• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI (3)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut WHO sehat adalah keadaan secara jasmani, mental sosial dan bukan hanya suatu keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.

Menurut UU No 36/2009 tentang kesehatan. Sehat adalah sejahtera dari badan (jasmani) jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinka setiap orang hidup secara sosial dan ekonami.

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah mengutamakan dalam mencapai kemampuan dan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal kesehatan mencakup selurunh kehidupan aspek manusia baik kesehatan fisik dan mental.

Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, Namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari,2000).

Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran social (Depkes, 2000).

Menurut klasifikasi Diagnostic and Statisyical Manual of Mental Disorder Text Revision (DSM IV, TR 2000), harga diri rendah merupakan salah satu jenis gangguan jiwa kategori gangguan kepribadian (Videbeck, 2008).

(2)

data hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO. Ini sesuatu yang sangat serius dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 % (http://www.kompas.com, diambil pada tanggal 20 oktober 2010).

Penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa diperkirakan sebanyak 26 juta, dimana panik dan cemas adalah gejala paling ringan (WHO, 2006).

Gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia pada tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar 4,6 permil, artinya bahwa dari 1000 penduduk Indonesia terdapat empat sampai lima diantaranya menderita gangguan jiwa berat (Puslitbang Depkes RI, 2008).

Penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 225.642.124 jiwa sehingga pasien gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan 1.037.454 jiwa (Pusat Data dan Informasi Depkes RI, 2009). Hasil Riskesdas tahun 2007 untuk provinsi Jawa Barat didapatkan data individu yang mengalami gangguan jiwa sebesar 0,22% dari jumlah penduduk dan untuk wilayah Bogor sebesar 0,40% (Puslitbang Depkes RI, 2008). Angka ini menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa berat cukup besar atau dapat dikatakan cukup banyak. Gangguan jiwa berat yang paling banyak ditemukan adalah Skizofrenia.

Upaya mengatasi masalah kesehatan jiwa diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas. Bentuk pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa komunitas yang dikenal dengan istilah Community Mental Health

Nursing (CMHN) (Keliat, 2007).

Tingginya Angka Kejadian Gangguan Jiwa Halusinasi Di Jawa Barat dan Peran Perawat Dalam Mengatasinya

Menurut undang-undang No 36 Tahun 2009 pasal 1 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial . Menurut UU kesehatan Jiwa No.36 tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan Fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa manusia selalu dilihat sebagai kesatuan yang utuh (holistik) dari unsur badan (organobiologi), jiwa (psiko edukatif), sosial (sosio kultural), yang tidak dititik beratkan pada penyakit tetapi pada kualitas hidup yang dimilikinya yang terdiri dari kesejahteraan dan produktifitas ekonomi serta kesehatan jiwanya.

(3)

kualitas hidup manusia secara utuh. (Depkes RI,2002) . Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks serta saling berhubungan satu dengan lainnya. Apabila individu tidak mampu mempertahankan keseimbangan atau mempertahankan kondisi mental yang sejahtera, maka individu tersebut akan mengalami gangguan, dan apabila gangguan tersebut secara psikologis maka akan mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa. Dari berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal,baik yang berhubungan dengan fisik,maupun yang mental (Yosef,iyus,2009:77)

Menurut Dadang hawari dalam bukunya pendekatan holistik pada gangguan jiwa menyebutkan bahwa salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa Skizofrenia dan salah satu jenis Skizofrenia adalah Skizofrenia Paranoid Berdasarkan data laporan insiden kasus gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa Provinsi Jawa Barat Priode bulan Januari sampai April 2011 dapat dilihat pada table Berikut :

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Gangguan Jiwa Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Periode Bulan Januari-April 2011

No Jenis Gangguan Jiwa Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Schizofrenia Hebefrenik 277 30 %

