• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Intrinsic Dan Extrinsic Perceived Quality Terhadap Brand Strength Yang Berdampak Pada Retention Of Satisfaction T2 912012018 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Intrinsic Dan Extrinsic Perceived Quality Terhadap Brand Strength Yang Berdampak Pada Retention Of Satisfaction T2 912012018 BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA

Bab II ini akan memaparkan mengenai landasan teori dari

variabel-variabel penelitian, perumusan hipotesis, dan pengembangan model

penelitian.

2.1 Konsep Perceived Quality

Perceived quality menurut Zeithaml (1988) adalah penilaian konsumen

mengenai keunggulan keseluruhan produk. Kemudian menurut Tsiotsou

(2005), bahwa perceived quality adalah penilaian menyeluruh terhadap

produk mulai dari skala buruk sampai baik. Bab I telah memaparkan bahwa

penilaian konsumen terhadap kualitas dibagi dalam dua atribut, yaitu atribut

intrinsik dan atribut ekstrinsik. Atribut intrinsik dinyatakan pada spesifikasi

teknis produk (Bello dan Calvo, 2000). Khusus untuk produk Samsung

sabak, atribut intrinsiknya yaitu konektifitas, prosesor, sistem operasi,

memori, ukuran, berat, baterai, resolusi layar, kamera, warna, sensor,

jaringan/ bearer, aplikasi, audio dan video (Samsung.com). Guna

mengetahui atribut intrinsik apa saja yang menjadi perhatian konsumen,

penulis melakukan wawancara singkat kepada karyawan bagian penjualan

PT Perdana Mulia Makmur selaku distributor produk Samsung di Indonesia.

Hasil wawancara yang diperoleh yaitu resolusi layar, sistem operasi dan

kamera merupakan atribut intrinsik yang paling sering ditanyakan dan

menjadi penilaian konsumen dalam memilih Samsung sabak. Resolusi layar

yang tinggi menghasilkan gambar yang berkualitas, semakin baru versi dari

sistem operasi menunjukkan kinerja semakin bagus, dan kamera yang tinggi

(2)

10 Menurut Akpoyomare et al. (2012), atribut intrinsik akan menjadi

indikator kualitas ketika dapat dievaluasi pada saat konsumen melakukan

pembelian, namun tidak semua atribut intrinsik dapat dievaluasi sampai

produk tersebut dikonsumsi oleh konsumen, sehingga konsumen akan

menggunakan atribut ekstrinsik dalam mengevaluasi sebuah produk.

Penilaian konsumen terhadap kualitas yang didasarkan pada atribut intrinsik

produk disebut sebagai Intrinsic Perceived Quality, sedangkan apabila

didasarkan pada atribut ekstrinsik disebut sebagai Extrinsic Perceived

Quality (Bernues et al, 2003; Verlegh dan Steenkamp, 1999).

Espejel dan Fandos (2009) dalam penelitiannya mengenai kualitas

produk minuman anggur menggunakan warna, aroma, dan flavor sebagai

indikator Intrinsic Perceived Quality serta price, brand name, iklan, dan

country of origin sebagai indikator Extrinsic Perceived Quality. Idoko et al.

(2013) dalam penelitiannya mengenai kualitas produk minuman beralkohol

menggunakan kandungan alkohol dalam minuman sebagai indikator Intrinsic

Perceived Quality, serta price, kemasan, corporate name, brand name, dan

iklan sebagai indikator Extrinsic Perceived Quality. Kemudian, penelitian

yang dilakukan oleh Veale et al. (2006) menunjukkan bahwa country of

origin, harga, dan kandungan lemak merupakan indikator dari kualitas yang

diharapkan konsumen terhadap produk minuman anggur dan keju. Penelitian

yang lain dilakukan juga oleh Hussain et al. (2011) menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh yang positif antara Extrinsic Perceived Quality (nama

toko, nama brand, dan harga) terhadap image sebuah restoran.

