• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HISTO (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HISTO (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HISTORIS

DAN HUBUNGANNYA DENGAN HUKUM HUMANITER

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Vina Ainin Salfi Yanti

vinaainin@students.unnes.ac.id

Judul Buku : Hukum HAM dan Hukum Humaniter Penulis/pengarang : Andrey Sujatmoko, S.H., M.H. Penerbit : PT. RajaGrafindo Persada

Tahun Terbit : 2015

Kota Terbit : Jakarta

Bahasa Buku : Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris Jumlah Halaman : xvi+284 halaman

ISBN Buku : 978-979-769-798-3

PEMBAHASAN REVIEW

Pengajaran Hak asasi manusia di perguruan tinggi merupakan salah satu metode untuk menyebarluaskan dan menanamkan nilai-nilai tentang HAM melalui jalur pendidikan. Hal tersebut diperlukan, mengingat pendidikan merupakan sarana yang dapat memainkan peran yang penting dalam rangka memajukan penghormatan terhadap HAM. Oleh karena itu, pengajaran HAM di lingkungan perguruan tinggi merupakan conditio sine qua non bagi terciptanya insan yang memiliki human right sense.

HAM dapat dipandang dari berbagai perspektif. Salah satunya adalah perspektif historis atau sejarah. Untuk itu sangat diperlukan pemahaman akan sejarah HAM. Dengan mempelajari sejarah HAM akan dapat diketahui hal-hal yang melatarbelakangi kemunculan dan asal usul HAM serta segala aspek yang relevan dengan hal tersebut. Di samping itu, akan dapat membantu untuk memahami HAM sebagai objek kajian yang dinamis.

(2)

Untuk itu, dengan hadirnya buku yang ditulis oleh Andrey Sujatmoko, S.H., M.H. didalamnya terdiri atas lima belas bab ini pun membahas beraneka macam topik yang tiap babnya memiliki pembahasan tersendiri dan disajikan dengan kesimpulan sebagai garis besarnya untuk memahami apa yang dibahas dalam suatu bab tersebut dan daftar pustaka di setiap babnya sebagai referensi dalam setiap teori yang disajikan. Singkatnya, buku ini memandang HAM dari segi historis atau sejarahnya. Di mana membahas hal-hal yang secara ringkas yang ruang lingkupnya mencakup sejarah, teori dan prinsip HAM, hubungan antara hukum HAM internasional dan individu, serta masalah universalisme dan partikularisme HAM. Buku yang terdiri lima belas bab ini memiliki topik dan bahasan tersendiri dimasing-masing babnya. Diantaranya : bab pertama membahas sejarah, teori, prinsip, dan kontroversi HAM, bab kedua mengenai konteks HAM dan pelanggaran HAM, bab ketiga membahas penegakan hukum HAM di tingkat nasional dan internasional, bab keempat menjelaskan mengenai penahanan (detention) dan penyiksaan (torture) dalam HAM internasional, bab kelima membahas pengadilan campuran(hybrid tribunal) sebagai forum penyelesaian kejahatan internasional, bab keenam mengangkat sebuah paper dengan judul comparative analysis between ad hoc human right court in Indonesia and special panels for serious crimes in East Timor, bab ketujuh membahas pula mengenai pelanggaran HAM berat pasca jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999, bab ke delapan menguak kembali kasus Trisakti, bab kesembilan mengenai kemerdekaan Kosovo, di bab sepuluh mengangkat kasus Rohingya Myanmar, bab sebelas mengenai istilah, definisi, dan pengertian hukum humaniter, bab dua belas menjelaskan hubungan hukum HAM internasional dan hukum humaniter internasional, bab tiga belas menyajikan tentang konvensi Den Haag IV tahun 1907 tentang hukum dan kebiasaan perang di darat, bab empat belas membahas tanggung jawab negara, individu, dan komando menurut hukum internasional, dan di bab terakhir dapat kita temukan tulisan jurnal dengan judul implementation of international humanitarian law on the use of the red cross emblem in Indonesia and Australia. Selain menyajikan lima belas bab, buku ini juga melampirkan bagan tanggung jawab negara dan individu dalam hukum internasional, tabel

comparison of hybrid tribunal, peta wilayah Kosovo, UDHR, ICESCR, dan ICCPR. Di bab I membahas mengenai sejarah, teori, prinsip, dan kontroversi HAM. Di mana kita seperti membuka kembali lembaran sejarah atas hadirnya HAM yang sekarang digembor-gemborkan masyarakat. Mengenai HAM itu sendiri, meskipun beberapa pakar menyatakan dapat merunut konsep HAM yang sederhana sampai kepada filsafat Stoika di zaman kuno lewat yurisprudensi hukum kodrati (natural law) Grotius dan ius naturale dari Undang-Undang Romawi, tampak jelas bahwa asal usul konsep HAM yang modern dapat dijumpai dalam revolusi Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis pada abad ke-17 dan ke-18. Gagasan John Locke mengenai hak-hak kodrati lah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis pada abad 17 dan 18 tersebut.