2 Schizofrenia Paranoid 261 28 %

3 Schizofrenia Residual 115 13 %

4 Episode Depresi; Gangguan Suasana Perasaan YTT

95 10 %

5 Gangguan Psikosa Akut dan Sementara 77 8 %

6 Schizofrenia YTT 30 3 %

7 Episode Manik dan Gangguan Afektif Bipolar

22 2 %

8 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif

18 2 %

9 Gangguan Anxietas Fobik; Gangguan Anxietas Lainnya

14 2 %

10 Gangguan Psikotik Non Organik Lainnya

13 2 %

Total 922 100%

(4)

Data diatas menunjukan persentase penyakit gangguan jiwa dari jumlah 922 orang yang dirawat dirumah RSJ provinsi Jawa Barat. Kasus Skizofrenia Paranoid menduduki urutan kedua sebanyak 261 orang (28%) dari 10 besar gangguan jiwa yang ada dirumah sakit jiwa Provinsi Jawa Barat. Maka dapat diketahui bahwa Skizofrenia Paranoid memiliki prevalensi yang cukup besar.Salah satu faktor pendukung timbulnya Skizofrenia Paranoid adalah mengalami gangguan sensori persepsi.. Gangguan sensori persepsi adalah ketidakmampuan individu dalam mengidentifikasi stimulus sesuai dengan informasi yang diterima melalui panca indra. Gangguan sensori persepsi ditandai oleh adanya halusinasi, yaitu individu menginterpretasikan sesuatu yang tidak ada stimulus dari lingkungan. Tabel dibawah ini menjelaskan angka kejadian Gangguan sensori persepsi halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat :

Tabel 1.2 Daftar Distribusi Diagnosa Keperawatan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Periode Bulan Januari-April 2011

No Diagnosa Keperawatan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Gangguan sensori persepsi halusinasi 8922 61 %

2 Isolasi sosial 1823 12 %

3 Perilaku kekerasan 1799 12 %

4 Waham 902 6 %

5 Harga diri rendah 647 5 %

6 Defisit perawatan diri 446 3 %

7 Resiko bunuh diri 194 1 %

Total 14810 100%

Sumber : Catatan Rekam Medik RSJ Prov. Jawa Barat Periode Januari-April 2011

(5)

1. Tujuan umum

Penulis mampu mempeloleh pengalaman secara nyata dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif meliputi Bio, Psiko, Soisial, dan Spiritual pada klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran.

2. Tujuan kusus

Penulis diharapkan mampu :

a. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pandengaran

c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pandengaran

e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pandengaran

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pandengaran.

C. Metode Poenulisan

Dalam penulisan laporan kuliah lapangan ini, penulis m,enggunakan metode pengumpulan data diantaranta :

1. Metode wawancara 2. Metode studi 3. Observasi

4. Sumber dan jenis data D. Sistematika penulisan

(6)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A.

Pengertian

Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkannya atau tidak ada objek (Drs. Sunardi 2005)

Halusinasi adalah distorsi persepsi yang terjadi pada respon neurobiological yang maladaptif (Stuart and Sundeen, 1998)

Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)

(7)

Kesimpulannya Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan.

B.

Psikodinamika a. Etiologi

Gangguan otak karena keracunan, obat halusinogenik, gangguan jiwa seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan ilusi, psikosisi yang dapat menimbulkan halusinasi dan pengaruh sosial budaya, social budaya yang berbeda menimbulkan persepsi berbeda atau orang yang berasal dari sosial budaya yang berbeda.

b. Proses

Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu tentang sesuatu, padahal dalam kenyataan tidak terdapat rangsangan apapun atau tidak terjadi sesuatu apapun atau bentuk kesalahan pengamatan tanpa objektivitas penginderaan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat.

C.

Jenis-jenis Halusinasi

Jenis-jenis halusinasi menurut Stuart dan Sundeen 1998 adalah : 1) Halusinasi pendengaran atau auditori

Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai klien, klien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang-kadang melakukan hal yang berbahaya.

2) Halusinasi penglihatan atau visual

Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometris, gambar kartun dan panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.

3) Halusinasi Penciuman atau olfaktori

Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang menjijikan seperti darah, urine atau feses. Halusinasi penciuman khususnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensial.

