• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah D 762013002 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah D 762013002 BAB IV"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

143

PASCA KONFLIK PENUTUPAN DI GUNUNG KEMUKUS

A. Ritual Sebagai Tindakan Sosial dalam Liminalitas Kehidupan

Praktik ritual tidak dapat dilepaskan di dalam kehidupan masyarakat. Praktik ritual sendiri dikemas dalam wujud agama. Kehidupan agama yang didalamnya terdapat tindakan ritual sangat bertautan erat dengan kehidupan masyarakat. Agama yang mendapat campur tangan dari pemegang kuasa dan ditunggangi oleh kepentingan ekonomi menyebabkan hilangnya esensi agama, sebagai penyelamat dan penyembuh luka batin manusia. Para sosiolog klasik memberikan sebuah pemahaman tentang agama secara fungsional. Salah satu diantaranya adalah Karl Marx.

Dalam kajiannya, Marx menawarkan sebuah pemikiran bahwa agama telah memberikan proyeksi dan ilusi tentang

realitas kehidupan manusia.1 Di tengah realitas hidup manusia

yang terhimpit, agama menawarkan sebuah ilusi untuk melepaskan diri dari tekanan kehidupan menuju tempat yang disebut dengan surga. Oleh Marx, agama disebut dengan candu, karena di dalamnya akan didapati ilusi untuk membawa keluar sementara dari realitas hidupnya. Menilik kembali tentang ritual ngalab berkah yang ada di Gunung Kemukus, akan sangat kontras apabila disandingkan dengan pemikiran dari Marx.

Ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus menjanjikan

sebuah ketenangan batin dan keberhasilan dalam mengatasi permasalahan kehidupan. Tekanan kehidupan dari para peziarah mengantarkan mereka melakukan ritual di Gunung

1 Lihat keterangan lebih lanjut di dalam Inger Furseth, An Introduction to the

(2)

Kemukus. Mitos yang diyakini memberikan sebuah ilusi ketenangan batin dan jalan keluar dari tekanan hidup di dunia

nyata. Story telling dari Juru Kunci juga memberikan angin

surga bagi para peziarah, untuk menambahkan proyeksi dan

khasiat setelah melakukan ritual ngalab berkah di Gunung

Kemukus. Cerita yang terkonstruksi dibumbui dengan story

telling dari Juru Kunci menjadikan ritual ngalab berkah candu bagi para peziarah. Beberapa peziarah berpendapat yang sama

bahwa dengan yaroh (ziarah) ke Eyang Samudro memberikan ketenangan dalam batin dan memberikan keberhasilan di dalam usahanya. Apabila lupa berziarah, maka merasa ada sesuatu yang kurang dan tidak lengkap, akan timbul kegelisahan dalam hidup dan kemalangan di dalam

pekerjaannya.2 Pernyataan tersebut menegaskan bahwa para

peziarah sudah kecanduan dengan ritual ngalab berkah di

Gunung Kemukus.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa para peziarah datang untuk menikmati candu ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus? Apabila meminjam pemikiran Victor Turner, ritual dilakukan dalam rangka menghadapi liminalitas di dalam

kehidupan.3 Merunut dalam kerangka berpikir Turner, proses

ritual mempunyai dimensi sampai kepada kondisi liminalitas

kehidupan. Liminal state adalah sebuah kondisi yang terdapat

dalam suatu peralihan/tranformasi, di mana terdapat

disorientasi, ambiguitas, keterbukaan, dan

ketidakpastian (indeterminancy).4

Dalam liminal state inilah maka dimungkinkan

terjadinya perubahan-perubahan, misalnya: status

sosial, personality value atau identitas pribadi. Jadi dengan kata

2 Hasil wawancara dengan para peziarah dengan purpose sampling di antara

bulan Juni 2015 – Desember 2016 di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus.

3 Lihat kerangka berpikir Victor Turner dalam Bab II tentang ritual dan

liminalitas kehidupan.

4 Lihat uraian lengkap tentang Victor Turner dalam Bab II tentang ritual dan

(3)

lain, liminality adalah suatu periode transisi dimana pikiran normal, self-understanding dan tingkah laku dalam kondisi

rileks, terbuka dan receptive untuk menerima perubahan.

Dalam keadaan liminal inilah ritual berfungsi untuk

memberikan kestabilan di dalam kehidupan masyarakat.5

Fakta obyektif para peziarah di Gunung Kemukus, melakukan ritual disebabkan karena terjadi liminalitas di dalam kehidupannya. Kondisi obyektif para peziarah di Gunung Kemukus terdapat beberapa kondisi liminal di dalam kehidupannya. Jikalau dikelompokan dalam beberapa kondisi liminalnya meliputi :

1. Permasalahan Ekonomi (hutang, dagangan sepi)

Tekanan ekonomi menjadikan momok tersendiri di kalangan para peziarah. Tersohornya Gunung Kemukus

perihal pesugihan membuat para peziarah

berbondong-bondong datang ketika mengalami himpitan ekonomi. Salah seorang pengelola Gunung Kemukus yang telah mengabdikan diri selama 35 tahun menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia dapat dilihat berdasarkan tingkat keramaian pengunjung Gunung Kemukus. Ketika ekonomi memburuk, krisis moneter maka banyak orang dari berbagai tempat datang ke Gunung Kemukus, dan juga sebaliknya. Dengan kata lain, kondisi ekonomi masyarakat Indonesia dapat dilihat dari pengunjung

Gunung Kemukus.6 Senada dengan hal tersebut, rata-rata

peziarah mengaku bahwa yaroh (ziarah) ke Eyang

Samudro dikarenakan kesulitan ekonomi, kebutuhan

mendesak, terjerat hutang dan dagangan yang sepi.7 Ritual

ngalab berkah dijadikan sebagai salah satu cara untuk

5 Lihat kerangka berpikir Victor Turner dalam Bab II tentang ritual dan

liminalitas kehidupan.

6 Wawancara dengan Dsn, pengelola Gunung Kemukus di pelataran makam

Pangeran Samudro, 16 Februari 2017, 18.10 WIB.

7 Hasil wawancara dengan para peziarah dengan purpose sampling di antara

(4)

keluar dari masalahnya, dan digunakan untuk memberikan kestabilan dalam kondisi hidupnya.

2. Jabatan (ada beberapa pejabat dan mobil pelat Merah yang

terparkir rapi di Gunung Kemukus)

Apabila menilik lebih dalam, ada beberapa peziarah merupakan seorang pejabat pemerintah, kepala daerah, dan ada pula pejabat di perusahaan. Tidak jarang akan ditemukan kendaraan pelat merah terparkir di sela-sela kendaraan yang lain. Menjelang pemilihan pejabat daerah di tahun 2017, didapati beberapa calon kepala daerah di daerah pemilihan Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan datang untuk ritual di Gunung Kemukus. Penanggung jawab Obyek Wisata Gunung Kemukus mengaminkan hal tersebut, bahwa setiap menjelang pemilihan kepala daerah, pemilihan calon legislatif maupun calon presiden, banyak tim sukses ataupun orang yang bersangkutan datang sendiri meminta berkah kepada

Pangeran Samudro.8 Ada pula beberapa peziarah yang

bukan berasal dari kalangan pemerintah datang meminta berkah, untuk dapat dibantu dinaikkan jabatannya di

perusahannya.9 Mereka percaya bahwa ritual ngalab

berkah di Gunung Kemukus dapat membantunya memiliki jabatan, ataupun menaikkan jabatannya.

3. Pekerjaan (belum dapat pekerjaan, mencari pekerjaan

baru)

Peziarah yang masih di usia produktif, beberapa dari mereka menuturkan bahwa kunjungannya ke Pangeran Samudro meminta berkah untuk dipermudah mendapat pekerjaan. Beberapa dari mereka menuturkan, bahwa sudah lama kesulitan mencari pekerjaan, lantas

8 Ibid, diperkuat dengan pernyataan pengelola (Subdin) Obyek Wisata Gunung

Kemukus MSpn, di Kantor Dinas Pariwisata Gunung Kemukus, 16 Februari 2017, 19.04 WIB.

