• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perawatan Payudara Ibu Nifas di Klinik Mariani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perawatan Payudara Ibu Nifas di Klinik Mariani"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Masa Nifas

Masa nifas adalah masa antara melahirkan sampai organ-organ reproduksi

kembali seperti keadaan sebelum hamil (Reeder, 2011).Masa ini berlangsung selama 6

minggu setelah melahirkan (McKinney, 2000). Masa nifas (puerperium) dibagi dalam 3

periode: 1. Puerperium dini yaitu pemulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan

berjalan-jalan bahkan bekerja (setelah 40 hari), 2. Puerperium intermedial yaitu

pemulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu, 3.Remote puerperium

yaitu waktu diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau

waktu persalinan mengalami komplikasi yang lamanya bisa berminggu-minggu, bulanan,

atau tahunan (Mochtar, 1998).

Pada masa nifas pemulihan kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi

ibu nifas sehubungan dengan terjadinya perubahan fisik pada masa ini. Adapun

perubahan fisik yang terjadi pada masa nifas ini mencakup semua sistem yang ada di

dalam tubuh yaitu, sistem reproduksi, sistem endokrin, sistem urinaria, sistem

pencernaan, sistem kardiovaskular, sistem neurologi, sistem muskuloskeletal, sistem

integumen, dan sistem kekebalan. Payudara yang merupakan salah satu organ dalam

sistem reproduksi pada dasarnya mengalami perubahan dan memegang peranan penting

pada masa nifas yaitu untuk laktasi (Bobak, 2004).Pada akhir kehamilan berat payudara

sekitar 400-600 gram, dan meningkat pada masa menyusui mencapai 600-800 gram

(Maryunani, 2009). Hal ini dikarenakan terdapat efek prolaktin pada payudara yaitu

terjadi peningkatan sirkulasi darah pada payudara. Hal ini menyebabkan payudara terasa

(2)

mulai berfungsi, dan ASI mulai mencapai puting melalui saluran susu, sehingga laktasi

pun dimulai (Hamilton, 1995).

Jika terjadi masalah pada payudara ibu, maka akan mengganggu proses laktasi.

Adapun masalah yang sering terjadi pada ibu menyusui adalah masalah puting susu

masuk ke dalam, puting susu lecet, pembengkakan payudara, sumbatan pada saluran air

susu, dan peradangan payudara (mastitis) (Saryono & Pramitasari, 2008). Untuk

mengatasi hal tersebut, ibu nifas diharapkan mampu melakukan perawatan payudara agar

tidak mengalami gangguan kesehatan. Perawatan payudara ini merupakan salah satu

perawatan yang penting dilakukan pada masa nifas.

Perawatan nifas merupakan perawatan pada ibu setelah melahirkan. Hal ini

penting dilakukan untuk menghindari risiko perdarahan setelah melahirkan, mencegah

komplikasi dan infeksi, mengatasi kesulitan berkemih, dan juga bermanfaat

memperlancar pembentukan ASI (Dinata, 2011). Selain itu, perawatan nifas ini bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan dasar ibu nifas. Adapun kebutuhan dasar yang harus dipenuhi

ibu pada masa nifas untuk pemulihan kesehatannya yaitu: mobilisasi, nutrisi, eliminasi

urin, defekasi, perawatan perineum, dan perawatan payudara (Hamilton, 1995).

2.1.1. Mobilisasi

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehat menuju kemandirian (Kozier, 1995). Mobilisasi ini

berguna untuk fungsi semua sistem tubuh, terutama fungsi usus, kandung kemih,

paru-paru, dan sirkulasi. Selain itu, juga dapat membantu mencegah pembentukan bekuan

(trombosis) pada tungkai, dan memperlancar sirkulasi darah serta pengeluaran cairan

(lochea) (Hamilton, 1995).

Mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin yaitu 2 jam setelah persalinan normal.

(3)

melahirkan dapat melakukan mobilisasi setelah pengaruh anestesi tersebut hilang (Bobak,

2004). Mobilisasi dapat dilakukan secara bertahap yaitu diawali dengan miring kanan dan

miring kiri, kemudian duduk sambil mengayun-ayunkan tungkai di tepi tempat tidur

selama beberapa menit, selanjutnya berdiri dan berjalan beberapa langkah sesuai dengan

kemampuan, ibu diusahakan berjalan tegak agar postur tubuh yang baik dapat

dipertahankan dalam masa nifas (Reeder, 2011).

