PENAFSIRAN AYAT-AYAT AL-QURAN TENTANG HIJAB PERSPEKTIF BUYA
HAMKA DAN QURAISH SHIHAB
Rumi Harwiyanti
1 Institut Agama Islam Negeri KendariRumi Harwiyanti1997 @gmail.com
ABSTRAK
Artikel ini secara umum bertujuan untuk mengetahui makna jilbab dalam surat al-Ahzab ayat 59. Secara lebih rinci tulisan ini menjelaskan pertama, makna jilbab menurut Buya Hamka Kedua, mengetahui makna jilbab menurut M. Quraish Shihab. Ketiga, menjelas kan penyebab perbedaan p maknaan jilbab antara perspektif Buya Hamka dan M. Quraish Shihab. Artikel ini merupakan hasil kajian library research yang dimaksudkan untuk mengetahui perbeda an makna jilbab menurut Buya Hamka dan M. Quraish Shihab dengan metode penafsiran muqarrin atau metode komparatif. Buya Hamka mengatakan bahwa wanita Muslimah harus menutup tubuh mereka ,karena tubuh wanita adalah Aurat. , M. Quraish Shihab tidak cenderung mendukung pendapat yang mewajibkan wanita menutup seluruh badannya atas dasar bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.Ini bukan saja karena lemah nya alasan-alasan yang mereka kemukakan, tetapi juga dengan tampil seperti yang mereka wajibkan berarti gugurlah fungsi hiasan atau keindahan dalam berpakaian, padahal al-Quran sendiri menyebutkan bahwa salah satu fungsi pakaian adalah hiasan. Adapun penyebab per bedaan para ulama dalam memaknai jilbab adalah penafsiran mereka terhadap surat al-Nur ayat 31.
Kata-Kata kunci: jilbab, Buya Hamka, Quraish Shihab A. Pendahuluan
Quran adalah sumber dari segala sumber hokum. Semua hukum terdapat dalam Al-Quran, termasuk urusan tentang hijab Al-Quran Q.S. al-Ahzab ayat 59 menjelaskan bahwa:
َﻼ
Artinya: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ketertarikan peneliti untuk meneliti judul ini, karena Jilbab adalah Kewajiban bagi Seorang Muslimah Umat Islam yang harus di gunakan, karna Hukumnya adalah Wajib , namun masih banyak Wanita Muslimah ,yang belum menggunakan Jilbab padahal
banyak dari mereka yang mengetahui bahwa hukumnya adalah Wajib untuk mengunakan Hijab. Kebanyakan dari kalangan masyarakat salah menafsirkan hijab tersebut, dan juga melihat keadaan di zaman yang semakin berkembang ini,kebanyakan wanita memakai hijab karena fashion hanya sekedar ikut-ikutan. Sebab itulah,ketertarikan peneliti untuk meneliti masalah tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji tafsir Buya Hamka dan Quraish Shihab, kedua penafsir tersebut merupakan penafsir terkenal di zaman kontemporer ini.
.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan” (H.R. Abu Daud)”.
Tafsir Buya Hamka dan Qurais Shihab tentang Hijab ini sangat penting untuk saya teliti, karena keduanya memiliki perbedaan penafsiran tentang Jilbab Padahal keduanya sama-sama ulama Kontemporer tetapi keduanya bukan berarti tidak memiliki perbedaan penafsiran., karna banyak terjadi kontroversi antara dua penafsiran tersebut di dalamnya.Quraish Shihab mengatakan apabila mengunakan Hijab harus dari hatinya terlebih dahulu dan Quraish Shihab mengatakan bahwa jilbab adalah Budaya Arab.sedangkanBuya Hamka mengatakan bahwa wanita Muslimah harus menutup tubuh mereka ,karena tubuh wanita adalah Aurat. Faktanya Masih banyak dari masyarakat kita yang belum menggunakan Jilbab, padahal banyak dari mereka mengetahui ,bahwa jilbab adalah kewajiban.
1. Pengertian Tafsir
Tafsir berasal dari kata al-fasr yang artinya menjelaskan atau mengetahui maksud suatu kata yang sulit.
Artinya
Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak dating kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik. (QS. Al- Furqan (25) : 33)
2.Pandangan Ulama Klasik Terhadap Hijab
cantik wajib menutup muka dan telapak tangannya, sedangkan yang tidak cantik disunatkan. Madzhab Hanafi: Madzhab ini berpendapat bahwa wanita boleh membuka muka dan kedua telapak tangan, namun laki-laki diharamkan melihatnya dengan syahwat.
