• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBEBASAN PERS DALAM KONTEKS HUBUNGAN IN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBEBASAN PERS DALAM KONTEKS HUBUNGAN IN (1)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KEBEBASAN PERS DALAM KONTEKS

HUBUNGAN INDONESIA-MALAYSIA

:

Kajian Pelaporan Berita Ambalat di Berita Harian (Malaysia) Dan Kompas (Indonesia)

MAKALAH

Disajikan pada Seminar Komunikasi Militer 2012 ASPIKOM – Program Studi Ilmu Komunikasi,

UPN ”VETERAN” YOGYAKARTA

FITAHA AINI, B.Comm (Hons), MA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

(2)

ABSRACT

Since the start of Reformation era at Indonesia on 1998, Indonesian media had been more open to report and publish news regarding Malaysia-Indonesia relation. Press theories, such as Authoritarian, Libertarian, and Social Responsibility are discussed in this study. Quantitative approaches were employed to quantify news frequency, type of reporting, type of conveyed messages and framing. Qualitative approaches were conducted using news content analysis based on framing proposed by Robert N. Entman. In the context of news reporting on Malaysia-Indonesia related issues, it was found that Kompas were more frequent in casting news on these mentioned issue. However, Berita Harian was consistent in casting news that could lead to efforts for integration. Though, most of the news reported by Berita Harian and Kompas were netral. Kompas had the advantage in accommodating critical views from audience and readers regarding Malaysia-Indonesia relation, especially Ambalat issue. Framing on Ambalat issue were mostly ethics-politics (Berita Harian) and politics (Kompas). In the efforts to maintain harmony on bilateral and diplomatic relation, thus, Malaysian and Indonesian governments need to take more proactive actions in supporting press freedom which stands on strict legal, stable political climate, and progressive economy.

(3)

PENDAHULUAN

Hubungan Malaysia-Indonesia

Pada masa Orde Baru sebelum 1998, pers senantiasa mendapat tekanan dan kontrol

yang ketat dari pemerintah. Sementara pada Era Reformasi telah dirumuskan undang-undang

baru yang menjamin kemerdekaan bagi insan pers. Pemerintah memberikan kebebasan pers

yang tidak dalam kontrol pemerintah tetapi masih tertakluk kepada Kode Etik Jurnalistik.

Pada masa yang sama, Malaysia masih mengontrol pers karena dalam proses membangun

negara, kestabilan sangat diperlukan supaya tidak terganggu oleh usaha-usaha yang dapat

menganggu pembangunan. Kebebasan pers yang wujud di Malaysia adalah kebebasan yang

berada dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk mencegah supaya tidak tersebar

berita yang dapat menggugat kestabilan negara.

Setelah memasuki Era Reformasi banyak peristiwa yang telah menimbulkan

perselisihan antara dua negara. Sejak itu, golongan media berlomba-lomba menulis tentang

isu sensitif yang berpotensi mengeruhkan hubungan bilateral. Peristiwa-peristiwa yang terjadi

dalam beberapa tahun ke belakang telah menjadi fokus utama pihak media. Hal ini terbukti

dari perhatian yang diberikan oleh kedua pers terhadap operasi penangkapan serta

pemulangan pendatang tanpa izin (PATI). Selain itu, pers juga mempublikasikan berita

tentang sikap beberapa majikan Malaysia yang cenderung tidak manusiawi terhadap pekerja

Indonesia.

Keadaan bertambah buruk ketika media Malaysia melaporkan keluhan masyarakatnya

terhadap berbagai masalah sosial dan kriminal yang ditimbulkan oleh pendatang tanpa izin

yang berasal dari Indonesia, kabut asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan di Sumatera

dan Kalimantan dan perang dunia ”maya” yagn terjadi di new media. Paparan berita

mengenai Malaysia-Indonesia terdiri dari berbagai topik seperti politik, ekonomi, sosial,

(4)

Sipadan-Ligitan dan Ambalat. Isu ini merupakan isu politik tentang wilayah yang berada di

perbatasan kedua negara. Isu Sipadan-Ligitan merupakan isu perbatasan pertama yang

muncul di pers kedua negara setelah Indonesia menggulingkan pemerintahan Orde Baru.

Sengketa Sipadan-Ligitan merupakan perselisihan antara Malaysia dan Indonesia atas

kepemilikan dua pulau yang berada di Selat Makassar. Pada 13 Januari 2003, berita yang

berjudul “Penyelesaian Sengketa Sipadan-Ligitan Interpelasi” dipaparkan oleh Kompas. Dua

tahun setelah itu, Ambalat menjadi fokus utama pihak pers. Wajarlah jika hubungan semakin

keruh dan perasaan-perasaan emosional menjalar dalam jiwa masyarakat di dua negara.

Dilanjutkan pula dengan perang blog yang terjadi di internet

(www.topix.com/forum/world/malaysia). Perang dunia maya tersebut menggunakan kata-kata

yang kasar bahkan kadang merusak website pihak-pihak tertentu (detikinet, 31 Ogos 2007).

Kebebasan Pers: Perspektif Dunia

Sistem pers sebuah negara dibentuk oleh keadaan negara tersebut. Sistem ini

berlandaskan sistem pemerintahan, politik, undang-undang, nilai budaya dan sejarah negara

itu. Selain itu, keanekeragaman etnis, agama, dan bahasa turut memainkan peranan penting

dalam pembentukan sistem pers tersebut. Sistem pers yang telah disepakati ini akan

berpengaruh kepada kebebasan pers (Safar Hasim, 1996).

