BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1. Pengertian Perpustakaan Umum
Perpustakaan berasal dari kata dasar “Pustaka” yang berarti “buku,
naskah, tulisan. Perpustakaan umum merupakan sebuah lembaga yang
menyediakan akses yang tidak terbatas kepada sumberdaya perpustakaan dan
layanan gratis kepada warga masyarakat di daerah atau wilayah tertentu, yang
didukung penuh atau sebahagian dari dana masyarakat (pajak). Perpustakaan
Umum memiliki tugas yang sangat luas dalam hal penyediaan akses informasi
kepada masyarakat
Pengertian perpustakaan umum adalah : Perpustakaan yang
diselenggarakan di pemukiman penduduk (kota atau desa) diperuntukkan bagi
semua lapisan dan golongan masyarakat penduduk pemukiman tersebut untuk
melayani kebutuhan akan informasi dari bahan bacaan
Menurut Sjahrial - Pamuntjak (2000, 30)
Perpustakaan umum adalah perpustakan yang menghimpun koleksi buku, bahan cetakan serta rekaman lain untuk kepentingan masyarakat umum. Perpustakaan umum berdiri sebagai lembaga yang diadakan untuk dan oleh masyarakat. Setiap warga dapat mempergunakan perpustakaan tanpa dibedakan pekerjaan, kedudukan, kebudayaan dan agama.
Sedangkan Sutarno (2003, 32) menyatakan bahwa
Perpustakaan umum sering diibaratkan sebagai Universitas Rakyat atau Universitas Masyarakat maksudnya adalah bahwa perpustakaan umum merupakan lembaga pendidikan yang demokratis karena menyediakan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan melayaninya tanpa membedakan suku bangsa, agama yang dianut, jenis kelamin, latar belakang dan tingkat sosial, umur dan pendidikan serta perbedaan lainnya. Perpustakaan umum mempunyai tugas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang dan membedakan latar belakang penggunanya.
Pendapat tersebut mengemukakan bahwa perpustakaan umum merupakan
wadah pengetahuan yang mendukung kepentingan masyarakat umum sebagai
pusat untuk meggolongkan suatu perpustakaan termasuk ke dalam jenis
2007 pasal 22 tentang Perpustakaan Umum, dikemukakan bahwa setidak-tidaknya
perpupustakaan umum melihat empat unsur sebagai kriteria yaitu :
a. Dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, kecamatan, desa dan kelurahan, atau oleh masyarakat atas prakarsa dan keinginan masyarakat setempat (swakarsa),
b. Dengan dukungan dana sendiri (swadana), dan dikelola (swakelola) oleh masyarakat yang bersangkutan,
c. Koleksi bersifat umum meliputi seluruh jenis dan cabang ilmu pengetahuan dalam sistem DDC antara kelompok 000-099,
d. Pemakainya seluruh lapisan masyarakat, tanpa membedakan latar belakang pendidikan, usia, agama, etnis, jenis kelamin, strata sosial, ekonomi dan budaya, bahkan pemakainya terutama ditujukan untuk masyarakat yang kurang beruntung ditinjau dari segi ekonomi termasuk para penyandang cacat (disabilities).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan umum lebih
menekankan tugasnya untuk mengumpulkan, menyimpan, mengatur dan
menyajikan bahan pustakanya untuk masyarakat umum tanpa membedakan jenis
kelamin, kepercayaan, agama, ras, pekerjaan, keturunan, serta memberikan
layanan secara gratis kepada masyarakat umum, dan perpustakaan umum
didirikan oleh masyarakat, untuk masyarakat, dan didanai dengan dana
masyarakat yang bertujuan untuk mencerdaskan masyarakat.
Perpustakaan umum dikelola oleh pemerintah daerah, dengan koleksi
bersifat umum meliputi seluruh jenis dan cabang ilmu pengetahuan dalam system
DDC, dan dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
2.1.1. Tujuan Perpustakaan Umum
Tujuan perpustakaan umum adalah sebagai sumber belajar dan bagian
integral dari pusat informasi lainnya yang bersama - sama bertujuan mendukung
proses kegiatan belajar - mengajar demi tercapainya suatu masyarakat yang
terinformasi. Secara teknis, tujuan perpustakaan umum adalah melayani semua
lapisan masayarakat untuk memperoleh dan meningkatkan ilmu pengetahuan.
Lebih jauh lagi perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh dana umum
dengan tujuan melayani
Pada dasarnya penyelenggaraan perpustakaan umum memiliki beberapa
tujuan yang ingin dicapai. Menurut Yusuf (1996, 18), tujuan Perpustakaan Umum
1. Mengembangkan minat baca serta mendayagunakan semua bahan pustaka yang tersedia di Perpustakaan Umum
2. Mengembangkan kemampuan mencari, mengolah, dan memanfaatkan informasi yang tersedia di Perpustakaan Umum
3. Mendidik masyarakat agar dapat menggunakan informasi yang tersedia di Perpustakaan Umum
4. Meletakkan dasar-dasar ke arah belajar mandiri
5. Memupuk minat baca dan menumbuhkan daya apresiasi dan imajinasi masyarakat
6. Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah, tanggung jawab dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
Sedangkan dalam Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO yang dikutip
oleh Sulistyo-Basuki (1993, 46) dinyatakan bahwa Perpustakaan Umum
mempunyai empat tujuan utama, yaitu :
1. Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka yang dapat membantu meningkatkan mereka ke arah kehidupan yang lebih baik; 2. Menyediakan informasi yang cepat, tepat dan murah bagi masyarakat, terutama informasi mengenai topik yang berguna bagi mereka dan sedang hangat dalam kalangan masyarakat ;
3. Membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehinga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarkat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat disebut sebagai fungsi pendidikan perpustakaan umum, lebih tepat disebut sebagai pendidikan berkesinambungan ataupun pendidikan seumur hidup. Pendidikan seperti ini hanya dapat dilakukan oleh perpustakaan umum karena perpustakaan umum merupakan satu-satunya pranata kepustakawanan yang terbuka bagi umum. Perpustakaan nasional juga terbuka untuk umum namun untuk memanfaatkannya tidak selalu terbuka langsung bagi perorangan, adakalanya harus melalui perpustakaan lain;
4. Bertindak sebagai agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama. Kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya. Perpustakaan umum bertugas menumbuhkan budaya masyarakat sekitarnya dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, ceramah, pemutaran film dan penyediaan informasi yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni.
Selain uraian tersebut di atas dalam Buku Panduan Penyelenggaran
Perpustakaan Umum (1992, 6) dinyatakan bahwa tujuan perpustakaan umum
dirinci ke dalam tiga jenis tujuan sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
kreasi dan inovasinya bagi peningkatan martabat dan produktivitas setiap warga masyarakat secara menyeluruh dalam menunjang pembangunan nasional
b. Tujuan Fungsional
Tujuan fungsional dan tujuan khusus Perpustakaan Umum adalah :
−Mengembangkan minat, kemampuan dan kebiasaan membaca, serta mendayagunakan budaya tujlisan dalam segala sektor kehidupan.
−Mengembangkan kemampuan mencari, mengolah serta memanfaatkan informasi ;
−Mendidik masyarakat pada umumnya agar dapat memelihara dan memanfaatkan bahan pustaka secara tepat guna dan berhasil guna ;
−Meletakkan dasar-dasar ke arah belajar mandiri ;
−Memupuk minat dan bakat masyarakat ;
−Menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan atas tanggung jawab dan usaha sendiri dengan mengembangkan kemampuan membaca masyarakat ;
−Berpartisipasi aktif dalam menunjang pembangunan nasional yang menyediakan bahan pustaka yang dibutuhkan dalam pembangunan sesuai kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
c. Tujuan Operasional
Tujuan Operasional Perpustakaan umum merupakan pernyataan formal yang terperinci tentang sasaran yang harus dicapai serta cara mencapainya, sehingga tujuan tersebut dapat dimonitor, diukur dan dievaluasi keberhasilannya.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tujuan perpustakaan umum
adalah membina dan mendidik masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan
memanfaatkan bahan pustaka dengan baik agar mendapatkan informasi yang
sesuai dengan kebutuhan. Perpustakaan umum memberikan pengarahan dan
pendidikan tentang tujuan dan manfaat perpustakaan bagi masyarakat. Di samping
itu perpustakaan umum juga berperan untuk mengembangkan kebiasaan membaca
serta belajar mandiri masyarakat dengan mempergunakan bahan pustaka.
2.1.2. Fungsi Perpustakaan Umum
Perpustakaan umum pada era informasi sekarang ini mengarahkan
pemikiran tentang fungsi perpustakaan umum yang semakin kompleks. Standar
Nasional Indonesia (SNI 7495) ; Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota (2009, 3)
menetapkan bahwa fungsi perpustakaan umum kabupaten/kota adalah sebagai
berikut :
1. Mengembangkan koleksi.
3. Mengorganisasi materi perpustakaan. 4. Mendayagunakan koleksi.
5. Menyelenggarakan pendidikan pengguna.
6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. 7. Melestarikan materi perpustakaan.
8. Membantu peningkatan sumber daya perpustakaan di wilayahnya.
Menurut Sulistyo Basuki (1993, 112) perpustakaan umum “berfungsi
sebagai agen kultural, artinya perpustakaan umum pusat utama kehidupan utama
budaya masyarakat sekitarnya dan menumbuhkan apresiasi budaya masyarakat”.