Penelitian-penelitian yang telah dipaparkan, didapati banyak atribut ekstrinsik yang

digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas produk. Brucks et

al.(2000) dalam penelitiannya mengemukakan, bahwa atribut ekstrinsik yang

paling sering digunakan oleh konsumen dalam menilai kualitas produk yaitu

(3)

11 Monroe (1989) juga menunjukkan bahwa konsumen menggunakan harga dan

nama brand untuk menilai kualitas produk.

Berdasarkan pendapat dan penelitian tersebut di atas diperoleh bahwa

konsumen menilai kualitas suatu produk berdasarkan pada atribut intrinsik

dan ekstrinsik. Atribut intrinsik Samsung sabak yang akan digunakan dalam

penelitian ini yaitu resolusi layar, sistem operasi, dan kamera. Selanjutnya,

atribut ekstrinsik Samsung sabak yang akan digunakan dalam penelitian ini

yaitu harga dan nama brand .

2.2 Konsep Brand Strength

Brand equity merupakan sebuah konsep yang sangat penting dalam

dunia bisnis. Brand yang sukses akan membuat perusahaan memiliki

keunggulan kompetitif sehingga akan mampu memenangkan persaingan

bisnis melawan kompetitor. Menurut Lassar et al. (1995), secara konseptual

penilaian mengenai brand equity dapat dilihat melalui dua komponen, yaitu

1) brand value dan 2) Brand Strength. Lebih lanjut Lassar et al. menjelaskan

bahwa brand value merupakan penilaian mengenai brand equity dari sudut

pandang finansial , sedangkan Brand Strength merupakan penilaian brand

equity dari sudut pandang konsumen. Secara khusus mengenai Brand

Strength, Wood (2006) berpendapat bahwa Brand Strength merupakan suatu

ukuran yang menyangkut seberapa kuat konsumen terikat dengan merek

tertentu, sedangkan Lassar et al. (1995) mendefinisikan Brand Strength

sebagai penilaian konsumen terhadap keunggulan brand suatu produk

dibandingkan dengan brand yang lain. Dalam penelitiannya mengenai Brand

Strength pada produk televisi, Lassar menggunakan lima dimensi yaitu

kinerja, citra sosial, nilai, trustworthiness, dan attachment. Penjelasan dari

masing-masing indikator yaitu 1) kinerja merupakan penilaian konsumen

(4)

12 sempurna dalam konstruksi fisik produk. Dalam hal ini kinerja lebih

didasarkan pada penilaian kualitas fisik produk. Dikarenakan penilaian

terhadap kualitas fisik telah dibahas dengan detil pada variabel Intrinsic

Perceived Quality, maka selanjutnya dimensi kinerja tidak digunakan dalam

penulisan ini. 2) Citra sosial merupakan persepsi konsumen tentang

penghargaan kelompok sosial konsumen yang menganggap seorang

konsumen sebagai pengguna khas suatu brand. Indikatornya yaitu suatu

brand memiliki kelas sendiri di benak konsumen, secara sosial dapat diterima

dengan baik, serta memiliki positioning yang tinggi. 3) Nilai merupakan

persepsi mengenai manfaat brand dibandingkan dengan biaya, dinilai oleh

konsumen dan didasarkan pada pertimbangan dari apa yang diterima dan

yang dikorbankan untuk menerimanya. Indikatornya yaitu manfaat yang

diterima besar, biaya yang dikeluarkan layak untuk manfaat yang diperoleh,

dan memeroleh manfaat lebih banyak dari apa yang dikorbankan. 4)

trustworthiness, merupakan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan

tindakan perusahaan yang akan berada dalam kepentingan konsumen.

Indikatornya yaitu perusahaan dapat dipercaya, perusahaan peduli dengan

minat konsumen, dan perusahaan tidak merugikan konsumen. 5) attachment

merupakan kekuatan relatif dari perasaan positif konsumen terhadap brand

tertentu. Indikatornya yaitu semakin suka terhadap brand, memiliki perasaan

pribadi yang positif terhadap brand, dan dengan berjalannya waktu akan

merasa nyaman terhadap brand.