Apabila ibu menjalani tirah baring lebih dari 8 jam, maka diindikasikan untuk

melakukan latihan pada tungkai guna memperbaiki sirkulasi di tungkai dan mencegah

pembentukan trombus. Latihan yang dimaksudkan adalah melakukan fleksi dan ekstensi

kaki secara bergantian; memutar tumit dengan gerakan sirkular; melakukan fleksi dan

ekstensi tungkai secara bergantian; dan menekan bagian belakang lutut ke permukaan

tempat tidur (Bobak, 2004).

2.1.2. Nutrisi

Nutrisi harus mendapat perhatian dalam masa nifas karena makanan yang baik

mempercepat penyembuhan ibu, dan sangat mempengaruhi air susu ibu. Selain itu juga

berfungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, dan mencegah konstipasi

(Bahiyatun, 2009). Makanan harus mengandung cukup kalori, serta banyak mengandung

protein, banyak cairan, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Mochtar, 1998). Menurut

Bahiyatun (2009) ibu nifas perlu meningkatkan asupan kalori per hari sampai 2700

kalori, cairan per hari sampai 3000 mL, dan juga perlu mengkonsumsi suplemen zat besi

selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.

Gizi ibu menyusui dibutuhkan untuk produksi ASI dan pemulihan kesehatan ibu.

Kebutuhan gizi yang perlu diperhatikan, yaitu: makanan yang seimbang antara jumlah

dan mutunya; banyak minum (lebih dari 6 gelas) setiap hari; memakan makanan yang

(4)

pencernaan; menggunakan bahan makanan yang dapat merangsang produksi ASI,

misalnya sayuran hijau (Bahiyatun, 2009).

Pada wanita dewasa, kebutuhan kalori sebesar 2200 kkal, sedangkan untuk ibu

menyusui dibutuhkan tambahan kalori sebesar 700kkal untuk 6 bulan pertama setelah

melahirkan dan selanjutnya sebesar 500kkal. Kalori ini terdiri dari karbohidrat, lemak,

dan protein. Total makanan yang dikonsumsi dianjurkan karbohidrat 50-60%, lemak

25-35%, dan protein 10-15%. Adapun fungsi lemak bagi ibu menyusui adalah sebagai daya

tahan tubuh, sedangkan protein berfungsi untuk membentuk jaringan baru, dan

memproduksi ASI (Bahiyatun, 2009).

2.1.3. Eliminasi Urin

Dalam enam jam setelah melahirkan, ibu nifas harus sudah bisa berkemih

spontan (Suherni, 2009). Namun kebanyakan ibu dapat berkemih secara spontan dalam 8

jam setelah melahirkan (Hamilton, 1995). Kadang-kadang ibu nifas mengalami kesulitan

berkemih setelah melahirkan. Hal ini dikarenakan sfingter uretra ditekan oleh kepala

janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, adanya edema dan

trauma pada perineum pada saat melahirkan (McKinney, 2000). Selain itu, efek anestesi

yang menghambat fungsi neural pada kandung kemih dapat menyebabkan kurangnya

keinginan berkemih (Maryunani, 2009). Bila kandung kemih penuh, dan ibu masih

kesulitan dalam berkemih maka dilakukan kateterisasi (Mochtar, 1998).

2.1.4. Defekasi

Menurut Mochtar (1998) defekasi atau buang air besar harus dilakukan 3-4 hari

setelah melahirkan. Tapi hal ini terkadang masih sulit dilakukan karena kebanyakan

penderita mengalami obstipasi setelah melahirkan. Hal ini dikarenakan efek pemberian

(5)

perineum yang sangat sakit juga menjadi penyebab kurangnya keinginan untuk defekasi

(Hamilton, 1995).

Melakukan kembali kegiatan makan dan mobilisasi secara teratur dapat

membantu mencapai regulasi defekasi. Selain itu, ibu dianjurkan untuk mengkonsumsi

asupan cairan yang adekuat dan diet tinggi serat (Hamilton, 1995). Jika masih sulit untuk

defekasi maka diberikan obat laksatif per oral atu per rektal (Mochtar, 1998).