Pendapat tentang fungsi perpustakaan umum juga dikemukakan oleh Sutarno
(2006, 43) bahwa “fungsi perpustakaan umum adalah melayani semua lapisan
masyarakat dalam rangka memperoleh dan meningkatkan berbagai ilmu
pengetahuan”.
Perpustakaan umum baik yang berada di Daerah Tingkat II (ibukota
kabupaten/kota), di ibukota kecamatan maupun yang berada di desa, menurut
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1988 dan Instruksi Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1988, mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Menghimpun dan mengolah bahan pustaka dan informasi.
2. Memelihara dan melestarikan bahan pustaka dan informasi.
3. Mengatur dan mendayagunakan bahan pustaka dan informasi, sebagai
pusat kegiatan belajar, pelayanan informasi, penelitian dan menumbuhkan
minat dan kebiasaan membaca bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum
memiliki fungsi yang kompleks, selain sebagai sarana belajar, penelitian dan
pengembangan minat baca, perpustakaan umum juga berfungsi sebagai tempat
pelestarian bahan pustaka lokal atau dengan istilah lain sebagai pusat deposit
lokal.
Perpustakaan umum menyediakan berbagai koleksi yang dapat
dimanfaatkan masyarakat untuk menambah pengetahuan. Koleksi yang tersedia
tidak hanya terbatas pada yang tercetak tetapi juga mencakup yang elektronik.
Dengan ketersediaan koleksi, perpustakaan akan dapat melaksanakan fungsinya
Menurut Yusuf (1996, 21) fungsi perpustakaan umum dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Fungsi Edukatif
Perpustakaan Umum menyediakan berbagai jenis bahan bacaan berupa karya cetak dan karya rekam untuk dapat dijadikan sumber belajar dan menambah pengetahuan secara mandiri. Budaya mandiri dapat membentuk masyarakat yang belajar seumur hidup dan gemar membaca 2. Fungsi Informatif
Perpustakaan Umum sama dengan berbagai jenis perpustakaan lainnya, yaitu menyediakan buku-buku referensi, bacaan ilmiah populer berupa buku dan majalah ilmiah serta data-data penting lainnya yang perlukan pembaca.
3. Fungsi Kultural
Perpustakaan Umum menyediakan berbagai bahan pustaka sebagai hasil budaya bangsa yang direkam dalam bentuk tercetak/terekam. Perpustakaan merupakan tempat penyimpanan dan terkumpulnya berbagai karya budaya manusia yang setiap waktu dapat diikuti perkembangannya melalui koleksi perpustakaan.
4. Fungsi Rekreasi
Perpustakaan Umum bukan hanya menyediakan bacaan-bacaan ilmiah, tetapi juga menghimpun bacaan hiburan berupa buku-buku fiksi dan majalah hiburan untuk anak-anak, remaja dan dewasa. Bacaan fiksi dapat menambah pengalaman atau menumbuhkan imajinasi pembacanya dan banyak digemari oleh anak-anak dan dewasa.
Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (1993, 27) Perpustakaan Umum berfungsi
sebagai:
a. Sebagai sarana simpan karya manusia
Perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan karya manusia, khususnya karya cetak seperti buku, majalah, dan sejenisnya serta karya rekaman seperti kaset, piringan hitam, dan sejenisnya.
b. Fungsi Informasi
Bagi anggota masyarakat yang memerlukan informasi dapat memintanya ataupun menanyakannya ke perpustakaan.
c. Fungsi Rekreasi
Masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan cara membaca dan bacaan ini disediakan oleh perpustakaan
d. Fungsi Pendidikan
Perpustakaan merupakan sarana pendidikan nonformal dan informasi, artinya perpustakaan merupakan tempat belajar diluar bangku sekolah maupun juga tempat belajar dalam lingkungan pendidikan sekolah
e. Fungsi Kultural
Perpustakaan merupakan tempat untuk mendidik dan mengembangkan apresiasi budaya masyarakat.
Kedua uraian di atas mengemukakan bahwa perpustakaan umum
sarana simpan karya manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
2.2. Koleksi Perpustakaan
Pengertian koleksi perpustakaan menurut Siregar (2002, 2) adalah “Semua
bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk disajikan kepada
masyarakat guna memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi”.
Koleksi perpustakaan tidak terbatas hanya pada buku saja, tetapi meliputi
segala macam bentuk cetakan dan rekaman. Dalam Buku Pedoman Umum
Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2000, 19), dinyatakan bahwa ”Koleksi
perpustakaan umum mencakup bahan pustaka tercetak serta buku, majalah dan
surat kabar, bahan pustaka terekam dan elektronik seperti kaset, video, piringan
(disk) dan lain-lain”.
Menurut Philips (1992, 139) koleksi adalah: “Kumpulan buku atau bahan
pustaka lainnya juga dipakai untuk menyatakan seluruh bahan pustaka yang ada di
suatu perpustakaan”.
Perpustakaan umum adalah perpustakaan dengan variasi penggunanya
yang paling beragam jika dibandingkan dengan jenis perpustakaan lain pada
umumnya. Hal ini tentunya berimplikasi terhadap cakupan keberagaman koleksi
yang dimilikinya.
Sutarno (2006, 37) menyatakan bahwa
Perpustakaan umum sering diibaratkan sebagai universitas rakyat, karena perpustakaan umum menyediakan semua jenis koleksi bahan pustaka dari berbagai disiplin ilmu, dan penggunaannya oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.
Sedangkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 7495) ; Perpustakaan
Umum Kabupaten/Kota (2009, 3) diperinci hal-hal yang terkait dengan koleksi
perpustakaan umum sebagai berikut :
1. Koleksi perpustakaan dikembangkan untuk menunjang visi dan misi, tugas pokok dan fungsi, serta kebutuhan masyarakat.
2. Jenis koleksi perpustakaan terdiri atas koleksi karya cetak, karya rekam dan bentuk lain yang mengakomodasikan semua kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan penyandang cacat.
4. Perpustakaan menyediakan koleksi terbitan lokal dan koleksi muatan lokal.
5. Koleksi perpustakaan terdiri dari berbagai disiplin ilmu sesuai kebutuhan masyarakat.
6. Penambahan koleksi buku sekurang-kurangnya 2% dari jumlah judul per tahun.
7. Perpustakaan melakukan pencacahan koleksi sekurang-kurangnya setiap 3 tahun.
8. Perpustakaan melakukan penyiangan koleksi sekurang-kurangnya setiap 3 tahun.
9. Perpustakaan melanggan sekurang-kurangnya 2 judul surat kabar terbitan lokal/propinsi dan 2 judul terbitan nasional.
10. Perpustakaan melanggan sekurang-kurangnya 5 judul majalah.
Jenis koleksi perpustakaan umum mencakup bahan pustaka yang sesuai
dengan keperluan dan mampu dibaca atau didengar dan dimengerti oleh
masyarakat pengguna perpustakaan umum. Setiap bahan pustaka yang
ditempatkan diruang koleksi adalah bahan pustaka yang sudah siap untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat pengguna. Menurut Taslimah Yusuf (1996, 75)
berbagai jenis bahan pustaka yang terdapat di perpustakaan umum adalah sebagai
berikut :
1. Buku teks atau monografi. 2. Buku fiksi.
3. Majalah. 4. Surat kabar.
5. Brosur atau pamflet. 6. Buku referensi. 7. Bahan grafis. 8. Bahan kartografi.
9. Bentuk komputer atau nonbuku.
Selain pendapat di atas, dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan
Perpustakaan Umum (2000, 19) diuraikan bahwa “koleksi perpustakaan umum
mencakup bahan pustaka tercetak seperti buku, majalah, dan surat kabar, bahan
pustaka terekam dan elektronik seperti kaset, video, piringan dan lain-lain”. Dari
dua pandangan tentang jenis koleksi perpustakaan umum di atas, dapat dinyatakan
bahwa koleksi perpustakaan umum adalah berupa buku teks, majalah, surat kabar,
bentuk digital dan lain-lain. Jenis koleksi yang beragam pada suatu perpustakaan
umum membutuhkan penanganan yang baik, agar mampu memenuhi semua jenis
Dari uraian di atas, diketahui bahwa koleksi dari perpustakaan umum
sangat beragam, artinya dari berbagai jenis (buku maupun non buku), berbagai
disiplin ilmu (pengguna yang beragam) dan juga menyediakan koleksi bahan
pustaka terbitan lokal yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
informasi.
2.3. Pengadaan Koleksi Perpustakaan Umum
Pengadaan koleksi merupakan proses awal dalam mengisi perpustakaan
dengan sumber-sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Bagi
perpustakaan yang baru dibentuk atau didirikan, kegiatan pengadaan ini meliputi
pekerjaan menentukan kriteria koleksi perpustakaan dan pembentukan koleksi
awal. Untuk perpustakaan yang sudah berjalan, kegiatan pengadaan adalah untuk
menambah dan melengkapi koleksi yang sudah ada.