Dari Indeks Kebebasan Pers 2009, Malaysia berada di posisi ke-131 sedangkan

Indonesia berada di posisi 100 dari 175 negara. Rating ini diberikan oleh Reporters Sans

Frontières yang berlokasi di Paris, Perancis. RSF telah memantau kebebasan pers di seluruh

dunia sejak tahun 1985. Semakin tinggi indeks suatu negara, semakin banyak kekangan

(5)

Grafik 1. Indeks Kebebasan Pers Berdasarkan Reporters Without Borders

(Sumber: Reporters Without Borders (www.rsf.org))

Indeks kebebasan pers ini mengukur tingkat kebebasan pers di dunia yang

menggambarkan tahap kebebasan yang dinikmati oleh wartawan dan organisasi media di

suatu negara. Selain itu, indeks ini juga memperhitungkan usaha pemerintah dalam

menghormati kebebasan bersuara. Pada tahun 2006, Malaysia memiliki indeks kebebasan

pers yang rendah. Prestasi ini diperoleh ketika Malaysia dipimpin oleh Tun Abdullah Ahmad

Badawi. Tan Sri Ramon Navaratman, Presiden Transparency International (Malaysia),

mengatakan bahwa peningkatan dari segi pemahaman media adalah sesuatu yang

membanggakan dan hal ini membuktikan bahwa pemerintah telah membuka ruang untuk

berdiskusi dan berwacana (New Strait Times, 27 Oktober 2006).

Tidak seperti di Malaysia, perkembangan media khususnya pers di Indonesia telah

melahirkan sistem dan organisasi pers baru. Perubahan ini berpengaruh terhadap pemberitaan

mengenai hubungan Malaysia-Indonesia disebabkan kebebasan pers tanpa kontrol. Pemimpin

(6)

Perdana Menteri Tun Dr. Mahathir Mohamad menulis dalam The New Straits Times pada 9

Juli 1981 dengan judul Freedom of the Press: Fact and Fallacy.

Dalam menjunjung kebebasan pers peranan potensi ini mesti diingat, selagi pers sedar (sadar) mengenai dirinya sebagai satu potensi ancaman kepada demokrasi dan secara baik menghadkan (membatasi) perlaksanaan hadnya, ia patut dibenarkan berfungsi tanpa gangguan pemerintah. Tetapi apabila pers dengan telah menyalahgunakan haknya dengan mengapi-apikan rakyat tanpa perlu, dalam keadaan itu pemerintah demokrasi patut mempunyai hak untuk mengontrolnya.

Presiden Republik Indonesia mempunyai pendapat yang berbeda terhadap kebebasan

pers. Dalam pidato di Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono meminta wartawan dan pakar media untuk melatih self-censorship

(melakukan kontrol atas dirinya sendiri) karena zaman pemerintah mengontrol pers sudah

berakhir. Kata beliau:

“Saya sangat ingin melihat "self censoring" diterapkan. Saya berharap para dewan press, wartawan senior, dan reporter dan pemimpin asosiasi wartawan akan menerapkan prinsip bagaimana menentukan apa yang sepatutnya diberitakan dan yang tidak patut diberitakan. Kebebasan press sangat dihargai di Indonesia sekarang dan Indonesia tidak akan kembali ke saat ketika pemerintah ikut campur dalam masalah media, tetapi kebebasan ini memiliki batasan sendiri. Kami mendukung kebebasan press, tetapi ketika kebebasan tersebut digunakan dengan baik dan bertanggungjawab”.

(www.waspada.co.id)

Kini, Indonesia-Malaysia telah menjalin hubungan selama 55 tahun. Sejauh ini,

hubungan diplomatik antara kedua negara serumpun ini secara formal terjalin rukun, terutama

di kalangan pemerintah. Namun di sebagian masyarakat terkadang masih muncul perselisihan

yang berpontensi memicu konflik bilateral. Salah satu sumber dari masalah hubungan dua

negara serumpun ini adalah pelaporan media di negara masing-masing yang menyuarakan

perasaan tidak puas terhadap beberapa isu yang timbul.

Media merupakan platform untuk mengapresiasikan pemikiran yang lahir dariseluruh

lapisan masyarakat. Abdul Latiff (2009) menyatakan dalam tulisannya, kebanyakan berita

mengenai hubungan Malaysia-Indonesia hanya bersifat sensasional-provokatif, tidak

(7)

Malaysia-Indonesia. Apakah ini terjadi karena perbedaan indeks kebebasan pers yang pada akhirnya

mampu mencorakkan berita tentang isu Ambalat?

Kajian ini mempunyai tujuan, yaitu:

1) Untuk mengidentifikasi frekuensi berita, format jurnalistik, dan fungsi pesan

mengenai isu Ambalat yang dipublikasikan oleh Berita Harian dan Kompas selama

tahun 2009.

2) Untuk mengidentifikasi aspek yang ditekankan dalam berita mengenai isu Ambalat di

Berita Harian dan Kompas berdasarkan framing yang dikemukan oleh Robert N.

Entmant.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pelaporan berita

digunakan untuk menjelaskan corak pemberitaan mengenai hubungan Indonesia-Malaysia di

Berita Harian dan Kompas. Paparan isu mengenai Ambalat yang pernah dipublikasikan oleh

Berita Harian dan Kompas diidentifikasi secara dalam menggunakan Teori Pers. Metode

kuantitatif digunakan dalam menganalisis berita berdasarkan unit analisis yang telah

ditentukan seperti jumlah berita, format jurnalistik dan fungsi pesan. Di samping itu, kaedah

kualitatif juga digunakan dalam menganalisis berita berdasarkan empat komponen framing

yang dikemukakan oleh Robert Entman seperti Defines Problem, Diagnose Causes, Moral

Judgement, dan treatment recommendations.

