di daerah membukt ikan bahwa
peranan Pemerintah Propinsi untuk mendorong pembangunan semakin nyata,
maka untuk mendukung kegiatannya Pemerintah Propinsi perlu memupuk
pembentukan modal, terutama dari pajak, retribusi dan pendapatan lainnya dengan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
Kebijaksanaan daerah terhadap pendapatan dan pengeluaran daerah
direncanakan dalam anggaran, menurut para ahli ekonomi bahwa anggaran dapat
diartikan suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan
pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu yang biasanya
adalah satu tahun. Sedangkan menurut Due dan Friendleander menyatakan bahwa
anggaran adalah suatu rencana pembelanjaan yang merupakan suatu dasar untuk
pengambilan keputusan pengeluaran dan pengawasan selanjutnya atas
pengeluaran-pengeluaran.
Dari kedua pendapat diatas dapat diambil suatu rumusan bahwa anggaran
adalah rencana yang telah disusun secara sistematis dalam bentuk angka dari uang
dan merupakan dasar untuk pengambilan keputusan penerimaan, pengeluaran dan
pengawasan dalam waktu ke waktu.
Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1974, disebutkan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belenja Daerah adalah suatu hal yang sangat penting, yaitu:
a. Untuk menentukan jumlah pajak yang di bebankan kepada rakyat daerah
yang bersangkutan.
b. Merupakan suatu saran untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
c. Memberikan isi dan arti kepada tanggung jawab Pemerintah Daerah
umumnya dan Kepala Daerah khususnya, karena Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan
pemerintah.
d. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
e. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada Kepala Daerah untuk
melakukan penyelenggaraan keuangan di daerah di dalam batas-batas
tertentu.
Anggaran merupakan suatu alat perencanaan mengenai pengeluaran dan
penerimaan (pendapatan) dimasa yang akan datang, umumnya disusun untuk satu
tahun. Di samping itu anggaran merupakan alat kontrol atau pengawasan terhadap
baik pengeluran maupun pendapatan di masa yang akan datang. Sejak tahun 1967
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBN) di Indonesia
disusun dan diberlakukan mulai tanggal 1 April sampai dengan tanggal 31 Maret
tahun berikutnya. Namun Khusus tahun 2000, tahun anggaran akan dimulai pada
tanggal 1 April dan berakhir tanggal 31 Desember di tahun yang sama. Untuk
tahun-tahun berikutnya tahun anggaran akan dimulai pada tanggal 1 Januari dan
berakhir pada tanggal 31 Desember pada tahun yang sama.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu mempunyai dua sisi, yaitu sisi
penerimaan atau pendapatan dan sisi pengeluaran atau belanja.
2.5.1. Penerimaan Daerah
2.5.1.1. Pendapatan Asli Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan daerah dan undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah pada
tanggal 1 januari 2001, maka pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
yang lebih luas dalam mendapatkan sumber-sumber pembiayaan, baik yang
berasal dari daerah maupun dari APBN.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diatur dalam undang-undang No. 34 tahun
2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Undang-undang tersebut merupakan
perubahan atau perbaikan UU No. 18 tahun 1997 terdiri dari Pajak Daerah,
Retribusi dan Bagian Laba Perusahaan Daerah (BLPD).
2.5.1.1.1. Pajak Daerah
Undang-undang No. 34 tahun 2000 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
menetapkan ketentua-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan
arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi, sekaligus
menetapkan pengaturan dalam menjamin penerapan prosedur umum Perpajakan
Daerah dan Retribusi Daerah.
Menurut UU No. 18 tahun 1997 menyebutkan bahwa pajak daerah
disebutkan sebagai pajak yang berarti iuran wajib yang dilakukan pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
Sebelum terbit UU No. 18 tahun 1997, Pajak Daerah kabupaten/kota
mencapai 50 jenis, walaupun yang dapat direalisasikan hanya 8 hingga 12 jenis
pajak saja. Artinya terdapat berbagai jenis pajak daerah yang secara ekonomis
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
akan lebih besar dibandingkan dengan hasil penerimaan pajak yang akan diterima
oleh daerah.