Metode yang digunakan dalam pengadaan koleksi pepustakaan adalah
sangat beragam, hal ini berhubungan dengan kapasitas layanan dan hubungan
perpustakaan dengan penyedia sumber-sumber informasi. Metode pengadaan
yang biasanya dilakukan di perpustakaan untuk memperoleh buku dengan cara:
1. Pembelian dan Pemesanan
Untuk Pengadaan bahan pustaka dengan cara pembelian adalah cara yang
paling ideal dalam pembinaan koleksi, sebab ada kebebasan untuk menentukan
pilihan bahan pustaka yang dikehendaki. Pengadaan bahan pustaka hendaknya
berorientasi kepada pengguna sehingga sesuai dengan tujuan dan fungsi
perpustakaan.
Dalam hal pembelian bahan pustaka, dibutuhkan anggaran yang cukup.
Mengingat mahalnya harga buku. Hal inilah yang menyebabkan pustakwan dan
pihak yang berwenang dalam pemilihan bahan pustaka harus selektif dalam
memilih bahan pustaka agar tidak terjadi kekecewaan. Pembelian bahan pustaka
dapat dilakukan dengan beberapa hal, Menurut Bafadal (2001 : 37) untuk
membeli bahan pustaka dapat ditempuh dengan berbagai cara yaitu :
a. Membeli ke penerbit
murah bila dibandingkan dengan membeli ke toko buku. Hal ini disebabkan pemilik toko mencari keuntungan walaupun sedikit.
b. Membeli di toko buku
Pembelian buku secara langsung pada toko buku banyak dilakukan oleh perpustakaan yang mempunyai jumlah dana pembelian kecil, baik yang berasal dari sumber dana sendiri maupun sumber dana lain yang tidak mempunyai persyaratan pengadaan yang khusus.Kekurangan yang sering ditemui dalam pembelian buku yang dilakukan melalui toko buku adalah bahwa tidak semua subjek atau judul buku yang dibutuhkan perpustakaan tersedia di toko buku.
Menurut Yulia (1993:45), Cara pemesanan bahan pustaka melalui toko buku yaitu :
1. Setelah diadakan verifikasi, petugas pengadaan mempersiapkan kartu pesanan yang dibuat dengan jumlah rangkap. Kartu pesan yang disisipkan dalam katalog akan memudahkan pengecekan lembar permintaan.
2. Buat daftar pesanan yang membuat judul-judul pesanan yang diambil dari kartu-kartu pesanan di atas, disusun menurut abjad pengarang. Jika dana terbatas, tentukan prioritasny
3. Tentukan took buku terlengkap yang ada di kota dimana perpustakaan berada
4. Daftar pesanan yang telah dibuat, diserahkan pada petugas toko buku untuk mendapatkan layanan.
5. Lakukan pembayaran dengan uang tunai atau cek, sebesar jumlah pembeliannya, serta minta bukti pembayaran serta faktur pembeliannya.
6. Beritahu pada pemesan, bahwa buku-buku yang dipesan telah dating. 7. Untuk judul buku yang tidak bisa dibeli dari toko tersebut, perlu
dicarikan pada toko lain yang berada dikota tersebut.
c. Memesan langsung kepada penerbit
Sering kali terjadi seorang pustakawan ingin membeli bahan pustaka ke penerbit, tetapi bahan pustaka yang akan dibeli sudah habis. Apabila hal yang demikian ini.
2. Pengadaan bahan pustaka melalui hadiah
Pada perpustakaan kecil, kegiatan pemberian dan penerimaan hadiah
merupakan salah satu jenis pekerjaan di perpustakaan. Unit hadiah atau
sumbangan bertanggung jawab dalam menyeleksi bahan pustaka yang akan
diterima atau yang akan dibeli dengan dana sumbangan. Koleksi bahan pustaka
yang diperoleh dari sumbangan/hadiah sangat penting untuk membangun koleksi
perpustakaan. Kadang-kadang penawaran hadiah bahan pustaka harus
Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004:55), Cara-cara
permintaan dan pemberian hadiah dapat dilakukan dengan 2 cara:
a.Hadiah Atas Permintaan
Prosedur perolehan hadiah atas permintaan yaitu:
- Meyusun daftar bahan perpustakaan yang diperlukan.
- Mengirimkan surat permohonan bahan perpustakaan hadiah dan setelah bahan perpustakaan lain
diterima.
- Memeriksa dan mencocokan daftar kiriman bahan perpustakaan hadiah dengan surat pengantarnya.
- Mengirimkan kembali surat pengantar disertai ucapan terima kasih.
- Mengolah bahan perpustakan hadiah yang diterima seperti pengolahan bahan perpustakaan biasa.
b.Hadiah Tidak Atas Permintaan
prosedur perolehan hadiah tidak atas permintaan yaitu:
- Meneliti kiriman bahan perpustakaan hadiah dan mencocokannya dengan surat pengantarnya.
- Memilih bahan perpustakaan hadiah yang dibutuhkan.
- Menyisihkan bahan perpustakaan hadiah yang tidak diperlukan
3. Pengadaan Bahan Pustaka Melalui Pertukaran
Pengelolaan pertukaran bahan pustaka di sebagian besar perpustakaan
harus dimulai dari keperluan lembaga dari pada keinginan untuk mendukung
distribusi bahan-bahan ilmiah. Pertukaran biasanya dibuat secara langsung
diantara lembaga-lembaga, tetapi pertukaran yang bersifat internasional mungkin
dilakukan secara tidak langsung melalui pusat-pusat pertukaran nasional.
Tanggung jawab untuk pertukaran bahan pustaka biasanya dilimpahkan pada
bagian pengadaan.
Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004:55) perpustakaan yang
melakukan pertukaran bahan pustaka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
- Mendaftar bahan perpustakaan yang akan dipertukarkan.
- Mengirimkan daftar penawaran disertai persyaratannya, misalnya biaya pengiriman, dan biaya pengambilan.
- Menerima kembali daftar penawaran yang sudah dipilih pemesan. - Mencatat alamat pemesan.
- Menyampaikan bahwa perpustakaan yang dipilih oleh perpustakaan atau lembaga yang memesannya.
a. Perpustakan dengan bahan pustaka/buku lebih (duplikat) yang sudah tidak diperlukan membuat daftar buku tersebut secara alfabetis ataupun klas untuk ditawarkan.
b. Perpustakaan mengirimkan penawaran kepada perpustakaan lain yang diperkirakan memiliki koleksi sesuai dengan bahan pustaka yang ditawarkan.
c. Perpustakaan yang menerima tawaran tersebut, memilih bahan yang sesuai, selanjutnya memilih buku penukar yang sesuai bobotnya serta menyusun daftar bahan pustaka yang akan ditawarkan sebagai bahan penukar. Kemudian perpustakaan yang telah menerima tanggapan atas penawarannya melakukan penilaian keseimbangan bahan pertukaran tentang subyek dan bobotnya.
Tujuan pertukarannya adalah untuk memperoleh buku-buku tertentu yang
tidak dapat dibeli di toko buku ataupun tidak tersedia karena alasan lain. Sistem
pertukaran memberi jalan bagi perpustakaan untuk membuang buku-buku
duplikat dan hadiah yang tidak sesuai.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kegiatan pengadaan koleksi
dapat dilakukan dengan beberapa cara , antara lain melalui pembelian, hadiah atau
sumbangan, dan pengadaan dengan cara tukar-menukar koleksi dengan
perpustakaan lain, dengan prinsip saling menguntungkan.
2.4. Pengguna Perpustakaan Umum
Pengguna perpustakaan umum sangat beragam, hal ini sesuai dengan tugas
dan fungsi perpustakaan umum yang melayani masyarakat mulai dari tingkat
persiapan sekolah hingga perguruan tinggi, peneliti dan umum. Hal ini sesuai
dengan yang dinyatakan dalam Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Umum
(1992, 92) bahwa “mengingat fungsinya sebagai perpustakaan umum, maka
penggunanya terdiri dari berjenis-jenis lapisan masyarakat yang memiliki
kebutuhan dan minat yang berbeda terhadap bahan pustaka yang diinginkan”.
Dengan keberagaman pengguna pada perpustakaan umum, maka dibutuhkan
perbandingan yang proporsional antara jumlah koleksi dan ruangan dengan
2.5. Pengembangan Koleksi
Tanggung jawab utama dari perpustakaan umum adalah pemilihan dan
pemeliharaan koleksi buku yang terbaik, untuk memenuhi kepentingan dan
kebutuhan masyarakat. Secara umum seleksi diartikan sebagai tindakan, cara, atau
proses memilih. Dalam hubungannya dengan pengembangan koleksi, seleksi
merupakan kegiatan yang menyangkut perumusan kebijakan dalam memilih dan
menentukan bahan pustaka mana yang akan diadakan serta metode apa yang akan
diterapkan dalam seleksi koleksi tersebut.
Kebijakan seleksi harus mampu mengkomunikasikan tujuan dan kebijakan
pengembangan koleksi. Setiap perpustakaan tentunya mempunyai visi yang
berbeda. Secara umum penilaian atau keberhasilan perpustakaan didasarkan pada
banyak tidaknya sumber informasi yang dimanfaatkan oleh komunitas
penggunanya. Untuk melihat apakah tujuan perpustakaan sudah tercapai dan
bagaimana kualitas koleksi yang telah dikembangkan tersebut sudah memenuhi
standard, perlu diadakan suatu analisis dan evaluasi koleksi.
Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983) bahwa
pengembangan koleksi adalah :
A term which encompasses a number of activities related to the development of the library collection, including the determination of the library collection, including the determination and coordination of selection policy, assessment of needs of users and potential users, collection evaluation, identification of collection needs, selection of materials, planning for resource sharing, collection maintenance, and weeding.
