• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja di Kecamatan Gunungsitoli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja di Kecamatan Gunungsitoli"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Orang Tua

2.1.1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Peranan orang tua dalam keluarga mempunyai fungsi dan peran yang

bervariasi, salah satunya adalah mendidik anak. Menurut Edward (2006 dalam

Wildam, 2012) menyatakan bahwa pola asuh merupakan interaksi anak dan orang

tua dalam mendidik, membimbing, dan mendisplinkan serta melindungi anak

untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

masyarakat.

Permadi (1994 dalam Daeli, 2016) menyatakan bahwa peranan orang tua

mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Pada zaman sekarang ini peran orang

tua berubah figure otoriter (penguasa) menjadi mitra (partner) bagi anaknya. Pendampingan atau kemitraan di perlakukan bagi remaja sebagai upaya agar

mampu menjalani dan memenuhi kebutuhan atau tuntutan lingkungan yang

semakin berat. Segala sikap tingkah laku orang tua, baik yang disengaja maupun

yang tidak disengaja untuk pendidikan anak secara langsung maupun tidak

langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Sikap perilaku dan

kebiasaan orang tua sehari-hari akan dilihat, dinilai, dan ditiru anak-anaknya,

sehingga anak-anak akan berperilaku seperti orang tuanya terlebih pada masa

kanak-kanak sampai remaja karena mereka akan mulai berpikir kritis.

Menurut Santrock (2007) peran orang tua dalam mengasuh anak

(2)

besar. Satu cara mengkonseptualisasikan peran orang tua adalah memandang

orang tua sebagai manajer kehidupan anak. Peran manajerial terutama penting

dalam perkembangan sosioemosional anak dan pemantauan efektif atas anak.

Hurlock (2007) mengemukakan bahwa peranan orang tua menunjuk kepada

suatu sikap dan dukungan dari orang tua kepada anak tersebut. Sikap orang tua

kepada anak bersifat khas dan tidak ada sikap yang seragam dengan sikap tersebut

akan mempengaruhi pola asuh yang diterapkan dalam keluarga tersebut. Peranan

orang tua memiliki pengaruh yang sangat jelas dalam hubungan keluarga terhadap

anak.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Menurut Edwards (2006 dalam Wildam, 2012), adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi pola asuh yakni:

1. Pendidikan orang tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan anak akan

mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara

yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran

pengasuhan antara lain : terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamati

segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya

menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga

dan kepercayaan anak. Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman

sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran asuh,

selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan

(3)

2. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka lingkungan

ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap

anaknya.

3. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat

dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam

mengasuh anak. Pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak

kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima

dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan

masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam

memberikan pola asuh terhadap anaknya.

2.1.3. Tipe Pola Asuh

Haditono (2006 dalam Daeli, 2016) mengatakan bahwa peran orang tua

dalam mendidik anak sangat menentukan pembentukan karakter dan

perkembangan kepribadian anak.

Menurut Diana Baumrid (1971 dalam Santrock, 2007), ada empat gaya

pengasuhan, yaitu :

1. Pengasuhan Otoriter

Pengasuhan otoriter adalah gaya yang membatasi dan menghukum, dimana

orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan dan menghormati pekerjaan dan

upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas

(4)

verbal. Orang tua yang otoriter juga mungkin sering memukul anak,

memaksakan aturan secara kaku tanpa menjelaskannya, dan menunjukan amarah

pada anak. Anak dari orang tua yang otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan,

minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai

aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Anak dari orang

tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.

2. Pengasuhan Demokrasi

Pengasuhan demokrasi mendorong anak untuk mandiri namun masih

menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi

dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyanyang

terhadap anak. Orang tua yang demokrasi mungkin merangkul anak dengan

mesra. Orang tua yang demokrasi mungkin menunjukkan kesenangan dan

dukungan sebagai respon terhadap perilaku anak yang dewasa, mandiri, dan

ceria, bisa mengendalikan diri danberorientasi, dan berorientasi pada prestasi;

mereka cenderung untuk mempertahankan hubungan yang ramah dengan

teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stress

dengan baik.

3. Pengasuhan yang Mengabaikan/Permisif

Pengasuhan yang mengabaikan adalah gaya dimana orang tua sangat tidak

terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan

merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada diri

mereka. Anak-anak inicenderung tidak memiliki kemampuan sosial dan banyak

(5)

sering kali memiliki harga diri yang rendah, tidak dewasa,dan mungkin terasing

dari keluarga. Dalam masa remaja, mereka mungkin menunjukan sikap suka

membolos dan nakal.