3. Pandangan Ulama Kontemporer Terhadap Hijab
Menurut Abdul Halim Abu Syuqqoh: Hijab bermakna tabir, sebagai pembatas antara wanita dan laki. Hijab ini hanya berlaku pada isteri-isteri Nabi ketika mereka berbicara dengan laki-laki yang bukan muhrimnya dan ketika keluar rumah untuk suatu keperluan maka harus menutup seluruh tubuhnya termasuk wajah, untuk membedakan antara wanita-wanita yang lain, bahwa kedudukan wanita (istri-istri Nabi) lebih tinggi. Menurut Mahmud Muhamed Toha: Beliau berpendapat bahwa ajaran murni Islam adalah Al- Sufur. Karena tujuan Islam adalah ketakwaan, ketakwaan laki-laki dan perempuan bukan dengan menjatuhkan larangan dengan cara adanya pemisah dan memakai jubah panjang. Hijab menurut beliau adalah sebuah hukuman akibat dari adanya penyalahgunaan kebebasan dari Al-Sufur. Menurut Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah: Hijab menurut beliau dibagi menjadi dua, yaitu hijab materi dan hijab rohani). Hijab Rohani adalah hijab seorang wanita yang hidup ditengah masyarakat tidak berusaha untuk tampil dengan dandanan yang menarik perhatian.Dan hijab bisa juga muncul dalam bentuk pembicaraan “maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya” (QS. Al- Ahzab:32) dan dalam bentuk prilaku yang lain. Hijab Materi adalah kewajiban seorang wanita untuk menutup seluruh anggota tubuhnya selain wajah dan telapak tangan. Muhamad Tharir bin Asyur seorang Ulama besar dari Tunis, yang diakui otoritasnya dalam bidang ilmu agama, menulis dalam maqashid Al-Syari’ah sebagai berikut: Kami percaya adat kebiasaan satu kaum tidak boleh-dalam kedudukannya sebagai adat untuk dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu.
Dari berbagai uraian di atas dapat di ketahui bahwa hijab mempunyai hubungan dengan pendidikan akhlak.Hijab (jilbab) menyiapkan kondisi psikologis untuk memerangi pengaruh prilaku-prilaku yang menyeret kepada penyimpangan di luar diri, dan mendatangkan imunisasi di dalam diri pada pria dan wanita untuk melawan prilaku-prilaku yang menyimpang. Hijab bukanlah masalah individual saja,tetapi menyangkut masalah sosial, sebab setiap hal yang dengan sendirinya dapat menjaga individu dari keadaan terperosok dan penyimpangan, maka ia juga dapat menjaga masyarakat.
Imam Ibnu Katsir berpendapat Jilbab adalah sejenis selendang panjang yang diletakkan melapisi kerudung.Imam Ibn ‘Asyur memahami kata jilbab adalah dalam arti pakaian yang lebih
kecil dari jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup wajah. Imam Thabathaba’I
berfirman memerintahkn Rasul-Nya agar menyuruh para wanita mukmin seluruhnya-Khusus istri-istri dan anak-anak beliau karena kemulian mereka untuk menjulurkan atau menutupkan Jilbabnya ke seluruh tubuh mereka2. Tujuannya agar mereka mudah untuk dikenali dari para wanita jahiliyah dan hamba sahay sahaya perempuan.3‘ Ali bin Abi Thalhah menuturkan dari Ibnu ‘ Abbas ia berkata,” Allah memerintahkan para wanita mukmin, bila mereka keluar dari rumah-rumah mereka untuk sebuah keperluan, hendaknya mereka menutupi wajah-wajah mereka dari atas kepala mereka dengan Jilbab kain yang menutupi seluruh tubuh . Muhamad bin sirin berkata, “ Aku bertanya kepada ‘ Ubaidah as-Salmani tentang firman Allah
“ Hendaknya mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka” Maka “Ubaidah langsung menutup wajah dan kepalanya serta menampakan mata kirinya saja”.
Firman Allah ‘yang demikian itu supaya supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak digangu .’ .yakni, jika mereka menutupkan Jilbab Keseluruh tubuh, niscaya ia akan mudah dikenal bahwa mereka itu adalah wanita-wanita mukmin yang merdeka, mereka bukan hamba sahaya dan bukan pula pelacur. Firman Allah; Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang,” atas segala dosa dan kesalahan yang mereka lakukan di zaman jahiliyah, karena mereka melakukan itu semua tanpa sepengetahuan Agama
3. MetodeMuqaran (Perbandingan)
Metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan unsur-unsur yang berbeda itu.