Jika pengertian pengembangan koleksi menurut ALA Glosary of Library
and Information Science (1983) di atas di terjemahkan ke dalam bahasa indonesia,
akan berarti
Sebuah istilah yang mencakup beberapa kegiatan yang berkaitan dengan
pengembangan koleksi perpustakaan, termasuk penentuan koleksi perpustakaan,
termasuk penentuan dan koordinasi kebijakan seleksi, penilaian kebutuhan
pengguna dan pengguna potensial, evaluasi koleksi, identifikasi kebutuhan
koleksi, pemilihan material, perencanaan untuk berbagi sumber daya,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengembangan
koleksi merupakan proses memastikan bahwa kebutuhan informasi dari para
pemakai akan terpenuhi secara tepat waktu dan tepat guna (efisien-efektif) dengan
memanfaatkan sumber-sumber informasi yang dihimpun oleh perpustakaan dan
sumber-sumber informasi tersebut harus dikembangkan secara baik agar sesuai
dengan kondisi perpustakaan umum dan masyarakat yang dilayani.
2.5.1. Tujuan Pengembangan Koleksi
Untuk terlaksananya kegiatan pengembangan koleksi yang tepat,
perpustakaan dirasa perlu membuat nota kesepahaman yang jelas untuk kemudian
dijadikan pedoman bagi bagian pengadaan dan selector bahan pustaka. Kebijakan
pengembangan koleksi harus berdasarkan tujuan dan tugas perpustakaan, serta
hasil survei masyarakat pengguna yang dilakukan. Kebijakan pengembangan
koleksi sebaiknya dibuat tertulis, agar dapat dijadikan pedoman untuk mengatasi
masalah yang mungkin timbul dikemudian hari. Kebijakan pengadaan koleksi
menurut Siregar (2002, 8) berfungsi sebagai berikut :
1. Pedoman bagi pemilih bahan pustaka.
2. Sarana komunikasi.
3. Informasi dalam perencanaan.
Selain fungsi di atas, Siregar (2002, 8) selanjutnya menyatakan kebijakan
pengembangan koleksi juga berguna untuk :
1. Memudahkan penentuan metode penilaian bahan pustaka yang akan di beli.
2. Memudahkan pemilihan cara pengadaan, apakah melalui agen, atau toko buku.
3. Memudahkan pekerjaan dalam masalah sensor bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi perpustakaan, dimana dapat ditentukan bahan apa saja yang dapat dijadikan koleksi.
4. Dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan anggaran perpustakaan. 5. Memudahkan perencanaan kerjasama yang akan dilakukan dengan
perpustakaan dan pusat informasi lain.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan perlu melakukan
kegiatan pengembangan koleksi secara baik, dan oleh karena itu kebijakan yang
mengarah kepada pengembangan dan kebutuhan pengguna sangat dibutuhkan.
2.6. Evaluasi Koleksi
Pada dasarnya, kata evaluasi sudah menjadi istilah dalam bahasa
Indonesia. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005, 80) evaluasi diartikan
sebagai proses penilaian.
Penilaian juga bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Pada awalnya kata evaluasi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000, 220).
Sedangkan menurut Ajick (2009, 2) “ evaluasi adalah penggunaan teknik
penelitian untuk mengukur kebutuhan pemakai serta tujuan-tujuan yang dapat
mencapai suatu program dalam proses mengoleksi, menganalisa dan mengartikan
informasi atau sebagai bentuk instruksi”.
Sedangkan Evaluasi koleksi adalah kegiatan menilai koleksi perpustakaan
baik dari segiketersediaan koleksi itu bagi pengguna maupun pemanfaatan koleksi
itu olehpengguna. Oleh karena itu evaluasi merupakan kegiatan yang penting
yang harusdilakukan di perpustakaan, melalui kegiatan evaluasi kita bisa
mengetahui bagaimana keadaan perpustakaan. Evaluasi bisa dijadikan sebagai
dasar untukperbaikan koleksi agar koleksi yang tersedia benar-benar membantu
dan sesuaidengan kebutuhan pemakai.
Dalam Handbook for School Libraries Edisi Ke-2 yang disusun oleh New
South Wales Department of School Education di Australia, dijelaskan bahwa
Table 2.1 Matriks Evaluasi koleksi fisik buku dengan judul yang sama yang lebih relevan atau pertimbangkan untuk menarik koleksi asli dari rak
Tarik dari rak buku tanpa penggantian dengan koleksi lain
Sumber :
University of Tenesse
yang diterjemahkan oleh Wishnu Hardi, 2005
1. High use-high relevance adalah buku atau jurnal yang merupakan koleksi inti (core material) perpustakaan. Judul-judul atau subjek-subjek tersebut masih sangat penting bagi kegiatan penelitian yang sedang berjalan atau terkait langsung dengan kurikulum pendidikan. Koleksi tersebut tetap disimpan sebagai koleksi primer perpustakaan.
2. High relevance-low use adalah koleksi-koleksi yang penting bagi penelitian namun hanya digunakan sewaktu-waktu atau oleh sebagian departemen tertentu atau pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Koleksi jenis ini dapat dipindahkan ke ruang penyimpanan atau dialihbentukan ke dalam format yang lain.
3. High use-low relevance adalah koleksi-koleksi yang masih dimanfaatkan namun isinya tidak relevan atau kurang sesuai dengan latar belakang pendidikan pemakai. Koleksi jenis ini biasa berupa manual aplikasi komputer atau buku frase bahasa asing yang sudah lama.
4. Low use-low relevance adalah koleksi yang jarang digunakan, tidak mutakhir, terduplikasi, atau kondisi fisiknya sudah sangat rusak tanpa dirawat secara berarti. Koleksi jenis dapat ditarik dari rak tanpa penggantian koleksi untuk jenis yang sama.
Sementara itu menurut Lancaster (1980, 40), yang diterjemahkan oleh wishnu hardi pada tahun 2005 yaitu: menekankan pentingnya pengukuran evaluasi koleksi melalui frekuensi penggunaannya daripada perhatian pada koleksi itu sendiri. Metode ini melihat siapa saja yang menggunakan koleksi, tujuan pemanfaatan koleksi tersebut, dan bagaimana proporsi koleksi yang paling sering digunakan.
Dari uraian di atas dapat jelaskan bahwa Evaluasi dapat dilakukan dengan
menentukan tujuannya yang berarti bahwa evaluasi direncanakan untuk menjawab
system yang ada. Evaluasi koleksi adalah kegiatan menilai koleksi perpustakaan
baik dari segi ketersediaan koleksi itu bagi pengguna maupun pemanfaatan
koleksi itu oleh pengguna. Evaluasi koleksi adalah upaya menilai daya guna dan
hasil guna koleksi dalam memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
2.6.1. Tujuan Evaluasi Koleksi
Tujuan secara umum dari evaluasi koleksi diantaranya adalah untuk
menentukan kualitas koleksi dan juga mengetahui apakah tujuan perpustakaan
yang telah dilakukan telah tercapai.
Tujuan Evaluasi Koleksi Pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pasti
mempunyai tujuan dan fungsi, begitu juga dengan evaluasi koleksi ada tujuan
yang dicapai dalam proses mendapatkan informasi, Perpustakaan memiliki
beberapa alasan untuk melakukan evaluasi koleksi. Adapun alasan-alasan umum
yang biasanya melatarbelakangi dilakukannya evaluasi koleksi pada suatu
perpustakaan antara lain :
1. Untuk mengembangkan program pengadaan yang cerdas dan realistis berdasarkan pada data koleksi berdasarkan pada data koleksi yang sudah ada ;
2. Untuk menjadi bahan pertimbangan pengajuan anggaran untuk pengadaan koleksi berikutnya ;
3. Untuk menambah pengetahuan staf pengembangan koleksi terhadap keadaan koleksi (Junaidi, 2010, 3)
Melakukan evaluasi koleksi memang menyita banyak waktu, tetapi dari
hasil evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan koleksi. Dengan data itu
maka staf pengembangan koleksi dapat memformulasikan kembali perencanaan
untuk terus memelihara koleksi yang kuat dan memperbaiki koleksi yang lemah.
Semua aktivitas evaluasi ini tentunya harus sejalan dengan fungsi dan tujuan
perpustakaan, serta kebutuhan komunitas. Apabila evaluasi koleksi ini sudah
dilakukan secara rutin, tugas ini akan terasa semakin ringan, terlebih apabila
diingat bahwa proses ini akan membawa koleksi perpustakaan semakin dekat
dengan kebutuhan komunitas yang dilayani.
Evaluasi koleksi adalah kegiatan menilai koleksi perpustakaan baik dari
pengguna. Tujuan dari evaluasi koleksi pada perpustakaan pada umunya menurut
Stufflebeam dalam Worthen dan Sanders (1979, 129) evaluasi adalah :
Process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining), penggambaran (delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna (useful information) dan alternatif keputusan (decision alternatives).
Setiap kegiatan yang dilaksanakan mempunyai tujuan tertentu. demikian
juga dengan evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2004, 13)
Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan (decision maker) untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.