4. Pengasuhan yang Menuruti/Neglectful

Pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat

terlibat dengan anak namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka.

Orang tua macam ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan.

Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku sendiri dan selalu

berharap mendapatkan keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan

anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara

keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang

kreatif dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu

menurutiny jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan

untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris,

tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam berhubungan dengan teman sebaya.

Santrock (2007) menyatakan bahwa keempat tipe pola asuh tersebut

melibatkan kombinasi antara penerimaan dan sikap responsif di satu sisi serta

tuntunan dan kendali di sisi lain. Bagaimana dimensi-dimensi ini berpadu

menghasilkan pengasuhan otoriter, demokrasi, permisif, menuruti. Pola asuh

demokrasi cenderung merupakan menjadi tipe pola asuh yang efektif karena orang

tua yang demokratis menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali dan

otonomi, sehingga memberi anak kesempatan untuk membentuk kemandirian

(6)

itu, orang tua yang demokratis lebih cenderung melibatkan anak dalam kegiatan

memberi dan menerima secara verbal dan memperbolehkan anak mengutarakan

pandangan mereka. Diskusi keluarga membantu anak memahami hubungan sosial

dan apa yang dibutuhkan untuk menjadi orang yang kompeten secara sosial.

Kehangatan dan keterlibatan orang tua membuat anak lebih menerima pengaruh

orang tua.

Tipe pola asuh menurut Hoffman (1970 dalam Lestari, 2006) terdiri tiga

tipe, yaitu:

1. Induction (pola asuh bina kasih)

Adalah suatu teknik disiplin dimana orang tua memberi penjelasan atau

alasan mengapa anak harus mengubah perilakunya. Pada tipe pola asuh seperti ini

dijumpai perilaku orang tua yang directive dan supportive tinggi. 2. Power assertion (pola asuh unjuk kuasa)

Adalah perilaku orang tua tertentu yang menghasilkan tekanan-tekanan

eksternal pada anak agar mereka berperilaku sesuai dengan keinginan orangtua.

Pada tipe pola asuh ini dijumpai perilaku orang tua yang directive-nya tinggi dan

supportive rendah.

3. Love withdrawal (pola asuh lepas kasih)

Adalah pernyataan-pernyataan nonfisik dari rasa dan sikap tidak setuju orang

tua terhadap perilaku anak dengan implikasi tidak diberikannya lagi kasih sayang

sampai anak merubah perilakunya. Pada tipe pola asuh ini dijumpai perilaku

(7)

2.1.4. Konsep Keluarga

Menurut Soetjiningsih (2012) keluarga merupakan unit terkecil dalam

masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan anak, yang saling berinteraksi dan

memiliki hubungan yang erat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Interaksi yang

baik antara anak dan orang tua merupakan hal penting dalam masa perkembangan

anak. Interaksi yang baik ditentukan oleh kualitas pemahaman dari anak dan

orang tua untuk mencapai kebutuhan keluarga.

Sugeng (2010) mengatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul

dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan. Dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang

tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di

hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam

perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu

kebudayaan. Sedangkan, menurut Ali (2010) keluarga adalah dua atau lebih

individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam

satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan

menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

Keluarga merupakan agen utama sosialisasi, sekaligus sebagai mikrosistem

yang membangun relasi anak dengan lingkungannya. Keluarga sebagai tempat

sosialisasi dapat didefinisikan sebagai kelompok sosial yang bercirikan dengan

adanya kediaman, kerjasama ekonomi dan reproduksi. Keluarga terdiri dari dua

(8)

hubungan seksual yang disepakati secara sosial, dan ada satu atau lebih anak-anak

yaitu anak kandung atau anak adopsi, dari hasil hubungan seksual secara dewasa.

(Yinyang, 2010).

Menurut Firedman (2010) keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu

yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan

dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan

didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan

kebudayaan.

Pemahaman tentang pentingnya keluarga dapat dilihat dari fungsi-fungsi

dasar kinerjanya. Secara umum, keluarga menjalankan fungsi-fungsi tertentu yang

memungkinkan masyarakat untuk bertahan hidup dari generasi ke generasi,

meskipun fungsi-fungsi ini mungkin sangat bervariasi. Fungsi keluarga efektif

apabila terjadi keselarasan antara fungsi sosial dan ekonomi. Adapun fungsi dasar

keluarga dapat diidentifikasi sebagai berikut (Yinyang, 2010):

1. Fungsi reproduksi

Keluarga akan mempertahankan jumlah populasi masyarakat dengan andanya

kelahiran. Adanya keseimbangan angka natalitas dan mortalitas menjadikan

populasi manusia menjadi eksis.

