ILMU PERUNDANG-UNDANGAN DESKRIPSI MATA KULIAH :
MATERI PERKULIAHAN INI PADA INTINYA MEMBAHAS NORMA HUKUM, TATA SUSUNAN HUKUM NEGARA, LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA DAN PEMERINTAHAN, JENIS-JENIS, FUNGSI DAN MATERI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN PEMERINTAH, PERPU DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA, PENJELASAN PERATURAN PERUNDANG-PERUNDANG-UNDANGAN DAN
BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN (GESETZGEBUNGWISSENSCHAFT) BURKHARDT KREMS ADALAH SEBAGAI SUATU ILMU PENGETAHUAN YANG
INTERDISIPLINER YANG BERHUBUNGAN DENGAN ILMU POLITIK, DAN SOSIOLOGI TENTANG PEMBENTUKAN HUKUM NEGARA (DIKUTIP DARI AZIZ SYAMSUDIN PROSES DAN TEKNIK PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG)
Prof.DR. A. HAMID ATTAMIMI ILMU PENGETAHUAN
PERUNDANG-UNDANGAN
TEORI PERUNDANG-UNDANGAN (GESETZGEBUNGTHEORIE) ILMU PERUNDANG-UNDANGAN (GESETZGEBUNGZLEHRE)
BERORIENTASI KEPADA MENCARI KEJELASAN DAN KEJERNIHAN PENGERTIAN-PENGERTIAN (ENKLARUNGSTHEORIE) DAN BERSIFAT KOGNITIF
BEORIENTASI KEPADA MELAKUKAN PERBUATAN (HANDUNGS THEORIE) DALAM HAL INI PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN BERSIFAT NORMATIF
BURKHARDT KREMS ILMU PERUNDANG-UNDANGAN PROSES PERUNDANG-UNDANGAN
METODE PERUNDANG-UNDANGAN TEHNIK PERUNDANG-UNDANGAN
PERUNDANG-UNDANGAN (LEGISLATOR/GESETZGEBUNG)
SEBAGAI SEBUAH PROSES PEMBENTUKAN ATAU PROSES MEMBNENTUK PERATURAN-PERATURAN NEGARA, BAIK DI TINGKAT PUSAT MAUPUN DI TINGKAT DAERAH.
SEBAGAI SEGALA PERATURAN NEGARA YANG MERUPAKAN HASIL PROSES
VAN DER TAK : PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ADALAH SEBAGAI KAIDAH HUKUM TERTULIS YANG DIBUAT OLEH PEJABAT YANG BERWENANG, BERISI ATURAN-ATURAN TINGKAH LAKU YANG BERSIFAT ABSTRAK DAN MENGIKAT UMUM
PASAL 1 ANGKA 2 UU NO. 22 TAHUN 2011 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ADALAH PERATURAN TERTULIS, YANG MEMUAT NORMA HUKUM YANG MENGIKAT SECARA UMUM DAN DIBENTUK ATAU DITETAPKAN OLEH LEMBAGA NEGARA ATAU PEJABAT YANG BERWENANG MELALUI PROSEDUR YANG DITETAPKAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
NORMA NORM BAHASA LATIN KAIDAH BAHASA ARAB
PURNADI PURBACARAKA DAN SOERJONO SOEKANTO PATOKAN ATAU UKURAN ATAUPUN PEDOMAN UNTUK BERPERIKELAKUAN ATAU BERSIKAP TINDAK DALAM HIDUP
SUDIKNO MERTOKUSUMO PEDOMAN, PATOKAN ATAU UKURAN UNTUK BERPERILAKU DALAM ATAU BERSIKAP DALAM KEHIDUPAN BERSAMA
NORMA KAIDAH SOSIAL PERUMUSAN SUATU PANDANGAN MENGENAI PERILAKU ATAU SIKAP YANG SEYOGYANYA DILAKUKAN ATAU YANG SEYOGYANYA TIDAK DILAKUKAN, YANG DILARANG DIJALANKAN ATAU YANG DIANJURKAN UNTUK DIJALANKAN
AZIZ SYAMSUDIN SEGALA ATURAN YANG HARUS DIPATUHI SESEORANG DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SESAMANYA ATAUPUN DENGAN LINGKUNGANNYA