2.1.5. Perawatan perineum

Perineum adalah daerah antara vulva dan anus. Biasanya setelah melahirkan,

perineum menjadi bengkak, edema, memar, dan mungkin terdapat jahitan bekas robekan

atau episiotomi yang merupakan sayatan untuk memperluas pengeluaran janin. Proses

penyembuhan luka episiotomi ini sama seperti luka operasi lain, yaitu berlangsung 2-3

minggu setelah melahirkan (Maryunani, 2009). Jika terdapat episiotomi ini maka harus

dilakukan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).

Perawatan perineum ini bertujuan untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan,

mencegah infeksi, dan meningkatkan penyembuhan. Adapun prinsip-prinsip dasar

perawatan perineum ini adalah: 1. mencegah kontaminasi dari rektum, 2. menangani

dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma, 3. membersihkan segala keluaran yang

menjadi sumber bakteri dan bau. Berdasarkan prinsip tersebut, maka prosedur perawatan

perineum yang dapat dilakukan yaitu: pertama, ibu mencuci tangannya terlebih dahulu,

setelah itu ibu mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat, kemudian pembalut

yang telah penuh dibuang dengan gerakan ke bawah mengarah ke rektum dan meletakkan

pembalut tersebut di kantong plastik, selanjutnya ibu dapat berkemih dan BAB ke toilet

dan menyemprotkan air ke seluruh perineum, selanjutnya perineum dikeringkan dengan

menggunakan tisu dari depan ke belakang, lalu pembalut dipasang dari depan ke

(6)

Perawatan perineum juga bisa dilakukan dengan cara penghangatan kering.

Penghangatan kering dari cahaya lampu kadang-kadang digunakan untuk

meningkatkan penyembuhan perineal, caranya perineum dibersihkan terlebih dahulu

untuk membuang sekresi.Ibu berbaring terlentang dengan lutut fleksi dan

diregangkan, dan lampu diletakkan dengan jarak 20 inci dari perineum.Penghangatan

dengan cahaya lampu biasanya dilakukan tiga kali sehari selama 20 menit (Hamilton,

1995).

Selain perawatan perineum, ibu nifas juga membutuhkan perawatan payudara

untuk persiapan ASI sebagai makanan bagi bayinya. Karena pentingnya perawatan

payudara ini, maka perawatan payudara ini akan dibahas pada bagian selanjutnya.

2.2. Perawatan Payudara pada Ibu Nifas

2.2.1. Fisiologi Laktasi

Selama 9 bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh untuk mempersiapkan

fungsinya sebagai penyedia makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, hormon

esterogen dan progesteron menurun sedangkan hormon prolaktin meningkat (Maryunani,

2009). Hormon prolaktin ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah pada payudara

sehingga menyebabkan payudara terasa hangat, bengkak, dan menimbulkan rasa sakit

(Hamilton, 1995). Selain itu, prolaktin ini juga merangsang sel-sel alveoli untuk

menghasilkan ASI sehingga proses laktasi pun dimulai (Maryunani, 2009).

ASI biasanya diproduksi pada hari ketiga sampai hari keempat setelah

melahirkan. Sebelum ASI dihasilkan, cairan yang diperoleh bayi setelah dilahirkan adalah

kolostrum. Kolostrum merupakan cairan yang diproduksi oleh payudara selama tiga

(7)

mengandung protein, mineral, dan antibodi yang sangat diperlukan oleh bayi baru lahir

(Sulistyawati, 2010). Setelah hari keempat maka kolostrum akan berubah menjadi ASI.

Kandungan ASI terdiri dari protein, lemak, vitamin, mineral, dan gula yang dibutuhkan

untuk gizi bayi (Reeder, 2011).

Bila bayi mulai disusui, isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis

yang secara refleks mengakibatkan oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar pituitari (Mochtar,

1998). Oksitosin ini menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveolus

payudara dan duktus laktiferus. Sel-sel inilah yang mendorong ASI keluar dari alveoli

melalui duktus laktiferus menuju sinus laktiferus, tempat ASI akan disimpan. Pada saat

bayi menghisap, ASI di dalam sinus tertekan keluar, ke mulut bayi. Gerakan ASI dari

sinus ini dinamakan let-down reflect atau pelepasan (Sulistyawati, 2010). Hal ini

menyebabkan produksi ASI menjadi semakin banyak, dan involusi uteri akan menjadi

lebih sempurna (Mochtar, 1998).