PEMBAHASAN

Latar belakang Isu Ambalat

Isu perselisihan mengenai blok Ambalat di Laut Sulawesi antara Indonesia dengan

Malaysia menjadi topik yang hangat dibicarakan di media Indonesia dan Malaysia. Perbedaan

(8)

negara. Penyebab utama kasus Ambalat, menurut Arif Havas Oegroseno, Direktur Perjanjian

Internasional Bidang Politik, Keamanan dan Kewilayahan dari Departemen Luar Negeri

Republik Indonesia, adalah pencantuman kepemilikan wilayah secara sepihak oleh Malaysia

dalam peta perbatasan kontinjen Malaysia (Kompas, 1 Maret 2005). Peta baru Malaysia yang

dikeluarkan pada tahun 1979 itu tidak sesuai dengan Perjanjian Tapal Batas Kontinental

Malaysia-Indonesia yang ditandatangani bersama pada 27 Oktober 1969 mengenai penentuan

perbatasan antara Malaysia dan Indonesia. Dalam peta baru tersebut, Malaysia memasukkan

Pulau Sipadan, Ligitan, dan Batu Puteh serta blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya

yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati pulau Sebatik. Akibatnya,

wilayah Ambalat Timur yang diduga Malaysia sebagai Blok ND6 dan Blok ND7 miliknya

bertindih dengan wilayah Blok Ambalat milik Indonesia dan pertindihan inilah yang

diperselisihkan oleh kedua negara.

Peta 1: Ambalat

(Sumber: www.kinabluwordpress.com)

Menurut perspektif pers Indonesia, isu pertindihan wilayah perbatasan di Laut

Sulawesi dimulai sejak tahun 1967. Namun isu ini baru mendapat perhatian publik termasuk

media sejak tahun 2005 ketika pemerintah Malaysia memberikan hak konsesi eksplorasi di

perairan Ambalat Timur yang diduga Malaysia sebagai Blok ND6 dan Blok ND7 kepada

(9)

Ambalat dipublikasikan baik di media Indonesia maupun di media Malaysia. Puncaknya

yaitu pada pertengahan tahun 2009 ketika kapal KD Baung-3509 milik Tentera Laut Diraja

Malaysia (TLDM) memasuki wilayah perairan Indonesia di Laut Sulawesi sejauh 7.3 mil

(Kompas, 31 Mei 2009).

Hasil Kajian Analisis Kandungan

Berdasarkan analisis kandungan yang dilakukan selama kajian, beberapa penemuan penting

dapat dijelaskan di bawah ini.

1. Jumlah Berita

Hasil analisis kandungan menunjukkan bahwa kedua pers sebagai objek penelitian

menyampaikan pemberitaan isu politik antara Malaysia dengan Indonesia terkait dengan

konflik perbatasan wilayah perairan Ambalat. Dari keseluruhan jumlah pemberitaan

mengenai isu tersebut, Kompas mempublikasikan 30 berita (71.4%), jauh lebih banyak

dibandingkan Berita Harian yang hanya memaparkan 12 berita (28.6%) saja. Statistik di

bawah menunjukkan bahwa isu konflik perbatasan wilayah perairan Ambalat yang

mencetuskan ketegangan antara Malaysia dan Indonesia mendapat perhatian yang lebih

banyak di Indonesia.

Tabel 1: Jumlah beritaAmbalat

Koran F %

Berita Harian 12 28.6

Kompas 30 71.4

Jumlah 42 100

2. Format jurnalistik

Penelitian ini juga menyelidiki format jurnalistik untuk mengetahui sifat informasi yang

disampaikan di kedua pers yang menjadi objek penelitian. Isu perbatasan wilayah di perairan

(10)

dengan Malaysia. Oleh sebab itu, perlu diketahui sifat dari pelaporan informasi mengenai isu

tersebut baik dalam format berita, editorial, surat pembaca, kolom maupun wawancara.

Informasi yang disampaikan dalam format berita biasanya disampaikan untuk

menjelaskan laporan sesuai dengan fakta. Informasi dalam editorial atau tajuk rencana pula

berupa laporan dan latar belakang lengkap tentang suatu peristiwa. Dalam bagian ini

dipaparkan komentar, penjelasan atau juga kritik dari berita tersebut. Pemaparan dalam “lidah

wartawan” merupakan pemikiran yang logis dari wartawan yang mencoba untuk

menerangkan secara singkat tentang pendapatnya terhadap isu ketika berlaku (Wrinn, 1977).

Pers juga biasanya menyediakan ‘ruang pembaca’ untuk menyampaikan gagasan

mengenai sesuatu isu dalam format surat pembaca. Selain surat pembaca, pers juga kadang

kala melaporkan berita dalam format kolum yang mengangkat pendapat atau gagasan pakar

mengenai suatu isu. Suatu isu itu juga dapat ditulis dalam format wawancara yang merupakan

hasil wawancara wartawan dengan tokoh-tokoh tertentu bagi mendapatkan penjelasan yang

lebih terinci. Berdasarkan analisis, format jurnalistik yang digunakan oleh Berita Harian dan

Kompas bagi pemberitaan isu Ambalat digambarkan dalam tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2: Format jurnalistik Berita Ambalat

Format Jurnalistik Berita Harian Kompas

F % F %

Berita 5 41.7 19 63.3

Editorial 5 41.7 3 10

Surat Pembaca 0 0 3 10

Kolum 2 16.7 5 16.7

Wawancara 0 0 0 0

Jumlah 12 100 30 100

Berita Harian menggunakan format berita dalam lima berita (41.7%), begitu juga

format editorial terdapat lima berita (41.7%). Sementara itu, berita editorial mengenai isu

Ambalat dalam Berita Harian antaranya “Malaysia, Indonesia patut cari dalang pencetus

(11)

format surat pembaca dan wawancara, sementara format kolum digunakan dalam dua berita

(16.7%) saja. Dibandingkan dengan Berita Harian, Kompas menggunakan hampir semua

format jurnalistik yang ada kecuali format wawancara. Untuk format berita, Kompas

menerbitkannya dalam 19 berita (63.3%). Bagi format editorial dan surat pembaca, keduanya

digunakan dalam jumlah yang sama, yaitu tiga berita (10%) sedangkan format kolom yaitu

lima berita (16.7%).