9 Hasil wawancara dengan para peziarah dengan purpose sampling di antara

(5)

mendapatkan informasi bahwa melalui ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus segala apa yang diinginkan

dapat dikabulkan.10 Dalam keadaan tekanan mendapatkan

pekerjaan, ritual ngalab berkah menjadi salah satu

pilihannya untuk dapat memberi ketenangan di dalam hidupnya. Didapati beberapa dari para peziarah yang

mendapatkan pekerjaan seusai melakukan ritual ngalab

berkah di Gunung Kemukus. Dibuktikan dengan

diadakannya selametan di makam Pangeran Samudro.

Cerita inilah yang kemudian menguatkan peziarah lain

untuk melakukan ritual ngalab berkah ketika mengalami

kesulitan mendapatkan pekerjaan.

4. Keluarga (tuntutan berkeluarga, identitas dan gengsi

keluarga)

Ada pula dari para peziarah yang tertekan, karena di usianya yang ke 30an belum juga mendapatkan jodoh. Mereka berkeyakinan bahwa Pangeran Samudro akan memberikan kemudahan dalam mendapatkan pasangan

hidup.11 Para peziarah yang memohon berkah pasangan

hidup rata-rata berjenis kelamin laki-laki. Ketika mencoba menelisik hal lebih privat terkait ritual tidur dengan perempuan, rata-rata mereka langsung tersenyum dan mengalihkan pembicaraan, karena enggan menjawab hal tersebut. Berdasarkan amatan peneliti, ada beberapa dari mereka yang secara serius memohon berkah kepada Pangeran Samudro dan tidak tidur dengan perempuan. Namun, ada beberapa remaja dan pemuda yang datang

meminta berkah jodoh, serta mencari pengalaman

bersama dengan PSK. Tekanan kehidupan terkait dengan membangun keluarga membuat para peziarah memilih ritual ngalab berkah sebagai jalan keluarnya.

10 Ibid

11 Hasil wawancara dengan para peziarah dengan purpose sampling di antara

(6)

5. Prestasi (prestasi di Pekerjaan, prestasi di sekolah)

Para peziarah meyakini bahwa banyak berkah yang dapat diberikan oleh Pangeran Samudro. Salah satu berkah yang dapat diberikan adalah prestasi. Beberapa dari peziarah didapati meminta kemudahan dalam berprestasi, baik di pekerjaan maupun di studinya. Salah seorang juru kunci makam menuturkan, ada beberapa mahasiswa yang sengaja meminta berkah dari Kanjeng Pangeran perihal prestasi di kampusnya. Mereka meminta kelancaran dalam studi, serta nilai yang tinggi untuk

menunjang masa depannya.12 Penuturan dari Juru Kunci

ini diamini oleh beberapa peziarah yang menyatakan diri bahwa kunjungan ke Eyang Samudro dengan maksud untuk meminta berkah supaya dapat berprestasi di

Kampus maupun di pekerjaannya.13 Tekanan untuk

berprestasi menjadikan ritual ngalab berkah digunakan

sebagai cara memberikan kestabilan di dalam hidupnya.

Ritual Ngalab Berkah di Gunung Kemukus dijadikan

sebagai sebuah solusi praktis untuk dapat memberi kestabilan di dalam liminalitas hidupnya. Para peziarah mendapatkan ketenangan dan merasa nyaman setelah melakukan ritual. Ritual dijadikan sebagai tindakan sosial untuk dapat mengatasi liminalitas kehidupan peziarah di Gunung Kemukus.

B. Ritualization di Gunung Kemukus

Di dalam kerangka teori yang ditawarkan oleh Bell,

setiap masyarakat mempunyai sense of ritual yang unik. Sense

of ritual tersebut muncul ketika berhadapan dengan situasi dan kondisi sosial khusus, sehingga memunculkan tindakan yang

di luar kewajaran . Dengan kata lain, ritual lebih merupakan

12 Wawancara dengan Juru Kunci Makam Pangeran Samudro Dw, di Pelataran

Makam, 16 Februari 17, 17.30 WIB.

13 Wawancara dengan peziarah dengan purpose sampling dalam kurun waktu

(7)

sebuah strategi tentang cara bertindak dalam situasi sosial

khusus yang disebut dengan istilah ritualization.14 Strategi

ritualisasi tersebut berakar pada the social body, yakni

lingkungannya. Menurutnya, tubuh atau bangunan sosial berhubungan dengan pengalaman kosmologi masyarakat, sehingga ritual memiliki peran dalam membangun tubuh sosial. Oleh sebab itu, untuk memahami ritual mau tak mau

mesti memahami konteks tindakan ritual , yakni konteks

sosial atau lingkungannya.

Bell berpendapat, bahwa ritualisasi yang

dikembangkan oleh suatu masyarakat tidak dapat lepas dari dimensi sosial dan sejarah. Ritual dikonstruksi oleh masyarakat yang berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial

di tengah perubahan yang sedang atau telah dihadapinya.15

Terkait dengan konteks sosialnya, ritual tidak dapat dilepaskan juga dari konteks politik yang sedang berkembang di masyarakat. Hegemoni kekuasaan yang terpantul dalam praktik kekerasan dengan ideologinya, dan politik identitas yang ditawarkan oleh penguasa politik menjadi amatan yang perlu dikaji dalam menelisik ritual secara mendalam. Dominasi politik yang berkembang memberikan sedikit gambaran berkenaan dengan praktik kekuasaan, segmentasi di dalam masyarakat, manipulasi sistem sosial sampai dengan resistensi di dalam masyarakat. Perkembangan ritual sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tersebut, dan sangat rentan dijadikan sebagai kendaraan kekuasaan untuk dimanipulasi sebagai alat

kontrol kekuasaan.16 Ritual berhubungan erat dengan

keragaman politik, kolonialisme, perjumpaan dengan budaya

14 Lihat Kerangka Teori Bell yang telah dibahas di dalam Bab 2 tulisan ini. 15 Lihat juga pemikiran Durkheim dalam The Elementary Forms of the Religious

Life, yang menyatakan pula bahwa ritual dipakai sebagai kontrol sosial di dalam masyarakat. Pemikiran Max Weber juga senada dengan hal ini, bahwa ritual (agama) mempengaruhi gerak dan laju masyarakat terhadap perubahan yang dihadapinya.

16 Lihat konteks perkembangan keberagamaan dalam Karl Marx, The Economic

(8)

baru dan dominasi ekonomi. Oleh sebab itu, situasi sosial dalam perkembangan ritual perlu ditelisik lebih dalam, untuk dapat melihat konstruksi sosial terhadap ritual yang ada.

Menilik kembali tentang ritual ngalab berkah di Gunung

Kemukus, sense of ritual di dalam masyarakat muncul kembali

setelah menghadapi situasi khusus, terkait dengan penutupan dari pemerintah. Dua dimensi yaitu sejarah dan sosial tidak dapat terlepas dari ritualisasi di dalam masyarakat. Dimensi sejarah perlu dilihat secara mendalam terkait dengan ritualisasi di dalam masyarakat. Pasca penutupan oleh pemerintah, masyarakat Gunung Kemukus kembali mengingat awal mula terjadinya ritual di tempat tersebut. Pemerintah dalam hal ini dinas pariwisata Kabupaten Sragen menyerukan

kembali untuk memaknai ritual dengan semangat

spiritualitasnya. Pihak pemerintah memberikan pemahaman bahwa ritual yang ada sekarang sudah terkhamiri oleh globalisasi, sehingga ritual yang seharusnya sangat erat dengan hal yang sakral dan spiritual, disalahgunakan untuk menutupi praktek prostitusi. Lebih lanjut, dari dimensi sejarah, pihak pemerintah berusaha mengembalikan arti wejangan dari