Seiring dengan peningkatan produksi ASI maka bayi harus disusui dengan

adekuat. Karena jika tidak, sisa ASI akan terkumpul di dalam saluran susu yang akan

menyebabkan terjadi pembengkakan payudara. Selain pembengkakan payudara, terdapat

beberapa masalah yang terjadi pada saat menyusui seperti puting susu lecet yang

disebabkan oleh kesalahan teknik menyusui, saluran ASI tersumbat, dan mastitis

(Maryunani, 2009). Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan melakukan perawatan

payudara. Oleh karena itu, perawatan payudara sangat dibutuhkan pada saat laktasi.

2.2.2. Prosedur Perawatan Payudara

Perawatan payudara pada masa nifas adalah perawatan yang dilakukan pada

payudara ibu pascasalin atau sesudah melahirkan. Tujuan perawatan payudara pada

masa nifas adalah untuk memelihara kebersihan payudara agar terhindar dari

(8)

susu melalui pemijatan, mencegah bendungan ASI/pembengkakan payudara,

melenturkan dan menguatkan puting, mengetahui secara dini kelainan puting susu

dan melakukan usaha untuk mengatasinya (Saryono & Pramitasari, 2008). Selain

itu juga bertujuan untuk kenyamanan bagi ibu (Reeder, 2011).

Hal ini menunjukkan bahwa perawatan payudara sangat penting dilakukan pada

masa nifas, sehingga ibu nifas harus bisa melakukan perawatan payudara setelah

melahirkan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka diperlukan suatu prosedur

tindakan yang berisi langkah-langkah dalam melakukan perawatan payudara pada

masa nifas. Prosedur tindakan perawatan payudara pada masa nifas dapat dilihat

pada Tabel 2.1. Perawatan payudara ini dapat dilakukan sejak hari ke-2 setelah

melahirkan, sebanyak 2 kali sehari dan sebaiknya dilakukan sebelum atau sewaktu

akan mandi (Suherni, 2009).

Adapun sebelum melakukan tindakan perawatan payudara dibutuhkan persiapan

alat berupa kain kasa atau kapas, minyak kelapa/

baby oil

, waskom berisi air

hangat dan air dingin, handuk mandi, dan waslap. Selain persiapan alat, sebelum

memulai prosedur tindakan yang perlu diperhatikan adalah pakaian dan bra harus

dibuka, handuk diletakkan di atas bahu ibu, dan ibu harus mencuci tangan

sebelum melakukan tindakan (Nur Afi Darti dkk, 2012).

Tabel. 2.1 Prosedur Tindakan Perawatan Payudara pada Masa Nifas Tindakan

Cara I:

• Lihat keadaan puting

• Basahi kedua telapak tangan dengan minyak kelapa/baby oil

• Tempatkan kedua tangan di tengah dada kemudian lakukan gerakan memutar/mengelilingi payudara ke arah atas kemudian ke arah payudara

• Saat di bawah payudara,

(9)

depan

• Lakukakn gerakan lebih kurang 25-30 kali

Cara II:

• Jika akan melakukan perawatan pada payudara kanan, tangan kanan membentuk kepalan, tempatkan di pangkal payudara. Tangan kiri menyangga payudara. Dengan buku-buku jari lakukan pengurutan dari pangkal payudara ke ujung ke arah puting susu. Lakukan merata ke seluruh payudara

• Jika akan melakukan pada payudara kiri, tangan kanan menyangga payudara, sedangkan tangan kiri melakukan pengurutan. Lakukan seperti yang di atas

• Lakukan gerakan lebih kurang 25-30 kali

Cara III:

• Jika akan melakukan pada payudara kanan, sisi tangan kanan diletakkan di pangkal payudara, tangan kiri menyangga payudara. Lakukan pengurutan dari pangkal ke ujung ke arah puting susu

• Jika akan melakukan pada payudara kiri, tangan kanan menyangga payudara, sedangkan tangan kiri melakukan pengurutan

• Lakukan gerakan lebih kurang 25-30 kali

Cara IV:

• Tempatkan masing-masing ibu jari di atas payudara , dan jari-jari yang lain menyangga/menopang payudara. Gerakkan/massase jari-jari tersebut ke ujung payudara ke arah puting susu

• Lakukan massase berulang-ulang lebih kurang 25-30 kali

Perawatan Terakhir:

• Kompres puting dengan kapas yang diberi minyak selama 5 menit agar kotoran mudah dibersihkan

• Letakkan ibu jari dan telunjuk pada puting susu, lalu dengan hati-hati putarlah puting susu sambil ditarik ke luar. Lakukan berulang kali hingga lebih kurang 20 kali