Berdasarkan uraian di atas, sebuah brand disebut kuat ketika brand

tersebut dinilai oleh konsumen lebih unggul dibandingkan dengan brand

yang lain dan hal ini dapat terjadi ketika konsumen memiliki keterikatan

dengan brand tersebut.

(5)

13 Menurut Mowen dan Minor (2002), kepuasan konsumen adalah

keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa setelah

mereka memeroleh dan menggunakannya. Kemudian menurut Simamora

(2004), kepuasan konsumen adalah perasaan konsumen setelah

membandingkan harapan dengan kinerja aktual produk (Simamora, 2004).

Secara singkat Gerson (2001) menjelaskan bahwa kepuasan konsumen ini

akan terjadi ketika harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Dalam tulisan

ini, kepuasan konsumen akan dilihat dari aspek kepuasan terhadap brand

suatu produk. Adapun menurut Yueli dan Wenchuan (2009), bahwa

kepuasan brand adalah evaluasi subyektif suatu brand yang dipilih oleh

konsumen di mana brand tersebut mencapai atau melampaui harapan mereka

sendiri dalam situasi tertentu. Definisi tersebut sejalan dengan definisi

kepuasan brand yang dikemukakan oleh Engel et al. (1990) yaitu merupakan

hasil dari evaluasi subyektif konsumen bahwa konsumen puas terhadap

brand yang dipilih atau brand tersebut melebihi harapan mereka. Secara

khusus model diskonfirmasi merupakan model yang paling banyak

digunakan dalam penelitian kepuasan konsumen, hal ini dikarenakan

kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh penilaian konsumen terhadap

harapan awal dan persepsi terhadap kinerja produk (Tjiptono dan Chandra,

2011). Lebih lanjut menurut Tjiptono dan Chandra, dari berbagai penelitian

menyangkut kepuasan konsumen, masih terdapat perbedaan mengenai

kepuasan, apakah kepuasan merupakan hasil dari simple confirmation yaitu

kinerja sama dengan harapan atau merupakan hasil dari diskonfirmasi positif

yaitu kinerja lebih besar dari harapan. Oleh karenanya, menurut Santos dan

Boote (2003) terdapat empat kondisi sesudah pembelian yaitu delight,

satisfaction, acceptance, dan dissatisfaction yang disajikan seperti gambar di

(6)
[image:6.516.75.443.72.452.2]

14 Gambar 2.1 Empat Kondisi Afektif Sesudah Pembelian

Keterangan:

AP = Perceived Actual Performance (Kinerja),

EP = Expected Performance (Harapan),

ZOI = Zone of indifference

Sumber: Santos dan Boote (2003)

Delight dan dissatisfaction berada di luar ZOI dimana Delight terjadi ketika

kinerja lebih tinggi dari harapan dan dissatisfaction terjadi ketika kinerja

lebih rendah dari harapan, sedangkan satisfaction dan acceptance berada di

dalam ZOI dimana satisfaction terjadi ketika kinerja lebih tinggi dari harapan

dan acceptance terjadi ketika kinerja lebih rendah dari harapan. Ketika

konsumen berada pada kondisi delight dan satisfaction, maka akan

menunjukkan perilaku memuji (complimenting behavior) yang diberikan

oleh konsumen kepada perusahaan. Namun, apabila konsumen berada pada

kondisi acceptance dan dissatisfaction, maka akan menunjukkan complaint

behavior misalnya memberikan informasi negatif mengenai produk kepada

(7)

15 Dalam konteks perilaku konsumen, sikap adalah kecenderungan yang

dipelajari dalam berperilaku dengan cara menyenangkan atau tidak

menyenangkan terhadap suatu obyek tertentu (Schiffman dan Kanuk, 2000).