Pangeran Samudro terkait dengan kata demenan yang selama ini diartikan sebagai selingkuhan, dikembalikan ke arti yang

sebenarnya adalah sesuatu yang sangat dicintainya.17

Pemaknaan kembali ini dilakukan untuk memberikan pembelajaran para pengunjung dan peziarah supaya tidak

lepas dari sejarah yang ada. Tag line yang diusungnya adalah

Kemukus Baru, dengan mengembalikan Gunung Kemukus

menjadi obyek wisata religius yang kental dengan

spiritualitasnya.18

Dimensi sejarah tidak dapat dilepaskan dalam kaitannya dengan ritualisasi di Gunung Kemukus. Sejarah

17 Wawancara dengan Az, Kepala Seksi Dinas Pariwisata Kab. Sragen, di

Pelataran Sendang Ontrowulan, 5 Mei 2017, 15.30 WIB

(9)

munculnya ritual ngalab berkah menjadi penguat dalam

mengembalikan sifat spiritualitasnya. Ritual yang

dikembangkannya pun berusaha mengeliminir pelengkap-pelengkap ritual dari hasil konstruksi mazhab sebelumnya. Praktek ritual seks mulai dikebiri dengan peraturan melarang rumah karaoke beroperasi di kawasan makam, sampai dengan peraturan menunjukkan karcis masuk, ketika hendak memasuki kawasan makam Pangeran Samudro. Rekonstruksi ritual dengan berbasis dimensi sejarah dikembangkan oleh pihak pemerintah guna membangun kembali obyek wisata religi di Gunung Kemukus.

Dimensi sosial juga tak lepas dari ritualisasi di Gunung Kemukus. Berdasarkan amatan dari Koentjoro, seorang guru besar dari Universitas Gadjah Mada menuturkan bahwa penutupan Gunung Kemukus oleh Gubernur Jawa Tengah ada

kaitannya dengan permasalahan politik identitas.

Permasalahan penutupan Gunung Kemukus sangat berdekatan dengan penutupan lokalisasi Dolly di Jawa Timur dan lokalisasi Kalijodo di DKI Jakarta. Jawa Tengah tidak mau ketinggalan, akhirnya menjadikan Gunung Kemukus sebagai sasarannya, sebagai tandingan dari kedua lokalisasi yang ditutup oleh kedua daerah tersebut. Menurut analisanya, politik identitas terjadi untuk memberikan pembuktikan kepada masyarakat

bahwa pemerintah daerah berkomitmen kuat untuk

memberantas praktik prostitusi.19 Hegemoni kekuasaan sangat

kental bermain di dalamnya, sehingga penutupan Gunung Kemukus terkesan tanpa sosialisasi kepada masyarakat.

Dimensi sosial lain yang berkaitan erat dengan ritualisasi di Gunung Kemukus adalah resistensi di kalangan masyarakat. Penutupan yang dilakukan oleh pemerintah sangat dikecam oleh masyarakat yang tinggal di kawasan

19 Wawancara dengan Prof. Koentjoro di kediamannya di Yogyakarta, 20 Oktober

(10)

tersebut. Resistensi ini akhirnya menimbulkan gejolak sosial di

dalam masyarakat. Konsolidasi dilakukan dari pihak

pemerintah dengan menggandeng tokoh masyarakat dan para sesepuh desa guna meredam gejolak di dalam masyarakat. Langkah tersebut diambil karena dalam sistem sosial masyarakat di kawasan Gunung Kemukus, sesepuh desa sangat

dihargai oleh masyarakat setempat.20 Konsolidasi tersebut

terbukti efektif untuk tidak memperpanjang konflik internal yang terjadi di Gunung Kemukus. Dari dimensi sosial tersebut

didapati bahwa sense of ritual di dalam masyarakat

berkembang dan berupaya mengembalikan ritual kepada fungsinya yang semula, yaitu sebagai sarana berziarah ke makam Pangeran Samudro. Titik temu dari masyarakat dan

pemerintah adalah menginginkan peningkatan jumlah

pengunjung di Gunung Kemukus, sehingga kondisi ekonominya juga ikut meningkat. Titik temu inilah yang menjadi titik urai dari konflik penutupan di Gunung Kemukus.

Dimensi sejarah dan dimensi sosial berperan penting dalam perkembangan ritual di Gunung Kemukus. Kepentingan pemerintah untuk mendapat pemasukan melalui tiket masuk dan retribusi, serta kepentingan masyarakat melalui barang dagangan dan jasa yang ditawarkan menjadi titik sepakat untuk bersama-sama mengembalikan kharisma ritual di Gunung Kemukus. Pemerintah melalui dinas pariwisata, dan masyarakat melalui GEMPAR (pamswakarsa) bergandeng

tangan mengawal ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus.

Penertiban rumah karaoke dan PSK dilakukan secara serempak guna membangun ritual yang lebih spiritual, tanpa dinodai oleh praktik prostitusi. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat tersebut dalam rangka merekonstruksi ritual ngalab berkah agar tidak ternodai dengan prostitusi, yang

20 Lihat pada Bab III terkait dengan sistem sosial di masyarakat kawasan Gunung

(11)

berdampak pada penutupan dan stigma negatif oleh masyarakat luas. Apabila melihat lebih jauh, maka ujung dari rekonstruksi ritual tersebut adalah motif ekonomi. Pengunjung yang ramai berdatangan akhirnya memberikan keuntungan bagi pemerintah dan masyarakat.

Ritual yang dibangun dalam dua dimensi tersebut diatas menghasilkan ritual yang bersifat spiritual, namun tersirat dominasi ekonomi di dalamnya. Peraturan rumah karaoke yang ditutup, pada akhirnya dibuka kembali oleh

pemilik modal, dan terkesan dibiarkan oleh petugas terkait.21

Rumah karaoke diijinkan beroperasi di luar malam ritual. Lebih lanjut, para PSK mulai berimprovisasi dengan

mengadakan ritual nikah Mut ah dalam upayanya melegalisasi

prostitusinya.22 Ritual mandi suci juga dikisahkan oleh

masyarakat, supaya dagangan botolnya laku keras.23 Beragam

ritual tersebut dikonstruksi sebagai bagian menjawab tantangan ritual yang berspiritual, tetapi juga ritual dan dapat dijadikan sebagai komoditas. Akhirnya, dominasi ekonomi yang tersirat dalam perkembangan ritual di Gunung Kemukus, dengan memakai dimensi sejarah dan dimensi sosial sebagai alat kendaranya.

C. Bangunan Ritual Pasca Konflik di Gunung Kemukus

Merujuk pada pemikiran Bell, ia menawarkan tiga aspek penting dalam melakukan pendekatan terhadap ritual. Aspek tersebut meliputi

1. Ritual perlu dianalisis dan dipahami dalam konteks riilnya,

terkait dengan motif bertindak terhadap cara bertindak di dalam budaya dan konteks sosialnya.

21 Informasi di dapat dari Ibu Srw, pedagang makanan di pelataran makam

Pangeran Samudro, 6 Juli 2017, 22.20 WIB.

22 Lihat Bab III terkait dengan Nikah Mut ah.

(12)

Dalam kaitannya dengan ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus, dalam menganalisis cara bertindak dalam kerangka budaya dan konteks sosialnya, diperlukan pemahaman yang tepat terkait dengan motif dan perilaku para peziarah dalam melaksanakan ritualnya. Apabila ditelusuri secara mendalam, motif para peziarah

melakukan ritual di Gunung Kemukus yaitu

mengharapkan berkah dari Pangeran Samudro, supaya dikabulkan semua apa yang diinginkannya. Motif para peziarah terbentuk dari mitos/cerita yang terbentuk (dibentuk) oleh kombinasi dari juru kunci, pemerintah dan masyarakat sekitar. Melalui tradisi oral, mitos/cerita tersebut tersebar luas, sehingga menuntun orang yang

mempunyai motif mencari pesugihan datang untuk

beritual di Gunung Kemukus.