• Kompres payudara dengan handuk/waslap yang telah dibasahi dengan air hangat selama 5 menit

• Kemudian ulangi pengompresan dengan menggunakan handuk/waslap yang telah dibasahi dengan air dingin

• Lakukan bergantian, dan akhiri dengan pengompresan menggunakan handuk/waslap yang dibasahi dengan air dingin

• Ulangi sebanyak 3 kali pada setiap payudara

(10)

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perawatan Payudara Ibu

Nifas

Menurut Green (1980) dalam Notoadmodjo (2007) terdapat 2 faktor yang

mempengaruhi perilaku manusia dalam hal kesehatan, yaitu: faktor internal yang

meliputi tingkat pendidikan, persepsi, emosi, motivasi, status sosial, status

ekonomi, dan kebudayaan, dan faktor eksternal yaitu lingkungan. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawatan payudara ibu nifas adalah sebagai

berikut:

a.

Tingkat Pendidikan

Menurut Basford (2006) dalam Harianti (2011) pengetahuan dapat didefenisikan

sebagai fakta atau informasi yang kita anggap benar berdasarkan pemikiran yang

melibatkan pengujian empiris (pemikiran tentang fenomena yang diobservasi secara

langsung) atau berdasarkan proses berpikir lainnya seperti pemberian alasan logis atau

penyelesaian masalah. Pada dasarnya pengetahuan adalah kesadaran dan pemahaman kita

terhadap sesuatu dan penerimaan kita sebagai kelompok bahwa pemahaman ini benar.

Pengetahuan ini biasanya dikaitkan dengan tingkat pendidikan seseorang.

Tingkat pendidikan adalah jenjang ilmu pengetahuan yang di dapat dari lembaga

pendidikan formal.Pendidikan formal merupakan pendidikan yang di dapat di bangku

sekolah umum.Tingkat pendidikan seseorang dikatakan rendah bila hanya mampu

menamatkan paling tinggi adalah sampai SD/sederajat.Tingkat pendidikan menengah bila

mampu menamatkan SMP/sederajat dan SMU/sederajat.Tingkat pendidikan tinggi bila

melanjutkan pendidikan hingga akademi atau Perguruan Tinggi.

Tingkat pendidikan ini sangat mempengaruhi perawatan payudara ibu.

Menurut Astari & Djuminah (2012) tingkat pendidikan merupakan salah satu hal

(11)

hasil penelitian Solichah (2011) yang melaporkan bahwa tingkat pendidikan ibu

nifas yang rendah menyebabkan pengetahuan tentang perawatan payudara pada

masa nifas kurang.

b.

Budaya

Menurut Basford (2006) budaya adalah hal-hal yang dipelajari dalam

masyarakat tentang nilai-nilai, kepercayaan, sikap, konsep dan kebiasaan yang

membentuk pikiran dan tingkah laku yang membuat suatu kelompok sosial itu

unik dan berbeda dengan yang lainnya.Budaya menggambarkan sifat non-fisik,

seperti nilai, keyakinan, sikap atau adat istiadat yang disepakati oleh kelompok

masyarakat dan diwariskan dari satu generasi kegenerasi berikutnya.Banyak

keyakinan, pikiran dan tindakan masyarakat, baik yang disadari maupun yang

tidak disadari ditentukan oleh latar belakang budaya (Spector, 1991 dikutip dari

Potter & Perry, 2006).

Setiap budaya memiliki latar belakang yang berbeda-beda sehingga variasi

budaya yang diturunkan pun berbeda-beda pula kepada generasi berikutnya.Budaya

dalam hal ini mengacu pada etnik yang dianut oleh ibu nifas.Setiap etnik memiliki tradisi

yang kaya dan kompleks, termasuk praktik-praktik kesehatan yang terbukti efektif

sepanjang masa.Oleh sebab itu, perilaku ibu selama periode nifas sangat dipengaruhi oleh

latar belakang budaya ibu tersebut (Bobak, 2004).