Obyek yang dimaksud disini antara lain dapat berupa produk, brand, iklan,

dan harga. Dikarenakan sikap dipelajari maka ini berarti bahwa sikap yang

berkaitan dengan perilaku pembelian konsumen dibentuk sebagai hasil dari

pengalaman langsung mengenai produk ataupun informasi yang diperoleh

dari orang lain, iklan maupun Internet. Sikap memiliki karakteristik

konsisten dengan perilaku yang dihasilkan, tetapi sikap tidak selalu

permanen, dengan kata lain bahwa sikap dapat berubah. Perubahan sikap

dipengaruhi oleh situasi tertentu yang dihadapi oleh konsumen. Jadi dapat

dikatakan bahwa sikap dalam diri konsumen memiliki retensi yaitu dapat

bertahan atau dapat juga berubah dari kondisi sikap semula.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas yaitu bahwa

kepuasan yang merupakan sikap konsumen terhadap suatu produk ternyata

memiliki retensi, hal ini memiliki arti bahwa kepuasan konsumen terhadap

produk yang sudah dibeli suatu saat akan berubah karena situasi tertentu.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka Retention of Satisfaction dapat

didefinisikan sebagai perasaan yang tetap bertahan dalam individu konsumen

setelah melakukan evaluasi subyektif terhadap brand yang dipilih di mana

brand tersebut mencapai atau melampaui harapan, sampai akhirnya

mengalami perubahan karena pengaruh situasi tertentu (Yueli dan

Wenchuan, 2009; Schiffman dan Kanuk, 2000).

2.4 Keterhubungan antara Perceived Quality Produk dengan Brand Strength

Perceived quality menjadi indikator kualitas yang sangat penting pada

(8)

16 2012). Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa perceived quality merupakan

salah satu variabel yang menyebabkan suatu brand menjadi kuat (Brand

Strength). Menurut Wood (2006), Brand Strength merupakan suatu ukuran

yang berhubungan pada tingkat keterikatan konsumen dengan brand tertentu.

Penelitian terdahulu yang dilakukan Dawar dan Parker (1994) menemukan

bahwa kekuatan brand utamanya ditentukan oleh perceived quality.

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Harianto (2006),

menunjukkan bahwa perceived quality berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kekuatan brand suatu produk elektronik. Kemudian, penelitian yang

dilakukan oleh Cui (2011) pada produk sepatu menunjukkan bahwa

perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap kekuatan

brand. Penelitian tersebut juga dikuatkan oleh Musekiwa et al. (2013). Jadi,

ketika produk dipersepsi memiliki kualitas baik oleh konsumen maka brand

dari produk tersebut akan kuat.

Sebagaimana sudah diuraikan bahwa perceived quality terdiri dari

intrinsik dan ekstrinsik, maka secara khusus atribut intrinsik Samsung sabak

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu resolusi layar, sistem operasi, dan

kamera. Selanjutnya, atribut ekstrinsik yang digunakan yaitu harga dan nama

brand (Rao dan Monroe, 1989; Brucks et al.). Selanjutnya akan dijelaskan

tentang bagaimana masing-masing atribut intrinsik dan ekstrinsik tersebut

dapat menjadi indikator kualitas yang dipersepsi oleh konsumen.

Sistem operasi adalah program komputer yang mengatur semua

sumber daya komputer (Bolton, 2014). Lebih lanjut menurut Bolton, sumber

daya yang dimaksud yaitu hardware maupun software aplikasi pada

komputer. Berdasarkan hasil survei, sistem operasi yang paling banyak

digunakan oleh para pengembang aplikasi di dunia yaitu sistem operasi yang

(9)

17 dirubah sesuai kebutuhan, kecepatan tinggi saat dioperasikan, dan memiliki

komunitas pengembang (Brodkin,2012; Voskoglou, 2013). Lebih lanjut

menurut Brodkin, karena sistem operasi tersebut tersedia bebas dan dapat

dirubah sesuai kebutuhan, maka akan berpengaruh terhadap produk yang

menggunakannya. Harga produk akan relatif lebih murah dibandingkan

dengan produk lain namun memiliki kualitas yang semakin baik karena

banyaknya pengembang yang bekerja. Oleh karenanya, produk yang

menggunakan sistem operasi yang dipersepsi konsumen memiliki kualitas

yang baik akan memperkuat brand produk tersebut.