TafsirMuqaran dilakukan dengan membandingkan ayat satu dengan ayat yang lain, yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang berbeda atau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama, atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadis yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al qur’an. Jadi dilihat dari pengertian tersebut dapat dikelompokkan 3 objek kajian tafsir, yaitu membandingkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an yang lain, membandingkan ayat dengan hadits Nabi SAW (yang terkesan bertentangan), dan membandingkan pendapat penafsiran ulama tafsir (baik ulama salaf maupun ulama khalaf). Dari definisi yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode muqarrin adalah (1) Membandingkan teks ayat-ayat al-qur’an yang memiliki kesamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih atau memiliki redaksi yang berbeda bagi kasus yang sama. (2) Membandingkan ayat-ayat al-qur’an dengan hadits yang pada
2
Tafsir Ibnu Katsir hal 371-372.
lahirnya terlihat bertentangan. (3) Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan.
B. Metode
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research)yang memfokuskan pada penelusuran dan penelahan literature serta bahan pustaka lainnya yang menggunakan metode kualitatif.4Ia merupakan penelitian
kualitatif berdasarkan metode analisisnya yakni datanya diteliti dengan analisa kualitatif.
2. MetodeMuqarrin (Perbandingan)
Metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan penggabungan unsur-unsur yang berbeda itu.
C. Pembahasan
Makna jilbab dalam pandangan Al-Qur’an. Secara bahasa, kata al-jilbabsama dengan kata al-qamish atau baju kurung yang bermakna baju yang menutupi seluruh tubuh. Ia juga sama denganal-khimaratau tudung kepala yang bisa dimaknai dengan apa yang dipakai di atas baju seperti selimut dan kain yang menutupi seluruh tubuh wanita. Asbabun Nuzul Surat al-Ahzab: 59 Pada suatu riwayat dikemukakan pada suatu riwayat dikemukakan bahwa Siti Saudah (istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab.Ia adalah seorang yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenali orang. Pada waktu itu Umar melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa gesa ia pulang dan saat itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang memegang tulang sewaktu makan. Ketika masuk ia berk ata: “Ya Rasulullah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (Surat al Ahzab: 59) kepada Rasulullah Saw. di saat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah:
Dalam suatu riwayat juga mengatakan: “Para wanita mukminat pada malam hari pergi keluar rumah untuk buang hajat. Di tengah per jalan an, mereka diganggu oleh orang orang munafik (orang jahat) karena pen jahat itu tidak dapat membedakan antara wanita merdeka (terhormat) dengan yang budak (sebab model pakaian yang mereka pakai sama); sehingga bila mereka melihat seorang wanita me makai tutup kepala (kerudung), maka mereka berkata, “Ini perempuan merdeka”, lalu mereka biarkan ber lalu tanpa diganggu. Sebalikn ya, mereka melihat wanita tanpa tutup kepala lantas mereka ber kata, “Ini seorang budak perempuan”, lalu mereka buntuti (dengan tujuan melakukan pelecehan seksual).” Dalam peristiwa itu tampak dengan jelas bahwa ayat ini turun bukan khusus berkenaan dengan konteks menutup aurat perempuan, tetapi lebih dari itu, yakni agar mereka tidak diganggu oleh pria pria nakal atau usil. Dengan demikian, kita dapat berkata dimana pun di dunia ini, baik dulu maupun sekarang bila dijumpai kasus yang sama kriteria nya dengan peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat itu, maka hukumnya adalah sama sesuai dengan kaedah ushul fiqih: “Hukum hukum syara’
didasarkan pada ‘illat (penyebabnya) “ada” atau “tidak ada” ‘illat tersebut. Jika ada, maka ada pula hukumnya.Sebaliknya jika tidak ada ‘illat maka tidak ada hukumnya.Berdasarkan kaedah itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berjilbab hukumnya wajib.
Sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau budak, yang baik baik atau kurang sopan hampir dapat dikata kan sama. Karena itu lelaki usil
seringkali mengganggu wanita wanita khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai hamba sahaya. Untukmenghindarkan gangguan tersebut, serta menampakkan kehormat an wanita muslimah ayat di atas turun menyatakan: Hai Nabi katakan lah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita keluarga orang-orang mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka jilbab yakni keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu menjadikan mereka lebih mudah dikenal sebagai wanita wanita terhormat atau sebagai wanitawanita muslimah, atau sebagai wanita wanita merdeka sehingga dengan demikian mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
PENAFSIRAN M. QURAISH SHIHAB TENTANG JILBAB
Khusus Kaum Mukminat –bermula dari Istri Nabi Muhamad saw. diperintahkan untuk kepada untuk menghindari sebab-sebab yang dapat menimbulkan pembinaan dan pelecehan.
wanita-wanita muslimah, atau sebagai wanita-wanita-wanita-wanita merdeka, sehingga dengan demikian mereka tidak diganggu. Dan Allah senantiasa Maha pengampun lagi Maha penyayang.