Motif dari para peziarah yang terkondisikan oleh bangunan mitos yang ada, selanjutnya membentuk cara bertindak selama melakukan ritual. Dalam kaitannya

dengan ritual seks sebagai tata cara ritual ngalab berkah,

para peziarah berpendapat bahwa tindakan tersebut tidaklah salah, karena sudah sesuai dengan ajaran dan ujaran dari Pangeran Samudro, toh nyatanya juga berhasil dalam mewujudkan apa yang diingininya. Dalam konteks sosial di Gunung Kemukus, cara bertindak yang demikian bukanlah sesuatu yang salah, akan tetapi merupakan sebuah kewajaran. Seseorang melakukan hubungan seks dengan orang yang bukan pasangannya sudah menjadi hal yang normal, berdasarkan konteks sosial yang ada di Gunung Kemukus.

Menilik dari kosmologi Jawa, seks merupakan

sebuah ritual untuk mendapatkan ketenangan,

keberkahan dan kesaktian. Mitologi dari pewayangan yang

ditokohkan Arjuna menjadi dasar bagi laku seksual

(13)

mendekat dengan Kang Gawe Urip (Yang Memberi Hidup) dan sebagai sarana untuk melepaskan beban di alam nyata. Dari kosmologi Jawa, seks sebagai salah satu sarana

untuk menjembatani antara makrokosmos dan

mikrokosmos. Apabila bercermin dari kosmologi Jawa, maka ritual seks di Gunung Kemukus merupakan sebuah hal yang wajar. Melalui ritual seks, peziarah mendapatkan ketenangan hidup dan mampu melepaskan tekanan hidup di alam nyata. Mengingat, rata-rata peziarah yang datang ke Gunung Kemukus mengalami tekanan kehidupan.

Di sisi yang lain, peziarah di Gunung Kemukus datang mencari berkah untuk kehidupannya. Melalui ritual seks, para peziarah akan mendapatkan keberkahan dan kesuburan di alam nyata. Keyakinan dalam agama Jawa, melalui ritual seks seseorang akan mendapat keberkahan di dalam hidupnya. Berkah yang diminta melalui Pangeran Samudro akan ditutup dengan ritual seks sebagai puncak

ritual ngalab berkah. Dalam pandangan kosmologi Jawa,

hal tersebut adalah sesuatu yang wajar. Seks mampu

mendekatkan diri kepada dunia supranatural. Melalui seks, beban di dunia akan terlepas (mikrokosmos) dan mampu menarik berkah dari dunia supranatural (makrokosmos). Oleh karena itu, ritual seks yang dilakukan oleh para peziarah di Gunung Kemukus diyakini

dapat mendamaikan kembali mikrokosmos dan

makrokosmosnya.

Secara faktual, contoh kasus Pak Min (bukan nama

sebenarnya) seorang peziarah yang berasal dari

Yogyakarta dapat menjadi cerminan menarik tentang Ritual di Gunung Kemukus. Dalam proses wawancara mendalam dan pengamatan ritual yang dilakukan oleh Pak Min, beliau telah lama ritual di Gunung Kemukus. Pak Min

menuturkan, wes ket tahun 90 an aku ngalab berkah ning

(14)

di sini-Gunung Kemukus mas). Ketika ditanyakan kondisi awalnya sebelum ritual di Gunung Kemukus, beliau

mengisahkan biyen aku mung buruh pasir mas, melu truk pasir Magelangan, hasile pas-pasan, kadang balek ra gowo duit. Awake kesel, atine kesel, uripe dadi owel. Aku dikandani koncoku trus diajak melu ngalab berkah nang kene. Pisanane mung melu-melu, asal mantep nglakoni. Eh...jebule keberkahan tenanan. Pas ping 5 mrene, aku nduwe truk pasir dewe. Saiki aku nduwe truk 8, iso nukoke omah anaku siji-siji, anakku 4 . ( Dulu saya hanya buruh pasir mas, ikut truk pasir dari wilayah Magelang, dan mendapat hasil cukupan, terkadang pulang tidak bawa uang. Badannya capek, hatinya capek dan hidupnya jadi owel. Saya diberitahu teman, lalu diajak ikut ngalab berkah di sini (red.Gunung Kemukus). Awalnya hanya ikut-ikutan, asalkan mantap untuk melakukan ritual. Ternyata, benar mendapat berkah. Sesudah lima kali ritual di sini, saya punya truk pasir sendiri. Sekarang saya punya delapan truk dan dapat membelikan rumah anakku satu-satu, padahal anakku ada empat orang).

Lebih lanjut Pak Min menjelaskan laku ritual

Ngalab berkah dan keyakinannya terhadap Pangeran

(15)

di jodohke kanjeng Pengeran. Jodokene nek bar nyekar, tenguk-tenguk nang pendopo, wong wadon sing nyedaki opo sing nang kono kui dijodoke karo Kanjeng Pangeran. Dadine ora ngolek nang nggon kono kui. Ora gowo dewe, ora golek, tapi ditemoke Kanjeng Pangeran nang kene. Laki kui suci nek ditemoke Kanjeng Pangeran, berkahe cepet

tekan. Nyatane aku dewe wes kaberkahan sampe saiki . (Di

(16)

Realitanya saya sendiri sudah mendapat berkah sampai sekarang).

Pak Min salah satu contoh peziarah dari sekian banyak peziarah yang masih hidup dalam kosmologi Jawa. Dalam pandangan dan keyakinannya, ritual seks merupakan hal yang suci, dan dapat menarik berkah dari dunia supranatural. Ketika ditanya perihal stigma negatif

dari ritual seks, Pak Min berkomentar wong saiki sing ra ngerti sajatine ngalab berkah kui opo. Salahe wong saiki laki kui cuman nggo nafsu tok, ora nglakoni temen. Sing marai elek kui sing mrene ora ngalab berkah tapi nggo

nafsu tok . (Orang zaman sekarang tidak mengerti makna

sebenarnya tentang Ngalab Berkah. Salahnya, orang

sekarang melakukan seks itu hanya untuk pemuas nafsu saja, tidak untuk melakukan ritual dengan sungguh-sungguh. Yang membuat jelek dan negatif itu para

peziarah yang datang ke sini tidak untuk Ngalab Berkah,

tetapi hanya sebagai pemuas nafsu saja). Pernyataan dari Pak Min yang telah lama berziarah di Gunung Kemukus mengungkapkan esensi ritual telah memudar, sehingga ritual seks berkembang menjadi komoditas ekonomi semata. Esensi ritual dari kosmologi Jawa telah berubah menjadi komoditas ekonomi semata.

(17)

samawi, khususnya Islam abangan.24 Ritual seks yang

dipandang sebagai kewajaran dan sesuatu yang suci, mendapat stigma negatif karena dipandang memakai kacamata agama. Masalah paradigma inilah yang menjadi permasalahan stigma negatif ritual seks di Gunung Kemukus. Perlu memakai paradigma kosmologi Jawa dalam memandang ritual seks, guna memahami esensi, hakiki dan lestarinya ritual di Gunung Kemukus.

2. Perlu dianalisis dari sisi kualitas tindakan dalam ritual

yang tampak dalam gesture dan ruang khusus yang dikonstruksi dan berfungsi menata (kembali) nilai-nilai lingkungannya.