Adapun pasal 2 ayat (1) dan (2) dalam UU No. 18 tahun 1997
menyebutkan jenis-janis pajak daerah yaitu:
a. Jenis pajak daerah Tingkat I terdiri dari:
Pajak kendaraan bermotor
Bea balik nama kendaraan bermotor Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
b. Jenis pajak daerah Tingkat II terdiri dari:
Pajak hotel dan restaurant Pajak hiburan
Pajak reklame
Pajak penerangan jalan
Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C Pajak pemenfaatan air bawah tanah dan air permukaan
Tarif pajak daerah Tingkat I ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan
penetapannya seragam diseluruh Indonesia. Sedangkan untuk daerah Tingkat II
ditetapkan oleh Peraturan Daerah masing-masing dan peraturan daerah tentang
pajak daerah tidak dapat berlaku surut. Memperhatikan sumber pendapatan asli
daerah masing-masing sangat bervariasi.
Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 34 tahun 2000 yang merupakan
perubahan terhadap UU No. 18 tentang pajak dan retibusi daerah, telah diatur
antara lain mengenai bagi hasil pajak dan relokasi pajak daerah provinsi dengan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
Menurut ketentuan dalam UU No. 34 tahun 2000, minimum 10% dari
hasil penerimaan pajak kabupaten dialokasikan untuk kepentingan desa.
Pengaturan megenai aloksi tersebut didasarkan pada aspek pemerataan dan
potensi yang dimiliki oleh desa-desa yang bersangkutan. Sementara itu mengenai
hasil penerimaan pajak kabupaten/kota dalam suatu provinsi yang terkonsentrasi
pada kabupaten/kota tertentu, diambil kebijakan oleh Gubernur untuk
membagikan sebagian hasil penerimaan pajak itu kepada kabupaten/kota yang
lainnya. Dalam hal objek pajak beralokasi di lintasan kabupaten/kota, maka
Gubernur berwenang menetapkan pembagian hasil pajak tersebut kepada daerah
kabupaten/kota yang berhak.
Kebijakan ini dilakukan oleh gubernur berdasarkan persetujuan dan
kesepakatan dengan pemerintah daerah bersama DPRD kabupaten/kota yang
bersangkutan. Kebijakan mengenai pembagian hasil penerimaan pajak antara
kabupaten/kota dalam suatu provinsi tersebut diatas tentunya diamaksudkan untuk
menghindari ketimpangan penghasilan daerah kanupaten/kota didalam satu
wilayah provinsi.
2.5.1.1.2. Retribusi Daerah
Retribusi adalah pngutan yang dikenakan kepada pemakai jasa tertentu
yang disediakan oleh pemerintah daerah. Retribusi sampah dan retribusi pasar
misalnya, harus dibayar oleh pengguna jasa-jasa tersebut, karena mereka
menikmati langsung. Dalam UU No. 34 tahun 2000, jenis retribusi air,
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
golongan C dikategorikan sebagai pajak. Jasa-jasa yang dipungut retribusinya dan
penetapan tarifnya dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu:
a. Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan daerah dengan
mempertimbangkan biaya penyedian jasa yang bersangkutan, kemampuan
masyarakat dan aspek keadilan. Penetapan tarif pada dasarnya disesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jenis-jenis
retribusi yang berhubungan kepentingan nasional. Di samping itu tetap
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.
b. Retribusi Jasa Usaha, berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang langsung. Penetapan tarifnya ditetapkan oleh daerah
sehingga dapat tercapai keuntungan yang layak, yaitu yang dapat
dianggap memadai jika jasa yang bersangkutan diselenggarakan swasta.
c. Retribusi Perizinan, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau
seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Untuk
pemberian izin bangunan misalnya, dapat diperhitungkan biaya
pengecekan dan pengukuran lokasi, biaya pemetaan dan biaya
pengawasan.
2.5.1.1.3. Penerimaan Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Lainnya
Selain pajak daerah dan retribusi daerah, bagian laba perusahaan milik
daerah merupakan salah satu sumber yang cukup potensial untuk dikembangkan.
Beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan milik daerah seperti kelemahan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
daerah sehingga tidak berjalan dengan efisien. Dalam menghadapi beban dan
kurang mandiri, sehingga kebanyakan merugi dan menjadi beban APBD.
Perusahaan daerah seperti perusahaan air bersih (PDAM), bank pembangunan
daerah, hotel, bioskop, percetakan, perusahaan bus kota dan pasar dan jenis-jenis
BUMD yang memiliki potensi sebagai sumber-sumber PAD, menciptakan
lapangan kerja dan mendorong pembangunan ekonomi daerah.