Kalimat : nisa’ al-mu’minin di terjemahkan oleh tim departemen oleh Tim Departemen Agama dengan istri-istri orang mukmin .penulis ini lebih cenderung menerjemahkannya dengan wanita-wanita orang-orang mukmin sehingga ayat ini mencakup juga gadis-gadis semua orang mukmin, bahkan mereka keluarganya mereka semuanya.
Kata ‘Jilbab diperselisihkan maknanya oleh ulama.Al-Biqa’i menyebut beberapa pendapat. Antara lain, baju dan kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi wanita. Semua pendapat ini, menurut al- Biqa’i, dapat merupakan makna kata tersebut. Kalau yang dimaksud dengannya adalah baju, ia adalah menutupi tangan dan kakinya, kalau kerudung, perintah mengulurkannya adalah menutup wajah dan lehernya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju, perintah mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi semua badan dan pakaian.
Kata ‘alaihinnadidi atas mereka mengesankan bahwa seluruh badan mereka tertutupi oleh pakaian. Nabi saw. mengecualikan wajah dan telapak tangan atau dan beberapa bagian lain dari tubuh wanita (baca QS. An-Nur (24:31), dan penjelasan Nabi itulah yang menjadi penafsiran ayat ini.
Kata Jilbab diperselisihkan maknanya oleh Ulama.Al-Biqa’i menyebut beberapa pendapat. Antara lain, baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi baju dan Kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi wanita. Semua pendapat ini menurut al-Biqa’i dapat merupakan makna kata tersebut. Kalau yang dimaksud dengannya adalah baju, ia adalah menutupi tangan dan kakinya, lehernya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju, perintah mengulurkannya adalah membuatnya longgar sehingga menutupi semua badan dan pakaian.
Thaba’i memahami kata Jilbab dalam arti pakaian yang menutup seluruh badan atau kerudung yang menutupi kepala dan wajah wanita .
Ibn ‘Asyur memahami kata Jilbab dalam arti pakaian yang lebih kecil dari jubah tetapi lebih besar dari kerudung atau penutup wajah.
Kata Tudni terambil dari kata Dana yang berarti dekat dan menurut ibnu Asyur ,yang di maksud disini adalah memakai atau meletakan.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman tentang jilbab hanya di satu tempat, yaitu surat Al-Ahzab ayat 59. Karena itu, selanjutnya ia populer dikenal dengan ayat jilbab. Ayat yang dimaksud ialah:
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”(QS. Al-Ahzab: 59).
“Ayat di atas tidak memerintahkan wanita muslimah memakai jilbab, karena agaknya ketika itu sebagian mereka telah memakainya, hanya saja cara memakainya belum mendukung apa yang dikehendaki ayat ini. Kesan ini diperoleh dari redaksi ayat di atas yang menyatakan jilbab mereka dan yang diperintahkan adalah “Hendaklah mereka mengulurkannya.” Nah, terhadap mereka yang telah memakai jilbab, tentu lebih-lebih lagi yang belum memakainya, Allah berfirman: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.
Demikianlah pendapat yang dipegang oleh M. Quraish Shihab hingga sekarang.Hal ini terbukti dari tidak adanya revisi dalam bukunya yang berjudul Tafsir Al-Misbah, meskipun sudah banyak masukan dan bantahan terhadap pendapatnya tersebut.
Ia juga menulis masalah ini secara khusus dalam buku Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, yang diterbitkan oleh Pusat Studi Quran dan Lentera Hati pada Juli 2004. Ia bahkan mempertanyakan hukum jilbab dengan mengatakan bahwa tidak diragukan lagi bahwa jilbab bagi wanita adalah gambaran identitas seorang Muslimah, sebagaimana yang disebut Al-Qur’an. Tetapi apa hukumnya
M. Quraish Shihab juga membuat Sub babPendapat beberapa ulama kontemporer tentang jilbab yang menjadi pintu masuk untuk menyampaikan pendapat ganjilnya tersebut. Ia menulis:
Selanjutnya, M. Quraish Shihab menyampaikan bahwa jilbab adalah produk budaya Arab dengan menukil pendapat Muhammad Thahir bin Asyur:
)
91
(
Kami percaya bahwa adat kebiasaan satu kaum tidak boleh—dalam kedudukannya sebagai adat—untuk dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu.