Di pembahasan bab ini menguak bahwa paham HAM yang lahir di Inggris pada abad ke-17 karena Inggris memiliki tradisi perlawanan yang lama terhadap segala usaha raja untuk mengambil kekuasaan mutlak. Sementara

(3)

1679 muncul penyataan Habeas Corpus, suatu dokumen keberadaban hukum bersejarah yang menetapkan bahwa orang yang ditahan harus dihadapkan dalam waktu tiga hari kepada seorang hakim tanpa diberitahu tuduhan apapun yang menyebabkan ditahannya orang tersebut. Bill of Rights, sebagai hasil perjuangan parlemen melawan pemerintahan raja-raja Wangsa Stuart yang sewenang-wenang pada abad 17. Para koloni-koloni Inggris di Amerika Utara yang memberontak pada paruh kedua abad ke-18 tidak melupakan pengalaman Revolusi Inggris dan berbagai upaya filosofis dan teoretis untuk membenarkan revolusi itu. Dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika (1776) yang disusun oleh Thomas Jefferson, gagasan-gagasan ini diungkapkan dengan kata-kata yang sangat jelas dan tepat, di mana deklarasi tersebut secara eksplisit mengakui kesetaraan manusia dan adanya hak-hak pada diri manusia yang tidak dapat dicabut (inalienable) , yaitu hak untuk hidup, bebas, dan mengejar kebahagiaan. Pada tahun 1791 Amerika Serikat mengadopsi Bill of Rights yang memuat daftar hak-hak individu yang dijaminnya. Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat kemudian dijadikan model yang mempengaruhi revolusi di Prancis dalam menentang rezim yang tiran. Revolusi ini menghasilkan Deklarasi Hak-Hak Manusia dan Warga Negara (Declaration of the Rights of Man and of the Citizen) tahun 1789. Babak baru perkembangan HAM secara internasional terjadi setelah dunia mengalami kehancuran luar biasa akibat PD II. Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 tidak dapat dipungkiri memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan HAM dikemudian hari. Tonggak sejarah pengaturan HAM yang bersifat internasional baru dihasilkan tepatnya setelah Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Right)

pada 10 Desember 1948. Kemudian, pada tahun 1966 dihasilkan perjanjian internasional (treaty) yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik ( International Covenant on Civil and Political Right/ICCPR) dan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCCR).

Selanjutnya dalam bab ini juga dibahas mengenai teori-teori HAM. Penulis juga ingin menyampaikan sebenarnya apa yang dimaksud dengan HAM? Sehingga penulis berpendapat bahwa untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan pemahaman tentang HAM berdasarkan suatu kerangka teori. Namun, disamping banyak teori yang disuguhkan penulis untuk menjawab pertanyaan tersebut, tidak ada kesimpulan yang diambil oleh penulis sendiri atas teori-teori yang disajikannya, sehingga membuat apa yang menjadi bahasan pada bagian ini kurang menarik karena penulis tidak menarik kesimpulan atas teori-teori yang telah disajikan.

Namun, rasanya ada hal yang kurang jika penulis hanya mengkaji HAM dari perspektif sejarah HAM di Barat, padahal jauh sebelum itu HAM sudah muncul sejak lama. Seharusnya, jika penulis ingin mengkaji HAM dari perspektif sejarah mestinya secara detail HAM itu awalnya ada, bukan hanya mengulas HAM yang ada ditengah-tengah masyarakat Barat.

(4)

sama lain dan sifatnya seimbang sehingga tidak mencondongkan satu dengan lainnya. Perlu diketahui pula bahwa dalam UU HAM memuat tentang pengertian kewajiban dasar manusia1, adalah seperangkat kewajiban yang

apabila hak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Selain itu juga pada bab iv pasal 67-70 menjelaskan mengenai kewajiban seorang manusia selain hak seorang manusia yang melekat dalam diri individu masing-masing.

Di bab III, mengulas mengenai penegakan hukum HAM di tingkat nasional dan internasional. Dewasa ini, penegakan hukum HAM di Indonesia telah didukung pula oleh berbagai peraturan perundang-undangan. UUD 1945 sebagai hukum tertinggi di Indonesia juga telah mengatur secara eksplisit mengatur HAM yakni dalam Bab XA dari pasal 28A hingga pasal 28J. Menyangkut penegakan hukum HAM di Indonesia, secara kelembagaan ada dua institusi yang mempunyai peran yang sangat penting, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM. Dalam praktiknya, penegakan hukum HAM di tingkat nasional juga dapat dilakukan melalui pengadilan nasional atas dasar prinsip yurisdiksi universal (universal jurisdiction principle). Menurut H. Victor Conde2, berdasarkan prinsip ini

pengadilan nasional setiap negara memiliki kewenangan untuk melaksanakan yurisdiksinya untuk mengadili para pelaku kejahatan-kejahatan internasional tertentu seperti “genocide”, kejahatan perang (war crimes), dan penyiksaan (torture).