Statistik di atas menunjukkan bahwa format berita masih menjadi keutamaan

kedua-dua pers dalam pemberitaan isu sengketa perbatasan wilayah Ambalat antara Malaysia dan

Indonesia. Hal ini karena format berita lebih memaparkan fakta dan masyarakat berhak

mendapatkan fakta yang akurat agar tidak keliru. Oleh sebab itu, sangat penting bagi Berita

Harian dan Kompas untuk menyediakan informasi dalam format berita daripada

menggunakan format lainnya karena isu sengketa perbatasan wilayah Ambalat berpotensi

mencetuskan ketegangan di kalangan masyarakat kedua negara jika fakta yang diberikan

tidak jelas dan lengkap.

Format selanjutnya ialah surat pembaca yang tidak digunakan oleh Berita Harian,

sebaliknya, Kompas masih menggunakannya dalam tiga berita. Malah dalam surat pembaca

yang dipaparkan Kompas, terjadi perdebatan antara pembaca satu dengan pembaca lainnya.

Salah satu dari tiga surat pembaca yang ada merupakan tanggapan seorang pembaca terhadap

kolum yang ditulis oleh seorang dosen mengenai penjelasan perbedaan kedaulatan

(sovereignty) dan hak berdaulat (sovereign right). Dalam kasus Ambalat, perairan yang kaya

akan sumber minyak dan gas alam itu terletak dalam wilayah yang berlaku hak berdaulat

sehingga baik Indonesia maupun Malaysia sama-sama tidak mempunyai kedaulatan ke atas

perairan Ambalat. Bagaimanapun pembaca tersebut mempersepsi penjelasan itu sebagai

(12)

Tidak lama kemudian, akademisi tersebut membalas kritikan pembaca melalui satu

lagi surat pembaca. Dosen itu menjelaskan bahwa tulisannya dalam kolum yang dipaparkan

Kompas pada 5 Juni 2009 ialah penjelasan tentang konsep kedaulatan berdasarkan bidang

ilmu yang berkaitan. Ia menjelaskan bahwa masyarakat memerlukan fakta yang akurat dan

objektif di balik isu Ambalat dan menegaskan bahwa perang bukanlah penyelesaian yang

baik untuk menangani isu ini. Di sisi lain, hal ini menunjukkan bahwa Kompas telah berhasil

dalam menampung berbagai pandangan dari masyarakat. Perbedaan cafa berfikir antara

kedua pembaca Kompas tersebut menunjukkan bahwa pemberitaan tentang isu Ambalat

menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia. Namun, Kompas telah berhasil

menunjukkan kredibilitasnya sebagai pers yang berfungsi sebagai platform untuk

menampung berbagai pandangan masyarakat yang ingin menyuarakan pendapat mereka

dalam isu-isu sensitif seperti ini. Oleh sebab itu, Kompas perlu memberikan fakta yang akurat

dan jelas dalam pemberitaan terutama jika menyangkut isu politik dan kedaulatan seperti

kasus ini.

3. Fungsi pesan

Aspek yang perlu ditekankan dalam analisis kajian ini ialah fungsi pesan. Fungsi pesan

dalam suatu berita akan menunjukkan kecenderungan arah pesan yang disampaikan kepada

pembaca. Kecenderungan pesan itu adalah integrasi, disintegrasi dan netral. Hasil analisis ke

atas fungsi pesan yang digunakan Berita Harian dan Kompas dalam pemberitaan mengenai

isu Ambalat terdapat dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3: Fungsi Pesan dalam Berita Ambalat

Fungsi pesan Berita Harian Kompas

F % F %

Integrasi 9 75 6 20

Disintegrasi 0 0 7 23.3

Netral 3 25 17 56.7

(13)

Fungsi pesan pada Berita Harian kebanyakan merupakan fungsi integrasi yaitu

sebanyak sembilan berita (75%), manakala fungsi disintegrasi tiada dan fungsi netral

sebanyak tiga berita (25%). Pada Kompas pula, fungsi pesan yang mengarah kepada integrasi

terdapat sebanyak enam berita (20%) saja, lebih sedikit dibandingkan fungsi pesan

disintegrasi yaitu tujuh berita (23.3%). Fungsi pesan netral pula mendominasi jumlah

keseluruhan berita, yaitu 17 (56.7%).

Berita Harian mengutamakan pesan integrasi manakala Kompas mengutamakan

pesan netral. Hal ini menunjukkan bahwa media Malaysia mengupayakan agar hubungan

baik yang terjalin lama antara Malaysia dengan Indonesia tidak tercemar oleh isu Ambalat.

Bagi Kompas, hampir seluruh berita mengandung pesan netral karena Kompas lebih

menitikberatkan pada fakta di lapangan mengenai pencerobohan kapal milik Tentera Laut

Diraja Malaysia ke wilayah Indonesia di perairan Ambalat. Terdapat beberapa tulisan di

Kompas yang mengandung pesan disintegrasi. Hal itu disebabkan beberapa sumber yang

diwawancara oleh Kompas meluahkan emosinya ke atas Malaysia yang membuat provokasi

di perairan Ambalat. Kesimpulannya, Berita Harian yang merupakan salah satu pers

Malaysia lebih menginginkan Malaysia dan Indonesia untuk tidak bermusuhan. Sementara

itu, Kompas memberikan pesan yang cenderung ke arah netral dan menyerahkan keputusan

mengenai perselisihan Indonesia dan Malaysia mesti dilanjutkan atau tidak kepada

pemerintahan dan masyarakat Indonesia.

4. Framing

Setiap pelaporan dalam pers pasti mengandungi aspek-aspek tertentu yang ditekankan dan

ditonjolkan secara ketara sehingga seakan-akan pesan dalam berita tersebut diatur dalam satu

bidang tertentu. Pembingkaian inilah yang disebut sebagai framing. Bagi isu Ambalat,

(14)

atas pemberitaan Berita Harian dan Kompas mengenai isu Ambalat menghasilkan statistik

seperti pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4: Framing Berita Ambalat

Framing Berita Harian Kompas

F % F %

Etika 6 50 8 26.7

Hukum 0 0 0 0

Politik 6 50 22 73.7

Jumlah 12 100 30 100

Dari 12 berita mengenasi isu Ambalat yang dipaparkan oleh Berita Harian, enam

berita (50%) diatur dengan framing etika. Enam berita (50%) lainnya disusun dalam framing

politik. Artinya, framing pemberitaan oleh Berita Harian mengenai isu Ambalat adalah

seimbang antara etika dengan politik.