Terkait dengan kualitas tindakan di dalam ritual,

para peziarah yang melakukan ritual ngalab berkah dapat

dilihat dari gesturenya ketika berada di dalam ruang juru kunci, baik di sendang maupun di makam. Dari gesturnya,

peziarah yang menghampiri juru kunci untuk

didoakan/dibacakan doa, terlihat sangat khusuk. Di ruang juru kunci, peziarah mengkonstruksi pikiran dan bantinnya, guna mengunjukkan permohonannya kepada Eyang Samudro. Gestur yang paling nampak terkait dengan kesungguhannya menaikkan harapannya kepada Pangeran Samudro, dapat dilihat ketika menaikkan doanya di pusara Kanjeng Pangeran. Para peziarah percaya, di pusara tersebut di makamkan Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan. Oleh sebab itu, di pusara tersebut para peziarah terlihat akan lebih emosional dalam menyampaikan doanya. Ada yang menangis sambil memeluk pusara, ada yang diam, ada yang khusuk menaikkan doa, ada yang menari dan ada pula yang hanya

menatapi pusara sambil sesenggukan seolah kehilangan

24 Lihat konsep Islam Abangan pada tulisan Clifford Geertz, Religion of Java,

(18)

sahabat lamanya. Di ruangan tersebut sengaja diberi ruang khusus, yang berfungsi menata hati, pikiran dan batinnya untuk kembali kuat dalam menghadapi dunia nyata. Hampir semua peziarah menuturkan, bahwa ketika keluar dari pusara Pangeran Samudro, ada ketenangan, ketegaran, kekuatan dan semangat baru yang dipercaya

diberikan oleh Kanjeng Pangeran.25

3. Ritual mempromosikan otoritas kekuatan bagi

pengetahuan pelaku ritual untuk mengatur

pengalamannya, sesuai dengan nilai ritualnya.

Berdasarkan fakta obyektif, otoritas kekuatan yang termanifestasikan di dalam pengalaman ritual adalah

sebuah daya tarik dari ritual ngalab berkah di Gunung

Kemukus. Pengalaman akan kekuatan yang dihasilkan dari ritual inilah yang menjadikan para peziarah selalu ramai untuk berkunjung ke Gunung Kemukus. Daya magis ritual ngalab berkah didapati dari fakta selalu adanya ritual selametan di malam Jumat Pon. Hampir di setiap malam Jumat Pon, selalu ada tiga sampai empat orang melakukan

ritual selametan sebagai sarana mengucapkan syukur atas

berkah yang diberikan oleh Pangeran Samudro.26

Konstruksi cerita otoritas kekuatan secara lisan dan fakta yang dilihat di Gunung Kemukus, menambah keyakinan para peziarah akan kekuatan magis yang didapat melalui

ritual ngalab berkah. Otoritas kekuatan dari ritual inilah

yang kemudian menjadi sebuah promosi tersendiri di kalangan masyarakat. Pasca penutupan oleh pemerintah, promosi yang paling efektif untuk menarik kembali para peziarah adalah konstruksi cerita akan otoritas kekuatan dari ritual ngalab berkah itu sendiri.

25 Wawancara dengan peziarah dengan purpose sampling dalam kurun waktu

Oktober 2016 – Maret 2017.

(19)

Beberapa aspek tersebut di atas memegang peranan penting dalam keberlangsungan ritual di Gunung Kemukus. Ketiga aspek tersebut di atas memegang peranan penting dalam bangunan ritual di Gunung Kemukus. Untuk melihat

lebih jauh terkait dengan ritual ngalab berkah, perlu ditilik

karakteristik dari aktivitas ritualnya. Merujuk dari pemikiran Bell, karakteristik dalam bangunan aktivitas ritual berkembang

dinamis di dalam masyarakat. Karakteristik tersebut adalah27 :

Pertama, aktivitas ritual bersifat formal dan/atau diformalisasi. Aktivitas ritual sangat berlainan dengan aktivitas harian. Aktivitas ritual akhirnya dicirikan sebagai aktivitas formal atau diformalkan yang menjadi pembeda dengan aktivitas kesehariannya. Aktivitas tersebut tampak melalui gesture, tuturan, perilaku, ekspresi, yang menandakan adanya hirarki dan ciri tradisi budaya yang ada (tradisional, lokalitasnya). Terkadang formalitas tersebut memperkuat status quo, mengomunikasikan pesan-pesan sosial budaya yang kompleks dengan cara sederhana (klasifikasi sosial, hubungan hierarkis, negosiasi identitas, posisi dalam hubungan-hubungan sosial).

Dalam kaitannya dengan ritual ngalab berkah di

Gunung Kemukus, aktivitas ritual terlihat sangat formal. Tata cara ritual diatur sedemikian rupa, sampai dengan cara bertutur kata diatur di dalam tradisi oral ritualnya. Penanda ritual yang menarik terlihat dari karakteristik peziarah yang tampak dalam gesturnya ketika berhadapan dengan Juru Kunci dan ketika hendak memasuki ruang makam, maupun sendang. Peziarah biasanya akan menunduk dan membungkukan badannya seraya memberi hormat kepada Juru Kunci. Hal ini juga akan dilakukan ketika hendak masuk ke Sendang Ontrowulan, maupun ke Makam Pangeran Samudro. Gestur ini menjadi penanda bahwa peziarah sangat menghormati Juru

(20)

Kunci sebagai perantara antara peziarah dengan Pangeran Samudro.

Dari gesture tersebut dapat dilihat hubungan hierarki di antara peziarah dan Juru Kunci. Para peziarah sangat menghormati Juru Kunci, karena merasa melalui beliaulah doa dan permohonan mereka dapat dikabulkan. Hubungan ini

ditandai dengan pemberian pajak berupa uang sukarela,

dengan tujuan supaya dibantu menaikkan doa dan

permohonannya, sehingga dapat diterima dan dikabulkan oleh Kanjeng Pangeran. Peziarah cenderung akan melakukan apa saja perintah, petunjuk maupun petuah dari Juru Kunci terkait dengan permohonan mereka. Hubungan hierarki antara Juru Kunci dan para peziarah ini menjadi karakteristik tersendiri di Gunung Kemukus.

Kedua, traditionalization. Karakteristik tradisional mencirikan lokalitas tradisi dan budaya dari masyarakat. Ciri tradisional sangat erat kaitannya dengan sejarah dan ingatan masa lalu tentang suatu peristiwa, tokoh atau sesuatu yang membekas dalam ingatan masyarakat setempat. Bentuk

tradisional nampak dalam penggunaan kostum,

tuturan/bahasa yang berfungsi menegakkan identitas dan

mempertahankan batas-batas dan otoritas masyarakat

tradisional. Daya tariknya ada pada tradisi atau adat kebiasaan di mana orang mengulangi peristiwa historis dengan sangat dekat.

(21)

Pangeran. Peziarah yang membawa bunga tersebut merasa sangat dekat dengan Kanjeng Pangeran, karena merasa sudah menyenangkan hati pujaannya. Bunga dijadikan sebagai sebuah sarana untuk mencirikan sosok Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan.

Dalam ritual larung lanse, ciri yang menonjol adalah

adanya tarian prajuritan yang dikembangkan dalam rangkaian upacara melarung lanse. Para pemuda dan pemudi yang dirias bak prajurit keraton dimunculkan untuk menambah kedekatan dan kelekatan akan aura kerajaan dari Pangeran Samudro. Lanse yang dibawa kemudian dibumbui dengan beragam cerita untuk menyuguhkan kekuatan magis dari lanse yang dibawa untuk dicuci di air aliran kedunh ombo. Kekuatan dari lanse inilah yang kemudian menjadi penanda sosok Pangeran

Samudro yang disakralkan.28 Ritual larung lanse menjadi

penanda tradisionalisasi dari Gunung Kemukus, terkait dengan dilestarikannya tarian, cerita dan mitos yang dibawanya.

Ketiga, invarian. Dalam hal ini, dapat diamati bahwa ritual yang berlangsung di masyarakat tidak mengalami banyak varian. Ritual yang ada cenderung merupakan repetisi dari format yang ada sebelumnya. Perbedaan karakteristik ini

dengan tradisional yaitu While traditionalism involves an

appeal to the authority of the past that subordinates the present, invariance seems to be more concerned with ignoring the passage of time in general. It appears to suppress the significance of the personal and particular moment in favor of the timeless authority of the group, its doctrine, or its practices.29

Karakteristik ini sangat personal, namun tetap mengarah kepada doktrin untuk diimplementasikan dalam praksis ritualnya. Dalam karakteristik ini, muncul kekaguman dan

(22)

sekaligus kegundahgulanaan dalam jiwa pribadi sang pelaku ritual, yang selanjutnya berdampak pada laku ritualnya.