4) Halusinasi Pengecap

Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan seperti darah, urine dan feses.

5) Halusinasi peraba atau tartil

(8)

D.

Tahap halusinasi

Menurut tim kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahap-tahap halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah

Tahap Karakteristik

(non verbal)

Perilaku Klien

Tahap I

 Memberi nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.

 Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan

 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas  Pikiran dan pengalaman

sensori masih ada dalam kontrol kesadaran

 Tersenyum atau tertawa sendiri

 Menggerakkan bibir tanpa suara

 Pergerakan mata yang cepat  Respon verbal yang lambat  Diam dan berkonsentrasi

Tahap II

 Menyalahkan  Tingkat

kecemasan berat

secara umum

halusinasi

menyebabkan rasa antipati

 Pengalaman sensori menakutkan

 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut  Mulai merasa kehilangan

kontrol

 Menarik diri dari orang lain

 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah

 Perhatian dengan lingkungan berkurang

 Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya  Kehilangan Kemampuan

(9)

Tahap III

 Mengontrol  Tingkat

kecemasan berat  Pengalaman

sensori

(halusinasi) tidak dapat ditolak

 Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)  Isi halusinasi menjadi

atraktik

 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir

 Perintah halusinasi ditandai  Sulit berhubungan dengan

orang lain

 Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik

 Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak termor dan berkeringat.

Tahap IV

 Menguasai tingkat kecerdasan, panic secara umum, diatur dan dipengaruhi oleh halusinasi.

 Pengalaman sensori menjadi mengancam

 Halusinasi dapat menjadi beberapa jam atau beberapa hari

 Perilaku panik

 Potensial untuk bunuh diri atau membunuh

 Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik  Tidak mampu merespon

(10)

E.

Rentang Respon

● Pikiran logis ● Pikiran terkadang menyimpang ● Kelainan pikiran

● Persepsi akurat ● Ilusi ● Halusinasi

● Emosi konsisten ● Emosional berlebihan/ dengan pengalaman kurang

● Tidak mampu mengatur emosi ● Perilaku social ● Perilaku ganjil ● Ketidakteraturan

● Hubungan social ● Menarik diri ● Isolasi social

Keterangan gambar :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma- norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif meliputi :

(11)

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli. 4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. 5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. b. Respon psikososial meliputi :

1) Prosep pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.

2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.

3) Emosi berlebihan atau berkurang.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. 5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain.

c. Respon Maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi : 1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak

diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati. 4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.

5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

F.

Faktor Predisposisi a. Biologis

Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladaptif termasuk hal-hal berikut :

Penelitian pencitraan otak yang menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia, lesi pada area frontal, temporal dan limbic.

Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia seperti dopamine neurotransmitter yang berlebihan dan masalah pada respon dopamine.

b. Psikologis

Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suatu respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi, sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsangan keinginan dan ketakutan yang dialami oleh klien.

c. Sosial Budaya

(12)

lingkungannya sejak bayi ( unwanted child ) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

d. Perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu, misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress

e. Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia, seperti Buffofenon dan Dimetytranferase ( DMP ). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.

f. Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofernia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini

G.

Faktor Presipitasi a. Biologi

Stressor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif, termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalisasi pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk selektif menghadapi rangsangan.

b. Stress Lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Pemicu Gejala

Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologi yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi), lingkungan rasa bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik, gangguan dalam hubungan interpersonal , sikap dengan peilaku (keputusasaan, kegagalan).

d. Perilaku

(13)

keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang indivudu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu :

1. Dimeni Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

2. Dimensi Emosional

Perassan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa indivudu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4. Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan kien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

5. Dimensi Spiritual

(14)

H.

Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien. Karena mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain, membunuh atau loncat jendela. Hasil riset Junginger tentang isi halusinasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

command hallucinations must be assessed sarefully, because the voices may command the person to hurt self or others. For example, a client might state that “ the voices “ are telling to “ jump out the window “ or “ take a knife dan kill my child “. Command hallucinations are often terrifiying for the individual. Command hallucinations may signal psychiatric emergency. ( Junginger dalam Varcarolis, 2006 : 393 )

Membina Hubungan Saling Percaya dengan Pasien

Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah membina hubungan saling percaya, sebagai berikut :

Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya :

Assalamualaikum,selamat pagi/siang/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien. Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan apa. Selanjutnya perawat menanyakan nama klien serta senang sipanggil dengan apa.

Buat kontrak asuhan. Jelaskan pada pasien tujuan kita merawat klien, aktivitas apa yang akan dilaksanakan dan berapa lama akan dilaksanakan aktivitas tersebut.

Bersikap empati yang ditunjukkan dengan : mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusiansi paien, segera menolong pasie jika pasien membutuhkan perawat.

Mengkaji Data Objektif dan Subjektif

(15)

ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang dirasakan dan didengar klien secara subjektif. Data ini ditandai dengan “ klien menyatakan atau klien merasa “.

o Adapun Manifestasi Klinis halusinasi menurut Videback ( 2004 : 310 ) sebagai berikut :

Jenis Halusinasi Data subjektif Data Objektif

Halusinasi pendengaran (auditory-hearing voices or

sounds)

 Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.  Mendengar suara atau

bunyi

 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

 Mendengar seseorang yang sudah meninggal.  Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau suara lain yang

membahayakan.

 Mengarahkan telinga pada sumber suara.  Bicara atau tertawa

sendiri.

 Marah-marah tanpa sebab.

 Menutup telinga.  Mulut komat-kamit.  Ada gerakan tangan.

Halusinasi pengihatan (visual-seeing persons or

things)

 Melihat seseorang yang sudah meninggal, melihat makhluk tertentu, melihat bayangan, hantu atau sesuatu yang

menakutkan, cahaya. Monster yang memasuki perawat.

 Tatapan mata pada tempat tertentu.  Menunjukkan kearah

tertentu.

 Ketakutan pada objek yang dilihat.

Halusinasi penciuman (olfactory-smelling odors)

 Mencium sesuatu, seperti bau mayat, darah, bayi, feces, atau bau masakan, parfum yang

menyenangkan.

 Klien sering mengatakan

(16)

mencium bau sesuatu.  Tipe halusinasi ini sering

menyertai klien demensia, kejang atau penyakit serebrovaskular. Halusinasi perabaan

(tactile-feeling bodily sensations)

 Klien mengatakan ada sesuatu yang

menggerayangi tubuh, seperti tangan, binatang kecil, makhluk halus.  Merasakan sesuatu di

permukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin, merasakan tersengat aliran listrik.

 Mengusapkan,

menggaruk, meraba-raba permukaan kulit. Terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan suatu rabaan.

Halusinasi pengecapan (gustatory-experiencing

tastes)

 Klien seperti sedang merasakan makanan tertentu atau mengunyah sesuatu.

 Seperti mengecap sesuatu. Gerakan

mengunyah,meludah atau muntah.

Cenesthetic & Kinestetic hallucinations

 Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi, misalnya tidak adanya denyutan di otak atau sensasi pembentukan urine dalam tubuhnya, perasaan tubuhnya melayang di atas bumi.

 Klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

Mengkaji Waktu, Frekuensi dan Situasi Munculnya Halusinasi

(17)

Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

Mengkaji Respons terhadap Halusinasi

Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien ketika halusinasi itu mucul, perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan klien. Selain itu, dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi pada pasien jika halusiasi timbul.

Mekanisme Koping

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiology termasuk

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas

b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri semdiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi)

(18)

2. Intervensi

Setelah …, pertemuan pasien dapat  Bantu pasien mengenal

halusinasi : o Isi

o Waktu terjadinya o Frekuensi o Situasi Pencetus o Perasaan saat

terjadi halusinasi  Latih mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik Tahapan tindakannya meliputi :

o Jelaskan cara

menghardik halusinasi o Peragakan cara

menghardik halusinasi o Minta pasien

memperagakan ulang o Pantau penerapan cara

ini, beri penguatan perilaku pasien o Masukkan dalam

jadwal kegiatan pasien.