Bingkai Kompas, berbeda daripada bingkai Berita Harian, lebih kepada framing

politik, yaitu sebanyak 22 berita (73.7%). Hal ini menunjukkan bahwa isu sengketa ke atas

perbatasan wilayah di perairan Ambalat dilihat oleh Kompas sebagai isu politik. Apalagi isu

ini mucul pada musim pemilihan presiden Indonesia dan digunakan oleh calon-calon presiden

sebagai agenda politik mereka dengan tujuan untuk menarik pemilih. Kesimpulannya, isu

Ambalat dilihat sebagai isu politik oleh Kompas, sementara Berita Harian melihat isu

tersebut berada antara isu politik dan etika. Hal tersebut karena Berita Harian lebih

menanggapi sikap masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang mengandungi sentimen

kebencian.

Hasil Framing Berita Ambalat

Berita Harian

Berita Harian mengangkat isu politik mengenai sengketa perbatasan wilayah di perairan

Ambalat, Laut Sulawesi, yang menjadi berita hangat di media Indonesia maupun media

(15)

selesai isu Ambalat” dan “Krisis Ambalat dapat selesai cara diplomasi” yang sama-sama

dicetak pada 9 Juni 2009.

a. Define problems

Berita Harian memberi penekanan kepada jalan penyelesaian isu Ambalat oleh pemerintah

Malaysia dan pemerintah Indonesia melalui cara diplomasi. Beberapa saran penyelesaian

turut dipaparkan oleh Berita Harian. Selain itu, Berita Harian juga menegaskan bahwa

penyebab isu Ambalat menjadi panas yaitu pihak-pihak tertentu di Indonesia yang

menggunakan isu Ambalat sebagai agenda politik ketika kampanye pemilihan umum

Presiden Indonesia 2009.

b. Diagnose causes

Dalam berita “Krisis Ambalat dapat selesai cara diplomasi”, wartawan secara tidak langsung

menyalahkan sikap calon presiden Indonesia dalam pemilu pada tahun 2009. Mereka

memanfaatkan isu sensitif mengenai persoalan kedaulatan negara sebagai agenda politik

untuk meningkatkan semangat nasionalisme rakyat. Disamping itu, berita tentang kapal milik

Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) menceroboh wilayah perairan Indonesia di kawasan

Ambalat merupakan punca tercetusnya ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia. Isu ini

kemudian banyak dilaporkan dalam media di Indonesia sehingga merangsang rasa

nasionalisme masyarakat yang ingin mempertahankan kedaulatan. Kedaulatan merupakan isu

sensitif bagi rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, isu Ambalat dijadikan agenda politik bagi

pihak-pihak tertentu menjelang Pemilu Presiden.

c. Moral Judgments

Penilaian moral yang ditekankan oleh Berita Harian adalah kawasan Ambalat sudah

dihasilkan moratorium, yaitu penangguhan pelaksanaan suatu perencanaan, dan Malaysia

menghormati moratorium tersebut. Hal ini dinyatakan oleh Presiden dan Ketua Eksekutif

(16)

“Kawasan Ambalat dikenakan moratorium (penangguhan pelaksanaan sesuatu rancangan). Kedua-dua pemerintahan perlu mempersetujui sesuatu peraturan sebelum dapat dilakukan sesuatu. Bagi pihak kami, kami menghormati moratorium itu.” (petikan daripada “KL, Jakarta perlu selesai isu Ambalat”, (Berita Harian, 9 Juni 2009).

Selain itu, perwakilan daripada kedua negara akan bertemu untuk memdiskusikan isu

Ambalat. Menteri Pertahanan Malaysia, Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamidi memberikan

saran supaya kedua negara menghentikan patrol di kawasan Ambalat untuk sementara waktu

sehingga isu perbatasan ini diselesaikan (Berita Harian, 9 Juni 2009).

d. Treatment recommendations

Kedua negara perlu menyelesaikan isu Ambalat melalui jalan diplomasi secara menyeluruh

dan berorientasi untuk jangka masa panjang. Saran yang dapat dilaksanakan adalah mengkaji

kembali peraturan bagi menghindari insiden di laut yang sudah disetujui oleh TLDM dan

Tentera Nasional Indonesia-Angkatan Laut (TNI-AL). Selain itu, kedua negara juga perlu

melakukan perundingan perbatasan laut; mewujudkan kawasan kerjasama eksplorasi sumber

perikanan, minyak dan gas atau mengekalkan status quo untuk tidak sama-sama

mengeksploitasi sumber perikanan, minyak dan gas; dan melibatkan pihak internasional,

dalam hal ini International Justice Court, bagi memutuskan perbatasan kelautan.

Kompas

Isu sengketa perbatasan wilayah di perairan Ambalat, Laut Sulawesi, serta jalan

penyelesaiannya menjadi topik utama Kompas pada pertengahan tahun 2009. Mengenai isu

tersebut, Kompas melihatnya sebagai isu politik. Dua dari sekian judul berita mengenai isu

tersebut ialah, “Merah Putih berkibaran: Penyelesaian Ambalat tetap lewat diplomasi” yang

diterbitkan pada 4 Juni 2009 dan “Sengketa Ambalat: RI-Malaysia sepakat mendinginkan

suasana” yang diterbitkan 11 Juni 2009.

a. Define problems

Kompas menekankan bendera Merah Putih berkibar di bagan milik nelayan pulau Sebatik dan

(17)

milik Indonesia. Sementara itu, pemerintah Republik Indonesia (RI) dan pemerintah Malaysia

sepakat untuk mendinginkan suasana akibat ketegangan di perbatasan kawasan perairan blok

Ambalat. Upaya mendinginkan suasana dapat dimulai dengan pengurangan aktivitas patroli

kapal TLDM di kawasan tersebut. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan

Indonesia, Juwono Sudarsono, seperti dikutip dari Kompas 11 Juni 2009.

b. Diagnose causes

Sumber masalah dari ketegangan Indonesia-Malaysia ke atas perbatasan wilayah perairan

Ambalat ialah pencerobohan kapal perang milik Malaysia sepanjang tahun 2009 yang

dicatatkan sudah sebanyak 13 kali. Pernyataan ini sesuai yang disampaikan Kepala Staf

TNI-AL Tedjo Edhy Purdijatno. Sementara itu, Komandan Gugus Tempur Wilayah Indonesia

Timur Laksamana Pertama, RM Harahap, mengatakan:

“Semuanya biasa saja. Kesalahan mereka (kapal Malaysia) adalah masuk jauh ke tempat kita seperti pukul 07.00 tadi sejauh satu mil. Tugas kami sebagai TNI-Al menggiring mereka kembali ke Malaysia.” (petikan daripada “Merah Putih berkibaran: Penyelesaian Ambalat tetap lewat diplomasi”, Kompas, 4 Juni 2009).

Hal ini semakin menguatkan bahwa ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia terkait isu

Ambalat disebabkan oleh provokasi kapal perang milik Malaysia.

c. Moral Judgments

Penilaian moral yang coba diangkat oleh Kompas ialah kesalahfahaman antara Indonesia dan

Malaysia mengenai wilayah Hak Daulat di wilayah Ambalat. Hak Daulat ialah hak yang

ditegakkan ke atas wilayah perairan sejauh 12mil hingga 24mil dari garis pantai di kontinen.

Di wilayah Hak Daulat ini, suatu negara diberi wewenang untuk mengeksploitasi sumber

daya alam yang ada di dalamnya tetapi tidak diberi hak untuk mendirikan kedaulatan.

Menteri Pertahanan Indonesia, Juwono Sudarsono, dalam press conference tepatnya setelah

menerima kunjungan Pemimpin Tentera Malaysia, Jenderal Abdul Aziz Zainal, mengatakan:

(18)

berhati-hati dalam menggelar patroli maritim.” (petikan daripada “Sengketa Ambalat: RI-Malaysia sepakat mendinginkan suasana”, Kompas, 11 Juni 2009).

Selanjutnya, Kompas juga menunjukkan bahwa pihak Malaysia telah berjanji akan

mempercepat penyelesaian masalah Ambalat, karena tidak menginginkan peperangan terjadi

antara Indonesia dengan Malaysia. Janji tersebut disampaikan oleh wakil Menteri Luar

(Negeri) Malaysia, Kohilan Pilay. Sementara itu, bagi masalah kedatangan Tentera Laut

Diraja Malaysia ke bagan nelayan Indonesia di pulau Sebatik dan Nunukan, belum ada

laporan mengenai perusakan bagan nelayan oleh tentara Malaysia. Pengibaran Merah Putih

itu dilakukan sebagai langkah pencegahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Komandan Pos

Angkatan Laut Sungai Nyamuk, Letnal Dua Sudariyono.

“Sampai sekarang kami tidak menerima laporan perusakan bagan nelayan oleh pihak luar. Tetapi, kami tetap menyarankan nelayan untuk memasang bendera Merah Putih agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.” (petikan “Merah Putih berkibaran: Penyelesaian Ambalat tetap lewat diplomasi”, Kompas, 4 Juni 2009).

d. Treatment recommendations

Dalam pertemuan dengan Pemimpin Tentera Malaysia, Menteri Pertahanan Indonesia,

Juwono Sudarsono, menyarankan agar kedua negara mengadakan patroli bersama di wilayah

kelautan masing-masing di dekat perbatasan di perairan Ambalat. Selain itu, beliau juga

meminta semua pihak di Indonesia sebaiknya tidak bertindak menurut emosi dan

mempelajari pokok permasalahan mengenai isu Ambalat.

Penyelesaian isu Ambalat perlu dilakukan melalui jalan diplomasi, seperti yang

disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI, Marsekal Muda Sagom Tamboen.

Kesimpulannya, baik Malaysia mapun Indonesia sebaiknya mendinginkan suasana untuk

sementara waktu sampai keputusan mengenai perbatasan wilayah maritim kedua-dua negara

di perairan dekat blok Ambalat telah disepakati bersama. Jika tidak, masalah ini akan

mengeruhkan keadaan dan menimbulkan konflik baru yang berakibat buruk pada hubungan

(19)

Pembahasan Isu Ambalat

Berbagai pemberitaan mengenai isu Ambalat menjadi isu utama di pers Malaysia dan

Indonesia. Di Kompas, tercatat 30 berita (19 berita, 3 editorial, 3 surat pembaca dan 5

kolom). Format berita mendominasi karena Kompas kebanyakan memaparkan informasi isu

Ambalat, reaksi masyarakat dan usaha pemerintahan Indonesia untuk menyelesaikan isu

tersebut. Berbeda dengan Kompas, Berita Harian memaparkan pemberitaan mengenai isu

Ambalat lebih sedikit, 12 berita saja (5 editorial dan 2 kolom).

Bagaimanapun, pemberitaan Berita Harian dan Kompas mengenai isu Ambalat

diharapkan dapat mempengaruhi hubungan Indonesia-Malaysia ke arah yang lebih positif

melalui fungsi pesan yang ditonjolkan. Fungsi pesan yang diutamakan Berita Harian ialah

pesan integrasi sedangkan Kompas mengutamakan pesan netral. Hal ini menunjukkan Berita

Harian mengupayakan agar hubungan baik Malaysia-Indonesia tidak terpengaruh oleh isu

Ambalat, sementara Kompas lebih menitikberatkan pada fakta di lapangan mengenai

pencerobohan kapal milik Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) ke wilayah Indonesia di

perairan Ambalat. Artinya, Berita Harian yang mewakili media Malaysia lebih menginginkan

Malaysia dan Indonesia untuk tidak berselisih hanya karena isu sengketa Ambalat. Kompas

pula sebagai wakil media Indonesia memberikan pesan yang cenderung ke arah netral dan

menyerahkan keputusan kepada pemerintahan dan masyarakat Indonesia.

Isu Ambalat dinilai sebagai isu politik dan etika oleh Berita Harian. Framing Berita

Harian menunjukkan keseimbangan antara politik (50%) dan etika (50%). Isu etika yang

diangkat oleh Berita Harian tersebut dengan sikap rakyat dan media Indonesia yang dinilai

berlebihan dalam merespon isu Ambalat seperti pada “Baling batu bukan dasar Indonesia” (7

Oktober 2009) dan “Media perlu tingkat kefahaman” (9 Desember 2009). Isu politik pula

berkaitan dengan usaha pemerintah Malaysia menyelesaikan isu tersebut melalui diplomasi

(20)

Berita Harian melihat isu Ambalat menimbulkan perselisihan antara Indonesia dengan

Malaysia setelah Indonesia menduga kapal milik Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM)

menceroboh wilayah perairan republik itu di perbatasan Indonesia-Malaysia, di Laut

Sulawesi. Isu itu juga semakin panas apabila media Indonesia mengangkatnya sebagai agenda

politik, mewakili pihak-pihak tertentu menjelang Pemilu Presiden 2009.

Framing yang digunakan Kompas dalam mempublikasikan berita Ambalat yaitu

framing politik dengan jumlah berita sebanyak 22 daripada 30 berita yang ada. Tindakan

kapal milik TLDM yang melanggar perbatasan wilayah Indonesia dianggap sebagai tindakan

menantang kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, tercetus

ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia sehingga mempengaruhi hubungan bilateral

antara kedua-dua negara termasuk di bidang politik. Kompas menangkap sumber masalah

Ambalat ialah tindakan provokasi kapal perang Malaysia di perairan Ambalat. Menurut

Kepala Staf TNI-AL, Tedjo Edhy Purdijatno, pencerobohan kapal dan pesawat perang milik

Malaysia sepanjang tahun 2009 terjadi sebanyak 13 kali.

Banyaknya pemberitaan mengenai isu Ambalat di pers Indonesia termasuk Kompas

disebabkan kedaulatan bagi rakyat Indonesia ialah harga mati (“Daulat Ambalat itu harga

mati”, Kompas, 3 Juni 2009 hal.15). Selain itu, isu tersebut semakin semakin panas karena

berdekatan dengan pemilu Presiden Indonesia 2009 (Berita Harian, 9 Juni 2009).

Pemberitaan mengenai isu Ambalat di Berita Harian dan media lainnya di Malaysia sedikit

karena isu Ambalat bukan isu politik utama di Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa isu

Ambalat dianggap penting oleh Kompas dan diangkat sebagai agenda umum agar dibicarakan

oleh khalayak. Sedangkan Berita Harian tidak berfikiran seperti itu. Agenda Setting Theory

menyatakan bahwa media mampu mempengaruhi khalayak untuk menganggap sesuatu isu itu

penting ketika media memberi penekanan terhadap isu tersebut (McCombs & Shaw, 1972).

(21)

mempengaruhi publik di Indonesia untuk merespon dalam berbagai cara termasuk

mengadakan demo menentang Malaysia (“Demo Malaysia: Pendemo minta kirim nota

protes”, Kompas, 4 Juni 2009 hal. 27). Oleh karena itu, reaksi masyarakat yang seperti ini

merupakan bukti bahwa agenda dilihat sebagai kunci kepada sesuatu isu untuk menjadi

kebijakan publik (Smith, 1997).

Banyaknya pemberitaan mengenai isu Ambalat di Kompas juga menunjukkan bahwa

Kompas mendekati ciri yang dikemukakan oleh Teori Libertarian. Teori ini menjelaskan

manusia dianggap memiliki kemampuan untuk memimpin dirinya dan mampu membedakan

antara kebenaran dan kesalahan (McQuail, 1987). Kompas memberikan pemberitaan dan

membiarkan masyarakat Indonesia menganalisis isu yang diperdebatkan dalam pemberitaan

tersebut sebagai benar atau salah, sambil menekankan kepentingan isu tersebut. Pers yang

mengamalkan teori ini juga mampu mengontrol pemerintahan, seperti Kompas. Pernyataan

ini dibuktikan dengan beberapa tulisan dalam Kompas yang mengkritik pemerintah Indonesia

berkaitan dengan isu Ambalat seperti “Kasus Ambalat: Pemerintah jangan lembek” (11 Juni

2009 hal. 24) dan “Visi pasangan calon: Krusial, pembangunan pertahanan Indonesia” (5 Juni

2009 hal. 1).

Di lain pihak, Berita Harian lebih mendekati ciri teori pers yang memiliki

pemerintahan yang mengontrol dan menseleksi berita sebelum disampaikan kepada

khalayak. Pers di Malaysia mesti tunduk dan patuh terhadap peraturan yang ditentukan oleh

pemerintahan termasuk Akta Mesin Cetak dan Penerbitan 1984, Akta Fitnah 1957, Akta

Hasutan 1948, Akta Rahsia Resmi 1972 dan Akta Keselamatan dalam Negeri 1960. Selain

itu, Berita Harian juga digunakan untuk membantu melaksanakan kebijakan pemerintahan.

Pemberitaan surat khabar ini mengenai isu Ambalat sendiri kebanyakan berkaitan dengan

upaya pemerintahan Malaysia menyelesaikan isu Ambalat seperti “KL, Jakarta perlu selesai

(22)

Skema proses perputaran infomasi antara dua institusi pers ini digambarkan dalam diagram di

bawah.

Gambar 1 : Pengaliran Informasi Berita Ambalat

Gambar di atas terdiri dari tiga komponen utama yang mempengaruhi operasi pers

yaitu institusi pers, institusi kuasa, dan khalayak (Ashandi Siregar, 2001). Gambaran ini

menjelaskan tentang alur informasi yang terjadi terhadap isu Ambalat. Nomor satu

menunjukkan bahwa ketika terjadi peristiwa pencerobohan kapal perang Malaysia di perairan

Indonesia, Kompas melaporkan berita tersebut kepada rakyat Indonesia. Setelah itu, Berita

Harian pun mencari informasi dan menerbitkan berita tentang isu ini kepada rakyat Malaysia

dalam framing politik. Namun begitu, beberapa berita juga dibingkai dalam framing etika.

(23)

yang terlalu mengsensasikan isu, calon presiden Indonesia yang memanfaatkan isu untuk

mencari popularitas ketika kampanye pemilihan umum Presiden tahun 2009, serta sikap

rakyat Indonesia yang dinilai terlalu berlebihan ketika berdemonstrasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa pemberitaan mengenai isu

Ambalat dalam Berita Harian tidak memenuhi ciri yang dikemukakan oleh Teori

Authoritarian karena Berita Harian lebih fokus kepada pemaparan informasi mengenai usaha

pemerintah Malaysia bersama pemerintah Indonesia menyelesaikan isu tersebut dan tidak ada

tanda bahwa berita yang dipaparkan mengkritik pihak berkuasa. Namun begitu, dalam

konteks hubungan bilateral dua negara ini, Berita Harian telah mempunyai insiatif dalam

upaya menjaga perpaduan negara serumpun. Hal ini terbukti dari jumlah berita mengenai

Ambalat mengarah kepada netral dan integrasi. Sementara itu, Kompas lebih mendekati Teori

Libertarian karena lebih fokus kepada penjelasan mengenai perkembangan sengketa Ambalat

selain memberikan kritikan kepada pemerintah Indonesia yang dianggap terlalu lemah

terhadap pemerintah Malaysia sehingga kasus Ambalat ini masih terus berlanjut sehingga

kini.

PENUTUP

Indonesia memiliki pers yang lebih bebas dibandingkan dengan Malaysia. Dalam

konteks pelaporan berita mengenai Ambalat, Berita Harian lebih sering memaparkan berita

yang mengarah kepada upaya perpaduan negara serumpun. Sedangkan Kompas memiliki

kelebihan dalam menampung berbagai pandangan kritis masyarakat tersebut isu mengenai

Ambalat. Dalam usaha menjaga harmonisasi hubungan bilateral, maka baik pemerintah

Indonesia maupun Malaysia, termasuk semua unsur pertahanan militer perlu

mengembangkan pelbagai riset akademik guna memastikan dan menjaga obyektivitas data

(24)

proaktif untuk mendukung kebebasan pers yang bersandar pada hukum yang tegas, politik

yang stabil, dan ekonomi yang progresif.

BIBLIOGRAFI

Abdul Latiff Abu Bakar. (2009). Hubungan Malaysia-Indonesia melalui media cetak: satu tafsiran. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Hubungan Indonesia-Malaysia 2009, Kuala Lumpur, Malaysia.

Ashandi Siregar. (1983). Etika komunikasi. Yogyakarta: Fisipol Universitas Gadjah Mada, 1983.

Eriyanto. (2002). Analisis Framing: konstruksi, ideologi, dan politik media. Yogyakarta: LKIS

McCombs, M. E. & Shaw, D. (1972). The agenda-setting function of mass media. Public Opinion Quarterly, 36, 176 – 187.

McQuail, D. (1994). Mass communication theory. London: Sage Publications.

Mohd Safar Hasim. (2005). Akhbar di Malaysia; Antara kebebasan dengan tanggung jawab. Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia.

Mohd. Safar Hasim. (1996). Mahathir dan Akhbar. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors. Smith, 1997

Schramm, W., Siebert, F., & Peterson, T. (1956). Four theories of the press: the authoritarian, libertarian, social responsibility and soviet communist concepts of what the press should be and do. Chicago: University of Illinois.

Shad Saleem Faruqi & Sankaran Ramanathan. (1998). Mass media laws and regulation in Malaysia. Singapore: AMIC.

Gambar

Grafik 1. Indeks Kebebasan Pers Berdasarkan Reporters Without Borders
Tabel 1: Jumlah beritaAmbalat
Tabel 2: Format jurnalistik Berita Ambalat
Tabel 3: Fungsi Pesan dalam Berita Ambalat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penulis tertarik dengan strategi komunikasi pemasaran yang digunakan oleh akun @Solothok sebagai salah satu akun jasa Buzzer terpercaya di kota Surakarta,

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Viabilitas Kandidat Probiotik pada Berbagai Konsentrasi Awal dan Mutu Yogurt Tepung Pisang Uli Modifikasi

Dengan bantuan tegnologi AR ( AUGMENTED REALITY ) yang dalam arti harafiahnya adalah mewujudkan suatu pola menjadi realitis dalam bentuk 3D.hal ini tentunya akan menambah

Namun, masih ada beberapa aspek yang dinilai belum cukup berhasil, yaitu: (1) Penerapan dana BOS dalam pembelajaran belum dapat berjalan dengan baik, masih banyak

Setelah itu, bermunculan permohonan untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari seluruh Indonesia yaitu BPR Berkah Amal Sejahtera, dan BPR Dana Mardhatillah yang mendapat

persyaratan berdasarkan Berita Acara Penelitian dan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), segera ditindaklanjuti dengan penyerahan kendaraan dari Pengguna

Sampel pada penelitian ini atau bisa juga disebut informan adalah Bapak Andi Muhammad Yusuf Pratama selaku pemiliki bisnis Laundry Bar dan Ibu Lia sebagai salah satu karyawan