Optimalisasi Peran Zakat dalam Pembangunan Ekonomi Menuju
Indonesia yang Bermartabat
Oleh : Andika Putra
A. Pendahuluan
Pembahasan mengenai Sistem Ekonomi Islam tidak akan terlepas dari peran
penting zakat sebagai salah satu komponen income atau pendapatan dari Sistem
Ekonomi Islam itu sendiri. Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2011
tentang pengelolaan zakat dijelaskan :
“ Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam”[1]
Zakat mengandung beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Digunakan kata “zaka” dengan arti membersihkan itu, untuk ibadah pokok rukun Islam dan hikmahnya untuk mebersihkan jiwa dan harta orang yang berzakat. Dalam terminologi hukum (Syara’) zakat diartikan “pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan”[2] Sebagai salah satu bentuk pendapatan dari sistem ekonomi islam, Zakat seharusnya dapat dioptimalkan
sebagai salah satu ujung tombak pembangun1an ekonomi di Indonesia, Indonesia yang
secara demografis merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia memiliki
potensi zakat yang sangat besar, yakni menurut Riset Habib Ahmed (IRTI-IDB/Islamic
Research and Training Institute-Islamic Development Bank) adalah 2 persen dari GDP
Indonesia (Rp 5 ribu trilyun) atau sebesar Rp 100 triliun per tahun. Namun dari jumlah
tersebut hanya 1.5 trilyun yang baru tergarap.[3]
1
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat,
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 115, Sekretariat Negara, Jakarta, 2011
2
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta : Prenada Media : 2003, hal : 37
3
BAZNAZ, Potensi Zakat Indonesia, di akses pada tanggal 20 Februari 2014
Inti permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan zakat adalah pada
koordinasi kelembagaan baik itu Badan zakat milik pemerintah dan Lembaga Amil
Zakat milik swasta meskipun bentuk koordinasi tersebut telah diatur dalam
Undang-Undang No 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang merupakan revisi dari
Undang-Undang No 38 tahun 1999 tetap saja dalam praktisnya ada masalah yang
dihadapi dan permasalahan selanjutnya adalah mengenai zakat yang dihimpun oleh
BAZNAS dan LAZ masih jauh dibawah potensi yang tersurvei serta belum meratanya
akses fakir miskin terhadap zakat yang dihimpun oleh berbagai lembaga di tanah air.
B. Pembahasan
Zakat sebagai salah satu komponen sistem ekonomi islam harus dapat
dioptimalkan dengan melihat potensi yang begitu besar dari pengelolaan zakat, apabila
kita mampu mengelola zakat dengan baik dan profesional hal tersebut juga berimplikasi
terhadap pembangunan ekonomi Indonesia dan tujuan menyejahterakan rakyat akan
tercapai. Namun kendala-kendala yang dihadapi membutuhkan solusi cermat,
setidak-tidaknya ada 3 kendala, pertama, kurangnya koordinasi Badan Amil Zakat milik
pemeritah dan Lembaga Amil Zakat milik swasta akibat “keegoisan” lembaga-lembaga tersebut, hal ini terlihat dari adanya pengajuan Judicial Review tertanggal 16 Agustus
2012, oleh Koalisi Masyarakat Zakat (KOMAZ) yang mendaftarkan gugatan terhadap
UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat dan salah satu gugatanya mengenai isi pasal
6 dan 7 UU NO 23/2011 yang diartikan adanya sentralisasi pengelolan zakat oleh Badan
Zakat Nasional, melalui kasus ini terlihat sekali adanya conflict of interest kedua
lembaga. Sehingga melalui kasus diatas diharapkan kedua lembaga dapat bersinergi dan
dapat menjalankan fungsinya sesuai amanat UU No 23/2011 dimana BAZNAS
memiliki peran sebagai koordinator BAZ ataupun LAZ yang ada di daerah-daerah,
sehingga adanya koordinasi yang nyata dari BAZNAS kepada lembaga-lembaga amil
zakat yang ada dikabupaten, kota, kecamatan, desa dan masjid-masjid yang tersebar di
seluruh Indonesia.
Kedua, meski jumlah zakat yang terhimpun di Indonesia naik tiap tahun, namun
jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, bisa mencapai Rp 300 triliun per tahun.
Namun dari potensi yang besar itu, baru tercapai sekitar Rp 1,8 triliun per tahun.[4]
dalam hal ini kendalanya adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat dan
perusahaan besar untuk berzakat, minimnya kesadaran masyarakat untuk berzakat
merupakan implikasi nyata akibat minimnya sosialisasi kepada masyarakat sehingga
untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan adanya sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat tekait zakat. Dan untuk mencapai tujuan tersebut BAZNAZ sebagai
koordinator nasional berperan penting untuk melakukan edukasi kepada amil zakat di
seluruh Indonesia dengan mempersiapkan mereka untuk siap turun tangan untuk
melakukan sosialisasi dan juga edukasi kepada masyarakat. Dalam hal ini dibutuhkan
amil zakat yang amanah, terpercaya dan profesional dengan berbekal akhlak baik,
pengetahuan fikih zakat yang baik serta manajemen yang baik.[52]
Melalui sosialisai, diharapkan masyarakat mampu mengetahui manfaat dan
hikmah dari berzakat sehingga potensi zakat yang begitu besar dapat tercapai dan
berimplikasi baik bagi pembangunan ekonomi di Indonesia., salah satunya sesuai
firman Allah SWT Q.S Ar-ruum : 39 “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang- orang yang
melipat gandakan (pahalanya).”