Buku ini mengulas mengenai penegakan HAM di tingkat internasional juga, di mana dalam tingkat internasional, masalah penegakan hukum HAM tidak dapat dilepaskan dari PBB. PBB memiliki peran sentral maupun kontribusi yang sangat penting bagi perlindungan dan penghormatan terhadap HAM di dunia. Menurut Thomas Buergenthal, hal tersebut secara historis terlihat dari upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PBB berkaitan dengan perkembangan hukum HAM internasional modern, seperti : dalam pembentukan norma (the normative foundation).

Di bab IV, dapat ditemukan mengenai penahanan(detention) dan penyiksaan( torture) dalam hukum HAM internasional. Di mana dalam bab ini menyajikan tentang istilah dan definisi HAM, hukum HAM internasional, kewajiban negara terhadap HAM, penahanan(detention) dan penyiksaan(torture). Definisi HAM itu sendiri penulis mengambil tiga definisi yang berbeda, yakni dari Jan Materson, Peter R. Baehr, dan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Maka HAM secara kesimpulan adalah karunia dari Tuhan dan bukan pemberian dari manusia, penguasa ataupun negara. HAM juga bersifat universal, artinya eksistensi HAM tidak dibatasi oleh batas-batas geografis atau dengan perkataan lain HAM ada di mana ada manusia. Selanjutnya dibahas mengenai hukum internasional, dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan pihak yang diaturnya, yaitu negara dengan individu. Dalam hubungan tersebut relasi yang diatur adalah negara memiliki posisi sebagai pihak yang berkewajiban untuk melindungi HAM setiap individu dan individu merupakan pihak yang harus

1 Lihat pasal 1 angka 2 UU Noor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(5)

dilindungi hak asasinya. Adapun kewajiban dari individu adalah menaati ketentuan hukum yang berlaku.

Sejatinya utamanya dalam bab ini adalah penahanan(detention) dan penyiksaan(torture), namun dalam kenyataannya pembahasannya disisipkan definisi HAM itu sendiri. Dan sebelumnya telah diketahui bahwa di bab 1 penulis ingin mengungkapkan apa itu definisi HAM tetapi penulis tidak sampai mengumpulkan definisi HAM dari berbagai pendapat atau sumber namun menyajikan teori-teori yang pada akhirnya penulis sendiri tidak menarik kesimpulan dari teori-teori tersebut. Berlanjut ke pengadilan campuran (hybrid tribunal) sebagai forum penyelesaian kejahatan internasional, bahwa di bab V ini menguraikan aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan pengadilan campuran yang telah dibentuk di beberapa negara ditinjau dari perspektif internasional dan uraiannya lebih bersifat umum dan tidak mendetail sehingga akan lebih mengena dipikiran para pembaca sebagai dasar pengetahuan mereka dalam memahami ranah pengadilan campuran. Selain itu, diuraikan pula secara umum yang dikemas dengan ringkas mengenai pengadilan internasional seperti ICTY, ICTR, dan ICC.

Menariknya, di bab VI disajikan paper yang merupakan hasil penelitian dari penulis yang disponsori Norwegian Centre for Human Rights (NCHR), University of Oslo, Norwegia tahun 2007. Paper ini membahas analisis perbandingan antara Pengadilan Ad Hoc Indonesia dan Panel Khusus untuk kejahatan berat di Timor Timur. Dalam paper ini disajikan laporan-laporan penyelidikan di Timor Timur, yakni laporan dari komisi tertinggi HAM di Timor Timur. Selain itu juga laporan dari komisi penyelidikan Timor Timur serta laporan dari komisi penyelidikan kejahatan HAM di Timor Timur (KPP HAM). Pengadilan HAM di Indonesia dibentuk dan didirikan pada masa pemerintahan presiden B.J. Habibie melalui Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Lalu, pada 6 Juni tahun 2000 UNTAET(U.N. Transitional Administration in East Timor) mendirikan Panel Khusus untuk kejahatan berat Timor Timur. Hal ini merupakan sisi menarik dari sebuah buku yang ditulis penulis, yakni dengan menyajikan paper sebagai bentuk contoh real dalam menyempurnakan pemahaman para pembaca sehingga dapat menjadi wacana tersendiri yang memiliki value dalam menyampaikan materi dan informasi terkait yang pernah terjadi.