Dalam Bobak (2004) terdapat contoh budaya dari suku Amerika-Afrika pada

masa nifas yaitu perdarahan per vaginam dianggap sebagai tanda sakit maka mandi

berendam dan keramas dilarang, menyusui dianggap hal yang memalukan sehingga bayi

diberikan susu botol. Sedangkan suku Amerika-Meksiko memperbolehkan menyusui

(12)

Indonesia yang terdiri dari berbagai suku juga memiliki keyakinan tersendiri pada

masa nifas. Seperti hasil penelitian Suryawati (2007) menunjukkan bahwa salah satu

perilaku masyarakat suku jawa selama masa nifas yaitu pantang memakan makanan

tertentu yang lebih dikaitkan dengan si bayi agar ASI tidak berbau amis antara lain

daging dan ikan laut. Selain itu juga terdapat tradisi harus minum jamu agar rahim

cepat kembali seperti semula, dan memakai lulur param kocok ke seluruh badan

agar capek pada badannya cepat hilang.

c.

Status Sosial

Status sosial adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu

kelompok sosial.Pada sistem sosial terdapat berbagai macam status, seperti anak,

istri, suami, orang tua, ketua RW, ketua RT, camat, lurah, dan guru (Abdullah,

2006).Adapun status sosial yang dianggap mempengaruhi perawatan payudara ibu

nifas adalah jika ibu merupakan seorang tenaga kesehatan, baik itu tenaga

kesehatan profesional maupun non profesional.

Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, tenaga

kesehatan adalah “setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan

upaya kesehatan”

ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996

tentang Tenaga kesehatan profesional, meliputi: tenaga medis terdiri dari dokter

dan dokter gigi; tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan; tenaga

kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker; tenaga

(13)

mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan

sanitarian; tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien; tenaga keterapian fisik

meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara; tenaga keteknisian medis

meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis

kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik, teknisi tranfusi dan perekam

medis

Sedangkan tenaga kerja non profesional yang dimaksudkan adalah

kader.Kader kesehatan menurut WHO (2004) adalah “laki-laki atau wanita yang

dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan

perorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat

dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan”.

d.

Status Ekonomi

Menurut Kartono (2006) dalam Suparyanto (2012) status ekonomi adalah

kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per

bulan.Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan

harga barang pokok.Status ekonomi dapat dilihat dari UMR (Upah Minimal

Regional) setiap daerah. UMR Sumatera Utara pada tahun 2012 adalah Rp.

1.200.000,00 (Pratama, 2012). Sehingga berdasarkan UMR tersebut status

ekonomi masyarakat Sumatera Utara dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: tipe kelas

atas (Rp 2.500.000 ke atas), tipe kelas menengah (Rp. 1.200.000 – Rp 2.500.000),

dan tipe kelas bawah (<Rp 1.200.000).

Status ekonomi memiliki dampak yang signifikan terhadap fungsi sebuah

keluarga.Dalam sebuah keluarga ada kecenderungan semakin tinggi tingkat

(14)

pendapatan yang diterima akan berdampak pada pemahaman tentang pentingnya

kesehatan, jenis pelayanan kesehatan yang dipilih, dan bagaimana berespon

terhadap masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga. Sebaliknya jika

status ekonominya rendah maka keluarga akan memarginalkan fungsi kesehatan

keluarganya, dengan alas an lebih mendahulukan kebutuhan dasarnya (Setiawati

& Dermawan, 2008).

Selain faktor di atas, Wildani (2010) melaporkan bahwa terdapat lima

faktor yang mempengaruhi perawatan diri pada masa nifas, dimana perawatan

payudara merupakan salah satu perawatan diri yang penting pada masa nifas.

Kelima faktor tersebut adalah faktor masa lalu, faktor lingkungan ibu nifas, faktor

internal ibu nifas, petugas kesehatan, dan pendidikan kesehatan.

a.

Faktor Masa Lalu

Melalui pengalaman di masa lalu seseorang dapat belajar cara merawat diri.

Apabila Ibu sudah mengenal manfaat perawatan diri atau tehnik yang akan dilakukan,

maka Ibu akan lebih mudah dalam melakukan perawatan diri pada masa nifas.

Contohnya jika Ibu mengetahui atau pernah melakukan perawatan payudara

sebelumnya, maka akan mempengaruhi perilaku perawatan diri Ibu nifas. Ibu lebih

mudah belajar atau melakukan perawatan payudara. Sedangkan Ibu yang belum

mengetahui tentang perawatan payudara akan sulit melakukan perawatan tersebut.

Dalam hal ini masa lalu memberikan pengaruh pada perilaku Ibu untuk melakukan

perawatan diri pada masa nifas (Wildani, 2010).