Dalam kaitannya dengan invarian, ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus tidak banyak mengalami variasi dalam perkembangan ritualnya. Perkembangan ritual yang ada merupakan modifikasi dari ritual yang telah ada. Pasca konflik penutupan oleh pemerintah, ritual yang seolah mengalami perkembangan tetap mengacu kepada doktrin bahwa segala permintaan yang dimohonkan kepada Kanjeng Pangeran Kemukus akan dikabulkan. Praksis ritual mulai dari nikah

mut ah sampai dengan mandi suci30, semuanya merupakan

sebuah repetisi dari ritual yang sudah ada sebelumnya. Hanya praksis ritual yang dilakukan sangat personal, sehingga nampak terjadi perkembangan. Namun, kesemuanya tersebut tetap merujuk kepada ajaran Pangeran Samudro, untuk mengagungkannya dan kuasanya untuk mengabulkan semua permohonan para peziarah. Kebutuhan dan tekanan hidup yang berbeda-beda dari para peziarah inilah yang kemudian mewarnai kondisi jiwanya, sehingga praktik ritualnya terlihat

sangat bervariasi tergantung dengan ekspresi jiwa

personalnya.

Keempat, sangat menekankan aturan, tradisi, dan tabu yang diritualisasikan, termasuk cara berpakaian, tuturan, gesture. Penekanan kepada aturan diberlakukan untuk menjaga harmoni sosial di dalam masyarakat, atau dilakukan dalam konteks ketika ada kekacaubalauan atau penyimpangan terhadap aturan umum di dalam masyarakat.

Pasca konflik penutupan pemerintah, ritual di Gunung Kemukus dikembalikan kepada aturan dan tradisi tentang asal muasal ritual ziarah itu ada. Aturan berkenaan dengan pakaian mulai diperketat kembali. Sebelum adanya konflik, pakaian

30 Lihat penjelasan pada Bab II pada bagian ritual pasca konflik penutupan dari

(23)

yang dikenakan oleh para wanita cenderung terbuka. Namun, pasca konflik aturan tentang kesakralan tempat ziarah ditekankan kembali, sehingga pakaian yang dikenakanpun perlu ditertibkan. Pakaian yang dikenakan oleh perempuan di kawasan Gunung Kemukus diharuskan memakai pakaian yang

tertutup. Apabila sebelumnya banyak dijumpai memakai tank

top, pasca penutupan cenderung akan dijumpai para perempuan berpakaian muslim. Di sisi lain, tuturan dan gesture dari para peziarah juga diatur oleh pemerintah, melalui himbauan dari pengeras suara, maupun dari reklame yang dipampang di lokasi strategis. Peziarah mulai diatur tuturannya untuk tidak mengucapkan kata-kata kotor, berteriak dan makian. Pemerintah juga mengembalikan

kawasan makam menjadi lokasi yang wingit. Hal ini dilakukan

untuk mencegah terjadinya penyimpangan di lokasi tersebut, baik untuk melakukan hubungan seks, maupun untuk buang air sembarangan. Hal tabu, tuturan dan pakaian diatur untuk menstabilkan kondisi pascakonflik di dalam masyarakat, sehingga tercipta harmonisasi di dalamnya.

Kelima, sakralisasi simbol. Aktivitas ini merupakan penekanan terhadap simbol-simbol sakral yang ditarik kepada

realitas supranatural. Symbols like the flag, which Ortnels calls

summarizing symbols, effectively merge many ideas and

emotions under one image. This type of totalization generates a loose but encompassing set of ideas and emotions that readily evoke a collective sense of we - as in our flag.31 Sakralisasi

simbol dikonstruksi dari kesepakatan ide dan emosi untuk

menekankan ekspresi yang berbeda antara sisi sacred and

profan. Perbedaan perlakuan muncul dalam aktivitas memperlakukan simbol, baik agama maupun dunia sekuler, sebagai ungkapan gagasan atau ide dan emosi (nilai, perasaan,

31On totalization , see Richard P. Werbner (Ritual Passage Journey: The Process

(24)

sejarah, loyalitas) yang mengait erat dengan aspek kolektif dan identitasnya. Dengan kata lain, benda sebagai simbol suci bukan pada bendanya, tetapi pada cara mengekspresikan nilai dan sikap terhadap benda tersebut, sehingga benda tersebut memiliki nilai yang lebih besar, suci, mendalam, abstrak, transenden dari yang lainnya. Simbol-simbol tersebut bisa menunjuk pada tempat, bangunan, orang maupun sesuatu yang dianggap punya daya magis.

Menilik ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus, ada

beberapa simbol yang sangat disakralkan di kawasan tersebut. Dimulai dari sendang Ontrowulan, makam Pangeran Samudro, dan kain lanse sebagai penutup makam Pangeran Samudro. Meskipun ada beberapa makam kecil-kecil di kawasan Gunung Kemukus yang kerap kali diberikan sesaji, namun yang ketiga obyek tersebut yang lebih disakralkan dan dipercaya mempunyai daya magis yang paling kuat. Pasca konflik

penutupan Gunung Kemukus, ketiga obyek tersebut

direkonstruksi kesakralannya kembali oleh pemerintah dan masyarakat. Sebelum terjadi konflik penutupan Gunung Kemukus, di lokasi makam banyak dipakai untuk transaksi PSK dan berhubungan seks dengan pasangannya. Pasca konflik penutupan, pemerintah merekonstruksi kembali tentang kesakralan makam Pangeran Samudro, bekerja sama dengan masyarakat di kawasan Gunung Kemukus. Masyarakat mulai membangun cerita bahwa apabila melakukan hubungan seks di

sekitar makam akan kena kualat dan bisa gantet.32

Simbol makam yang mulai disakralkan kembali oleh pemerintah, didukung dengan dibangunkan tembok dan beberapa aturan yang menyertainya. Simbol lain yang disakralisasi adalah sendang dan airnya. Khasiat air sendang

32 Cerita ini didapat dari masyarakat di sekitar makam Pangeran Samudro.

(25)

mulai disimbolisasikan sebagai media yang dapat membawa keberuntungan dan keberhasilan. Story telling dari masyarakat membuat peziarah mulai mensakralkan kembali air sendang,

yang dipercaya sebagai air suci, sehingga rela

membawa/membeli air untuk dimanfaatkan di tempat asalnya. Kain lanse juga dipercaya sebagai simbol kekuatan dari

Pangeran Samudro, sehingga orang berebut untuk

mendapatkan kain tersebut. Pasca konflik penutupan Gunung Kemukus, ketiga simbol ini dipercaya sebagai perantara kepada yang transenden, yaitu Pangeran Samudro, sehingga terjadi perbedaan dan pembedaan dalam sikap dan memperlakukannya. Sakralisasi simbol ini yang paling gencar digulirkan pemerintah dalam mengembangkan kembali wisata ziarah di Gunung Kemukus. Mengingat, hal inilah yang laik

untuk dijual di kalangan masyarakat.

Keenam berciri pertunjukan (performance), bersifat dramatis, menekankan tindakan simbolis yang dilakukan

secara sadar di depan publik. Hal ini bertujuan

mengomunikasikan pesan berupa gambar visual, suara (teriakan), bunyi, penciuman, dan lainnya untuk meyakinkan orang sehingga orang menerima kebenaran aktivitas tersebut,

melalui simbol-simbol sakral sebagai cerminan dari

mikrokosmos dan makrokosmos . Oleh sebab itu, dalam

ritual akan sarat dengan pertunjukan teatrikal, dramatic

spestacles dan public events yang dapat melibatkan serta mengundang kumpulan massa pada hari-hari sucinya.

(26)

sakral dari ritual ziarah di Gunung Kemukus. Di sisi lain,

pertunjukkan yang paling apik terkait dengan ritual larung

lanse.33 Pada ritual tersebut akan nampak perpaduan antara

budaya, tradisi dan mistisisme dari Gunung Kemukus. Performance di ritual ini yang mampu menarik ribuan orang datang ke Gunung Kemukus setiap tahunnya.