Evaluasi koleksi adalah suatu pendekatan logis dan sistematis dalam
mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi dalam suatu perpustakaan. Ada tiga
tahapan dalam kegiatan evaluasi:
1. Tahap Persiapan (preparation)
Pada tahap ini, perpustakaan menentukan tujuan yang akan dicapai dan sarana yang diperlukan untuk melakukan evaluasi. Selain itu, diperlukan pula sumber daya staf yang terlatih. Kegiatan selanjutnya adalah menentukan “wilayah” yang harus dievaluasi.
2. Tahap Penelitian Evaluasi (evaluation research)
Pada tahap, ini pertanyaan-pertanyaan penelitian dikembangkan dan diimplementasikan secara khusus. Dilakukan pula perancangan bentuk dan metodologi evaluasi untuk mengetahui efektivitas program, koleksi buku, serta administrasi perpustakaan.
3. Tahap Pengembangan Keorganisasian (organizational development) Pada tahap terakhir ini, perpustakaan dapat memperkirakan hasil evaluasi dan membuat penilaian berkaitan dengan jasa atau aktivitas yang seharusnya diperbaiki tau dikembangkan (Hernon dan McClure, 1990, 1). Diterjemahkan oleh Wishnu Hardi, 2005.
Paul Mosher (1985, 17) mengidentifikasi beberapa keuntungan yang bisa
1. Mengetahui cakupan, kedalaman, dan kelengkapan koleksi. 2. Membantu perencanaan pengembangan koleksi.
3. Membantu pengambilan keputusan kebijakan pengembangan koleksi. 4. Mengukur efektivitas kebijakan pengembangan koleksi.
5. Menentukan kualitas koleksi.
6. Meningkatkan utilitas koleksi dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada.
Sedangkan menurut Pendit (1986, 67). Evaluasi koleksi merupakan salah satu dari kegiatan pembinaan koleksi yang bertujuan untuk mengetahui secara lebih jelas siapa yang dilayani oleh perpustakaan, koleksi apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pengembangan bahan literatur lebih lanjut, bagaimana menilai koleksi agar relevansinya dapat dipertahankan.
Sementara itu Lancaster (1980, 40), menekankan pentingnya pengukuran
evaluasi koleksi melalui frekuensi penggunaannya daripada perhatian pada
koleksi itu sendiri. Metode ini melihat siapa saja yang menggunakan koleksi,
tujuan pemanfaatan koleksi tersebut, dan bagaimana proporsi koleksi yang paling
sering digunakan.
2.6.2. Prinsip-Prinsip Seleksi
Persoalan yang sangat penting dalam seleksi ialah menetapkan dasar
pemikiran untuk kegiatan tersebut. Perpustakaan akan menentukan pilihan apakah
mengutamakan kualitas (nilai intrinsik bahan pustaka) ataukah mengutamakan
penggunaan (bahan pustaka yang akan digunakan atas permintaan pemakai).
Dalam hal ini peran seorang pustakawan adalah sangat besar, karena menyeleksi
suatu bahan pustaka tidaklah mudah, butuh keahlian dan pengetahuan yang tidak
sedikit.Yuyu Yulia (1993, 27) menyatakan bahwa ada beberapa pandangan dalam
membangun suatu koleksi perpustakaan, yaitu :
1. Pandangan Tradisional
Prinsip ini mengutamakan nilai intrinsik untuk bahan pustaka yang akan di koleksi perpustakaan. Titik tolak yang mendasari prinsip ini ialah pemahaman bahwa perpustakaan merupakan tempat untuk melestarikan warisan budaya dan sarana untuk mencerdaskan masyarakat. Apabila dinilai tidak bermutu, bahan pustaka tidak akan dipilih untuk diadakan. 2. Pandangan Liberal
Prioritas pemilihan didasarkan atas popularitas. Artinya, kualitas tetap diperhatikan, tetapi dengan lebih mengutamakan pemilihan karena disukai dan banyak dibaca atau mengikuti selera masyarakat pengguna.
Prinsip yang dianut pandangan ini berusaha mencari keselarasan dan keseimbangan diantara kedua pandangan tersebut, baik tradisional maupun liberal
Sedangkan menurut Soeatminah (1992, 76) prinsip dalam seleksi bahan pustaka
disesuaikan dengan :
1. Minat dan kebutuhan masyarakat pemakai
2. Tujuan, fungsi dan ruang lingkup layanan perpustakaan
3. Kemajuan pengetahua dan kekayaan jiwa dalam arti yang positif yang dibawanya
4. Pustaka yang memenuhi kualitas persyaratan.
Selain pendapat di atas, Siregar (2002, 11) menyatakan bahwa secara umum ada
beberapa prinsip seleksi bahan pustaka, antara lain:
1. Relevansi atau kesesuaian.
Pepustakaan hendaknya mengusahakan agar koleksi perpustakaan relevan dengan fungsi dan tujuan perpustakaan serta tujuan lembaga induknya. 2. Orientasi kepada pengguna.
Dalam pengadaan koleksi hendaknya mengutamakan kepentingan pengguna perpustakaan, sehingga kebutuhan pengguna terpenuhi dan tingkat keterpakaian koleksi dapat ditingkatkan.
3. Unsur kelengkapan.
Pengadaan koleksi hendaknya dilakukan dengan berpedoman kepada kelengkapan koleksi yang dibutuhkan oleh pengguna, bukan berpedoman kepada jumlah eksemplar bahan pustaka, karena mutu suatu perpustakaan bukan dilihat dari jumlah eksemplar bahan pustaka yang dimiliki tetapi dari kelengkapan/jumlah judul dan kualitas yang dimiliki.
4. Unsur kemutakhiran.
Perpustakaan harus berusaha untuk menyediakan sumber-sumber informasi yang paling mutakhir, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Unsur kerjasama dengan berbagai pihak.
Perpustakaan sebaiknya menjalin kejasama dengan berbagai pihak seperti para pakar ilmu pengetahuan, pengguna, dalam melaksanakan pemilihan bahan pustaka agar relevansi koleksi dengan kebutuhan pengguna dapat dipenuhi.
6. Menggunakan alat bantu seleksi.
Untuk memudahkan dan untuk mengetahui informasi buku secara lengkap, hendaknya pemilihan bahan pustaka dilakukan dengan menggunakan alat bantu pemilihan bahan pustaka seperti katalog penerbit.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, penetapan dasar
prinsip dalam kegiatan seleksi merupakan hal yang penting untuk dipahami agar
tercipta kesepahaman dan bukan perbedaan pandangan terhadap sesama personel
2.6.3. Teknik Evaluasi Koleksi
Evaluasi koleksi pada perpustakaan juga mempunyai teknik, guna teknik
pada pengevaluasian agar dapat mempermudah pustakawan dalam mengevalusi
koleksi. Ada beberapa macam teknik pengevaluasian koleksi menurut para ahli
sebagai berikut:
Arianto (2007, 2) menguraikan beberapa teknik evaluasi koleksi yaitu sebagai
berikut :
1. Pengujian Data Shelflist
Teknik ini mengumpulkan data kuantitatif tentang koleksi, termasuk jumlah judul-judul, presentasi koleksi secara keseluruhan, usia dan format rata-rata koleksi.
2. Pengujian Langsung Koleksi
Pengujian langsung tidak digunakan sebagai satu-satunya teknik penilaian. Browsing rak harus dilakukan setelah data shelflist dikumpulkan. Teknik browsing dan shelflist saling melengkapi satu dengan yang lain untuk meyediakan suatu perincian koleksi yang dapat dipercaya.
3. Pemeriksaan Daftar
Metode ini membandingkan koleksi dengan daftar-daftar otoritatif yang tersedia dan sesuai dengan jenis koleksi tertentu. Pemeriksaan daftar dapat membantu staf perpustakaan dalam menilai apa yang seharusnya ditambahkan kepda koleksi.
4. Evaluasi oleh Ahli luar
Ahli-ahli luar mencakup konsultan-konsultan, pustakawan-pustakawan lain, atau seorang pengguna perpustakaan dengan pengetahuan khusus. 5. Analisis Sitasi
Teknik ini dapat dicirikan sebagai suatu bentuk khusus dari pemeriksaan daftar, dimana daftar-daftar dibuatkan oleh peneliti dari buku-buku dan artikel-artikel ilmiah.