Selain itu menurut Stright (2005) dalam Wildani (2010) faktor yang

berpengaruh dalam perawatan diri Ibu nifas adalah faktor pengalaman masa nifas

meliputi sifat persalinan/kelahiran, tujuan kelahiran, persiapan persalinan/kelahiran,

(15)

b.

Faktor Lingkungan Ibu Nifas

Lingkungan akan terus berubah selama kita hidup. Jika memasuki suatu fase

kehidupan yang baru, akan selalu terjadi proses penyesuaian diri dengan lingkungan.

Situasi ini dapat mempengaruhi Ibu dalam melakukan perawatan diri pada masa

nifas.Sarana prasarana tersedia di dalam lingkungan guna mendukung dan

mempromosikan perilaku kesehatan.Organisasi berbasis masyarakat sering kali

merupakan sarana yang sangat baik untuk menyebarkan informasi.Selain itu, keluarga

juga berperan sebagai sistem pendukung yang kuat bagi anggota-anggotanya,

khususnya dalam penanganan masalah kesehatan keluarga. Seperti halnya Ibu nifas,

maka anggota keluarga yang lain akan berusaha untuk membantu memulihkan

kondisi kesehatannya ke kondisi semula. Fungsi keluarga dalam masalah kesehatan

meliputi reproduksi, upaya membesarkan anak, nutrisi, pemeliharaan kesehatan dan

rekreasi (Wildani, 2010).

c.

Faktor Internal Ibu Nifas

Faktor internal adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri.

Aktivitas merawat diri akan berbeda pada setiap individu. Hal ini dapat dipengaruhi

oleh; usia, pendidikan, karakter, keadaan kesehatan, tempat lahir, budi pekerti,

kebudayaan, dll. Ada juga faktor lain yang melekat pada pribadi tertentu seperti:

selera dalam memilih, gaya hidup, dll. Pada Ibu usia muda perawatan masa nifas yang

dilakukan akan berbeda dengan Ibu yang memiliki usia lebih dewasa. Demikian juga

dengan pendidikan semakin tinggi pendidikan Ibu, maka kepeduliannya terhadap

perawatan diri semakin baik (Stevens, 2000 dalam Wildani 2010).

d.

Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan, khususnya perawat sangat berperan penting dalam

(16)

dalam melakukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki

keterampilan yang jelas dalam keahliannya.Selain itu perawat juga mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan yang berorientasi pada pelayanan

melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok, atau

keluarga.Pemberian asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan

memperhatikan kebutuhan dasar pasien.Di rumah sakit perawat adalah orang yang

paling dekat dengan pasien, oleh sebab itu perawat harus mengetahui kebutuhan

pasiennya. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan misalnya mengajarkan

pada ibu nifas bagaimana cara melakukan perawatan diri. Awalnya perawat dapat

membantu Ibu dalam melakukan perawatan diri masa nifas, kemudian anjurkan Ibu

untuk mengulanginya secara rutin dengan bantuan suami atau keluarga. Selanjutnya

Ibu akan mampu melakukan perawatan diri masa nifas secara mandiri (Hidayat, 2004

dalam Wildani, 2010).

e.

Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk

mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat

agar terlaksananya perilaku hidup sehat. Sama halnya dengan proses pembelajaran

yang bertujuan merubah perilaku individu, kelompok, keluarga dan masyarakat.

Pendidikan kesehatan yang dimaksud adalah pendidikan kesehatan yang diperoleh

Ibu pascasalin dari perawat atau tenaga kesehatan lainnya tentang kesehatan, dalam

hal ini khususnya tentang perawatan diri pascasalin (Dermawan, 2008). Pendidikan

kesehatan ini akan mempengaruhi pengetahuan Ibu tentang perawatan diri pascasalin,

yang akhirnya akan mempengaruhi perilaku perawatan diri Ibu (Wildani, 2010).

Namun faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah tingkat

(17)

2.4. Perilaku Kesehatan

Perawatan payudara merupakan salah satu perilaku kesehatan. Perilaku

kesehatan adalah tindakan atau aktivitas baik yang bisa diobservasi secara kasat

mata ataupun tidak terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, dan lingkungan. Perilaku

kesehatan dibagi menjadi tiga bagian yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan,

perilaku pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan (Setiawati,

2008).

Perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan upaya-upaya yang dilakukan

individu dalam mempertahankan dan memelihara kesehatan melalui upaya

pencegahan, penyembuhan dan pemulihan, upaya peningkatan kesehatan, dan

upaya pengaturan gizi (Setiawati, 2008). Perawatan payudara termasuk ke dalam

perilaku pemeliharaan kesehatan. Perilaku pencarian pengobatan merupakan

upaya pencarian perawatan, rujukan ke pelayanan kesehatan. Sedangkan perilaku

kesehatan lingkungan merupakan upaya yang dilakukan individu dalam menerima

rangsangan dan mengelola rangsangan tersebut menjadi hidup yang sehat atau

perilaku hidup sakit (Setiawati, 2008).

Bloom (1908) dalam Notoadmodjo (2007) membagi perilaku ke dalam 3

domain, yaitu: pengetahuan, sikap, dan tindakan.

a.

Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan

(18)

domain kognitif Bloom mempunyai 6 tingkatan, yaitu: tahu, memahami, aplikasi,

analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh ibu nifas

untuk bisa melakukan perawatan payudara dengan benar mencakup 3 tingkatan,

yaitu: tahu, memahami, dan aplikasi (Notoadmodjo, 2007).

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.Mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini.Tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang bisa dipakai untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,

menguraikan, mendefenisikan, dan menyatakan. Contoh: ibu dapat menyebutkan alat dan

bahan yang digunakan untuk perawatan payudara pada masa nifas (Notoadmodjo, 2007).

Tingkat kedua setelah tahu adalah memahami.Memahami diartikan

sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Kata kerja

untuk menyatakan pemahaman antara lain: menjelaskan, menyimpulkan,

menyebutkan contoh, dan meramalkan. Contoh: ibu dapat menjelaskan tujuan

perawatan payudara pada masa nifas (Notoadmodjo, 2007).

Sedangkan tingkat ketiga dari domain kognitif ini adalah aplikasi.Aplikasi

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi nyata. Contoh: ibu dapat menggunakan prinsip bersih dengan

mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan

payudara.(Notoadmodjo, 2007).

b.

Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

(19)

sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan, emosional, dan kecenderungan

untuk bertindak. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini juga terdiri dari beberapa

tingkatan, yakni: menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab. Dalam hal

ini untuk bisa melakukan perawatan payudara dengan benar, ibu nifas diharapkan

memiliki sikap menerima, merespon, dan menghargai.

Sikap menerima diartikan bahwa seseorang mau memperhatikan stimulus yang

diberikan.Sedangkan sikap merespon diindikasikan sebagai pemberian jawaban apabila

ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas. Sedangkan sikap menghargai menuntut

kemampuan responden untuk menghargai atau menerima nilai dari suatu teori, ide, atau

peristiwa, dengan memperlihatkan komitmen atau preferensi yang cukup besar yang

dapat diidentifikasi dalam pengalaman yang dianggap memiliki nilai dan kesediaan yang

jelas untuk menindaklanjuti nilai tersebut. Kata kerja pada tingkatan ini adalah memilih,

bertindak, mengemukakan argumentasi, dan meyakinkan. Contoh: ibu mengemukakan

argumentasi mengenai prosedur perawatan payudara (Nurhidayah, 2011).

c.

Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Tindakan

mempunyai beberapa tingkatan, yaitu: persepsi, respon terpimpin, mekanisme,

dan adaptasi. Dalam melakukan tindakan perawatan payudara dengan benar

diharapkan ibu nifas dapat mencapai tingkat mekanisme yaitu ketika seseorang

telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis tanpa dibimbing, atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.Hal ini dapat dilihat dari perawatan

Gambar

Tabel. 2.1 Prosedur Tindakan Perawatan Payudara pada Masa Nifas

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

mendukung dalam pemanfaatan lahan penunjang wisata kerena segmen ini memiliki kondisi lereng yang relatif curam sehingga memiliki keterbatasan lahan dalam rangka

Sri Siswati, 2013,Etika dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang- Undang Kesehatan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada). Supriyanto dan Ernawati, 2010, Pemasaran Industri

Financial satisfaction dapat diukur melalui cara pandang seseorang terhadap kepuasan dari income yang diterima, kemampuan mengatasi masalah keuangan, kemampuan

Proses dan hasil penelitian aktivitas antispermatogenik ekstrak etanol daun jambu mete terhadap mencit berpotensi sebagai materi pembelajaran biologi SMA kelas XI IPA untuk

Pada tahun 2011 dengan biaya sendiri penulis melanjutkan pendidikan ke Program Studi Ilmu Peternakan Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara...