BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Media massa yang dianggap paling mempengaruhi khalayaknya dalam hal penyampaian
informasi adalah televisi. Kehadiran televisi dalam kehidupan manusia memunculkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan penyebaran informasi yang bersifat massal dan menghasilkan suatu efek pada kehidupan manusia yang berpengaruh terhadap nilai-nilai
sosial, perilaku manusia, budaya, dan sebagainya.
Kepopuleran televisi ini disebabkan beberapa hal antara lain karena televisi adalah media
audio visual, tidak seperti radio yang hanya menampilkan siaran audio saja, ataupun media cetak yang menampilkan informasi secara visual. Sifat televisi yang audio dan visual itulah yang sangat menarik bagi masyarakat. Disamping itu harganya pun terjangkau oleh sebagian besar
masyarakat.
Banyaknya stasiun televisi membuat para pemilik berlomba-lomba menyajikan tayangan yang disukai berbagai kalangan. Selain itu, stasiun televisi tersebut tidak murni menyajikan
tayangan untuk kepentingan penonton belaka, melainkan dijadikan komoditas bisnis yang menguntungkan pemiliknya, dengan karakteristik: pertama, mengandalkan iklan sebagai sumber
pemasukan dana terbesar. Kedua, banyak stasiun televisi tidak memperbaiki materi penayangan.Ketiga, mengutamakan kepentingan pribadi (pemilik stasiun televisi yang
Bagi masyarakat (pemirsa) semua tayangan acara televisi, baik komedi, film, talkshow, musik ataupun kuis telah menjadi trendsetter gaya hidup. Pemirsa televisi begitu tergila-gila dengan gaya bintang iklan, pemandu acara talkshow atau artis sinetron dan film. Kegilaan pemirsa itu terwujud dalam bentuk model rambut, pakaian, parfum, gadgetsampai gaya bicara mereka dalam kehidupan sehari-hari (Kuswandi, 2008:104).
Tayangan-tayangan kekerasan yang ditampilkan lewat televisi, sebagian besar berkaitan dengan adegan pembunuhan, kasus perampokan, dan peperangan. Suatu hal yang juga penting,
yaitu bahwa seharusnya televisi dapat mengekspos tentang bagaimana orang miskin juga mendapat kesempatan untuk berpastisipasi secara penuh dalam berbagai gaya hidup yang
menyenangkan. Tayangan-tayangan di berbagai program televisi cenderung hanya menampilkan sebagian kecil dari upaya mereka untuk mencapai tujuan melalui tindakan kekerasan lewat berbagai macam bentuk kejahatan.
Dalam era sekarang teknologi televisi dan video sudah dominan, karena itu akan menjadi pertanyaan apakah masyarakat harus khawatir akan pengaruh kekerasan di televisi? Hasil
penelitian yang dilakukan William Belson (1978) di Inggris menyimpulkan bahwa ada kecenderungan anak-anak penonton berat kekerasan televisi bertindak lebih agresif, dibandingkan anak-anak bukan penonton kekerasan (Unde, 2014:163-164).
Jajak pendapat Gallup Youth Survey yang dilakukan pada tahun 2002 menemukan bahwa sembilan dari sepuluh remaja menonton televisi sebagai kebutuhan harian. Pada tahun 2003,
Gallup Survey lainnya mencoba menentukan berapa banyak remaja yang menonton televisi. Gallup Survey itu menemukan bahwa 32 persen anak muda mengatakan mereka menonton televisi antara 5-10 jam; 20 persen mengatakan 10 hingga 20 jam; dan 11 persen mengatakan
mengatakan mereka menonton kurang dari 1 jam seminggu, dan hanya satu dari 100 remaja Amerika yang mengatakan mereka tidak menonton televisi sama sekali (The Gallup Youth
Survey, 2007:18).
Salah satu kelebihan televisi adalah memberikan wawasan yang banyak kepada anak-anak, seperti film dokumenter, flora dan fauna, sains dan lain sebagainya.Dengan adanya
tayangan tersebut anak-anak mampu mengembangkan rasa kreatif mereka.Televisi juga mampu membuat masyarakat terinspirasi melakukan usaha yang sebelumnya tidak pernah mereka
lakukan.