Bin Asyur kemudian memberikan beberapa contoh dari Al-Quran dan Sunnah Nabi. Contoh yang diangkatnya dari Al-Quran adalah surat Al-Ahzab (33): 59, yang memerintahkan kaum Mukminah agar mengulurkan Jilbabnya. Tulisnya:
ن آ ﺮ ﻘ ﻟ ا ﻰ ﻓ و
Di dalam Al-Quran dinyatakan, Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga tidak diganggu.Ini adalah ajaran yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab, sehingga bangsa-bangsa lain yang tidak menggunakan jilbab, tidak memperoleh bagian (tidak berlaku bagi mereka) ketentuan ini.
Untuk mempertahankan pendapatnya, M. Quraish Shihab berargumen bahwa meskipun ayat tentang jilbab menggunakan redaksi perintah, tetapi bukan semua perintah dalam Al-Qur’an merupakan perintah wajib.Demikian pula, menurutnya hadits-hadits yang berbicara tentang perintah berjilbab bagi wanita adalah perintah dalam arti “sebaiknya” bukan seharusnya.
Memang, kita boleh berkata bahwa yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan (telapak) tangannya, menjalankan bunyi teks ayat itu, bahkan mungkin berlebih. Namun dalam saat yang sama kita tidak wajar menyatakan terhadap mereka yang tidak memakai kerudung, atau yang menampakkan tangannya, bahwa mereka “secara pasti telah melanggar petunjuk agama.” Bukankah Al-Quran tidak menyebut batas aurat? Para ulama pun ketika membahasnya berbeda pendapat.
khilafiyah.Kedua, ia menyimpulkan bahwa ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang pakaian wanita mengandung aneka interpretasi dan bahwa Al-Qur’an tidak menyebut batas aurat. Ketiga, ia memandang bahwa perintah jilbab itu bersifat anjuran dan bukan keharusan, serta lebih merupakan budaya lokal Arab daripada kewajiban agama.
PENAFSIRAN BUYA HAMKA TENTANG JILBAB
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”(QS. Al-Ahzab: 59).
TAFSIR AL-AZHAR 59
Selangkah demi selangkah masyarakat Islam itu ditentukan bentuknya agar berbeda dengan masyarakat jahiliyah.Terutama di tunjukan perbedaan pakaian perempuan yang menunjukan adab sopan santun yang tinggi.
Sebelum peraturan ini turun adalah berbeda pakaian perempuan Islam dengan perempuan musyrik.Tidak berbeda pakaian budak-budak perempuan pembantu rumah tangga dengan pakaian perempuan merdeka. Oleh karena di masa itu orang belum mempuyai kakus di dalam rumah sebagai sekarang, maka kalau perempuan hendak membuang hajatnya, keluarlah mereka setelah hari mulai malam ke tempat yang agak tersisih, di situlah mereka membuang hajat. Di waktu demikianlah kesempatan yang baik bagi pemuda-pemuda jahat untuk mengganggu.Mereka sama-ratakan saja perempuan baik-baik dengan budak-budak.Tetapi kalau perempuan yang diganggu itu bersorak-sorak mereka pun lari.
Maka datanglah ayat ini
“ Wahai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isteri engkau dan anak-anak perempuan engkau dan isteri-isteri orang-orang yang beriman: “ Hendaklah mereka melekatkan jilbab mereka ke atas diri mereka.” (pangkal ayat 59).
Di dalam ayat ini Rasulullah diperintahkan oleh Tuhan supaya memerintahkan pula kepada isteri-isterinya dan anak-anaknya yang perempuan.Setelah itu ialah kepada isteri-isteri orang yang beriman.Supaya kalau mereka keluar dari rumah hendaklah memakai jilbab.
ini maka tiga orang anak laki-laki dari satu ibu, yaitu Khadijah yang agung.Setelah di Madinah Lahir Ibrahim dari dayang beliau Mariah Qitbi. Kesemua anak laki-laki ini meninggal di bawah umur . Qasim meninggal dalam usia dua tahun, Ibrahim usia 10 bulan. Nama Qasim dikekalkan jadi kunniyat Rasulluloh “ Abul Qasim” Menurut kebiasaan orang Arab memanggil seorang yang telah berumur dengan kunyitnya memakai nama anak itu adalah satu penghormatan.
Maka yang sampai dewasa hanyalah empat anak perempuan.Keempatnya dari satu ibu, yaitu Khadijah.