Ketiga, adalah masalah pemutakhiran data muzaki dan mustahik yang tersebar di
seluruh Indonesia, sampai saat ini tidak ada data pasti berapa mustahik dan muzaki yang
ada di seluruh Indonesia, sehingga memungkinkan pendistribusian zakat oleh amil zakat
tidak berjalan dengan baik, dengan asumsi terdapat orang-orang yang berhak
mendapatkan zakat tetapi tidak mendapatkannya, begitu pula dengan muzaki, tidak ada
data pasti mengenai jumlah muzaki di Indonesia, sehingga ada yang mengasumsikan
4
SEPUTARACEH, Potensi Zakat Indonesia Bisa Capai 300 Trilyun, di akses tanggal 20 Februari 2014
5
Hafidhudin, Didin, 2011, Peran Strategis Organisasi Zakat dalam Menguatkan Zakat di Dunia (Jurnal
terdapat begitu banyak muzaki yang memiliki harta lebih namun tidak dapat
menyalurkan hartanya melalui Badan Amil Zakat maupun Lembaga Amil Zakat.
Menghadapi masalah ini, diperlukan solusi cerdas dari pihak-pihak terkait, yang
didalam hal ini adalah BAZNAS sebagai koordinator lembaga-lembaga amil zakat
nasional untuk dapat mengkoordinasikan BAZ dan LAZ dibawahnya untuk melakukan
pendataan dari lingkup terkecil yaitu masjid, untuk melakukan pendataan muzaki dan
mustahik sehingga ada data riil yang dimiliki oleh LAZ dan BAZ sehingga ketakutan
akan adanya muzaki dan mustahik yang tidak terdata dapat diminimalisir, sebagai
contoh ketika ada mustahik yang hidup di daerah terpencil tidak mendapat akses zakat,
LAZ ataupun BAZ dapat memberikan hak mereka, sehingga tujuan dari zakat itu sendiri
yaitu pendistribusian kekayaan dapat dilaksanakan dengan baik. Sesuai firman Allah
SWT dalam surat Q.S Al-Baqarah : 273 “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang
tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta -minta.
Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang
secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui”
Dalam menyalurkan zakat kepada para mustahik, Badan Amil Zakat Nasional
sebagai contoh membuat klasifikasi penyaluran melalui lima program, yang
kesemuanya untuk para mustahik. Adapun kelima program tersebut adalah Indonesia
Peduli (terutama mengatasi musibah), Indonesia Cerdas (bidang pendidikan mustahik),
Indonesia Sehat (bidang kesehatan mustahik), Indonesia Takwa (bidang kehidupan
beragama mustahik), dan Indonesia Makmur (bidang peningkatan kehidupan ekonomi
mustahik).
C. Penutup
Pemecahan problematika ekonomi dalam islam dilakukan dengan menciptakan
suatu mekanisme distribusi ekonomi yang adil, karena hakikat permaslahan ekonomi
terletak pada bagaimana distribusi harta dan jasa ditengah-tengah masyarakat , sejalan
dengan hal itu, Allah SWT mengingatkan kita tentang pentingnya masalah distribusi
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya”
Zakat dalam islam merupakan salah satu komponen pemberdayaan ekonomi
umat, tujuan utama dari kegiatan zakat berdasar sistem ekonomi pasar adalah
menciptakan distribusi pendapatan, zakat sendiri bukanlah satu kegiatan yang
semata-mata untuk tujuan duniawi , seperti distribusi pendapatn, stabilisasi ekonomi, dan
sebagainya, tetapi juga mempunyai implikasi untuk kehidupan diakhirat, seperti yang
tertuang dalam Q.S At-taubah ayat 103 : “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk
mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman bagi mereka, dan Allah maha
mendengar lagi Mengetahui”
Dalam menghadapi masalah mengenai pengelolaan zakat, terdapat 4 solusi yang dapat
ditawarkan :
1. Mengoptimalkan sinergitas kelembagaan zakat di Indonesia melalui
BAZNAS sebagai koordinator.
2. Melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat menganai manfaat
dan hikmah berzakat sehingga potensi zakat yang begitu besar dapat
tercapai.
3. Menguatkan lembaga-lembaga zakat menjadi lembaga yang amanah dan
profesional.
4. Melakukan pemutakhiran data muzaki dan mustahik sehingga
Daftar Pustaka
1. BAZNAZ, Potensi Zakat Indonesia, di akses pada tanggal 20 Februari 2014
http://www.Baznas.or.id/ind/
2. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc, Zakat dalam Perekonomian Moderen,
Jakarta : Gema Insani : 2002, hal 96-97
3. Hafidhudin, Didin, 2011, Peran Strategis Organisasi Zakat dalam
Menguatkan Zakat di Dunia (Jurnal Ekonomi Islam); Bogor
4. Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta : Prenada
Media : 2003, hal : 37
5. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 115,
Sekretariat Negara, Jakarta, 2011
6. Republik Indonesia, UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164, Sekretariat
Negara : Jakarta : 1999
7. SEPUTARACEH, Potensi Zakat Indonesia Bisa Capai 300 Trilyun, di akses