• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH GENRE FILM HOROR DI INDONESIA Ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH GENRE FILM HOROR DI INDONESIA Ma"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MATA KULIAH SEJARAH SENI

“SEJARAH GENRE FILM HOROR DI INDONESIA

(Masa Keemasan Genre Film Horor Dekade 1980-an dan 2000-an) ”

Diajukan oleh : Fajar Aji 498/S2/KS/11

PROGRAM MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA

(2)

A. Sejarah Film di Indonesia

Sejarah film di Indonesia merupakan pembicaraan sejarah yang sangat panjang. Persoalan ini dikarenakan banyaknya peristiwa yang mempengaruhi sehingga sejarah film di Indonesia penuh warna pada setiap dekadenya. Menurut Haris Jauhari di dalam buku Layar Perak 90 Tahun Bioskop Indonesia memetakan perkembangan industri perfilman dan perbioskopan Indonesia dalam 6 tahap, yakni;

Pertama, Periode 1900-1942 sebagai periode “Layar Membentang”. Ditandai beberapa tonggak peristiwa penting: Tahun 1900, bioskop pertamakali muncul di Tanah Abang, Batavia (5 Desember 1900) dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai film bisu. Kedua,

Periode 1942-1949 disebut “Tahap Berjuang di Belakang”. Masa ini bercirikan produksi film sebagai alat popaganda politik Jepang. Ketiga,

periode 1950-1962 adalah tahap “pulih kembali”. Ditandai dengan diresmikannya Metropole, bioskop megah dan terbesar saat itu (1951).

Keempat, Periode 1962-1965 sebagai “Hari-Hari Paling Riuh”. Ditandai dengan beberapa kejadian penting terutama menyangkut aspek politis, seperti aksi pengganyangan film-film yang disinyalir sebagai agen imperialisme Amerika Serikat; pemboikotan, pencopotan reklame, hingga pembakaran gedung bioskop. Kelima, Periode 1965-1970 adalah “Masa-Masa Sulit”. Gejolak politik G30S PKI yang mewarnai periode ini membuat pengusaha bioskop mengalami dilema karena mekanisme peredaran film rusak akibat adanya gerakan anti imperialisme, sedangkan produksi film nasional masih sedikit sehingga pasokan untuk bioskop tidak mencukupi. Keenam, Periode 1970-1991 disebut sebagai “Gejolak Teknologi Canggih dan Persaingan”. Saat itu teknologi pembuatan film dan perbioskopan mengalami kemajuan, meski di satu sisi juga mengalami persaingan dengan televisi (TVRI).

Merujuk pemetakan Haris Jauhari di atas, bahwa peristiwa sejarah pada setiap dekade mempengaruhi perkembangan sejarah film itu sendiri. Haris Jauhari juga memberikan nama peristiwa pada setiap dekade berdasarkan peristiwa sejarah yang terjadi. Oleh sebab itu, peristiwa yang terjadi sangat mempengaruhi perkembangan perfilman dan bioskop di Indonesia.

(3)

mengenai sejak kapan sejarah film nasional di Indonesia di mulai. Produksi sebuah film di Indonesia memang sudah banyak dilakukan ketika pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Namun ada pernyataan bahwa film yang dikategorikan nasional baru dimulai pada tahun 1950 dengan pembentukan kemerdekaan negara Indonesia beserta politik dan aspirasinya. Untuk menerapkan film nasional, bagaimanapun, membutuhkan kemerdekaan politik, dan semua film yang diproduksi sebelum tahun 1950 bukan film Indonesia.1 Persoalan mengenai film nasional maupun bukan nasional tidak akan dibahas mendetail disini, tetapi cukup sebagai penghantar bahwa film yang masuk di dalam kategori film nasional dimulai semenjak pembentukan kemerdekaan negara Indonesia pada tahun 1950. Selanjutnya pembahasan kembali pada persoalan perjalanan dinamika film di Indonesia dari tahun ke tahun.