Sujana (2006, 3-6) menyatakan bahwa ada beberapa metode di dalam
mengevaluasi koleksi yaitu:
1. Metode terpusat pada koleksi
a. Pencocokan pada daftar tertentu, bibliografi atau katalog Terkait masalah banyaknya daftar yang akan digunakan tergantung pada ketersediaan waktu untuk melakukan evaluasi, karena jelas semakin banyak daftar yang dicocokkan semakin banyak waktudibutuhkan untuk melakukannya. Dengan adanya OPAC (Online Public Access Catalog) akan sangat membantu mempercepat proses pencocokan (checklist) koleksi dengan daftar.
b. Penilaian dari pakar
kebijakan dan tujuan perpustakaan, dan seberapa baiknya koleksi itu memenuhi tujuan perpustakaan.
c. Perbandingan data statistik
d. Perbandingan pada berbagai standar koleksi
2. Metode terpusat pada penggunaan a. Melakukan kajian sirkulasi b. Meminta pendapat pengguna
Survei untuk mendapatkan data persepsi pengguna tentang kecukupan koleksi baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu data yang sangat berguna dalam program evaluasi koleksi.
c. Menganalisis statistik pinjam antar perpustakaan
Bila pengguna sebuah perpustakaan banyak menggunakan koleksi perpustakaan lain bisa jadi ada masalah dengan koleksi perpustakaan itu. Tetap saja ada kemungkinan bahwa sumber dari semua masalah adalah koleksi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna.
d. Melakukan kajian penggunaan di tempat (ruang baca) e. Memeriksa ketersediaan koleksi di rak
2.7. Metode Conspectus
Conspectus adalah instrumen bagi perpustakaan untuk mendeskripsikan
kekuatan koleksi dan intensitas pengumpulan dengan cara menambahkan kode
alfanumerik sesuai dengan notasi klasifikasi yang digunakan, dapat Library of
Congress Classification dapat pula Dewey Decimal Classification. Conspectus
mulaidikembangkan pada tahun 1979 oleh Research Libraries Group. Libraries
Group Conspectus merupakan inventarisasi kekuatan koleksi yang ada serta
intensitas pengumpulan koleksi yang diperoleh melalui worksheet berdasarkan
skema klasifikasi Library of Congress
Metode conspectus muncul sebagai upaya manajemen perpustakaan dalam
menyiasati peningkatan kebutuhan informasi yang pesat ditengah terbatasnya
anggaran perpustakaan. Informasi mengenai latar belakang historis metode
conspectus diperlukan agar fungsi dan tujuannya dapat lebih dipahami secara utuh
sehingga penerapannya di perpustakaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
perpustakaan itu sendiri.
Kondisi-kondisi seperti peningkatan jumlah terbitan, menurunnya jumlah
anggaran perpustakaan, kurangnya ruang penyimpanan, masalah preservasi serta
format dokumen turut berperan dalam kemunculan metode evaluasi koleksi
Conspectus pada awalnya dibuat untuk mendukung inventarisasi bahan
literatur perpustakan-perpustakaan riset serta mengukur kekuatan koleksi
(collection strength) dan intensitas koleksi (collection intensity). Upaya ini
direalisasikan dengan melakukan survai menggunakan lembar kerja yang
mengacu pada skema klasifikasi Library of Congress (Research Libraries Group,
2004). Selain mengukur kekuatan koleksi perpustakaan, metode ini digunakan
untuk memfasilitasi kerja sama dan saling berbagi sumber daya informasi di
antara para anggotanya (Research Libraries Group, 2004). Metode conspectus
juga dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan jasa pinjam antarperpustakaan,
pengelolaan dana, kebijakan pengembangan koleksi, alat akreditasi, serta prioritas
preservasi (Munroe, 2004: 181). Diterjemahkan oleh Misroni, 2004
Research Libraries Group Conspectus kemudian diadopsi oleh Association
of Research Libraries (ARL) untuk kegiatannya, North American Collections
Inventory Project, kemudian diadaptasi oleh National Library of Canada untuk
kepentingan Canada, lalu menyebar ke Inggeris, negara Eropa Barat dan
Australia. Research Libraries Group Conspectus telah dimodifikasi oleh berbagai
perpustakaan yang mengumpulkan koleksi di bawah intensitas penelitian untuk
keperluan resource sharing, alokasi dana, alokasi ruang, proyeksi penyimpanan,
akreditasi, penerimaan usulan dan prioritas preservasi.
Menurut Hardi (2006, 11) salah satu metode yang digunakan dalam
mengevaluasi koleksi adalah dengan menggunakan metode Conspectus yaitu
sebuah metode untuk menganalisis dan mengevaluasi serta memungkinkan
kontrol bahan literatur perpustakaan berdasarkan pola-pola yang telah dan akan
ditentukan.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menfasilitasi pengambilan
keputusan tentang pengembangan koleksi dengan berdasarkan kebutuhan
informasi pengguna dengan ketersediaan dana yang dimiliki. Dari pernyataan
diatas dapat diartikan bahwa teknik yang digunakan untuk mengukur tingkat
keterpakaian koleksi memperhatikan tingkatan judul berdasarkan standar umum,
sistem data perpustakaan, menguji secara langsung ke rak, survei pengguna
dalam mengevaluasi koleksi adalah pengujian data shelflist, pengujian langsung
koleksi, pemeriksaan daftar, evaluasi oleh ahli luar, analisis sitasi .
2.7.1. Conspectus sebagai Sebuah Pendekatan Evaluasi Koleksi
Dalam Western Library Network (WLN) Collection Assesment Manual 4th
Edition, dijelaskan bahwa conspectus adalah seperangkat kode standar, alat,
survai yang digunakan untuk memberikan penilaian koleksi secara sistematis
(WLN Collection Assessment Manual 4th, 2001: 13). Metode conspectus dapat
memberikan penilaian berdasarkan subjek terhadap kekuatan koleksi
perpustakaan. Pada masing-masing subjek, perpustakaan menandai dengan kode
alfanumerik yang mengindikasikan tingkat dan bahasa koleksi yang ada (Mount
Saint Vincent University, 2004). Di terjemahkan oleh Wishnu Hardi, 2005
WLN Collection Assessment Manual 4th juga menjelaskan lebih spesifik tentang
karakteristik dan elemen dari conspectus :
1. Struktur
Struktur conspectus disusun secara hirarkis dimulai dari pembagian divisi
yang luas sampai pembagian subjek yang sangat spesifik. Perpustakaan
dapat menggunakan salah satu atau seluruh dari hirarki ini. Struktur
conspectus adalah sebagai berikut:
a. Divisi adalah hirarki yang paling pertama dari conspectus. Dalam
WLN Conspectus terdapat 24 divisi yang tidak diatur berdasarkan
skema klasifikasi.
b. Kategori adalah pembagian lebih lanjut dari divisi. Terdapat 500
penjabaran kategori yang diidentifikasi berdasarkan skema klasifikasi
LC maupun Dewey.
c. Subjek adalah hirarki yang ketiga karenanya lebih bersifat spesifik dan
terdiri atas 4000 subjek.
2. Kode Standar
Conspectus menggunakan nilai tingkatan numerik untuk memberikan
gambaran mengenai Current Collection, Collection Goal. Penilaian
adalah kode standar yang menjelaskan jenis aktivitas yang dapat didukung
oleh aras koleksi (collection level).
1) Acquisition Commitment (AC) menjelaskan tingkat pertumbuhan
koleksi. AC merefleksikan aras aktivitas aktual mengenai sejauh mana
koleksi berkembang, dan bukan aras yang direkomendasikan oleh
kebijakan pengembangan koleksi.
2) Collection Goal (CG) mengindikasikan kebutuhan informasi aktual dan
kebutuhan informasi yang dapat diantisipasi berdasarkan misi, program,
dan pengguna perpustakaan. Indikator pada kegiatan ini merefleksikan
penambahan atau penghapusan kurikulum yang mendorong perubahan
prioritas pengembangan koleksi pada perpustakaan.
3) Current Collection (CCL) menggambarkan kekuatan koleksi relatif
dalam suatu area subjek tertentu. Kekuatan koleksi meliputi seluruh
bahan literatur dalam berbagai format, seperti monograf, jurnal,
mikroform, bahan audio-visual, peta, realia, dan lain sebagainya.
Termasuk juga bahan literatur yang dikatalog maupun yang tidak
dikatalog koleksi khusus yang tidak disirkulasikan serta koleksi yang
disirkulasikan. Penilaian CCL mendeskripsikan sumber daya
Tabel 2.2 Keterangan Conspectus (Penilaian numerik dengan
menggunakan indikator skala 0-5)
Kode Aras Deskripsi
0 Out of Scope (Di luar Cakupan)
Perpustakaan tidak, belum, atau tidak merencanakan untuk mengoleksi bahan literatur pada subjek tersebut, karena subjek tersebut dianggap tidak relevan dengan kebutuhan pengguna atau di luar tujuan lembaga induk.
1
Koleksi yang dimiliki merupakan karya-karya utama (basic works) dalam suatu subjek pengetahuan. Bahan literatur tersebut akan selalu di-review secara berkala untuk memperoleh informasi yang mutakhir, sedangkan edisi lama akan diambil dari rak.
Pada aras ini, perpustakaan hanya memiliki bahan literatur yang terbatas pada karya-karya utama dan tidak memperlihatkan cakupan subjek yang sistematis.
Pada aras ini perpustakaan hanya memiliki sedikit literatur-literatur utama pada suatu subjek, namun
memiliki sejumlah literatur inti yang ditulis oleh pengarang-pengarang utama serta cakupan bahan
2 Basic Information Level (Aras Informasi Dasar)
Perpustakaan menyimpan koleksi yang selektif dalam rangka penyebaran disiplin ilmu atau subjek yang bersangkutan. Cakupan bahan literatur antara lain:
1) Kamus atau ensklopedi bidang ilmu.
2) Akses ke pangkalan data bibliografis.
3) Edisi terseleksi dari karya-karya utama pada disiplin ilmu yang bersangkutan.
4) Penelitian-penelitian penting menyangkut aspek historisnya. 5) Buku pegangan.
2a
(Aras Informasi Dasar, Mahir)
Penekanan pada aras ini adalah menyediakan bahan literatur utama (core material) untuk mendefinisikan suatu subjek. Koleksi pada tingkat ini mencakup bahan rujukan utama dan karya-karya yang dapat memberikan penjelasan lebih lanjut seperti:
1) Buku teks
2) Kajian historis dari perkembangan suatu subjek.