Bangunan ritual pasca konflik di Gunung Kemukus memuat aspek dan karakteristik yang kemukakan oleh Bell.

Karakteristik dari ritual ngalap berkah mampu dimaksimalkan

oleh pemerintah dan masyarakat untuk kembali menarik pengunjung berziarah di Gunung Kemukus. Karakteristik

tersebut difungsikan sebagai pondasi bangunan dari

Rekonstruksi ritual di Gunung Kemukus. Bangunan ritual yang dibangun telah berhasil menarik kembali peziarah ke Gunung Kemukus. Ini terlihat dari data di dinas pariwisata sebagai pengelola Gunung Kemukus, pengunjung terus meningkat sejak dan hampir di posisi normal, seperti sebelum terjadi konflik. Pengunjung di malam Jumat Pon bulan Juli 2017,

didapati mencapai 3000 orang.34

D. Kontribusi Teori Rekonstruksi Ritual

Ritual di dalam masyarakat mempunyai keunikan tersendiri. Hampir tidak ada kesamaan antara praktik ritual dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Dalam paradigma masyarakat tradisional, ritual merupakan sebuah formula untuk keluar dari sebuah keadaan yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, Bell menekankan bahwa ritual di dalam masyarakat akan selalu mengalami perubahan, bergantung dengan konteksnya. Konteks yang selalu dinamis di dalam masyarakat merangsang pergerakkan dalam struktur,

33 Penjelasan ritual ini dapat dibaca di bab III terkait dengan larung lanse dan

satu suro.

34 Data didapat dari wawancara dengan Spn, dinas pariwisata Gunung Kemukus,

(27)

simbol, interpretasi dan aktivitas ritualnya. Perubahan di dalam masyarakat yang menyebabkan terjadinya perubahan ritualnya.

Dinamika ritual tersebut tidak terlepas dari tiga hal, yaitu repudiating, returning dan romantis. Ketiga hal tersebut menjadi dimensi ritual yang selalu dapat dilihat dalam perkembangan ritual. Dalam rekonstruksi ritual, dimensi ini selalu terlihat dan selalu memegang peranan di dalamnya. Berkenaan dengan rekonstruksi ritual di Gunung Kemukus, ketiga dimensi ini sangat nampak dalam dinamika ritualnya. Repudiating

Pada bagian ini, Bell berpendapat dalam perubahan ritual di dalam masyarakat, selalu ditandai dengan penolakan terhadap tradisi ritualnya sendiri. Penolakan tersebut dapat disebabkan karena evolusi, rasionalisasi maupun modernisasi. Rekonstruksi ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus, dimulai dari penolakan praktek ritual yang dilakukan oleh para

peziarah. Masyarakat menolak praktik ritual, karena

melibatkan hubungan seks dengan para Pekerja Seks Komersial. Penolakan tersebut dinilai atas dasar pelanggaran norma agama dan berpotensi menularkan penyakit. Penolakan tersebut berasal dari paradigma agama dan rasionalisasi yang berkembang di masyarakat. Kesadaran dari masyarakat inilah

yang kemudian mendorong masyarakat melakukan

rekonstruksi ritual. Ziarah ke makam Pangeran Samudro tetap ingin dilestarikan beserta dengan cerita dan mitosnya, namun meninggalkan praktik ritual seksnya. Dimensi ritual ini yang kemudian memicu proses rekonstruksi ritual di masyarakat.

Proses repudiating yang terjadi di masyarakat, telah

dibumbui oleh agamaisasi, rasionalisasi dan kepentingan ekonomis, sehingga esensi ritual tertutupi oleh kepentingan

tersebut. Elemen rekonstruksi sosial yang dibangun

berdasarkan proses repudiating yang tidak tepat, menjadikan

(28)

berparadigma agama dan berdasarkan rasionalisasi di dalam masyarakat. Akibatnya, konsep kosmologi Jawa yang selama ini

ada dan dihidupi oleh peziarah serta sesepuh di Gunung

Kemukus mulai memudar, tertutupi oleh rekonstruksi ritual yang dibangun dalam proses rasionalisasi dan paradigma agama modern. Kepentingan ekonomis dan pragmatis yang menonjol, mengalahkan esensi ritual yang terbangun berdasarkan tradisi dan kosmologi Jawa.

Returning

Ketika mengalami penolakan akan ritual yang tengah berkembang, masyarakat kembali mengingat gagasan kembali tentang asal muasal tradisi dan ritual itu sendiri. Setelah mengalami penolakan, masyarakat di kawasan Gunung

Kemukus mulai mengingat kembali asal muasal ritual ngalab

berkah. Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh dinas pariwisata, menggulirkan cerita tentang asal muasal ritual ngalab berkah, disertai dengan sejarah yang ada tentang

Pangeran Samudro.35 Sejarah tersebut mencatat dan

mendukung bahwa praktik seks memang tidak dianjurkan

dalam ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus. Di sisi lain,

simbol-simbol sakral mulai diingat kembali dan ditempatkan dengan dibumbui kisah mistisnya. Sakralisasi simbol kembali digulirkan untuk mengingatkan kembali tentang kuasa dan

khasiat dalam menjalankan ritual ngalab berkah di Gunung

Kemukus. Simbol yang ada merupakan sebuah ekspresi intitutif dari ritual yang berkembang di masa lalu. Media ini dipakai sebagai sarana untuk mengingat kembali ritual yang berkembang di masa lalu, sehingga simbol-simbol yang ada sangat berkesan intuitif dan emosional. Melalui media itulah masyarakat dapat mengekspresikan kondisi spiritual, realitas alternatif dan keterhubungannya dengan sesama dan semesta.

35 Lihat penjelasan dalam Bab III, terkait dengan respon pemerintah pasca penutupan

(29)

Simbol yang kembali dimaknai dengan sisi spiritualitas dirasa

telah seperti aslinya (orisinal), sehingga mampu

menggerakkan ritual untuk mengeliminir praktik seks yang ada. Bukti ini memantapkan untuk merekonstruksi ritual dengan dalil merawat tradisi ziarah, dan meninggalkan kebiasaan ritual seksnya.

Konsep sejarah yang ada di kalangan pemerintah dan masyarakat di Gunung Kemukus telah terasionalisasi dan berada dalam tataran paradigma agama Islam abangan. Ngalab Berkah yang berkembang dalam kultur Jawa dan erat kaitannya dengan kosmologi Jawa, telah terdekonstruksi oleh paradigma agama dan rasionalisasi. Esensi Ngalab Berkah yang penuh dengan nuansa mistis Jawa, telah disakralisasi memakai konsep agama dan dalam kepentingan pariwisata semata.

Rekonstruksi sejarah yang dibangun akhirnya

mengesampingkan (meniadakan) konsep kosmologi Jawa

dalam membangun ritual Ngalab Berkah di Gunung Kemukus.

Returning yang terjadi di masyarakat akhirnya akan dapat menyebabkan tergerusnya kosmologi Jawa dan kultur Jawa yang esensi, karena telah terkhamiri oleh agamaisasi, rasionalisasi dan kepentingan pariwisata semata.

Romantis

Tradisi ritual tidak dapat dilepaskan dari berbagai

kepentingan. Ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus tidak

dapat dipungkiri juga sarat dengan kepentingan. Konflik penutupan Gunung Kemukus pun juga sarat dengan

kepentingan. Konflik penutupan yang berimbas pada

menurunnya jumlah pengunjung dan menurunnya ekonomi masyarakat, menyebabkan kondisi masyarakat mengalami sedikit ketegangan, baik dengan pemerintah maupun dengan

peziarah.36 Di masa kondisi chaos ini, romantisme akan

36 Lihat uraiannya pada bab III terkait dengan respon masyarakat pasca

(30)

kesalehan ritual yang membawa kepada hal yang positif dirindukan oleh masyarakat. Inilah yang menyebabkan masyarakat selalu ingin kembali kepada esensi dari ritual, yang mampu membebaskan, menyelamatkan dan memberi jalan keluar atas segala permasalahannya.