Sesuai Undang-undang No. 5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah
bertujuan untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya, dan
pembangunan ekonomi nasional umumnya, dalam rangka ekonomi terpimpin
untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan megutamakan industrialisasi dan
ketentraman serta kesengan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat adil dan
makmur. Jenis-jenis perusahaan daerah yang terdapat di Indonesia meliputi
kegiatan-kegiatan:
a. Penyediaan Air Minum
b. Pengelolaan Persampahan
c. Pengelolaan Air Kotor
d. Rumah Pemotongan Hewan
e. Pengelolaan Pasar
f. Pengelolaan Objek Wisata
g. Pengelolaan Sarana Wisata
h. Perbankan dan Perkreditan
i. Penyediaan Perumahan dan Pemukiman
j. Penyediaan Transportasi
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. 2.5.1.1.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah,
kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah tingkat II mencakup
berbagai penerimaan kecil-kecil, seperi hasil penjualan alat berat dan bahan jasa,
penerimaan dari sewa, bunga simpanan giro dan bank serta penerimaan dari denda
kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat
tergantung pada potensi daerah itu sendiri.
2.5.1.2. Dana Perimbangan Keungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Selain dari pendapatan asli daerah, sumber penerimaan pemerintah daerah
otonom kabupaten/kota berasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah. Dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
adalah salah satu bentuk kebijakan desentralisasi dibidang fiskal yang dilakukan
oleh pemerintah pusat kepada daerah. Secara ideal tujuan dari kebijakan adalah:
a. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah yang
selama ini tertinggal dibidang pembangunan.
b. Untuk mengintensifikasikan aktifitas dan kreatifitas perekonomian
masyarakat daerah yang berbasis pada potensi yang dimiliki masing-masin
daerah. Pemerintah daerah dan DPR bertindak sebagai fasilisator dalam
pembangunan daerah, rakyat dan masyarakat harus berperan aktif dalm
perencanaan pembangunan daerahnya.
c. Mendukung terwujudnya good govermance oleh pemerintah daerah
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
d. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah secara demokratis, efektif dan
efisien dibutuhkan sumber daya manusia yang profesional serta memiliki
akhlak atau moral yang baik.
Oleh sebab itu desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui
perimbangan keuangan akan meningkatkan kemampuan daerah untuk
membangun dan meningkatkan pemberian pelayanan kepada masyarakat daerah,
artinya bukan sekedar pembagian dana, lalu memindahkan korupsi, kolusi dan
nepotisme dari pusat ke daerah.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 104 tahun 2000, ada tiga sumber
dana Perimbangan:
a. Dana Bagi Hasil dan Penerimaan Sumber Daya Alam
b. Dana Alokasi Umum (DAU)
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
2.5.1.2.1 Dana Bagi Hasil (DBH)
Salah satu komponen dari dana perimbangan keuangan dari pemerintah
pusat dan daerah yaitu pembagian hasil penerimaan sumber daya alam dan
penerimaan perpajakan. Termasuk dalam pembagian hasil perpajakan adalah
pajak perseorangan (PPh), Pajak Bumi dan Bagunan (PBB) dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bagunan (BPHTB). Sedangkan pembagian hasil penerimaan
dari sumber daya alam berasal dari minyak bumi, gas alam, pertambangan umum,
kehutanan dan perikanan.
Sementara pembagian hasil sumber daya alam jelas-jelas menguntungkan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
pada alokasi atau letak sumber daya alam bersangkutan. Bagi hasil ini diatur
dalam UU No. 25 tahun 1999 sebagai jawaban terhadap tuntutan daerah dan
praktis memang mengurangi ketimpangan fiskal pusat dengan daerah.
Dominasi pusat yang dicoba diatas dengan dengan dana perimbangan
seperti tersebut diatas tercermin dari porsi PAD dalam APBD. Sebagaimana
diketahui penerimaan daerah dari PAD pun sangat bervariasi. Namun secara
umum, PAD hanya menyumbang rata-rata 20% - 30% APBD kabupatan/kota.
Secara historis, PAD daerah-daerah di Indonesia punya peran relatif kecil dalam
keseluruhan anggaran daerah. Sedangkan untuk daerah-daerah dengan intensitas
kegiatan ekonomi tinggi akan cukup besar misalnya, PAD DKI Jakarta dan
Kabupaten Bandung. Jadi, adanya kecenderungan bias ke perkotaan.