Anak perempuan yang paling tua ialah zainab. Dia kawini oleh anak dari saudara ibunya, yaitu Haalah binti Khuwailid yang berkunniyat Abul As bin Rabi ‘. (Sedang Khadijah ialah binti Khuwailid pula) Zainab meninggal tahun kedepan hijrah.Suaminya kemudian masuk Islam dari dia, sesudah ditebus oleh zainab dengan kalung pusaka ibunya dari tawanan di perang Badar.
Anak Perempuan kedua ialah Ruqaiyah. Mulainya Ruqaiyah kawin dengan ‘Utbah dan Abu Lahab sebelum Nbi MUhamad menyatakan dirinya sebagai utusan Allah .setelah Nabi menyatakan diri sebagai utusan Allah maka pamanya Abu Lahab itulah salah seorang yang sangat keras menentang da’wah beliau. Maka oleh karena sangat marahnya kepada Rasulluloh s.a.w. dia bersumpah kepada anaknya” Kepalaku haram bersentuh dengan Kepalamu sebelum anak si Muhamad itu engkau ceritakan.“ lantaran paksaan ayah-ayah itu maka ‘ Utbah pun menceraikan Ruqaiyah sebelum mereka serumah. Telah mengikuti langkah ibunya, dan turut berbai’at terhadap Rasulluloh bersama perempuan-perempuan yang lain. Kemudian dia dikawini oleh Usman bin Affan. Perempuan-perempuan Quraisy sangat senang atas perjodohan kedua orang ini, sehingga jadi buah nyanyian mereka.
Dua bahagia dilihat Insan Isteri Ruqaiyah, suamiya Usman” Dua kali Usman hijrah ke Hasbyi kedua kalinya Ruqaiyah ikut serta.Sekali Ruqaiyah keguguran dalam mengandung. Setelah itu mereka beroleh putera diberi nama Abdullah. Tetapi setelah Abdullah berusia enam tahun, dicocok ayam jantan matanya, maka meningalakan anak itu dari sebab kesakitan, setelah itu Ruqaiyah tidak beranak lagi .setelah orang berbondong-bondong hijrah ke Madinah Usman dan Ruqaiyah pun ikut berhijrah.ketika Rosulluloh saw akan menghadapi peperangan badar yang terkenal ittu, Ruqaiyah sakit. Usman diperintahkan oleh Rosulluloh menjaga istrinya.Sebab itulah maka dia tidak turut dalam peperangan Badar.
Ketiga ialah Ummi Kaltsum. Dia dikawini oleh ‘Utaiba bin Abu Lahab, adik pula dari ‘ Utbah sebelum nubuwwat. Dia pun di pagsa oleh ayahnya menceraikan istrinya itu, sebelum mereka bercampur. Dia pun memeluk Islam bersamaan dengan ibunya ketika beliau menyatakan iman kepada Nabi dan Ummi Kaltsum pun turut berbai’at kepada Nabi bersama-sama dengan perempuan-perempuan lain, seketika diadakan bai’at untuk perempuan, dan dia pun turut hijrah ke Madinah menuruti ayahnya Rasullah s.a.w . setelah Ruqaiyah meningeal dunia ,di kawinkanlah Ummi Kaltsum oleh Rasulluloh s.aw. dengan Usman. Cara kaitanya ialah “ganti tikar”. Karena kawin dengan dua anak Rasulluloh berturut-turut dua kali itulah maka Usman diberi orang gelar “ Dzin Nuraini “, yang mempuyai dua cahaya. Diapun meninggal dalam bulan Sya’ban tahun kesembilan hijriyah. Rasulluloh saw sendiri tegak memberikan kafan yang akan dipakaikan dirinya dibalik dinding tempat mayatnya dimandikan. Rasullulah sendiri turut berdiri di pinggir kuburnya ketika dimandikan. Rasullulah sendiri turut berdiri di pinggir kuburnya ketika ia dimassukan ke liang lahad oleh Ali bin Abu Thalib dan Fadhal bin Abbas dan Usamah bin Zaid.
Yang paling bungsu ialah Fatimah. Dialah dikawinkan Nabi dengan Ali bin Abu Thalib. Fatimah dilahirkan lima tahun sebelum Nubuwwat. Dialah anak paling bungsu.Dia dikawini oleh Ali pada bulan Ramadhan tahun kedua hijrah, dan mereka mulai serumah pada bulan Dzul Hijjah tahun itu.Fatimah meningeal tidak berapa lama sesudah Rasullulah meningeal. Fatimah sahajalah anaknya yang kemudian wafat dari pada saw.
Maka keempat anak perempuan inilah yang dimaksud dengan wahyu ini.Kalau ayat tengah kita tafsirkan ini turun di sekitar tahun keempat atau kelima, maka Ruqaiyah tidak ada lagi.