Resolusi layar menurut pcmag.com merupakan ukuran yang

menunjukkan banyaknya piksel yang terdapat pada suatu layar. Semakin

tinggi ukuran resolusi layar, maka kualitas gambar yang ditampilkan akan

semakin bagus yaitu halus dan tidak pecah. Hal ini karena jumlah piksel

setiap inci semakin banyak dan semakin rapat. Disamping itu, kualitas

resolusi layar juga ditunjukkan oleh warna yang tajam serta tingkat kontras

antar warna yang tinggi. Kualitas resolusi layar yang dipersepsi bagus oleh

konsumen pada akhirnya akan memperkuat brand produk tersebut.

Kamera digunakan untuk mengambil gambar ataupun video suatu

obyek. Tampilan hasil yang diinginkan tentu saja sama dengan kondisi nyata

obyek tersebut. Ketika tampilannya sama dengan obyek yang diambil, maka

dapat dikatakan bahwa kamera tersebut memiliki kualitas yang bagus yang

sesuai dengan apa yang diharapkan (Tjin, 2013). Untuk mendapatkan

tampilan yang berkualitas, baik gambar ataupun video, maka yang perlu

diperhatikan yaitu ukuran ketajaman lensa kamera. Semakin tinggi ukuran

ketajaman lensa, maka tampilan yang dihasilkan akan semakin mendekati

kondisi nyata dari obyek yang diambil. Di samping itu, jumlah kamera yang

terdapat pada suatu produk akan lebih mampu mendukung aktifitas

(10)

18 kamera ada dua dengan posisinya di depan dan belakang. Ketika kamera

pada produk sabak dipersepsi konsumen memiliki kualitas bagus, maka akan

dapat memperkuat brand produk sabak di pasaran.

Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa penilaian kualitas produk

yang dipersepsi konsumen yang didasarkan pada atribut intrinsik sangat

berperan dalam mendapatkan brand yang kuat (Brand Strength), sehingga

hipotesis yang digunakan yaitu::

H1: Intrinsic Perceived Quality berpengaruh signifikan terhadap Brand Strength

Harga merupakan suatu elemen yang paling banyak diselidiki dalam

bauran pemasaran, karena harga mendatangkan revenue bagi perusahaan

(Keller, 2003). Harga menurut Zeithaml (1988) adalah sesuatu yang

diberikan atau dikorbankan dalam upaya memeroleh suatu produk. Harga

muncul sebagai isyarat yang relevan ketika konsumen tidak mampu menilai

atribut intrinsik atau ketika harga menjadi satu-satunya isyarat untuk menilai

kualitas produk. Bagaimana konsumen memersepsikan harga akan sangat

berpengaruh pada niat dan kepuasan pembelian (Schiffman dan Kanuk,

2000). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa harga dan kualitas

secara positif berhubungan, yang berarti semakin tinggi harga maka semakin

besar kualitas yang diharapkan (Seetharaman et al., 2001; Agarwal dan Teas,

2002). Indikator harga yang digunakan yaitu harga terjangkau, harga masuk

akal, dan harga sesuai kinerja produk (Kusdyah, 2012; Harianto, 2006).

Ketika harga produk dipersepsi konsumen berkualitas, maka brand produk

tersebut akan semakin kuat di pasaran.

American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai nama,

(11)

19 untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari penjual atau group penjual dan

untuk membedakannya dari persaingan. Adapun brand memiliki elemen atau

identitas antara lain seperti nama brand, logo, simbol, URL, karakter, slogan

(Keller, 2003). Lebih lanjut Keller mendefinisikan elemen brand sebagai

seperangkat simbol atau kata yang dapat didaftarkan secara sah yang

berfungsi untuk mengidentifikasi dan membedakan brand. Dari definisi

brand dan elemen brand tersebut maka selanjutnya dapat didefinisikan nama

brand sebagai bagian dari suatu brand yang terdiri dari simbol, kata, huruf

atau angka yang dapat diucapkan yang bersifat membedakan produk tersebut

dengan pesaingnya. Selanjutnya, Keller (2003) menyebutkan tiga indikator

nama brand yang berkualitas dan yang akhirnya mampu memperkuat brand

produk di pasaran, yaitu mudah diingat, memiliki arti, dan menarik. Dawar

dan Parker (1994) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa nama brand

menjadi penentu terbesar kualitas produk bagi konsumen. Kemudian,

penelitian yang dilakukan oleh Brucks et al. (2000) menunjukkan bahwa

nama brand menjadi indikator kualitas bagi konsumen dalam menilai

produk-produk bergengsi. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Hasan