PENGELOMPOKAN TATA KAIDAH PURNADI PURBACARAKA & SOERJONO SOEKANTO ASPEK KEHIDUPAN
ASPEK KEHIDUPAN ANTAR PRIBADI
KAIDAH KEPERCAYAAN ATAU KEAGAMAAN UNTUK MENCAPAI KESUCIAN HIDUP PRIBADI ATAU KEHIDUPAN BERIMAN (DEVOUT LIFE)
KAIDAH KESUSILAAN (SITTLICHKEIT/MORAL/ETIK) YANG TERTUJU PADA KEBAIKAN HIDUP PRIBADI ATAU KEBERSIHAN HATI NURANI DAN AHLAK (KEHIDUPAN DENGAN GEWETEN)
KAIDAH SOPAN SANTUN ATAU ADAT (SITTE) UNTUK KESEDAPAN HIDUP BERSAMA (PLEASANT LIVING TOGETHER)
KAIDAH HUKUM YANG TERTUJU KEPADA KEDAMAIAN HIDUP BERSAMA (PEACEFULL)
NORMA HUKUM ATURAN, POLA STANDAR YANG HARUS DIIKUTI HANS KELSEN
NORMA HUKUM MENURUT FUNGSINYA : MEMERINTAHKAN (GEBIETEN); MELARANG (VERBEIETEN); MENGUSAHAKAN (ERMACHTIGEN); MEMBOLEHKAN (ERLAUBEN); MENYIMPANGKAN DARI KETENTUAN (DEROGIEBEN)
NORMA HUKUM MEMBERIKAN ARTI YANG SANGAT PENTING TERHADAP
KEBERLAKUAN SUATU ATURAN UNDANG-UNDANG (HUKUM TERTULIS), SAHNYA KEBERLAKUAN SUATU UNDANG-UNDANG TERJADI MANAKALA SESUAI DENGAN NORMA HUKUM YANG LEBIH TINGGI YANG DIKENAL DALLAM TEORI HUKUM MURNI (PURE THEORY OF LAW)
NORMA HUKUM BERJENJANG-JENJANG BERLAPIS-LAPIS DALAM SUATU HIERARKI TATA SUSUNAN. SUATU NORMA HUKUM ITU JUGA MENJADI SUMBER/DASAR NORMA BAGI NORMA HUKUM DI BAWAHNYA.
NORMA HUKUM YANG LEBIH TINGGI BERLAKU DAN BERDASAR PADA NORMA HUKUM YANG LEBIH TINGGI LAGI, DEMIKIAN SETERUSNYA SAMPAI PADA NORMA HUKUM YANG TIDAK DAPAT DITELUSURI LAGI, BERSIFAT HIPOTESIS DAN FIKTIF NORMA
TERTINGGI/NORMA DASAR (GROUNDNORM)
HANS NAWIASKY :
MENGELOMPOKKAN NORMA HUKUM DALAM SUATU NEGARA MENJADI 4 (EMPAT) KELOMPOK
NORMA FUNDAMENTAL NEGARA (STAATS FUNDAMENTAL NORM, GRUNDNORM) ATURAN DASAR/POKOK NEGARA (STAATS GRUND GESETZ)
UNDANG-UNDANG FORMAL (FORMELL GESETZ)
ATURAN PELAKSANA DAN ATURAN OTONOM (VERODNUNG & AUTONOME SATZUNG)
NORMA FUNDAMENTAL NEGARA (STAATS FUNDAMENTAL NORM):
TIDAK DIBENTUK OLEH SUATU NORMA HUKUM YANG LEBIH TINGGI, TETAPI
PRESUPPOSED ATAU DITETAPKAN TERLEBIH DAHULU OLEH MASYARAKAT DALAM SUATU NEGARA;
NORMA HUKUM YANG MENJADI TEMPAT BERGANTUNGNYA NORMA-NORMA HUKUM DI BAWAHNYA;
BERISI NORMA HUKUM YANG MERUPAKAN DASAR BAGI PEMBENTUKAN KONSTITUSI (UUD) SUATU NEGARA (STAATSVERFASSUNG);
HAKEKAT HUKUM SYARAT BAGI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG. ATURAN DASAR/POKOK NEGARA (STAATS GRUNDGESETZ):
KELOMPOK NORMA HUKUM YANG BERADA DI BAWAH NORMA FUNDAMENTAL NEGARA; DAPAT DITUANGKAN DALAM DOKUMEN NEGARA YANG DISEBUT STAATS
VERFASSUNG, ATAU DAPAT JUGA DITUANGKAN DALAM BEBERAPA DOKUMEN NEGARA YANG TERSEBAR;
BIASANYA MENGATUR:
HAL-HAL PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA DI PUNCAK PEMERINTAHAN; HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA;
HUBUNGAN ANTARA NEGARA DAN WARGA NEGARANYA.