Kepada isteri-isteri beliau dan anak-anak beliau didahulukan perintah, sesudah itu baru kepada isteri-isteri orang yang beriman, ialah isteri-isteri dan anak-anak perempuan itulah yang lebih dahulu akan dicontoh oleh orang banyak.
Di samping kepada isteri-isteri dan kepada anak-anak perempuan beliau itu, perintah ini pun hendaklah disampaikan pula kepada isteri-isteri dari orang-orang yang beriman.Yaitu supaya mereka melekatkan jilbab keatas badan mereka.Kata jama’ dari jilbab ialah jalaaibib.
Al-Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa jilbab itu lebih luas dari selendang.Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, keduanya sahabat Rasullulah yang terhitung alim mengatakan bahwa jilba ialah rida, semacam selimut luas. Al-Qurtubi menjelaskan sekai lagi: “yang benar ialah sehelai kain yang menutupi seluruh badan.”
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Jilbab ialah ditutupkan ke badan di atas dari pada selendang.
As –Suddi berkata: “ Orang-orang jahat di Madinah keluar pada malam hari seketika mulai gelap, mereka pergi ke jalan-jalan di Madinah, lalu mereka ganggui perempuan yang lalu-lintas. Sedang rumah-rumah di Madinah ketika itu berdesak-desak sempit.Maka jika hari telah malam perempuan perempuan pun keluar kejalan mencari tempat untuk membuangkan kotoran mereka.Di waktu itulah orang-orang jahat itu mulai mengganggu. Kalau mereka lihat tidak memakai jilbab, mereka berkata: “ Ini budak!”, lalu mereka kerumuni.
Itulah sebab maka lanjutan ayat berbunyi: “ yang demikian itu ialah supaya mereka lebih mudah dikenal, maka tidaklah mereka tidak akan diganggu orang.”karena dengan tanda Jilbab itu jelaslah bahwa mereka adalah orang-orang yang terhormat.
“Dan Allah adalah pemberi ampun dan penyayang.”( ujung ayat 59), Maksud ujung ayat ialah menghilangkan keragu-raguan manusia atas kesalahan selama ini, sebelum peraturan ini turun. Karena orang-orang terhormat, perempuan-perempuan beriman berpakaian sama saja dengan budak dan perempuan lacur.
Sama saja dengan Koteka di Irian Jaya, yang khas hanya penutup alat kelamin yang membuat malu orang yang beradab jika melihat orang berpakaian begitu. Jika orang-orang Irian itu telah hidup dalam peradaban dan karena selama ini telah membukakan seluruh tubuh di hadapan orang lain, kecuali yang “sedikit” itu saja yang tertutup. Maka ujung ayat ini pun dapatlah mengenal diri mereka, bahwa Allah sudi memberi ampun dan Allah itu Maha Penyayang kepada hambanya.Sebelum Syari’at datang, cukuplah akal dengan sekedar kecerdasan yang terbatas itu saja jadi penimbang buruk dan baik.
Jilbab Di Indonesia
Ketika penulis datang ke Tanjung pura dan Pangkaian Berandan dalam tahun 1926 penulis masih mendapati kaum perempuan di sana memakai Jilbab. Yaitu kain sarung ditutupkan ke seluruh badan hanya separuh muka saja di rumah lain, mereka tetap menutup seluruh badan dengan memasukkan badan itu kedalam air sarung dan salah satu dari kedua belah tangannya memegang kain itu dimuka, sehingga hanya separuh yang terbuka, bahkan hanya mata saja.
Seketika penulis datang ke Makassar pada tahun 1931 sampai meninggalkannya pada tahun 1934, perempuan-perempuan yang berasal dari Salayer berbondong-bondong pergi ke tempat mereka jadi buruh harian memilih kopi di gudang-gudang di pelabuhan Makassar, memakai jilbab, persis seperti di Langkat itu pula.
Seketika penulis pergi ke Bhima pada tahun 1956 penulis masih mendapati perempuan di Bhima jika keluar dari rumah berselimutkan kain sarung sebagai di Langkat 1927 dan di Makassar 1931 itu pula.
Seketika penulis pergi ke Gorontalo pada tahun 1967 ( 40 tahun sesudah ke Langkat) penulis dapati perempuan-perempuan Gorontalo memakai jilbab di luar bajunya, meskipun pakaian yang di dalam memakai rok Modem.