Mengutip pernyataan Haris Jauhari di atas, bahwa pada periode 1965-1970 merupakan masa-masa sulit dikarenakan gejolak politik terjadinya gerakan 30 September. Namun peristiwa tersebut tidak membuat “mati suri” perfilman di Indonesia yang berkepanjangan. Pada tahun 1980-an, perfilman di Indonesia sudah menempuh masa kejayaannya dengan ditandai film-film lokal banyak menempati gedung-gedung bioskop dan digemari olah masyarakat. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy Ratnasari.2

Kejayaan perfilman Indonesia kemudian menurun pada tahun 1990-an dikarenakan persoalan tema yang diangkat tidak bervariasi dan berkutat pada tema-tema dewasa, sehingga film Indonesia sudah tidak kembali menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri dan film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut. Pada pasca-reformasi 1998 film di Indonesia kembali lagi

1 Lihat buku Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita, oleh Ekky Imanjaya. Jakarta: Salemba Humanika: 2011. Hal: 9 – 24.

(4)

menduduki tempat-tempat bioskop diseluruh Indonesia dengan film Petualangan Serina yang diperankan oleh Sherina Munaf, film drama musikal karya Riri Reza dan Mira Lesmana tersebut berhasil menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia (http://www.rickyeka.com/perfilman-indonesia-sejarah-perkembangan-situs-review-film.html). Setelah film Petualangan Serina, film di Indonesia kembali lagi pada masa-masa kejayanya dengan banyaknya film yang diproduksi dari berbagai jenis genre hingga era 2000-an. Dari sekian banyak genre yang diproduksi, genre horor merupakan salah satu film yang paling banyak diproduksi dan digemari oleh masyarakat di Indonesia. Genre ini pun juga sudah banyak diminati sejak dekade tahun 1970-an dengan jumlah produksi film mencapai 22 judul, bahkan dekade tahun 1980-an merupakan masa emas film horor Indonesia dengan jumlah produksi film mencapai 78 judul, kemudian pada dekade berikutnya, film horor yang diproduksi hanya mencapai 35 judul. Sementara dari tahun 1998 – 2008, film horor yang diproduksi berjumlah 74 judul, dari total produksi 281 film.3 Dari data di atas genre film horor merupakan salah satu genre dari sekian genre yang ikut mewarnai sejarah perkembangan perfilman di Indonesia.

B. Genre Film Horor

Horor merupakan salah satu genre4 yang berkembang di dalam seni Film. Genre horor merupakan salah satu dari beberapa genre yang masuk di dalam kategori genre induk primer.5 Oleh sebab itu, horor merupakan salah satu dari genre pokok yang telah ada dan berkembang sejak awal perkembangan sinema era 1900-an hingga 1930-an. Tercatat Georges Meliès, pelopor film fiksi ilmiah pertama di dunia, membuat sebuah film berjudul le Manoir du diable pada akhir tahun 1896. Kemudian ada F. W. Murnau dari Jerman dengan film Nosferatu,

3 Lihat buku Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita. 2011. Hal: 200.

4 Genre adalah ragam atau jenis (film) yang ditandai oleh gaya, bentuk, atau isi tertentu, pengelompokan ke dalam genre atau jenis film/program tayangan biasanya tidak bersifat ketat; genre dasar program siaran televisi biasanya terdiri atas program siaran pendidikan, informasi, dan hiburan.. Lihat Leli Achlina dan Purnama Suwardi, Kamus Istilah Pertelevisian.2011. Hal: 80.

(5)

sosok vampire pertama yang muncul di film pada tahun 1922. Selanjutnya tokoh-tokoh seperti mumi, drakula, monster frankenstein, manusia serigala, dan sebagainya mulai menjadi figur-figur abadi yang menghiasi film-film horor sepanjang zaman.

Film horor memiliki tujuan utama memberikan efek rasa takut, kejutan, serta terror yang mendalam bagi penontonya. Seorang kritikus film Amerika, Charles Derry dalam bukunya Dark Dreams: A Psychological History of the Modern Horror Film (1977: 97) membagi genre horor ke dalam tiga sub-genre, yaitu horror-of-personality (horor psikologis), horror-of-Armageddon (horor bencana), dan horror-of-the-demonic (horor hantu).

Horror-of-personality atau horor psikologis yang dimaksud adalah film horor yang mengembangkan karakter antagonis bukan berasal dari sosok hantu, tetapi berasal dari manusia. Di dalam jenis ini, manusia sebagai karakter antagonis biasanya mempunyai kelainan pada psikisnya dikarenakan histori kehidupan di “masa lalunya”. Biasanya, tokoh tersebut digambarkan di dalam cerita awal sebagai manusia yang normal, tetapi di akhir cerita menjadi “tidak normal” dan bertingkah dan bersifat seperti “iblis”. Sub-genre Horror-of-personality ini banyak ditemui film-film produksi Amerika seperti film Psycho karya Alfred Hitchcock (1960) dan The Silence of the Lambs (1991).

Gambar 1. cover film Psycho dan cover film The Silence of the Lambs

(6)

Horror-of-Armageddon atau horor bencana, jenis film horor yang dimaksud adalah sebuah film yang mengangkat ketakutan laten manusia pada hari akhir dunia, atau hari kiamat. Manusia percaya bahwa suatu hari dunia akan hancur dan umat manusia akan binasa. Di dalam film horor bencana ini kehancuran dunia bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti peristiwa alam (tabrakan meteor, tsunami, atau ledakan gunung berapi), serangan mahluk asing, serangan binatang, atau kombinasi semua faktor. Sub-genre Horror-of-Armageddon ini banyak ditemui film-film produksi Hollywod. Film yang berjudul

2012 merupakan salah satu contoh dari sub-genre Horror-of-Armageddon.

Gambar 2. cover film 2012.

(Foto di Unduh di http://www.google.co.id)

Sub-gebre yang terakhir horror-of-the-demonic atau horor hantu adalah sub-genre yang paling tidak asing lagi (popular) di dalam genre horor. Sub-genre ini menggunakan tokoh non manusia (hantu) yang digunakan baik sebagai tokoh protagonis maupun antagonis di dalam mengembangkan ceritanya. Bentuk ketakutan dan kejutan yang dimunculkan berasal dari bentuk-bentuk yang aneh dan menyeramkan yang berasal dari makhluk halus (non-manusia). Sub-genre inilah yang menghiasi perkembangan dan produksi-produksi film dari berbagai belahan dunia dan salah satunya Indonesia. Berikut film horor yang masuk di dalam sub-genre horror-of-the-demonic, yaitu: Nightmare on Elm Street (produksi Hollywod), Shutter (produksi Jepang), dan Hantu Puncak Datang Bulan

(7)

Gambar 3. cover film Nightmare on Elm Street, Shutter dan Hantu Puncak Datang Bulan

(Foto di Unduh di http://www.google.co.id)

Dari ketiga sub-genre di atas, sub-genre horror-of-the-demonic inilah yang mempunyai tempat paling banyak di hati masyarakat semenjak kemunculan film di Indonesia. Persoalan ini tidak bisa dipugkiri dengan latar belakang masyarakat di Indonesia yang masih sangat lekat dengan berbagai hal yang berbau mistis. Oleh sebab itu, semenjak kemunculan seni film di Indonesia sub-genre ini selalu menjadi perhatian dan bahkan sampai era 2000an masih menjadi primadona dan menjadi salah satu sub-genre yang mempunyai rating tertinggi dibandingkan dengan genre-genre berserta sub-genre yang lainnya seperti yang sudah disebutkan pada bagian akhir uraian sejarah film Indonesia di atas.

C. Asal Mula Film Horor di Indonesia

(8)

film Beranak dalam Kubur (1971) yang kemudian diikuti oleh produksi film-film horor lainnya.6

Merujuk dari beberapa pendapat berbagai penulis di atas mengenai versi tentang lahirnya film horor di Indonesia jika dikaitkan dengan uraian di atas tentang film yang dianggap sebagai film nasional adalah film yang ada setelah tahun 1950, pendapat J.B Kristanto mengenai film Lisa dan Beranak dalam Kubur sebagai film horor pertama Indonesia menjadi signifikan. Persoalan ini menjadi signifikan dikarenakan bahwa; film yang diproduksi pada masa pra-kemerdekaan, tentunya banyak kepentingan dari berbagai pihak (negera penjajah) di dalam ide dan gagasannya. Sebagai contoh kedatangan Jepang di negara ini berikut film-film propagandanya telah membuat goncangan besar sekali pada pikiran bangsa Indonesia mengenai fungsi film dan membawanya kepada pemikiran baru.7 Selanjutnya uraian Arjanto Dwi di dalam majalah Tempo menyatakan bahwa; film horor produksi periode 1926 – 1970 mengangkat ide dan gagasan tentang siluman yang mendasarkan ceritanya pada kisah-kisah legenda Tionghoa (terutama yang berasal dari Shanghai). Film-film tersebut menurut catatan statistik J.B. Kristanto, selama periode ini diproduksi setidaknya 103 film dengan empat diantaranya film tentang siluman, yaitu Ouw Peh Tjoa (Doea Siloeman Oeler Poeti en Item) (1934), Tie Pat Kai Kawin (Siloeman Babi Perang Siloeman Monjet (1935), Anaknja Siloeman Oeler Poeti (1936), Lima Siloeman Tikoes (1936). Oleh sebab inilah, film produksi pada tahun 1950-an dan seterusnya tentu menjadi lepas dari pengaruh penjajahan dan lebih bebas mengekspresikan baik di dalam ide maupun gagasan. Walaupun sebelumnya sudah lebih dulu diproduksi film yang sudah mengangkat tema-tema mengenai siluman yang menimbulkan pengelaman menegangkan dan memberikan rasa takut kepada penonton.

Perkembangan film horor di Indonesia pasca-kemerdekaan 1950-an dan seterusnya walaupun dari segi ide dan gagasan tidak terpengaruh oleh pemikiran

6 Lihat buku Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita. 2011. Hal: 202.

(9)

bangsa lain, namun ide dan gagasan yang berkembang “kebanyakan” tetap terpengaruh pada tema-tema siluman. Pengaruh tersebut bisa dilihat tema-tema film horor yang diproduksi era 1970-an, 1980-an, 1990-an, bahkan sampai era 2000-an. Pembahasan ini akan diulas lebih mendetail pada pembahasan sub-bab berikutnya. Sebagai penutup, mengacu dari beberapa pendapat dan uraian di atas, Penulis sependapat bahwa ‘film horor pertama di Indonesia’ dimulai dengan dua judul film Lisa (1971) dan Beranak dalam Kubur (1971) dilihat dari sudut pandang film nasional. Namun jika dilihat dari esensi naratif horornya, film horor di Indonesia sudah ada sejak 1930-an dengan film Doea Siloeman Oeler Poeti en Item (1934).

Gambar 4. cover film Lisa dan Beranak dalam Kubur

(Foto di Unduh di http://www.google.co.id)

D. Masa Keemasan Genre Film Horor di Indonesia Dekade 1980 dan 2000.

(10)

Ratu Pantai Selatan (1980) mendapatkan piala LPKJ pada tahun 1981 untuk Efek Khusus FFI;. Akting Rina Hasyim dalam Genderuwo (1981) ditandatangani pada 1981 untuk aktor FFI unggulan Pembantu Perempuan;. Pada tahun yang sama Ratu Ilmu Hitam FFI (1981) pergi bahkan lebih unggul dalam kategori, pemain utama Suzanna Wanita, WD Mochtar untuk aktor Pembantu Pria, juga editing, fotografi, dan artistik. Pada tahun 1987 FFI, 7 Manusia Tiger (1986) Dibintangi pintu masuk yang mengarah ke Asisten Pria (Elmanik), sedangkan darah Pernikahan (1987) disukai untuk kategori Artistik FFI 1988.8 Film-film horor yang diproduksi pada dekade ini selain mendapatkan banyak penghargaan, judul film seperti; Sundel Bolong (1981), Nyi Blorong (1982), Setan Kredit (1982),

Telaga Angker (1984), Petualangan Cinta Nyi Blorong (1986), dan Santet (1988) mampu menarik perhatian penonton.

Kuantitas film berlanjut pada dekade selanjutnya sehingga membuat banyak pilihan para penonton. Dalam hal ini tentunya selain genre film horor, juga terdapat genre-genre yang lainnya. Dengan banyaknya pilihan film yang ditawarkan menjadikan penonton cerdas di dalam memilih film yang baik, menghibur dan berguna buat mereka. Namun pada dekade ini, kuantitas film yang muncul tidak ditunjang oleh kualitas. Sehingga persoalan lain muncul, yaitu

Cinemascope atau yang sekarang dikenal dengan 21 Cineplex, hanya memutar film-film produksi Hollywood. Sedangkan film lokal, diputar di bioskop kecil atau pinggiran. Monopoli jaringan bioskop 21 Cineplex ini, membuat bioskop-bioskop pinggiran gulung tikar. Hingga pada tahun 90-an, produksi film dalam negeri pun menurun drastis. Monopoli ini menjadikan film horor makin berani untuk bersaing mendapatkan penonton dengan menawarkan bumbu sensualitas pada film-film yang diproduksi. Film tersebut antara lain; Godaan Perempuan Halus (1933), Misteri di Malam Pengantin (1993), Susuk Nyi Roro Kidul (1993),

Pawang (1995), , Mistik Erotik (1996), Rose Merah, (1996), Birahi Perempuan Halus (1997). Kemudian peristiwa yang menambah keterpurakan pada dekade

(11)

1990-an ini adalah “tragedi” 1998 yang mengakibatkan krisis ekonomi dan berdampak peningkatan biaya produksi film. Akibatnya dekade ini perfilman di Indonesia seakan terasa mati suri.

Film di Indonesia baik genre horor maupun genre-genre yang lainnya setelah mengalami mati suri pada akhir dekade 1990-an kembali lagi menghiasi layar bioskop di dekade pasca 1998. Judul film Petualangan Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, film drama musikal karya Riri Reza dan Mira Lesmana tersebut berhasil menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia (http://www.rickyeka.com/perfilman-indonesia-sejarah-perkembangan-situs-review-film.html). Munculnya genre film drama inilah yang memacu kembali khususnya genre horor yang kembali menghiasi film di Indonesia.

Jalangkung merupakan film horor pertama yang diproduksi setelah masa produksi film Indonesia yang rendah pada dekade tahun 1990-an.9 Menurut catatan Kompas (25 Maret 2007), film Jelangkung (2001, Jose Poernomo & Rizal Mantovani) tercatat meraup penonton 748.003 orang di Jabotabek saja, sejak Oktober 2001 hingga Januari 2002. Terakhir, dalam tulisan “Selamat Datang di Republik Hantu (Edna C. Pattisina)”, film ini bahkan disebut mencapai rekor 1,5 juta penonton. Data di atas menunjukkan bahwa film Jalangkung merupakan transisi positif setalah masa-masa sulit ke masa kejayaan dan sangat diminati oleh masyarakat di Indonesia.

(12)

(Foto di Unduh di http://www.google.co.id)

Setelah dirilisnya film Jalangkung dan mendapat perhatian positif oleh masyarakat, genre film horor kembali menghiasi perfilman di Indonesia. Berbagai tema dan variasi film horor diperkenalkan oleh para pembuat film. Namun sebenarnya, variasi tema dan penggarapan naratif dalam film-film kontemporer tebatas pada unsur-unsur sebagai berikut;

Pertama, asal-muasal cerita film yang berasal dari cerita-cerita yang

beredar di masyarakat perkotaan (legenda perkotaan) secara lisan.

Kedua, karena mengangkat legenda-legenda perkotaan, maka tidak

mengherankan bahwa sebagian besar setting film terjadi diperkotaan, dengan sebagian besar karakter utama (protagonis) adalah anak-anak muda (yang hidup di kota), selain bahwa tempat kejadian di perkotaan merupakan konsekuensi logis dari kongfigurasi sistem produksi film di Indonesia yang saat ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang lahir di kota (urban).

Ketiga, unsur ini tergambar jelas dalam Jalangkung. Film ini merupakan sebuah film horor yang menggunakan naratif berbagai legenda urban, namun diproduksi dengan kaidah-kaidah produksi Hollywod yang baik; sinematografi, penyuntingan, dan tata suara yang rapi.10

Pendapat di atas merupakan salah satu contoh bentuk variasi penggarapan yang berbeda dengan penggarapan genre film horor dekade sebelumnya. Walaupun terbatas pada tataran cerita, namun metode garap visualnya lebih ditekankan sehingga memberikan sajian visual yang sangat menarik, otomatis dekade 2000-an kembali lagi diminati oleh masyarakat Indonesia. Kemudi2000-an dari seki2000-an b2000-anyak film yang produksi terbagi atas sub-sub genre horor seperti yang sudah dijelaskan di atas. Berikut tabel11 data film yang diproduksi dekade 2000-an dari tahun 2001 sampai tahun 2010.

10 Lihat buku Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita. 2011. Hal: 210 - 211.

(13)

Tabel 1

No Judul Film Genre Horor Tahun 2001

1 Jelangkung

Tabel 2

No Judul Film Genre Horor Tahun 2002

1 Kafir (Satanic)

Tabel 3

No Judul Film Genre Horor Tahun 2003

1 Tusuk Jelangkung

Tabel 4

No Judul Film Genre Horor Tahun 2005

1 Mirror

2 12:00 AM

Tabel 5

No Judul Film Genre Horor Tahun 2006

1 Pocong 2

2 Bangku Kosong

3 Lentera Merah (Kebenaran Harus Terungkap)

Tabel 6

No Judul Film Genre Horor Tahun 2007

1 Beranak dalam Kubur

2 Miracle

3 Enam

4 Pulau Hantu

5 Suster N (Dendam Suster Ngesot)

(14)

11

No Judul Film Genre Horor Tahun 2008

(15)

10

No Judul Film Genre Horor Tahun 2009

(16)

14

Kereta Setan Manggarai (Kisah Nyata Kereta Setan Manggarai)

19

No Judul Film Genre Horor Tahun 2010

(17)

12

No Judul Film Genre Horor Tahun 2011

(18)

11

No Judul Film Genre Horor Tahun 2012

(19)

14 sampai tahun 2010 mencapai 93 film genre horor yang diproduksi. Mengamati dari jumlah film yang diproduksi setiap tahunnya, tahun 2009 merupakan jumlah tertinggi dibanding tahun-tahun yang lainnya, yaitu mencapai 26 film.

Kemudian seiring berjalannya waktu, persoalan yang sama kembali terlihat seperti dekade 1990-an. Film-film horor yang diproduksi setelah tahun 2008 mulai “dimbubui” dengan adegan yang sensual. Bentuk sensualitas yang ditonjolkan tersebut sudah tecermin di dalam pembuatan judulnya. Pada tahun 2009 dan 2010 film-film yang menyelipkan adegan tersebut dan sudah terlihat pada pemberian judulnya saja antara lain; Hantu Binal Jembatan Semanggi

(2009), Darah Perawan Bulan Madu (2009), dan Raped by Saitan (Diperkosa Setan) (2010). Dari beberapa film horor yang menyelipkan adegan sensual tersebut, pun mendatangkan bintang film porno dari manca-negara. Bintang film porno yang ikut andil di dalam film horor tersebut antara lain Miyabi dan Kin Sakuragi (dari Jepang) yang ikut beradu akting di dalam film, Suster Keramas dan

(20)

apakah film horor setelah tahun 2008 ini film di Indonesia akan kembali terpuruk dan mengalami mati suri seperti dekade 1990-an. Sebagai penutup, menurut Marselli Sumarno (1998:85) bahwa sebuah seni, sebagai salah satu objek seni abad ini, film dalam prosesnya berkembang mutakhir dari abad ke-20 yang dapat menghibur, mendidik, melibatkan perasaan, merangsang pemikiran dan memberikan dorongan kepada penontonnya. Oleh karena itu, persoalan di atas akan menjadikan kemunduran intelektualitas bagi penontonnya jika suguhan yang diberikan kepada masyarakat berkutat pada persoalan “sex” dengan balutan genre horor. Karena menurut pernyataan Marseli Sumarno di atas, bahwa film mampu melibatkan perasaan dan merangsang pemikiran, bagaimana film-film yang berkutat pada persoalan sensualitas tersebut jika dinikmati oleh anak-anak. Persoalan tersebut sangat menyedihkan dan tentunya oleh insan periflman dan masyarakat Indonesia tidak menginginkan kembali masa-masa itu terulang kembali.

E. Penutup

Pengaruh penjajahan Belanda dan Jepang menjadikan sejarah perkembangan film di Indonesia sangatlah panjang dan “berwarna”. Kedua negara tersebut sedikit banyak mempengaruhi pola berfikir masyarakat Indonesia mengenai fungsi media film. Sebagai contoh, kedatangan Jepang dengan membawa film-film propagandanya mempengaruhi pola berfikir masyarakat akan fungsi film, Periode 1942-1949 disebut oleh Haris Jauhari sebagai “Tahap Berjuang di Belakang”.

(21)

perfilman di Indonesia pada setiap tahunnya. Bahkan genre ini pernah mencapai masa kejayaan pada dekade 1980-an dan 2000-an. Masa kejayaan ini ditandai dengan beberapa penghargaan yang didapatkan melalui genre ini dan prosentase genre ini mendominasi dari sekian genre dari jumlah film yang diproduksi. Demikianlah yang bisa saya uraikan mengenai perkembangan sejarah film di Indonesia dan dinamika genre horor yang menjadi salah satu genre yang paling populer dan paling banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia.

F. Daftar Pustaka Kepustakaan

Arjanto, Dwi. 2003. “Dari ‘Siloemen Oeler’sampai ‘Tengkorak Hidoep’, majalah

Tempo, No. 5/XXX, 17 Februari 2003.

Biran, H. Misbach Yusa. 2009. Sejarah Film 1900 – 1950: Bikin Film di Jawa. Depok: Komunitas Bambu.

Derry, Charles. 1977. Dark Dreams: A Psychological History of the Modern Horror Film, Ohio: A.S. Barnes Noble.

Himawan Pratista, 2008, Memahami Film, Yogyakarta: Homerian Pustaka.

(22)

Jauhari, Haris dkk, 1992, Layar Perak 90 Tahun Bioskop Indonesia. Jakarta, Gramedia.

Kristanto, J.B. 2007. Katalog Film Indonesia, 1926 – 2007. Jakarta: Penerbit Nalar.

Kompas Entertainment, editor: A. Wisnubrata Minggu, 13 Maret 2011, 10:30 WIB.

Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo.

Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Perfilman_Indonesia (di unduh, 11 Juli 2011, jam 13.00 WIB)

http://www.rickyeka.com/perfilman-indonesia-sejarah-perkembangan-situs-review-film.html (di unduh, 07 Juli 2011, jam 22.00 WIB)

http://ruangkata-katavie.blogspot.com/2011/06/sejarah-film-horor-indonesia.html (di unduh, 11 Juli 2011, jam 21.00 WIB)

http://bololicious.blogspot.com/2010/10/horror-film-history-in-indonesia.html (di unduh, 11 Juli 2011, jam 22.00 WIB)

Gambar

Gambar 1. cover film              Psycho dan cover film The Silence of the Lambs(Foto di Unduh di http://www.google.co.id)
Gambar 2. cover film 2012.
Gambar 3. cover film Nightmare on Elm Street, Shutter dan Hantu Puncak Datang Bulan(Foto di Unduh di http://www.google.co.id)
Gambar 4. cover film          Lisa
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sterilisasi dengan uap air panas, bahan yang mengandung cairan tidak dapat didterilkan dengan oven sehingga digunakan alat ini.. alat ini disebut Arnold steam

Untuk data karyawan yang sudah tidak aktif bekerja lagi atau karyawan yang sudah pensiun maka perhitungan pesangon yang diterima oleh karyawan bisa dilakukan otomatis

Perbandingan antara jumlah tenaga apoteker yang tercatat pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang menunjukkan data tenaga apoteker yang terdaftar memiliki SIPA

Kontak Kwalifikasi pemburu Tartihy Inf terpusat Tar Bintal TNI AD Suspa Jarah 02. Bati Urpam Tuud

Sesuai penjelasan tersebut bahwa sebuah tanda-tanda dibuat bertujuan agar manusia bisa berpikir terhadap maksud dan tujuan dari sebuah tanda, baik berhubungan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan sediaan Fenilefrin Hidroklorida dengan menggunakan pengawet Benzalkonium Klorida 0,002 % dengan pengaruh

Menghasilkan karya penelitian melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang pendidikan dan non kependikakan untuk mewujudkan masyarakat yang

Jatorrizko testuak aukeratu ondoren, berauen laburpenen urre-patroia osatu dugu. Horretarako, bi irakaslek jatorrizko testuen estrakzio- eta abstrakzio-laburpen bilduma