Setelah …. , Pertemuan pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu

(SP 1)

 Latih berbicara/ bercakap dengan orang lain saat halusinasi muncul  Masukkan dalam jadwal

(19)

Setelah …., Pertemuan

 Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu memperagakannya

SP. 3 (Tgl … … … … …)  Evaluasi kegiatan yang lalu

(SP 1 & SP 2)  Latih kegiatan agar

halusinasi tidak muncul Tahapannya:

o Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.

o Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien

o Latih pasien melakukan aktivitas

o Susun jadwal aktifitas sehari-sehri sesuai dengan aktifitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai tidur malam) o Pantau pelaksaan

jadwal kegiatan, berikan penguatan terhadap perlaku pasien yang (+)

Setelah …. Pertemuan pasien mampu :  Evaluasi kegiatan yang

(SP.2 &3)

 Tanyakan program pengobatan  Jelaskan pentignya

penggunannya obat pada gangguan jiwa.

 Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program  Jelaskan akibat bila putus

(20)

 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat

 Jelaskan pengobatan (5 B)  Latih pasien minum obat  Masukan dalam jadwal

harien pasien. Keluarga mampu :

Merawat Pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.  Identifikasi masalah

keluarga dalam merawat pasien.

 Jelaskan tentang halusinasi :

o Pengertian halusinasi o Jenis halusinasi

yang dialami pasien o Tanda dan gejala

halusinasi o Cara merawat

pasien halusinasi o Sumber-sumber

pelayanan

kesehatan yang bisa dijangkau

o Bermain peran cara merawat

o Rencana tindak lanjut keluarga,  Evaluasi kemampuan

(21)

kegiatan yang sudah dilakukan  Memperagakan

cara merawat pasien

 Latih Keluarga merawat pasien

 RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah …, Pertemuan Keluarga mampu :  Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan  Memperagakan

cara merawat pasien serta mampu membuat RTL

SP. 3 (Tgl … … … …)  Evaluasi kemampuan

keluarga (SP.2)

 Latih Keluarga merawat  RTL keluarga/ jadwal

keluarga untuk merawat pasien

Setelah …, Pertemuan Keluarga mampu :  Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan  Melaksanakan

follow up rujukan

SP. 4 (Tgl … … … …)  Evaluasi kemampuan

keluarga

 Evaluasi kemampua pasien  RTL Keluarga :

Gambar

Tabel 1.2 Daftar Distribusi Diagnosa Keperawatan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Referensi

Dokumen terkait

6erdasarkan hasil sesuai tabel & didapatkan ibu hamil dengan anemia tertinggi pada multigravida yakni /2,!# hal ini sesuai dengan teori$aritas adalah banyaknya bayi yang

Hasil yang signifikan pada dana pihak ketiga menunjukkan bahwa semakin tinggi dana pihak ketiga yang mampu dihimpun oleh bank, maka akan semakin meningkatkan

Pada Gambar 6 peneliti melakukan filter pada flag kosong dapat dilihat sama seperti serangan FIN dan XMAS serangan NULL memiliki beberapa pola yang berbeda yang terletak

Kondisi inilah yang menyebabkan banyak program pemberdayaan oleh pemerintah gagal dalam implementasinya.Itulah sebabnya penulis tertarik untuk mengkaji sejauh mana

Informan ketiga mengungkapkan bahwa hoax bidang kesehatan merupakan berita bohong yang digunakan untuk mendapatkan simpati dari orang lain, sedangkan pada informan

WACSLU (Watershed Conservation through Sustainable Land Use). Dalam pendekatan ini, kegiatan pengelolaan DAS bukan semata-mata dititikberatkan hanya aspek fisik semata, namun

Kabupaten Boven Digoel berbatasan dengan Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten

materi Undang-undang hak cipta dikalangan aparat penegak hukum khususnya penyidik masih minim disamping terbatasnya jumlah penyidik. Adanya kemudahan dalam