Hal menarik lagi juga dapat ditemukan di bab VII di mana bab ini memuat tulisan dengan judul “Beberapa Catatan mengenai Pelanggaran Berat HAM Pasca Jajak Pendapat di Timor Timur tahun 1999” yang dipresentasikan pada rapat pleno Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste ke-13, tanggal 26 Juni 2006 di Hotel Nikko, Jakarta. Tulisan yag berisikan analisis terhadap data yang dari investigasi yang dilakukan oleh sejumlah institusi seperti tersebut maupun dari proses hukum yang telah dilaksanakan oleh Pengadilan HAM Ad Hoc. Disamping itu juga ditampilkan data dari Report of the High Commissioner for Human Rights on the human rights situation in East Timor. Berbagai tindak kekerasan yang terjadi di Timor Timur pada tahun 1999, khususnya pasca jajak pndapat, merupakan pelanggaran berat (gross violations) HAM yang termasuk dalam kategori sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Disamping itu juga terjadi kejahatan perang yang merupakan pelanggaran berat (grave breaches) hukum humaniter.

(6)

sebagai bentuk real dalam menguak dan membuka kembali sejarah atas apa yang pernah terjadi dinegara ini. Penyajian bahasan yang ringkas menjadikan setiap pembaca mudah untuk memahami sebagai contoh real mengenai materi yang di bab sebelumnya penulis sajikan.

Selain kasus Trisakti, penulis juga menyajikan contoh-contoh masalah HAM lainnya, seperti “Kemerdekaan Kosovo dan Kaitannya dengan Right to self determination”. Tulisan ini sebelumnya dimuat pada jurnal intelijen dan kontra intelijen, volume 4, no. 22, Maret-April 2008 yang diterbitkan oleh centre for the study of intelligence and counterintelligence. Lalu, dapat ditemukan pula tulisan mengenai kekerasan terhadap Rohingnya di Myanmar. Tulisan yang disajikan penulis di bab 11 ini merupakan materi yang dipresentasikan pada “Seminar Nasional Rohingya dalam perspektif Fotografi, Kemanusiaan, dan HAM” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada 11 Februari 2014.

Sebanyak 11 bab dalam buku Hukum HAM dan Hukum Humaniter ini penulis gunakan khusus untuk membahas HAM, selanjutnya di bab ke-12, penulis mulai menyajikan tentang pembahasan hukum humaniter. Adapun mengenai hubungan antara HAM dengan Hukum humaniter internasional adalah keduanya saling berkaitan satu sama lain yang memiliki tujuan yang sama, yaitu perlindungan terhadap individu. Namun, nampaknya penulis di sini masih belum menjelaskan ataupun mengambil kesimpulan mengenai definisi hukum humaniter, malahan penulis masih membahas panjang lebar mengenai HAM yang sudah dibahas di bab-bab sebelumnya.

Di bab XIII, kita kembali di sajikan dengan salah satu contoh real

mengenai humaniter yang dibahas dalam satu bab buku ini secara gamblang

sehingga dapat memudahkan kita dalam memahami bahasan tersebut. Di bab XIV, berlanjut mengenai tanggung jawab negara, individu, dan komando dalam perspektif hukum internasional. Pembahasan materi yang detail membantu memahami masing-masing tanggung jawab dari berbagai elemen. Dan di bab terakhir dapat kita temukan sebuah tulisan yang diambil dari jurnal yang menjelaskan mengenai contoh real dari implementasi hukum humanitarian internasional antara Indonesia-Australia.

Secara keseluruhan, buku ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: menggunakan bahasa yang mudah dipahami, memberikan contoh-contoh real

Referensi

Dokumen terkait

Guru memberikan penjelasan materi pembelajaran tentang pengertian momentum sudut, hubungan antara momentum sudut dan torsi dan formulasi hukum kekekalan momentum

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan segala rahmat serta karuniaNya sehingga penyusun telah dapat menyelesaikan Tugas Akhir “Pra Rencana

Mentari Books juga menjalin kerjasama sebagai eksklusif distributor dengan publisher tertua didunia, yaitu Cambridge University Press for ELT (English Language

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Penelitian ini menggunakan populasi berupa perusahaan manufaktur terdaftar di BEI pada periode waktu

Dari beberapa literatur yang penulis baca, belum ada literatur yang membahas secara khusus sebagaimana penulis akan bahas dalam skripsi, yaitu hadis tentang paha

Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup bagi ikan budidaya adalah tersedianya pakan secara kualitas dan

66 Layanan Tridharma di Perguruan Alat Pendidikan Pendu- Pengadaan Buku Perpustakaan 1 THN Pekanbaru 500.000.000 APBN Kemdikbud PBJ Maret 2012 9 Bulan. Tinggi kung Pembelajaran

Sudah tidak lagi menjadi satu kesatuan jiwa tak terpisahkan dengan fungsi Kabupaten karena rancangannya memang tidak berlandaskan filosofi alun-alun, tetapi sudah murni