3) Karya umum yang berkaitan dengan topik-topik utama pada suatu subjek yang dilengkapi dengan tabel, skema, dan ilustrasi.
4) Jurnal-jurnal ilmiah terseleksi.
Pada tingkat ini bahan literatur yang dimiliki hanya disediakan dalam rangka pengumpulan informasi dasar tentang suatu subjek atau pengantar bagi mahasiswa baru.
Pada aras yang lebih lanjut ini, perpustakaan mengoleksi bahan literatur dasar tentang subjek tertentu dengan cakupan yang lebih luas dan lebih dalam untuk mendefinisikan dan memperkenalkan suatu subjek. Karya-karya dasar dalam bentuk:
1) Buku teks.
2) Kajian historis, bahan literatur rujukan berkaitan dengan topik-topik tertentu dari suatu subjek. 3) Jurnal-jurnal ilmiah yang selektif.
Informasi dasar tahap lanjut yang disediakan untuk mendukung mata kuliah dasar mahasiswa, di samping memenuhi kebutuhan informasi dasar bagi universitas.
3 Study/Instructional Support Level
(Aras Pendukung Kebutuhan Instruksional / Kajian)
3a
3b
Study or Instructional Support Level, Introdutory
(Aras Pendukung Kebutuhan Instruksional / Kajian, Pengantar)
Study or Instructional Support Level, Advanced
(Aras Pendukung Kebutuhan Instruksional / Kajian, Tingkat Lanjut)
luas untuk karya-karya utama dalam berbagai format, sejumlah bahan retrospektif yang bernilai klasik, koleksi yang lengkap dari karya-karya penulis penting pada suatu disiplin ilmu, koleksi terpilih untuk karya-karya penulis
sekunder, jurnal-jurnal terpilih untuk cakupan subjek, akses menuju pangkalan data CD ROM, dan bahan rujukan utama yang berisi bibliografi yang mendukung subjek yang bersangkutan.
Aras ini merupakan subdivisi dari tingkat 3 yang memberikan sumber dalam rangka memelihara cabang pengetahuan dari suatu subjek. Koleksi pada tahap ini sama dengan apa yang tercakup pada tingkat 3 yang meliputi karya-karya utama dari suatu bidang disiplin ilmu dalam berbagai format., bahan literatur retrospektif klasik, jurnal-jurnal utama dari suatu subjek, akses menuju pangkalan data CD ROM, serta bahan rujukan yang mencakup informasi bibliografis yang berhubungan dengan bidang disiplin ilmu yang bersangkutan.. Yang menjadi perbedaan dengan tingkat sebelumnya adalah meskipun bahan literatur mendukung perkuliahan program sarjana dan program kajian mandiri namum tidak cukup untuk mendukung program magister.
Sumber: WLN Collection Assesment Manual 4 Edition, 1992. Diterjemahkan oleh Wishnu Hardi, 2005
Indikator kedalaman koleksi merepresentasikan sebuah aras-aras yang
berkelanjutan dari Basic Information Level sampai Research Level. Perbedaan
dalam tiap aras diukur berdasarkan kualitas dan kuantitas bahan literatur. Setiap
kenaikan tingkat suatu bahan literatur akan mencakup unsur, format, dan
karakteristik pada aras sebelumnya. Artinya adalah bahan literatur yang ada pada
Research Level (4) mengandung karakteristik yang tidak hanya terdapat pada aras
tersebut tetapi juga mencakup karakteristik aras-aras sebelumnya, yakni Basic
Information Level (1), Study (2), Instructional Support (3) (Columbia University
Libraries, 2003).
subjek. Pada tingkat ini, bahan literatur sudah memadai untuk program sarjana dan magister.
4 Research Level
(Aras Penelitian)
Pada aras riset ini, perpustakaan mengoleksi bahan literatur yang tidak dipublikasikan seperti hasil penelitian, tesis dan disertasi. Termasuk juga di dalamnya laporan penelitian, hasil penemuan baru, hasil eksperimen ilmiah, dan informasi penting untuk kepentingan penelitian. Bahan literatur juga mencakup rujukan penting dan monograf terseleksi, jurnal-jurnal ilmiah yang lebih luas dan beragam. Bahan literatur lama tetap disimpan untuk kepentingan kajian historis. Tingkat ini ditujukan untuk programm doktor dan penelitian murni.
5 Comprehensive Level (Aras Komprehensif)
3. Kode Cakupan Bahasa
Cakupan bahasa sangat berkaitan erat dengan aras koleksi. Selain itu,
representasi bahan berbahasa Inggris dan bahasa lainnya merupakan salah satu
dimensi penting dalam menjelaskan keadaan koleksi.
Table 2.3 Indikator Cakupan Bahasa
KODE JENIS PENJELASAN
E English Bahan literatur berbahasa Inggris
mendominasi, sedangkan koleksi dalam bahasa lain hanya tersedia sedikit atau bahkan tidak sama sekali. F Selected non-English
Languages
Bahan literatur yang bukan berbahasa Inggris tersedia secara terseleksi untuk melengkapi bahan literatur berbahasa Inggris.
W Wide Selection
Languages
Seleksi yang luas dari koleksi dalam berbagai bahasa dan tidak ada kebijakan membatasi bahan literatur berdasarkan bahasa tertentu
Y One-Non English
Language
Bahan literatur didominasi oleh salah satu bahasa selain bahasa Inggris.
Sumber: WLN Collection Assessment Manual 4th Edition, 1992.diterjemahkan oleh Wishnu Hardi, 2005
Seperangkat kode bahasa diberikan kepada subjek tersebut untuk
mengidentifikasi variasi bahasanya.
“Adapun kode-kode bahasa tersebut antara lain, E untuk literatur berbahasa Inggris, F untuk literatur terseleksi yang bukan berbahasa Inggris, Y untuk literatur dengan seleksi yang luas dari koleksi dalam berbagai bahasa, dan W untuk bahan literatur didominasi oleh salah satu bahasa selain bahasa Inggris”.(Nissonger, 1992:121). Diterjemahkan oleh Misroni, 2004
2.7.2. Metode Conspectus dan Penerapannya di Perpustakaan
Conspectus adalah sebuah metode untuk menganalisis dan mengevaluasi
serta memungkinkan kontrol bahan literatur perpustakaan berdasarkan pola-pola
yang telah dan akan ditentukan. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk
memfasilitasi pengambilan keputusan tentang pengembangan koleksi dengan
berdasarkan kebutuhan informasi pengguna dengan ketersediaan dana yang
dimiliki. Dalam hal ini, evaluasi bahan literatur dengan metode conspectus dapat
sumber daya informasi perpustakaan (Fragkou-Batsiou, 2005). Diterjemahkan
oleh Misroni, 2004
Penerapan metode conspectus pernah dilakukan oleh Fragkou di lima
Perpustakaan di Yunani khusus untuk subjek fisika, kimia, dan informatika. Ini
merupakan penerapan metode conspectus. untuk yang pertama kalinya untuk
koleksi jurnal ilmiah. Fragkou menggunakan conspectus sebagai alat analisis
deskriptif tentang kedalaman, keluasan, format, dan kelengkapan koleksi jurnal
bidang fisika, kimia, dan informatika yang mengarah pada evaluasi koleksi pada
ke lima perpustakaan di Yunani tersebut. Gambaran mengenai koleksi inti (core
list) adalah tujuan akhir dari penelitian oleh Fragkou. Saat ini metode ini ini mulai
secara luas diterapkan di perpustakaan-perpustakaan Yunani yang menjadi dasar
pertimbangan utama dalam pembentukan jaringan atau kerja sama antar
perpustakaan (Fragkou-Batsiou, 1998) diterjemahkan oleh Misroni, 2004. Metode
conspectus sebagai model evaluasi koleksi yang membantu penyusunan kebijakan
pengembangan koleksi
Embrio signifikansi conspectus sebagai dasar pertimbangan dalam kerja
sama atau jaringan perpustakaan adalah ketika tiga anggota RLG Collection
Management Development yang berhasil menerapkan metode ini pada
perpustakaan-perpustakaan di wilayah Colorado, Alaska, New York, dan Indiana
yang menghasilkan pemikiran bahwa metode ini dapat diterapkan pada
perpustakaan-perpustakaan di tingkat nasional, internasional, dan perpustakaan
yang lebih kecil. Kesimpulan akhir dari penggunaan metode ini adalah bahwa
conspectus bukan bagian dari sebuah perencanaan (the conspectus is not in and of
itself a plan) akan tetapi sebuah perencaanan itu sendiri yang bermanfaat (a useful
planning document) (Ferguson, 1988, 197-206). Diterjemahkan oleh Misroni,
2004
Metode conspectus merepresentasikan sebuah proses penilaian koleksi
sebagai bagian dari rangkaian kegiatan manajemen perpustakaan khususnya yang
terkait dengan alokasi pengadaan bahan perpustakaan.
Peran metode conspectus dalam evaluasi koleksi adalah memacu
efektivitas fungsi perpustakaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode conspectus adalah salah satu pendekatan dalam evaluasi koleksi 2. Evaluasi koleksi adalah salah satu unsur dalam kebijakan pengembangan
koleksi;
3 Kebijakan pengembangan koleksi adalah panduan yang mengarahkan fungsi perpustakaan agar koleksinya sesuai dengan misinya serta kebutuhan informasi penggunanya. (IFLA, 2001, 1-3). Diterjemahkan oleh Wishnu Hardi, 2005
Richard Wood menjelaskan bahwa dalam metode conspectus, evaluasi
dilakukan dengan menggunakan lembar kerja (worksheet) dengan kolom yang
berisi daftar deskriptor subjek yang menggunakan skema klasifikasi, misalnya
Library of Congress Subject Heading (LCSH) untuk subjek yang lebih spesifik.