2. Fungsi sosialisasi.

Keluarga menjadi tempat untuk melakukan tansfer nilai-nilai masyarakat,

keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sains yang akan diteruskan

(9)

3. Fungsi penugasan peran sosial.

Keluarga sebagai mediasi identitas keturunan (ras, etnis, agama, sosial

ekonomi, dan peran gender) serta identitas perilaku dan kewajiban. Sebagai

contoh, dalam beberapa keluarga, anak perempuan diarahkan untuk

melakukan pekerjaan rumah tangga dan menjadi pengasuh anak, sedangkan

anak laki-laki diarahkan untuk menjadi pencari nafkah.

4. Fungsi dukungan ekonomi.

Keluarga menyediakan tempat tinggal, makanan, dan perlindungan. Pada

beberapa keluarga di negara-negara industri, semua anggota keluarga kecuali

anak-anak berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi.

5. Fungsi dukungan emosional.

Keluarga memberikan pengalaman pertama anak-anak dalam interaksi sosial.

Interaksi sosial dapat berupa hubungan emosional, pengasuhan, jaminan

keamanan bagi anakanak.5 Keluarga juga memiliki kepedulian pada

anggotanya ketika mereka sakit atau mengalami penuaan.

2.1.5. Pola Asuh Orang Tua pada Remaja

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa orangtua yang efektif adalah orangtua

yang memperlakukan anaknya dengan hangat, mendukung anak secara positif,

menetapkan batasan-batasan dan nilai-nilai, mengikuti dan memonitor perilaku

anak, serta konsisten dalam menegakkan aturan-aturan. Seorang anak sangat

berisiko mengembangkan perilaku yang bermasalah dan mendapat tekanan atau

ketegangan psikologis jika orangtuanya gagal dalam pengasuhan. Pertumbuhan

(10)

membutuhkan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, stabil, dan lingkungan yang

tidak tegang. Lingkungan pengasuhan yang penuh cinta kasih sangat dibutuhkan

untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan

pengasuhan anak merupakan wujud ekspresi kondisi keluarga secara keseluruhan

dan secara khusus berkaitan dengan kualitas perkawinan orangtua (Sunarti, 2004).

Santrock (2007) dalam buku perkembangan anak mengungkapkan bahwa

anak yang bermoral cenderung memiliki orang tua yang hangat dan mendukung,

ketimbang menghukum; menggunakan disiplin induktif ; memberikan

kesempatan bagi anak dalam mempelajari dan memahami perasaan orang lain;

melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga dan dalam proses

pemikiran mengenai keputusan moral ; menjadi model terhadap penalaran dan

perilaku moral, dan menyediakan kesempatan bagi anak untuk juga melakukan hal

tersebut; menyediakan informasi mengenai perilaku apa yang diharapkan dan

membangun moralitas internal.

2.2. Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi 2.2.1. Pengertian Pengetahuan

Notoatmodjo (2007 dalam Silalahi, 2014 ) mengatakan bahwa pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior). Pengalaman dan penelitian yang didasarkan oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

(11)

rasa dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan

telinga.Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat

yang berbeda-beda secara garis besarnya dibagi dalam tiga tingkat pengetahuan

yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan

(12)

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

o bjek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

2.2.2. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam

semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.

Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

agar memahami dan menyadari ilmu kesehatan reproduksi remaja, sehingga

memiliki sikap dan perilaku sehat dan tentu saja bertanggung jawab kaitannya

(13)

promosi, KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi, konseling dan pelayanan

kepada remaja yang bersifat positif (Widyastuti, 2010).

Menurut Kusmiran (2011), kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera

secara utuh, fisik, mental, dan sosial yang berkaitan dengan reproduksi yang

dipengaruhi oleh faktor biologis yang ditetapkan oleh kromosom dan faktor

gender.

2.2.3. Tujuan dan Sasaran Kesehatan Reproduksi Remaja

Menurut Lestari (2014), tujuan dan sasaran kesehatan reproduksi remaja

sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 melalui peningkatan

pengetahuan, kesadaran, sikap, perilaku remaja dan orang tua agar peduli,

bertanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga, serta pemberian pelayanan

kepada remaja yang memiliki permasalahan khusus.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus kesehatan reproduksi remaja adalah sebagai berikut:

a. Seluruh lapisan masyarakat mendapatkan informasi tentang kesehatan

reproduksi remaja. Sasaran tujuan ialah peningkatan cakupan penyebaran

informasi kesehatan reproduksi remaja melalui media massa.