Menurut Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), isi media yang masuk dalam
kategori bahaya atau tidak layak ditonton adalah pertama, isi yang mengandung jauh lebih banyak muatan negatifnya, seperti kekerasan, mistis, seks, bahasa kasar, ataupun cerita yang rumit dibanding muatan positifnya, kedua, frekuensi kemunculan muatan negatif dalam tayangan
yang masuk dalam kategori ini cukup tinggi, sehingga keberadaannya bukan lagi dimaksudkan untuk mengembangkan cerita, namun sudah menjadi inti, atau bagian utama, dan menjadi daya
penarik terhadap acara ini, dan ketiga, acara TV seperti ini jelas tidak disarankan untuk disaksikan oleh anak. Bila pun anak sudah cukup besar, tetap disarankan ada orangtua untuk membentengi anak dari efek negatif yang ditampilkan oleh tayangan tersebut.Yang juga penting
adalah memberikan pengertian dan pemahaman pada anak tersebut bahwa acara ini termasuk kategori bahaya.Contoh acara TV yang bahaya yaitu Naruto (Global TV), Mr. Bean (ANTV),
Tom & Jerry (ANTV), dan sebagainya.
Menurut KPI, siaran untuk anak-anak usia pra sekolah yakni khalayak berusia 2-6 tahun. Siaran untuk anak-anak yakni khalayak berusia 7-12 tahun.Siaran untuk remaja yakni khalayak
berusia 13-17 tahun.Siaran untuk dewasa yakni khalayak diatas 18 tahun.Siaran untuk semua umur yakni khalayak berusia diatas 2 tahun. (http://www.kpi.go.id/, diakses pada tanggal 14 Mei
2015 pukul 21.31 WIB)
Dalam etika penyiaran, di Bab II Pasal 6, dalam pedoman perilaku penyiaran ditentukan standar isi yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan kesopanan dan kesusilaan, pelarangan dan
pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadisme, serta penggolongan program menurut usia khalayak (Tebba, 2008:128). Tetapi realitasnya kebanyakan dari acara televisi memutar acara
yang berbau kekerasan, adegan pacaran yang mestinya belum pantas untuk mereka tonton, tidak hormat terhadap orang tua, gaya hidup yang hura-hura dan masih banyak lagi deretan dampak negatif yang bias menggrogoti anak-anak yang masih belum mengerti dan mengetahui apa-apa. Sinetron yang banyak disukai para remaja saat ini yaitu sinetron “Ganteng-Ganteng Serigala” atau “7 Manusia Harimau”, misalnya, memang terlihat menyenangkan, tapi ada beberapa
adeganyang tidak pantas ditonton oleh mereka. Misalnya berkelahi, berfoya-foya, melawan orang tua, gaya pacaran yang terlalu mencolok, bahkan berpelukan.
Contoh kasus yang diakibatkan oleh media televisi dengan adanya kasus pemukulan terhadap
seorang gadis kecil oleh teman-teman seusianya seperti yang terjadi di Sekolah Dasar Perwari di Bukittinggi, Sumatra Barat, belum lama ini. Mei lalu, seorang siswa SD di Jakarta Timur tewas
KPAI mencatat, dalam kurun Januari hingga Oktober 2013, terdapat 2.792 kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah tersebut, 1.424 di antaranya adalah kasus kekerasan, termasuk 730 kasus
yang merupakan kekerasan seksual. Sebagai perbandingan, tahun 2012 lalu, Komnas PA mencatat 1.381 pengaduan dalam kurun waktu yang sama.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menyebut fenomena ini sebagai akibat pengaruh lingkungan, televisi, dan media sosial. Pernyataan Aries sangat beralasan mengingat tayangan sinetron di televisi kerap menyuguhkan kekerasan baik fisik
maupun verbal. Bahkan, dalam Catatan Akhir Tahun lalu Koalisi Reformasi Pendidikan, Direktur Yayasan Cahaya Guru, Henny Supolo, mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap anak
tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga secara simbolis. Kekerasan secara simbolis itu bahkan marak terjadi di sekolah dan dunia pendidikan pada umumnya. ( http://www.koran-jakarta.com/?22175-kekerasan%20terhadap%20anak, diakses pada tanggal 15 Mei 2015 pukul
00.05 WIB)
Pada zaman sekarang ini, tayangan yang sering kita temui hanyalah tayangan yang lebih
mementingkan fungsi informatif dan rekreatif saja, dan sedikit sekali tayangan yang memiliki fungsi edukatif. Dalam hal ini, peranan orang tua sangat penting dalam mengatasi dampak tersebut.Dalam perkembangannya, lingkungan sangat berpengaruh dalam psikologi anak,
sehingga anak tidak bisa terlepas dari bimbingan orang tuanya.Orang tua berperan dalam mengawasi, mengontrol dan memperhatikan segala aktivitas anaknya dirumah.