2.5.1.2.2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Di era otonomi daerah, distribusi dana alokasi umum atau dana transfer
dari pemerintah pusat ke daerah telah dilakukan sampai sekarang, namun belum
memuaskan. DAU belum dapat secara utuh menjalankan dan merealisasikan
amanat UU No. 25 tahun 1999 diman DAU sebagai alat pemerata. Kebanyakan
DAU bukan jadi solusi setelah sampai di daerah-daerah malah menyebabkan
permasalahan, sehingga tujuan DAU sebagai pemerataan dari kekurangan di
daerah tidak terealisasi dengan maksimal. Hal tersebut dikarenakan daerah
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009. 2.5.1.2.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus disediakan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan
penghijauan bagi daerah kabupaten penghasil penerima sektor kehutanan. Sesuai
dengan ketentuan dalam UU No. 25 tahun 1999 daerah memperoleh alokasi
sebesar 40% dari penerimaan APBN sektor kehutanan. Bagi daerah yang akan
menggunakan dana alokasi khusus diwajibkan menyiapkan dana pendamping
minimal 10% dari penerimaan umum APBD. Jika dilihat dari besaran jumlah
DAK ini, tidak seberapa signifikan peranannya. Namun apabila dikaitkan dengan
fungsi belanja itu dengan upaya pemilihan kondisi ekosistem suatu daerah yang
memilik asset sumber daya hutan, maka peranan DAK menjadi sangat strategis
untuk membiayai investasi jangka waktu menengah yang nantinya akan
bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan rakyat lokal dan pemerintah
daerahnya. Sementara itu menurut ketentuan peraturan pemerintah No. 104 tahun
2000 tentang dana perimbangan terdapat ketentuan mengenai dana alokasi khusus
seperti berikut:
a. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu dan
membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana
dalam APBN.
b. Kebutuhan khusus yang dibiayai dengan DAK yaitu kebutuhan yang tidak
dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU dan
atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau proritas nasional.
c. 40% dari penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi disediakan
kepada daerah sebagai DAK untuk membantu membiayai kegiatan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
d. Kriteria teknis sektor/kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK ditetapkan
oleh Menteri teknis terkait.
e. DAK diberikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah.
Penyediaan DAK memerlukan adanya dana pendamping sebesar 10% dari
penerimaan umum APBN (kecuali DAK reboisasi).
f. Pengalokasian DAK ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan
memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah, Menteri Teknis terkait dan instansi yang membidangi perencanaan
pembangunan nasional.
g. Kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK yaitu biaya administrasi,
biaya perjalanan dianas dan biaya administrasi umum dan lain-lain umum
sejenis.
h. Penyaluran DAK dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Pemerintahan Daerah juga akan mengharapkan agar Pemerintah Pusat
dapat memberikan kriteria-kriteria yang pasti dan leluasa kepada pemerintah
daerah dalam menggunakan DAK, misalnya untuk membiayai masalah
pengungsi, bencana alam, pemekaran daerah serta kondisi darurat tertentu.
2.5.1.3. Pinjaman Daerah
Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah menetapkan bahwa pinjaman daerah adalah salah
satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
Dana pinjaman merupakan pelengkap dari sumber-sumber penerimaan
daerah yang ada dan ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana daerah atau
harta tetap lainnya yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat meningkatkan
penerimaan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman, serta
memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. Selain itu, daerah dimungkinkan
melakukan pinjaman untuk mengatasi masalah jangka pendek yang berkaitan
dengan kas daerah.
Pinjaman daerah harus disesuaikan dengan kemampuan daerah, karena
dapat menimbulkan beban APBD tahun-tahun berikutnya yang cukup berat
sehingga perlu didukung dengan keterampilan perangkat daerah dalam mengelola
pinjaman daerah.
Adapun sumber-sumber pinjaman daerah yaitu:
1. Pinjaman daerah dari dalam negeri bersumber dari:
a. Pemerintah Pusat. Ketentuan-ketentuan mengenai pinjaman yang
bersumber dari Pemerintah Pusat seperti jenis, jangka waktu pinjaman,
masa tenggang, tingkat bunga, cara penghitungan dan pembayaran bunga,
pengadministrasian dan penyalurunan dan pinjaman, ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
b. Lembaga Keuangan Bank. Pelaksanaan pinjaman daerah yang bersumber
dari lembaga keuangan bank mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Lembaga Keuangan Bukan Bank. Pelaksanaan pinjaman daerah yang
bersumber dari lembaga keuangan bank mengikuti ketentuan peraturan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
d. Masyarakat. Pinjaman daerah dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
daerah. Pealsanaan dan pembayaran kembali obligasi daerah mengikuti
peraturan yang berlaku.
e. Sumber Lainnya. Pinjaman daerah lainnya berasal pemerintah daerah lain.