b. Seluruh remaja di sekolah mendapatkan informasi kesehatan reproduksi

remaja. Sasaran tujuan ialah peningkatan cakupan penyebaran informasi

kesehatan reproduksi remaja di sekolah umum, sekolah menengah pertama,

(14)

c. Seluruh remaja dan keluarga yang menjadi anggota kelompok masyarakat

mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Sasaran tujuan

ialah peningkatan cakupan remaja dan orang tua yang memperoleh informasi

kesehatan reproduksi remaja melalui kelompok remaja dan orang tua, seperti

karang taruna, remaja masjid, perusahaan, remaja gereja, pembinaan

kesejahteraan keluarga, pramuka, pengajian, dan arisan.

d. Seluruh remaja di tempat kerja mendapatkan informasi tentang kesehatan

reproduksi remaja. Sasaran tujuan ialah peningkatan cakupan remaja yang

memperoleh informasi dan layanan kesehatan reproduksi remaja melalui

tempat mereka bekerja.

e. Seluruh remaja yang membutuhkan konseling serta pelayanan khusus dapat

dilayani. Sasaran tujuan ialah peningkatan jumlah dan pemanfaatan pusat

konseling dan pelayanan khusus bagi remaja.

f. Seluruh masyarakat mengerti dan mendukung pelaksanaan program

kesehatan reproduksi remaja. Sasaran ialah peningkatan komitmen bagi

politisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, serta lembaga swadaya masyarakat

dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi remaja.

2.2.4.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain

(Silalahi, 2014):

(15)

Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana remaja tersebut

dalam merawat dan menjaga kebersihan alat genitalnya. Alat reproduksi yang

lembab dan basah akan meningkatkan keasaman dan memudahkan pertumbuhan

jamur. Remaja perempuan lebih mudah terkena infeksi genital bila tidak menjaga

kebersihan alat genitalnya karena organ vagina yang letaknya dengan anus.

2. Akses terhadap pendidikan kesehatan

Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan

reproduksi sehingga remaja mengetahui hal yang seharusnya dilakukan dan

hal-hal yang seharusnya dihindari. Remaja berhak untuk mendapatkan informasi yang

benar tentang kesehtatan reproduksi dan informasi tersebut harus berasal dari

sumber harus berasal dari sumber terpercaya. Agar remaja mendapat informasi

yang tepat, kesehatan reproduksi remaja hendaknya diajarkan di sekolah dan di di

dalam lingkungan keluarga.

Hal-hal yang diajarkan di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi

remaja mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organ-organ reproduksi,

perilaku berisiko, penyakit menular seksual (PMS), dan abstinesia sebagai upaya

pencegahan kehamilan. Dengan mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja

secara benar, remaja dapat menghindari dilakukannya hal-hal negatif. Pendidikan

tentang kesehatan reproduksi remaja berguna untuk kesehatan remaja tersebut,

khususnya untuk mencegah dilakukannya perilaku seks pranikah, penularan

penyakit menular seksual, aborsi, kanker mulut rahim, kehamilan diluar nikah,

gradasimoral bangsa, dan masa depan yang suram dari remaja tersebut.

(16)

Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang

lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang berusia lebih dari 20

tahun. Remaja putri yang hamil pada usia kurang dari 16 tahun mempunyai risiko

kematian dan mengalami komplikasi pada saat hamil dan melahirkan yang lebih

besar jika dibandingkan dengan wanita yang lebih dewasa. Komplikasi tersebut

antara lain obstruksi jalan lahir, partuspreterm, dan abortus spontan, serta masih

banyak lagi komplikasi lain.

Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja seringkali berakhir dengan

aborsi. Banyak survei yang telah dilakukan di negara berkembang menunjukkan

bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita berusia di bawah 20 tahun adalah

kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed). Aborsi yang disengaja seringkali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada

mereka yang lebih tua. Lima juta remaja di seluruh dunia yang berada pada usia

15-18 tahun pernah melakukan aborsi yang tidak aman setiap tahunnya dan

70.000 diantaranya berakibat kematian.

4. Penyalahgunaan NAPZA

NAPZA adalah singkatan untuk narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat

adiktif lainnya. Contoh obat-obat NAPZA tersebut yaitu : opioid, alkohol, ekstasi,

ganja, morfin, heroin, kodein, dan lain-lain. Jika zat tersebut masuk ke dalam

tubuh akan mempengaruhi sistem saraf pusat. Pengaruh dari zat tersebut adalah

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, ketergantungan, rasa

nikmat dan nyaman yang luar biasa dan pengaruh-pengaruh lain. Penggunaan

(17)

akan berpengaruh terhadap meningkatnya perilaku seks bebas. Pengguna NAPZA

jarum suntik juga meningkatkan risiko terjadinya HIV/AIDS, sebab virus HIV

dapat menular melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian.

5. Pengaruh media massa dan internet

Media massa baik cetak maupun elektronik mempunyai peranan yang cukup

berarti untuk memberikan informasi yang benar mengenai menjaga kesehatan

khususnya kesehatan reproduksi remaja. Dengan adanya artikel-artikel yang dibuat

dalam media massa, remaja akan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dan

dihindari untuk menjaga kesehatan reproduksinya. Akan tetapi penggunaan internet

harus melibatkan pengawasan orang tua karena banyak informasi yang tidak layak

bagi remaja.

6. Akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi

Pelayanan juga berperan dalam memberikan tindakan preventif dan tindakan

kuratif. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakut, klinik,

posyandu, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan. Dengan akses yang

mudah terhadap pelayanan kesehatan, remaja dapat melakukan konsultasi tentang

kesehatannya khususnya kesehatan reproduksi. Remaja juga dapat melakukan

tindakan pengobatan apabila remaja sudah terlanjur mendapatkan

masalah-masalah yang berhungan dengan organ reproduksinya seperti penyakit menular

seksual.

7. Hubungan harmonis dengan keluarga

Kedekatan dengan kedua orang tua merupakan hal yang berpengaruh dengan

(18)

masalah keremajaan yang dialaminya. Keluarga merupakan tempat pendidikan

yang paling dini bagi seorang anak sebelum mendapatkan pendidikan di tempat

lain. Remaja juga dapat memperoleh informasi yang benar dari kedua orang tua

mereka tentang perilaku yang benar dan moral yang baik dalam menjalani

kehidupan. Di dalam keluarga juga, remaja dapar mengetahui hal-hal yang perlu

dilakukan dan yang harus dihindari. Orang tua dapat memberikan informasi awal

tentang menjaga kesehatan reproduksi bagi seorang remaja.

8. Penyakit Menular Seksual

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

melalui hubungan seksual. Cara penularannya tidak hanya terbatas secara

genital-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital-genital, atau ano-genital-genital. Sehingga

kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak hanya terbatas pada daerah

genital saja, tetapi juga pada daerah-daerah ekstra genital. Penyakit menular

seksual dapat terjadi dengan cara lain yaitu penggunaan peralatan pribadi yang

bersamaan, seperti handuk, pakaian, termometer, dan lain-lain. Selain itu,

penyakit menular seksual dapat ditularkan dari ibu kepada bayinya ketika di

dalam kandungan dan melalui jalan lahir apabila kelahirannya pervaginam

Penyakit menular seksual yang umum terjadi di Indonesia antara lain :

gonorrhea, chlamydia, vaginosis bakterial, herpes simpleks, trikomoniasis, sifilis, limfo granuloma venerium, ulkus mole, granuloma inguinale, dan

(19)

2.2.5. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

Adjie (2013 dalam silalahi 2014) menyatakan bahwa pengetahuan

kesehatan reproduksi remaja adalah segala sesuatu yang diketahui remaja

mengenai kesehatan reproduksinya. Kesehatan reproduksi remaja merupakan

suatu keadaan sehat yang menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi

yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata- mata bebas

dari penyakit ataupun kecacatan, tetapijuga mencakup sehat mental dan

sosiokultural. Hal-hal yang perlu diketahui dalam kesehatan reproduksi

remaja, antara lain:

a. Organ reproduksinya beserta dengan kegunaan atau fungsinya.

b. Seksualitas, yaitu segala sesuatu yang menyangkut sikap dan perilaku

seksual serta orientasi seksual.

c.. Pubertas, yaitu perubahan struktur tubuh dari anak-anak menuju dewasa

dan diikuti dengan perubahan psikis. Masa puber anak perempuan

biasanya lebih awal jika dibandingkan dengan anak laki-laki. Akan tetapi

selain faktor jenis kelamin, faktor seperti gizi, kesehatan, dan lingkungan

keluarga juga mempunyai peran penting dalam masa puber ini.

d. Menstruasi, yaitu proses peluruhan lapisan endometrium yang banyak

mengandung pembuluh darah dari uterus melalui vagina yang terjadi

secara berkala dan tergantung dengan siklusnya.

e. Mimpi basah, yaitu keluarnya cairan sperma tanpa adanya rangsangan

pada saat tidur, biasanya terjadi pada saat mimpi tentang seks. Jika tidak

(20)

f. Kehamilan, yaitu suatu proses dimana bertemunya sel telur wanita dengan

sel sperma laki-laki yang akan membentuk zigot yang merupakan cikal

bakal janin. Zigot ini akan menempel dan berkembang di dalam rahim

sampai akhirnya akan dilahirkan sebagai neonates/bayi.

g. Risiko hubungan seksual pranikah. Yang mencakup dalam hal ini

adalah kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan penyakit menular

seksual.

h. HIV dan AIDS, cara penularannya dan cara pencegahannya. HIV adalah

human immunodeficiency virus, merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya dapat menyebabkan AIDS.

AIDS adalah acquired immunedeficiency syndrome, yaitu kumpulan berbagai gejala penyakit akibat melemahnya atau rusaknya sistem

kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Cara penularan HIVdan

AIDS adalah hubungan seskual yang tidak aman (tidak menggunakan

kondom) dengan orang yang sudah terinfeksi, penggunaan jarum suntik

yang tidak steril dan/atau bergantian, transfusi darah dari donor yang

terinfeksi HIV, dan penularan dari ibu ke bayi yang dikandungnya, serta

dari pemberian ASI dari ibu yang sudah terinfeksi ke bayinya. Cara

pencegahannya, yaitu memilih untuk tidak berhubungan seksual, setia

kepada pasangan, penggunaan kondom secara konsisten dan benar,tidak

menggunakan NAPZA, dan tidak menggunakan jarum suntik

secara bergantian.

(21)

2.3. Remaja

2.3.1. Pengertian Remaja

Istilah remaja berasal dari kata Latin (adolescere) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah remaja yang dipergunakan saat ini,

mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja adalah

usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak

tidak lagi merasa di bawah tingkat orng-orang yang lebih tua melainkan berada

dalam tingkatan yang sma, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock,

2007). Lebih lanjut Hurlock membagi masa remaja dalam 3 tahap perkembangan

yaitu:

1. Remaja awal (11-14 tahun)

Remaja pada masa ini mengalami pertumbuhan fisik dan seksual dengan

cepat. Pikiran difokuskan pada keberadaanya dan pada kelompok sebaya. Identitas

terutama difokuskan pada perubahan fisik dan perhatian pada keadaan normal. 9

Perilaku seksual remaja pada masa ini lebih bersifat menyelidiki, dan tidak

membedakan. Sehingga kontak fisik dengan teman sebaya adalah normal. Remaja

pada masa ini berusaha untuk tidak bergantung pada orang lain. Rasa penasaran

yang tinggi atas diri sendiri menyebabkan remaja membutuhkan privasi.

2. Remaja pertengahan (15-17 tahun).

Remaja pada fase ini mengalami masa sukar baik untuk dirinya sendiri

maupun orang dewasa yang berinteraksi dengan dirinya. Proses kognitif remaja

pada masa ini lebih rumit. Melalui pemikiran oprasional formal, remaja

(22)

dengan barang barang yang ada, mengembangkan wawasan, dan merefleksikan

perasaan kepada orang lain. Remaja pada fase ini berfokus pada masalah identitas

yang tidak terbatas pada aspek fisik tubuh. Remaja pada fase ini mulai

bereksperimen secara seksual, ikut serta dalam perilaku beresiko, dan mulai

mengembangkan pekerjaan diluar rumah. Sebagai akibat dari eksperimen

beresiko, remaja pada fase ini dapat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan,

kecanduan obat, dan kecelakaan kendaraan bermotor. Usaha remaja fase

pertengahan untuk tidak bergantung, menguji batas kemampuan, dan keperluan

otonomi mencapai maksimal mengakibatkan berbagai permasalahan yang dengan

orang tua, guru, maupun figur yang lain.

3. Remaja akhir (18-21 tahun )

Remaja pada fase ini ditandai dengan pemikiran oprasional formal penuh,

termasuk pemikiran mengenai masa depan baik itu pendidikan, kejuruan, dan

seksual. Remaja akhir biasanya lebih berkomitmen pada pasangan 10

seksualnyadaripada remaja pertengahan. Kecemasan karena perpisahan yang tidak

tuntas dari fase sebelumnya dapat muncul pada fase ini ketika mengalami

perpisahan fisik dengan keluarganya.

Menurut Irinto (2013) Remaja merupakan masa yang penuh gejolak emosi

dan ketidakseimbangan yang tercakup dalam storm and stress. Karena itu, remaja mudah terkena pengaruh oleh lingkungan. Remaja akan

diombang-ambingkan oleh munculnya: kekecewaan dan penderitaan ; meningkatnya

(23)

pacaran dan percintaan ; keterasingan dari kehidupan dewasa dan norma

kebudayaan.

Kusmiran (2011) menjelaskan definisi remaja dapat ditinjau dari tiga sudut

pandang secara kronologis, secara fisik, secara psikologis. Secara kronologis

remaja adalah individu yang berusia antara 11-12 tahun sampai 20-21 tahun.