Kolom tambahan pada lembar kerja berisi penilaian kekuatan koleksi dan
intensitas koleksi dengan menggunakan skala penilaian.
Pada beberapa perpustakaan menyertakan kekuatan koleksi yang diharapkan (desired collection strength). Beberapa tahapan penerapan metode ini adalah pengecekan bibliografi, menghitung jumlah daftar judul, wawancara dengan staf pengajar tentang isi koleksi dan tingkat koleksi yang diharapkan, survei pengguna, analisis sirkulasi, dan data statistik lainnya (Wood, 1992, 2-3). Diterjemahkan oleh Misroni, 2004.
Dalam aplikasi penelitian ini, penulis menggunakan Western Library
Network (WLN) Conspectus Manual di mana tahap-tahap penelitian meliputi
pencatatan jumlah judul yang disertai pengarang, tahun terbit, dan penerbit, hasil
penilaian area subjek oleh evaluator luar, dan analisis kekuatan dan kelemahan
koleksi. Wawancara kepada staf perpustakaan dan mahasiswa juga dilakukan
sebagai pelengkap data.
2.7.3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Conspectus
Metode conspectus adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengevaluasi koleksi perpustakaan, metode conspectus mempunyai kelebihan dan
kelemahan dalam mengevaluasi, Kelebihan dan kelemahan metode conspectus
menurut (Oke, 2004, 98).
1. Cara standar untuk melihat kekuatan dan kelemahan koleksi serta penekanan koleksi
2. Rasionalisasi koleksi 3. Memungkinkan sharing 4. Prioritas pada preservasi
5. Memungkinkan keahlian dan pengetahuan pustakawan 6. Mengkorelasikan antara pengajar dan riset yang dilakukan 7. Dapat mendukung prioritas penganggaran koleksi
8. Detail yang subyek dijabarkan dalam metode conspectus memungkinkan deskribsi koleksi secara lebih spesifik
9. Pola koleksi dan pengembangan koleksi dideskripsikan lewat kode-kode yang dapat diperbandingkan.
10.Nilai dari conspectus dapat diakses secara nasional secara online maupun bentuk tercetak
11.Kebijakan kerja sama pengembangan dan preservasi koleksi dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode conspectus sebagai alat untuk memetakan kekuatan koleksi
12.Dapat dijadikan acuan akreditas
Kelemahan Conspectus
1. Pekerjaan yang berat bagi perpustakaan yang dikelola secara individual 2. Bersifat subjektif
3. Cenderung untuk menilai ukuran dari pada kualitas atau mutu 4. Lebih cendrung berkaitan dengan area subjek tertentu
5. Terbatas pada landasan skema klasifikasi perpustakaan
6. Keraguan apakan cara ini bisa mengetahui kekuatan koleksi secara spesifik 7. Metode ini sangat memakan waktu dan melibatkan banyak orang
8. Deskribtor subjek mungkin tidak memuaskan untuk area subjek tertentu teralalu detai untuk area subjek tertentu sementara kurang detal untuk area subjek lain
9. Defenisi kode intensitas tidak sesuai untuk semua jenis perpustakaan erabolarasi kode-kode untuk penggunaan lokal memerlukan kerja tambahan dan harus tetap mempertahankan defenisi conspectus aslinya
penjelasan mengenai kelebihan dan kelemahan metode conspectus dapat
menjadi sebuah tolak ukur agar penerapan metode tersebut dalam evaluasi koleksi
perpustakaan dapat efisien dengan mengantisipasi kelemahan-kelemahan yang
ada. Oleh karena itu, pandangan yang menguatkan metode conspectus dan
pandangan kritis terhadapnya perlu dijabarkan lebih lanjut.
Kelebihan-kelebihan metode conspectus dibandingkan metode evaluasi
lainnya. Argumentasi mereka adalah sebagai berikut (Mount Saint Vincent
1. Conspectus adalah sebuah metode penentuan skala prioritas bahan literatur dari institusi yang mengoleksinya sehingga memudahkan komunikasi dan perbandingan di antara institusi-institusi untuk bisa bekerja sama.
2. Metode conspectus memfokuskan perhatian pustakawan pada pertanyaan mendasar tentang kualitas koleksi serta hubugan antara keuatan koleksi dan pemanfaatannya
3. Metode conspectus dapat membandingkan kualitas subjek yang berbeda pada satu institusi yang sama serta meningkatkan persepsi pustakawan terhadap penentuan skala prioritas koleksi
4. Metode conspectus adalah sebuah sarana komunikasi antara opini pustakawan dan koleksi yang dimiliki
5. Metode conspectus berperan sebagai katalis untuk program pengembangan koleksi yang sistematis meskipun ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa analisis evaluasi koleksi denga metode conspectus lebih sesuai untuk keadaan yang akan datang dan bukan keadaan aktual
6. Sullivan (1995) melakukan evaluasi koleksi di University of Melbourne dan memberikan pandangan seputar kelebihan-kelebihan metode conspectus. Ia mengatakan bahwa conspectus lebih dari sekedar dasar dari sebuah kebijakan manajemen koleksi. Variabel-variabel yang ada pada conspectus memberikan visualisasi kekuatan dan kelemahan koleksi secara jelas sehingga keadaan bahan-bahan literatur aktual dapat segera disesuaikan dengan tingkat conspectus yang dituju. Metode conspectus dapat memberikan gambaran mengenai keadaan koleksi dalam hal isi, kondisi, dan format .
Sementara itu, Tezla (1990, 43) menekankan peranan vital conspectus
dalam evaluasi koleksi dan penyusunan kebijakan pengembangan koleksi referen
dan koleksi umum. Ia melukiskan kebijakan pengembangan koleksi yang terdiri
atas deskripsi naratif, shelflist, dan ringkasan peta kekuatan dan kelemahan
koleksi dengan menggunakan RLG Conspectus. Ia juga menambahkan bahwa
metode conspectus dapat menjembatani intenstitas koleksi dan kebutuhan
informasi. Dengan demikian, ia berhasil memperkenalkan penerapan metode
conspectus untuk koleksi referen
Berbagai metode evaluasi koleksi telah dikembangkan oleh para pegiat
dan praktisi ilmu perpustakaan. Pada dasarnya, metode evaluasi koleksi berfokus
pada dua titik, yakni metode yang berorientasi pada pengguna (user-based
evaluation) dan metode yang berorientasi pada koleksi (collection-based
evaluation). Metode evaluasi tersebut dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu
kuantitatif dan kualitatif. Metode evaluasi yang baik adalah metode yang
menggunakan pendekatan kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif. Dengan
keadaan perpustakaan secara komprehensif. Namun, metode evaluasi koleksi yang
menggunakan teknik kombinasi sangat jarang dilakukan oleh karena waktu, biaya,
dan tenaga yang diperlukan sangat besar. Oleh karena itu, biasanya manajemen
perpustakaan menggunakan pendekatan dan metode yang lebih praktis namun
cukup representatif untuk mengevaluasi koleksi maupun kinerja perpustakaannya.
Salah satu metode penilaian terhadap koleksi adalah conspectus. Metode ini
dikembangkan oleh Research Group Libraries (RLG) yang merupakan
konsorsium berbagai perpustakaan di Amerika Serikat untuk mengetahui peta
kekuatan dan kelemahan koleksi di perpustakaan. Gambaran tersebut
dimanfaatkan untuk menentukan skala prioritas akuisi koleksi pada berbagai tipe
perpustakaan. Pada konteks yang lebih luas, conspectus dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk membentuk sebuah jaringan perpustakaan. Conspectus dapat
memberikan gambaran tentang koleksi inti perpustakaan.
Conspectus adalah seperangkat kode standar, alat, survai yang digunakan
untuk memberikan penilaian koleksi secara sistematis. Penilaian tersebut
menggunakan beberapa tingkatan indikator dan cakupan bahasa. Conspectus juga
dapat diterapkan pada berbagai level perpustakaan, dari mulai lokal, nasional,
hingga internasional.
Kelebihan-kelebihan metode conspectus antara lain sebagai bahan
pertimbangan dalam akuisisi dan preservasi koleksi, mendukung efisiensi
pemanfaaatan anggaran, acuan akreditasi, dan menjembatani antara kebutuhan
informasi pengguna serta koleksi yang tersedia. Kelemahan utama metode
conspectus terletak pada subjektivitas yang menjadi terus menjadi pertanyaan
sepanjang sejarah penerapannya. Akan tetapi, beberapa pakar berpendapat bahwa
subjektivitas tersebut dapat diantisipasi dengan menambah jumlah evaluator yang
kompeten sehingga opini pribadi atau bias dapat dikurangi.
Dengan melihat latar belakang historis metode conspectus yang
memberikan kontribusi yang cukup signifikan sebagai alat evaluasi koleksi serta
dengan adanya pandangan-pandangan yang mendukung efektivitas metode ini
dalam manajemen koleksi, maka penulis menggunakan metode conspectus dalam