(2000) menunjukkan bahwa nama brand juga menjadi indikator kualitas bagi

konsumen dalam memilih produk mobil. Penelitian-penelitian tersebut

memberikan informasi yang penting bahwa nama brand menjadi isyarat

kualitas produk bagi konsumen. Ketika produk memiliki nama brand yang

dipersepsi konsumen berkualitas bagus, maka brand produk tersebut akan

menjadi kuat (Hilgenkamp dan Shanteau, 2010).

Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa penilaian kualitas produk

yang dipersepsi konsumen yang didasarkan pada atribut ekstrinsik sangat

berperan dalam mendapatkan brand yang kuat (Brand Strength), sehingga

(12)

20 H2: Extrinsic Perceived Quality berpengaruh signifikan terhadap Brand Strength

2.5 Keterhubungan antara Brand Strength dan Retention of Satisfaction

Pemilihan suatu brand oleh konsumen tidak selalu didasarkan pada

pertimbangan rasional tetapi dalam banyak hal lebih didasarkan pada

pertimbangan emosional seperti gengsi dan pandangan sosial (Tjiptono,

2005). Dengan memenuhi kebutuhan emosional tersebut maka konsumen

akan memeroleh kepuasan. Banyaknya pilihan brand yang ada di pasar dapat

menjadikan konsumen kesulitan dalam memilih, oleh karenanya brand yang

kuatlah yang akan dipilih konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhannya

(Keller, 2003). Selama brand yang dipilih kuat atau mengalami penguatan

maka konsumen akan cenderung bangga dan puas memilikinya, namun

ketika terdapat kondisi yang menyebabkan brand menjadi lemah atau

mengalami pelemahan, maka konsumen akan cenderung tidak puas bahkan

meninggalkannya. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

sebenarnya kepuasan dalam diri konsumen terhadap brand memiliki waktu

tertentu (Retention of Satisfaction) yang dapat terus bertahan ataupun dapat

hilang tergantung dari kekuatan atau kelemahan brand di pasar. Uraian

tersebut menunjukkan bahwa kekuatan brand (Brand Strength) sangat

berperan dalam memeroleh retensi kepuasan konsumen (Retention of

Satisfaction), sehingga hipotesis yang digunakan yaitu:

H3: Brand Strength berpengaruh signifikan terhadap Retention of Satisfaction

(13)

21 Berdasarkan penjelasan keterhubungan antar variabel di atas, maka

[image:13.516.73.436.115.558.2]

model penelitian yang dikembangkan, sebagai berikut.

Gambar

Gambar 2.1 Empat Kondisi Afektif Sesudah Pembelian
Gambar 2.2 Diagram Pengembangan Kerangka Pemikiran Teoritis

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pendapat diatas yang dimaksud dengan penggunaan internet sebagai media belajar adalah mempergunakan internet sebagai alat bantu belajar yang digunakan untuk

Sedangkan model pengujian tekstur butir meliputi ekstraksi citra menggunakan metode GLCM, pembagian data sampel 60% data training dan 40% data testing, pemecahan 15

Selain itu diharapkan hasil penelitian yang penulis temukan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil kebijakan

Gereja Toraja adalah salah satu organisasi lembaga gereja yang memiliki data jemaat yang tergolong besar. Dalam hal penataan data jemaat, gereja toraja memiliki

Input : Jumlah Dana Kantor BLH Kebersihan dan Pertamanan Kab.. Input : Jumlah Dana Kantor BLH Kebersihan dan

Oleh karena nilai rata-rata variabel SCE memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar deviasinya, maka dapat dikatakan bahwa tingkat efisiensi dari

[r]

Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu kabupaten yang memiliki lahan rawa lebak terbesar kedua di Sumatera Selatan dengan potensi lahan rawa lebak sebesar