Secara fisik remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi

fisiologis.Secara psikologis remaja merupakan masa di mana individu mengalami

perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral, di antara

masa anak-anak menuju masa dewasa.

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perjalanan kehidupan

manusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan antara masa

kanak-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggung jawab.

2.3.2. Ciri-ciri Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang

kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya

dengan peride sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain

(Hurlock, 2007) :

1. Remaja sebagai periode yang penting

Semua periode adalah penting, tetapi kadar kepentingan usia remaja cukup

tinggi mengingat dalam periode ini begitu besar pengaruh fisik dan psikis

membentuk kepribadian manusia. Periode ini membentuk pengaruh paling besar

terhadap fisik dan psikis manusia sepanjang hayatnya kelak.

(24)

Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

Bila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus

dapat meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus

mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap

yang sudah ditinggalkan.

3. Remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan tingkah laku remaja sama dengan perubahan fisiknya. Ada

lima perubahan yang bersifat universal diantaranya : meningginya emosi yang

intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi;

perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk

diperankan; perubahan yang ambivalen terhadap setiap perubahan, tetapi secara

mental belum ada kesadaran tanggungjawab atas keinginannya sendiri.

4. Remaja sebagai usia bermasalah

Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi.

Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalah membuat banyak remaja

akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan

mereka.

5. Remaja sebagai masa mencari identitas

Salah satu cara untuk menampilkan identitas diri agar diakui oleh teman

sebayanya atau lingkungan pergaulannya, biasanya menggunakan simbol status

dalam bentuk kemewahan atau kebanggaan lainnya yang bisa mendapatkan

dirinya diperhatikan atau tampil berbeda dan individualis di depan umum.

(25)

Usia remaja merupakan usia yang membawa kekhawatiran dan ketakutan

para orang tua. Stereotip ini memberikan dampak pada pendalaman pribadi dan

sikap remaja terhadap dirinya sendiri.

7. Remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana

adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini tidak hanya

bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya dan

menyebabkan meningginya emosi.

8. Remaja sebagai ambang masa dewasa

Usia remaja yang menjelang dewasa ini menuntut remaja untuk

meninggalkan kebiasaan yang melekat di usia kanak-kanak mereka. Menyikapi

kondisi ini, kadangkala untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah dewasa dan siap

menjadi dewasa mereka bertingkah laku yang meniru-niru sebagaimana orang

dewasa di sekitarnya. Tingkah laku tersebut bisa berupa hal positif dan negatif.

Selanjutnya, Irianto (2013), mengemukakan bahwa sebagian besar remaja

ditandai oleh ciri-ciri pertumbuhan fisik, perkembangan seksual, cara berpikir

kausalitas, emosi yang meluap-luap, menarik perhatian lingkungan, dan terikat

dengan kelompok.

1. Pertumbuhan Fisik

Perubahan fisik yang terjadi pada remaja berkaitan dengan pertumbuhan dan

kematangan seksual. Pertumbuhan fisik seperti menghasilkan panjang lengan dan

tungkai maupun tinggi badan yang tidak selalu sesuai dengan harapan remaja dan

(26)

remaja sehingga sulit baginya untuk menerima keadaan fisiknya. Karena itu tugas

yang harus dilakukan oleh remaja terkait dengan pertumbuhan fisik adalah

bagaimana menerima keadaan fisik sebagai hasil pertumbuhan alami secara arif

dan bijaksana serta tidak berbuat ke arah yang destruktif (tindakan buruk) dari

keadaan fisik tersebut. Sebaliknya, bila pertumbuhan fisik sesuai dengan harapan

dirinya dan lingkungan, juga tidak menjadikan diri kaum remaja berlaku

sombong, angkuh, dan melampaui batas.

2. Perkembangan Seksual

Seksual mengalami perkembangan yang kadang-kadang menimbulkan

masalah dan menjadi penyebab timbulnya pacaran, perkelahian, tindakan seks

bebas, dan sebagainya. Tanda perkembangan seksual pada remaja khususnya putri

adalah datangnya menstruasi, penimbunan lemak yang membuat buah dadanya

membesar, dan sebagainya. Kondisi remaja akibat perkembangan seksual tersebut

telah mendorong remaja untuk saling suka dan cinta dengan lawan jenisnya.

Karena itu, akan menjadi masalah bagi remaja bila faktor lingkungan (keluarga,

sekolah, dan masyarakat) kurang mau memahami dan mengerti keadaan seksual

yang dihadapi remaja. Remaja akan menjadi manusia yang bersikap tertutup

terhadap masalah seksual dan kemungkinan akan melakukan tindakan

penyimpangan seksual. Karena itu, remaja harus dapat mengendalikan

perkembangan seksualnya dengan cara mengalihkan melalui kegiatan yang

produktif seperti berolahraga, mengembangkan bakat seni, dan kreativitas lainnya.