Seminar yang diadakan oleh SDIT Insan Mulia dengan bertemakan tentang “Diet TV”,
bagaimana seharusnya peran orang tua menjadi pengawas bagi anak-anaknya dalam
bagi anak-anaknya di rumah. Misalnya dengan memberikan contoh ke anak secara langsung pengaturan waktu menonton televisi.Orang tua juga harus mendampingi dan membimbing
anak-anak saat menonton televisi, serta harus mampu memilah, mana acara televisi yang layak ditonton dan yang tidak.(
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/22-literasimedia/32476-azimah-tidak-semua-program-tv-baik-untuk-anak, diakses pada tanggal 14 Mei 2015 pukul 21.37 WIB)
Pembentukan perilaku sosial anak juga secara umum dipengaruhi oleh orang tua, teman sepermainan dan anggota keluarga. Disinilah orang tua lebih berperan dalam kerelaan pelayanan
fisik dengan penuh kasih sayang dan pembiasaan serta latihan pengenalan nilai dan norma atau aturan-aturan (Hasbullah, 2003:48). Dengan orang tua memperhatikan perkembangan anak, kemungkinan besar anak tidak berpengaruh oleh tokoh favorit mereka yang ada di televisi,
dengan cara mendiskusikan terhadap anak apa yang ditonton. Tak lupa para pendidik di sekolah juga turut serta memberikan perhatian dan pengertian akan bahayanya menonton televisi terlalu
lama karena akan mempengaruhi tingkah laku anak, baik di rumah maupun di sekolah.
Pola hidup yang semakin modern menjadikan psikologi anak sekolah terutama mereka yang berada di SMP Negeri 1 Bandar Perdagangan juga berubah. Contohnya, ketika dulu anak SMP
pulang sekolah, mereka langsung pulang atau anak laki-laki bermain sepak bola di lapangan, sedangkan anak perempuan membantu orang tuanya di rumah atau belajar bersama teman.
Namun sekarang berbeda. Mereka yang seharusnya belajar, ketika selesai pulang sekolah malah pergi ke minimarket (Indomaret, Alfamart), warnet, Play Station (PS), ngerumpi di kafe dan sebagainya. Cara berpakaian anak perempuan yang kurang sopan seperti memakai celana
dimanjakan oleh orang tuanya, dimana si anak diberikan membawa motor besar bahkan mobil ke sekolah. Memiliki gadget yang mahal seperti yang digunakan artis Korea walaupun sebenarnya
anak-anak SMP ini belum layak menggunakannya. Dari hasil pengamatan juga ditemukan pengaruh besar dari sinetron yaitu seperti anak perempuan memakai rok diatas lutut, sedangkan
anak laki-laki menguncupkan celana sekolahnya meniru model celana penyanyi atau artis, menggunakan gaya bicara yang tidak dipahami orang tua, dan masih banyak lagi. Pengaruh atau efek televisi memang merupakan salah satu elemen penting dalam komunikasi untuk mengetahui
berhasil atau tidaknya proses komunikasi yang dilakukan. Pengaruh ini dapat terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku. Perubahan sikap dan pola ini perlu
mendapatkan perhatian dari orang tua mereka. Jika dibiarkan, secara tidak langsung, cepat atau lambat akan menjadikan mereka masuk ke dalam pergaulan bebas.
Sehubungan dengan hal tersebut, banyak tingkah laku dari siswa SMP Negeri 1
Bandar-Perdagangan yang meniru pola atau gaya hidup remaja yang ada di televisi. Selain itu, banyak juga para pelajar di Kota Perdagangan meniru gaya bicara dan gaya berpakaian tokoh-tokoh
cerita yang ada dalam cerita film maupun sinetron-sinetron remaja yang diputar di stasiun-stasiun televisi. Dari hasil pengamatan yang penulis amati, sebagian besar remaja perempuan paling banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi daripada remaja laki-laki.
Berdasarkan uraian tersebut dan sesuai dengan realitas sosial yang tampak pada saat sekarang ini penulis tertarik memilih judul penelitian yang akan dituangkan ke dalam skripsi sebagai
berikut: “PENGARUH MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU MENYIMPANG REMAJA (STUDI KASUS DI SMP NEGERI 1 BANDAR KELURAHAN PERDAGANGAN I KECAMATAN BANDAR KABUPATEN SIMALUNGUN)”.
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya,maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Adakah Pengaruh Media Televisi Terhadap
Perilaku Menyimpang Remaja di SMP Negeri 1 Bandar Kelurahan Perdagangan I Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh media televisi terhadap perilaku menyimpang remaja di SMP Negeri 1 Bandar Kelurahan Perdagangan I
Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun. 1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan rujukan model
pengembangan mengatasi pengaruh televisi terhadap kehidupan masyarakat.
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan,
manfaat dan sistemtika penulisan penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang uraian dan teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti. Selain itu, bab ini juga berisikan kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
Bab ini berisikan metodologi penelitian yang terdiri dari pemilihan lokasi penelititan, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik
analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis melakukan penelitian.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisis pembahasannya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.