Dalam masa romantisme akan ritual yang mampu menyelamatkan mereka, rekonstruksi ritual dilakukan dengan mengembalikan esensi dan fungsi dari ritual. Ritual yang hening, tenang dan jauh dari hiruk pikuk lalu lalang orang dikembalikan, guna mendapatkan suasana kekhidmatan dari

ritual. Jika sebelumnya ritual ngalab berkah diwarnai dengan

dentuman lagu-lagu dangdut dari rumah-rumah karaoke, paska konflik penutupan ritual dibangun dengan penuh kekhidmatan, ketenangan dan keleluasaan berkomunikasi dengan junjungannya. Ritual yang khidmat, disertai dengan

ketenangan untuk melakukan permenungan mampu

menghadirkan suasana ritual yang membebaskan diri belenggu permasalahan mereka. Sisi romantisme inilah yang kemudian mewarnai rekonstruksi ritual yang mampu membebaskan diri dari situasi konflik dan segala permasalahan dalam hidupnya. Ritual direkonstruksi sedemikian rupa untuk mewujudkan esensi ritual yang membebaskan dari segala masalah hidupnya.

Ketiga hal ini merupakan fase dari rekonstruksi ritual di Gunung Kemukus. Pasca konflik, fase penolakan menjadi

pemicu munculnya returning. Di fase returning, pemerintah

memegang peranan penting untuk dapat memunculkan asal muasal ritual dan simbolisasi yang dipakai. Konsolidasi dengan sesepuh desa dan tokoh desa menjadi kunci untuk mengali

sejarah awal ritual ngalab berkah di Gunung Kemukus.

(31)

mampu membebaskan, memberi jalan keluar dan menyelamatkan dari keadaan dan permasalahan kehidupan.

Dari sisi pemerintah. ritual ngalab berkah berhasil

direkonstruksi dengan baik, dengan tetap merawat tradisi, berpijak kepada kebudayaan dan mampu menarik minat pengunjung untuk datang berziarah kembali di Gunung Kemukus. Rekonstruksi ritual dibangun dengan berpihak kepada masyarakat, yang bertujuan untuk melestarikan tradisi dan budaya setempat. Di samping itu, masyarakat dan pemerintah juga berkepentingan terkait dengan aspek

ekonomi. Ketika ritual ngalab berkah kembali diminati oleh

pengunjung, berarti pundi-pundi masyarakat bertambah dan retribusi untuk pemerintah meningkat pula.

Rekonstruksi ritual di Gunung Kemukus dipelopori oleh Pemerintah, yang dalam hal ini adalah Dinas Pariwisata Kabupaten Sragen. Pemerintah menggandeng juru kunci, sesepuh desa dan masyarakat setempat untuk memajukan kembali wisata religi di Gunung Kemukus, dengan sebuah tagline Kemukus Baru, yang bernuansa religius dan spiritualis Islami. Ritual direkonstruksi dengan rasionalisasi dan memakai paradigma agama disertai dengan paradigma modern sebagai alat analisisnya. Dari hasil rekonstruksi ini didapati, bahwa Wisata Religi di Gunung Kemukus kembali dapat menarik pengunjung untuk datang ke makam Pangeran Samudro. Pada bulan Agustus 2017, pengunjung sudah berkisar di empat ribuan orang. Rekonstruksi ritual yang diinisiasi oleh Pemerintah dengan masyarakat, terbukti efektif untuk menarik kembali pengunjung ke Gunung Kemukus.

Namun, apabila ditelisik lebih mendalam rekonstruksi ritual yang dikembangkan oleh pemerintah meninggalkan lobang di dalam sisi esensi ritual, dari sudut pandang

kosmologinya. Teori dari Bell terkait dengan returning,

repudiating dan romantis belum memadai dipakai sebagai alat

(32)

yaitu pengenalan yang benar tentang esensi ritual dan penghargaan akan nilai-nilai luhur dari ritus dan mitos yang

telah berkembang di dalam masyarakat. Bell, yang

mengelaborasikan pemikiran Durkheim, Eliade, Tambiah, Mauss, Geertz, V. Turner, Rappaport, Levi Strauss dan tokoh-tokoh yang lain, kurang jeli menyimpulkan perihal dunia kosmologi, dimana ritual, mitos dan tradisi hidup di dalamnya.

Bell hanya sebatas menarik simpulan dengan returning yang

mengakomodasi perihal orisinalitas simbolis yang sangat intuitif dan emosional. Jikalau hanya berdasar dari sisi intuitif dan emosinal saja, maka simbolisasi yang ada akan terkesan multitafsir, karena bergantung dengan intuitif dan emosional masyarakat dalam konteksnya. Jika dalam keadaan liminal, maka sisi intuitif emosionalnya akan terasa tajam, dan sebaliknya jika dalam keadaan baik, maka intuitif emosinalnya cenderung kurang peka dan tajam terhadap konteksnya.

Celah konstruksi teori dari Bell perlu dilengkapi dengan

rekognisi yang dapat digunakan untuk mengamati

perkembangan ritual di dalam masyarakat. Ritual perlu dipahami secara mendalam bukan hanya berdasarkan konteks sosial kemasyarakatannya, namun perlu ditinjau dari kosmologi yang berkembang di dalamnya. Ketika pengetahuan akan masa lalu terkait dengan mitos, tradisi, ritual dengan simbol-simbol yang ada diketahui secara utuh, maka masyarakat dapat melestarikan dan mengembangkan ritual sesuai dengan esensi ritualnya. Bell gagal melihat pentingnya rekognisi di dalam konstruksi ritual disebabkan tidak disertainya pengalaman dan pengamatan empiris dari konteks sosial masyarakat dalam konstruksi teori yang dibangunnya. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman empiris di Gunung Kemukus, rekognisi diperlukan sebagai pelengkap dalam melihat rekonstruksi ritual di dalam masyarakat.

(33)

telah mempunyai paradigma agamis, maka ritual dipandang berdasarkan paradigma agamis. Masyarakat modern akan memakai paradigma modernnya untuk melihat ritus, ritual dan simbol yang ada. Oleh sebab itu, diperlukan rekognisi terkait dengan ritus, mitos dan ritual yang ada, sebelum melakukan rekonstruksi ritual di dalam masyarakat. Tanpa rekognisi, rekonstruksi ritual yang ada akan mencerabut ritus, mitos dan ritual dari konteks tradisinya, sehingga ritual yang ada kehilangan esensi dan ruhnya. Pemaknaan simbolis yang ada sangat interpretatif bergantung dengan intuitif emosional masyarakat pada konteks dan paradigmanya.

Rekonstruksi ritual di Gunung Kemukus yang dibangun tanpa rekognisi telah mengubah budaya ritualnya menjadi lebih agamis, dan menafikan dimensi kosmologi Jawa. Prostitusi yang digadang-gadang dihilangkan, dari hasil rekonstruksi ritual didapati telah berubah bentuk dengan

memakai agama sebagai kedoknya. Nikah Mut ah, dan identitas

islami dipakai sebagai kedok improvisasi dari praktik ritual.

(34)

telah berubah motivasinya, yang awalnya merupakan sebuah laku ritual ngalab berkah, menjadi hanya berwisata untuk mencoba-coba dan mencari kesenangan semata.

Tanpa rekognisi yang benar terkait ritus, mitos dan ritual, maka keramaian pengunjung yang ada di Gunung Kemukus hanya bertransformasi untuk mengelabui peraturan yang ada. Komodifikasi dan konsumerisme menjadi hal yang kental di dalamnya, dan menafikan esensi ritual yang sejatinya sakral dan bertuah. Oleh karenanya, pemerintah dan masyarakat perlu mengenal ritual dalam konteks kosmologi Jawa, dimana tradisi dan ritus berkembang di dalamnya. Ketika rekognisi dinafikkan, maka bangunan ritual yang dihasilkan belum utuh sepenuhnya. Oleh sebab itu, dalam merekonstruksi

ritual diperlukan empat hal yaitu repudiating, returning,

Referensi

Dokumen terkait