(27)

Remaja juga sudah mulai menunjukkan cara berpikir kausalitas, yang

menyangkut hubungan sebab akibat dan berpikir kritis. Orang tua, guru, dan

masyarakat harus memperlakukan remaja sebagai individu yang memiliki potensi

berpikir. Karena itu, orang tua, guru, dan masyarakat tidak boleh melakukan

tindakan pemaksaan kehendak terhadap remaja, melainkan harus menerapkan cara

berpikir dialogis sehingga remaja akan merasakan keberadaan dirinya dan

mendorongnya untuk melakukan aktualisasi diri secara positif.

4. Emosi yang meluap-luap

Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan hormon.

Suatu saat remaja bisa sedih sekali, di lain waktu remaja bisa marah sekali. Emosi

yang meluap-luap itu dapat mendorong remaja melakukan tindakan yang

melampaui batas kepatutan dan kewajaran. Emosi remaja lebih kuat dan lebih

menguasai diri mereka daripada pikiran remaja yang realistis. Untuk itu, remaja

dituntut untuk dapat mengendalikan dan mengontrol emosi.

5. Bertindak menarik perhatian lingkungan

Manusia pada masa remaja mulai mencari perhatian dari lingkungan

sosialnya baik orang tua, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, remaja berusaha

mendapatkan status dan peran sosial. Tindakan remaja dalam menarik perhatian

lingkungan ada yang diwujudkan dalam bentuk tindakan positif seperti belajar dan

berlatih dengan rajin dan sungguh-sungguh untuk menjadikan remaja dalam

berbagai bidang seperti menjadi siswa berprestasi dalam bidang akademik, juara

lomba sains (fisika, kimia, biologi), juara lomba matematika, juara olahraga,

(28)

Namun, ada pula remaja yang melakukan tindakan negatif dalam rangka

menarik perhatian lingkungan, seperti melakukan tindakan perkelahian,

penyalahgunaan narkoba, tindakan seks bebas, dan sebagainya. Terkait dengan

itu, orang tua, guru, dan masyarakat harus dapat menciptakan kondusi yang

kondusif agar remaja dapat mengaktulisasikan dirinya dalam rangka menarik

perhatian lingkungan sosial secara benar dan tidak melanggar norma-norma

agama, sosial, dan pemerintahan. Selain orang tua, diri remaja menjadi hal yang

utama dalam rangka mengendalikan dan mengontrol dirinya dalam bertindak.

6. Terikat dengan kelompok

Masa remaja dalam kehidupan sosialnya lebih tertarik dengan kelompok

manusia yang sebaya dengannya. Karena itu, tidak heran bila orang tua dan guru

seringkali dinomorduakan oleh remaja, sedangkan teman sebaya dinomorsatukan.

Apa yang dilakukan kelompok sebaya, kemungkinan akan ditiru oleh remaja. Bila

tidak mengikutinya, remaja merasa diasingkan dari kelompoknya. Keterkaitan

remaja dengan kelompok mendorong lahirnya perkumpulan yang disebut “gang” Bergabungnya remaja dalam kelompok “gang”, karena remaja beranggapan bahwa kelompok itu mau mengerti, mau menganggap dirinya dan menjadi tempat

curhat serta tempat pelampiasan perasaan tertekan dan saling tukar pengalaman.

Untuk itu, remaja dan lingkungan keluarga serta masyarakat dituntun untuk

dapat mendorong remaja mewujudkan keterkaitan dengan kelompoknya melalui

perkumpulan remaja yang positif, seperti remaja mesjid, karang taruna, kelompok

ilmiah remaja, kelompok remaja pencinta alam, kelompok remaja pencinta seni

Referensi

Dokumen terkait

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PRAKTIKUM DI LABORATORIUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FPTK UPI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]

Dari gambar di atas analisa perancangan RFID Membaca ID CARD dan data ID dikirim ke Mikrokontroller untuk di olah dan dikirim ke computer menggunakan USB TO TTL sebagai pengubah

Teori dan Praktek Interfacing Port Serial Komputer dengan VisualBasic 6.0..

Membuat dan Mengelola Mesin Tetas, Jakarta :

Judul Tesis : Hubungan Lama Hemodialisis dan Skor Pruritus pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan.. Nama

 Perlu adanya tambahan dalam desain inkubator agar lebih menarik supaya menambah banyak telur yang akan ditetaskan

dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujan dan kriteria yang.. telah