2. Pinjaman daerah dari luar negeri dapat berubah pinjaman bilateral atau
pinjaman multirateral.
2.5.1.4. Lain-Lain Penerimaan Daerah yang Sah
Lain-lain penerimaan yang sah mencakup hibah atau penerimaan dari
Daerah Propinsi atau Daerah Kabupaten/Kota lainnya dan penerimaan lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2.5.2. Pengeluaran Pemerintah
Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Kunarjo (1993), mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah berperan
untuk mempertemukan permintaan masyarakat dengan penyediaan sarana dan
prasarana yang tidak dapat dipenuhi oleh swasta. Dikatakan pula bahwa
pengeluaran pemerintah yang dinyatakan dalam belanja pembangunan bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam proyek-proyek yang mengacu pada
pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, dan
program yang menyentuh langsung kawasan yang terbelakang. Pemerintah daerah
dituntut dapat berperan aktif dalam mengelola dan mengembangkan sektor publik
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
Pendekatan pada upaya peningkatan pertumbuhan tidak semata-mata
menentukan pertumbuhan sebagai satu-satunya tujuan pembangunan daerah,
namun pertumbuhan merupakan salah satu ciri pokok terjadinya proses
pembangunan. Terdapat berbagai instrument yang digunakan pemerintah untuk
mempengaruhi perekonomian. Salah satu diantarannya adalah pembelanjaan atau
pengeluaran pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk
membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang
harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Budiono (1981), pengeluaran pemerintah dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu sebagai berikut. Pertama, pembelian faktor-faktor produksi
(input) dan pembelian produk (output). Kedua, untuk pengeluaran konsumsi
pemerintah (belanja rutin) serta untuk investasi pemerintah (belanja
pembangunan/barang-barang modal). Pengeluaran pemerintah yang diukur dari
pengeluaran rutin dan pembangunan mempunyai peranan dan fungsi cukup besar
mendukung sasaran pembangunan dalam menunjang kegiatan pemerintah serta
peningkatan jangkauan dan misi pelayanan yang sacara langsung berkaitan
dengan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi. Layaknya
pengeluaran masyarakat, maka pengeluaran pemerintah akan memperbesar
permintaan agregat malalui multiplier effec dan selanjutnya akan meningkatkan
produksi atau penawaran agregat, sehingga PDRB akan meningkat.
Meningkatnya PDRB merupakan indikasi timbulnya suatu perekonomian
yang akan menambah penerimaan. Pengeluaran pemerintah akan meningkat
seiring dangan peningkatan kegiatan perekonomian suatu negara. Walaupun
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
aktivitas perekonomian. Oleh karena itu, perlu juga dilihat efisiensi penggunaan
pengeluaran pemerintah tersebut.
Suparmoko (1996), menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dapat di
nilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi:
a. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan
ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.
b. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan
bagi masyarakat.
c. Pengeluaran merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.
d. Pengeluaran menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran
tenaga beli yang lebih luas.
2.5.2.1. Jenis-jenis Pengeluaran Pemerintah
2.5.2.1.1. Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau
penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi: belanja pegawai,
belanja barang berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga),
angsuran dan bunga utang pemerintah serta jumlah pengeluaran lain.
Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang
kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan
produktifitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan
tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dari efisiensi pengeluaran rutin
perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan
Reza Monanda Berutu : PENGARUH APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Dairi, 2009.
antara lain diupayakan melalui pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian
dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan
departemen/lembaga negara non departemen dan pengurangan berbagai macam
subsidi secara bertahap.
2.5.2.1.2. Pengeluaran Pembangunan
Pegeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah
modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik.
Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditunjukan untuk
membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu dapat
disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada
berbagai bidang sesuai dengan proritas yang direncanakan.
Pengeluaran pemerintah dalam arti rill dapat dipakai sebagai indikator
besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu.
Semakin besar dan semakin banyak kegiatan pemerintah, semakin besar pula
pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.
2.6. Teori Pengeluaran Pemerintah
a. Model Pembangunan Tentang Teori Perkembangan Pengeluaran
Pemerintah
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi. Pada tahap awal perkembangan, menurut mereka rasio pengeluaran