Gerakan Aisyiyah di tanah jawa atas anjuran Kiyai H.A. Dahlan selain memakai Khimmar (selendang) yang dililitkan ke dada agar dada jangan kelihatan, dibawa untuk kepala. Ketika saya mulai datang Ke Yogyakarta pada tahun 1924 ( tiga tahun sebelum Tanjung Pura Langkat) kelihatan di samping Khimaar (selendang) Kelihatan di samping Khimaar penutup kepala dan dada itu, Aisyiyah pun memakai jilbab diluarnya. Pakaian secara begini menjalar keseluruh tanah air dalam pergerakan Islam.Almarhum Rangkayo Rahmah El-Yunusiyah mempertahankan Khimaar dengan dililitkan pada muka dan kepala dengan kemas sekali; muka tidak ditutup. Seorang perempuan pergerakan yang sama penggunanya dengan Rangkayo Rahmah El-Yunusiyah, Yaitu Rangkayo Hajah Rasuna Said tidak pernah lepas Khimaar (Selendang) itu dari Kepala beliau.
Menjadi adat-istiadat perempuan Indonesia jika telah kembali dari Haji, lalu memakai Khimaar (selendang) yang lilitkan di kepala dengan di bawahnya dipasak dengan sanggul bergulung, sehingga rambut kemas tidak kelihatan. Tetapi di Akhir zaman akhir-akhir ini perempuan-perempuan moden yang mulai tertarik kembali kepada Agama, lalu pergi naik haji, di Jakarta (1974) pernah mengadakan suatu Mode Show (peragaan pakaian) di Bali Room Hotel Indonesia memperagakan pakaia moden yang sesuai dengan ajaran Islam dan tidak menghilangkan rasa keindahan (estetika). Beberapa tahun yang lalu tukang-tukang Mode di Eropa membuat kaum perempuan setengah gila dengan keluarnya Mode Rok mini, yaitu rok yang sangat pendek sehingga sebahagian besar paha jadi terbuka.Tetapi kemudian mereka bosan juga sehingga timbul rok maxi, yaitu rok panjang atau longdress yaitu pakaian panjang sampai ke kaki. Perempuan-perempuan Moden yang telah haji lalu memakai longdress atau rok panjang itu jadi stelan pakaian orang haji.
Dalam ayat yang kita tafsirkan ini jelaslah bahwa bentuk pakaian atau modelnya tidaklah ditentukan oleh Al-Qur’an.Yang jadi pokok yang di kehendaki al-Qur’an ialah pakaian yang menunjukan iman kepada Tuhan, pakaian yang menunjukan kesopanan, bukan yang memperagakan badan untuk jadi tontonan laki-laki.
Alangkah baiknya kalau yang jadi ahli mode itu orang yang beriman kepda Tuhan, bukan yang beriman kepada uang dan kepada daya tarik Syahwat nafsu (sex appeal).
“ Sesungguhnya jika tidak juga berhenti orang –orang yang munafik itu dan orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan pengacau-pengacau di Madinah, niscaya akan kami kerahkan engkau terhadap mereka.” (pangkal ayat 60).
PERBANDINGAN TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MISBAH TENTANG JILBAB
1. . Mengunakan Metode dan Corak Tafsir yang sama
1. Di dalam penafsiran Tafsir Al-Azhar menjelaskan Keadaan Jilbab di Indonesia sedangkan Tafsir Al-Misbah tidak
B. Kelemahan dan Kelebihan Masing–masing penafsiran 1. Kelemahan dan Kelebihan Tafsir Al-Azhar
Kelemahan tidak menjelaskan KalimatNisa al-muminin, tidak menjelaskan kata
alaihinaldi,tidak menjelaskn KataJilbabyang diperselisihkan Oleh Ulama ,dan tidak
menjelaskan katatudni
2.Kelebihan dari Tafsir Al-Azhar mencantumkan menjealskan Jilbab pakaian Sopan
,Pendapat Ulama terdahulu yang sama dengan pendapatnya dan Menjelaskan Keadaan Wanita , sebelum turun ada perintah Jilbab,dan menjelaskan Jilbab di indonesia di dalam kitab penafsirannya.
2. Kelemahan dan Kelebihan Tafsir Al- Misbah
1.Tidak menjelaskan secara jelas keadaan wanita sebelum turunnya penggunaan Hijab
2. Kelebihan menjelaskan KalimatNisa al-mumininmenjelaskan kata
alaihinaldi,tidak menjelaskn KataJilbabyang diperselisihkan Oleh Ulama ,dan
menjelaskan katatudni
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir Al-Misbah jilid 10 hal 533
Tafsir Al-Azhar Jilid 10 hal 5799
Muhamad Quraish Shihab Wawasan Al-Qur’an ,Bandung 40124
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Al-Qurtubi
Tafsir As-Suyuti