PROF. MARIA FARIDA INDRATI BATANG TUBUH UUD ’45, TAP MPR, KONVENSI KETATANAGARAAN, RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL.
PEDOMAN, SUMBER, DASAR DAN LANDASAN BAGI PEMBENTUKAN SUATU UNDANG-UNDANG (FORMELL GESETZ) DAN PERATURAN LAIN YANG LEBIH RENDAH.
KELOMPOK NORMA HUKUM YANG BERADA DI BAWAH ATURAN DASAR NEGARA/ATURAN POKOK NEGARA;
DIBENTUK GUNA MERUMUSKAN ATURAN-ATURAN HUKUM NEGARA SECARA LEBIH KONKRET DAN TERPERINCI, SUDAH LANGSUNG DIBERLAKUKAN MENGIKAT WARGA NEGARA;
DAPAT DICANTUMKAN NORMA-NORMA HUKUM NEGARA SECARA BERSIFAT SANKSI, BAIK SANKSI PIDANA MAUPUN SANKSI PEMAKSA;
NORMA HUKUM YANG DIBENTUK OLEH LEMBAGA LEGISLATIF; CONTOH DI INDONESIA UNDANG-UNDANG.
ATURAN PELAKSANA DAN ATURAN OTONOMI (VERODNUNG & AUTONOME SATZUNG) : PERSAMAAN PERATURAN-PERATURAN YANG BERADA DI BAWAH UNDANG-UNDANG YANG MEMILKI FUNGSI YANG SAMA, YAITU MENYELENGGARAKAN KETENTUAN-KETENTUAN YANG TERCANTUM DALAM UNDANG-UNDANG;
ATURAN ATURAN PELAKSANA BERSUMBER DARI DELEGASI
WEWENANG PELIMPAHAN WEWENANG UNTUK MEMBENTUK PERATURAN
UNDANGAN YANG LEBIH TINGGI KEPADA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH RENDAH BAIK PELIMPAHAN YANG DINYATAKAN SECARA TEGAS ATAU TIDAK SECARA TEGAS;
WEWENANG TERSEBUT TIDAK DIBERIKAN TETAPI DIWAKILKAN DAN BERSIFAT
SEMENTARA (WEWENANG TERSEBUT DAPAT TERUS DISELENGGARAKAN, SEPANJANG DELEGASI TIDAK DICABUT).
ATURAN OTONOM BERDASARKAN PADA ATRIBUSI WEWENANG PEMBERIAN
WEWENANG KEPADA SUATU LEMBAGA NEGARA/PEMERINTAHAN UNTUK MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANGAN BERDASARKAN AMANAT DARI
UNDANG-UNDANG DASAR (GRONDWET0 ATAUPUN AMANAT DARI UNDANG-UNDANG-UNDANG-UNDANG (WET), WEWENANG TERSEBUT MELEKAT TERUS MENERUS DAN DAPAT DILAKSANAKAN ATAS INSIATIF SENDIRI SELAMA DIPANDANG PERLU SESUAI DENGAN BATAS
KEWENANGANNYA.
LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI SUATU KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN TIDAK BOLEH BERTENTANGAN DENGAN KETENTUAN PERPERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH TINGGI TINGKATANNYA
LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DITETAPKAN KEMUDIAN MENGALAHKAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DITETAPKAN LEBIH DAHULU
LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALLI KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT KHUSUS MENGESAMPINGKAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT UMUM
NON-RETROAKTIF TIDAK BOLEH DITETAPKAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN BERLAKU SURUT
