• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penerapan Program Behavior Based Safety di Departemen Hydrocarbon Transportation PT. Chevron Pasific Indonesia Distrik Minas Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Penerapan Program Behavior Based Safety di Departemen Hydrocarbon Transportation PT. Chevron Pasific Indonesia Distrik Minas Tahun 2016"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahaya, Risiko, dan Kecelakaan Kerja

Bahaya adalah keadaan yang mempunyai potensi untuk menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan harta benda maupun lingkungan alam.Risiko adalah kemungkinan potensi terjadinya sesuatu yang menimbulkan kerugian. Sementara, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang dapat mengganggu proses produksi/operasi, merusak harta benda/aset, mencederai manusia, atau merusak lingkungan. Hubungan ketiganya ialah semakin tinggi paparan terhadap bahaya yang tidak dapat dikendalikan, maka semakin tinggi risiko yang dihadapi.Paparan meningkat dengan adanya perilaku tak aman dan keadaan tak aman (Gunawan dan Martowiyoto, 2015).

2.1.1 Sumber Bahaya

Menurut Sahab, kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian langsung maupun tidak langsung. Kerugian ini bias dikurangi jika kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dengan cara dideteksi sumber-sumber bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut (Indar, 2014).

Sumber-sumber bahaya berasal dari : 1. Manusia

a. Melakukan tindakan tidak aman, b. Kurang bergairah,

(2)

d. Emosi terganggu,

e. Pengaruh sikap pimpinan, f. Pengaruh motivasi. 2. Peralatan

a. Tidak digunakan sesuai fungsinya,

b. Tidak ada pelatihan tentang penggunaan alat, c. Tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman, d. Tidak ada perawatan atau pemeriksaan.

3. Bahan

Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan, antara lain :

a. Mudah terbakar, b. Mudah meledak, c. Menimbulkan alergi, d. Menyebabkan kanker, e. Bersifat racun,

f. Radioaktif,

g. Mengakibatkan kelainan pada janin,

h. Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh. 4. Proses

(3)

2.1.2 Manajemen Risiko

Menurut Sugandi dalam Socrates (2013), risiko adalah perwujudan potensi

bahaya yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar.Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar terjadi bencana atau kerugian lainnya.

Menurut Kerzner dalam Socrates (2013), manajemen risiko adalah serangkaian kegiatan yang salah satu di dalamnya terdapat penilaian (assement) atau analisis dan identifikasi bahaya. Identifikasi bahaya dalam manajemen risiko memerlukan metoda yang salah satunya merupakan daftar periksa atau Check List, yang biasa digunakan dalam program Behavior Based Safety.

2.1.3 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan manusia, merusak harta benda, atau kerugian terhadap proses.Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma‟mur, 2009).

(4)

konteks dimana ketiga faktor Man, Media, dan Machine berada dan dijalankan. Hal ini meliputi gaya manajemen, struktur organisasi, komunikasi, kebijakan, dan prosedur-prosedur yang dijalankan di organisasi.

2.1.3.1. Konsep Kecelekaan Kerja

Menurut Heinrich dalam Tarwaka (2008), teori sebab akibat terjadi kecelakaan dikenal dengan Teori Domino, yakni berupa kebiasaan, kesalahan, tindakan dan kondisi tidak aman, kecelakaan, serta cidera. Memutus rangkaian mata rantai tersebut dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Menurut Gunawan dan Martowiyoto (2015), teori domino yang diperbaharui dari Heinrich dilakukan oleh Frank E. Bird, Jr. menyatakan bahwa ada 5 domino dari model Bird mengenai sistematis proses terjadinya insiden : 1. Kerugian (Loss), sebagai domino kelima.

Berbentuk kerusakan atau cedera pada manusia, peralatan dan sarana, material, lingkungan alam, serta terganggunya proses operasi terjadi disebabkan karena insiden.

Selain itu, berdasarkan teori Heinrich, Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyampaikan bahwa kerugian diakibatkan salah satunya karena kurangnya pengawasan dari pihak manajemen yang tidak merencanakan dan mengorganisasi pekerja dengan benar serta tidak mengarahkan para pekerjanya untuk terampil dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. Insiden (Incident), sebagai domino keempat.

(5)

3. Penyebab Langsung (Immediate Causes), sebagai domino ketiga.

Berbentuk perilaku taka man maupun keadaan taka man di tempat kerja. a. Perilaku Tak Aman (Unsafe Act), mencakup :

1) Bekerja atau mengoperasikan tanpa kewenangan 2) Gagal memperingatkan

3) Gagal mengamankan

4) Beroperasi pada kecepatan yang salah 5) Membuat alat pengaman tidak berfungsi

6) Memakai Alat Pelindung Diri secara tidak benar 7) Penempatan secara salah

8) Mengangkat secara salah 9) Posisi tidak aman

10) Memelihara alat dalam keaadaan beroperasi 11) Bercanda saat bekerja

12) Gagal mengikuti prosedur

b. Keadaan Tak Aman (Unsafe Condition), mencakup : 1) Pelindung tidak memadai

2) Alat pelindung tak memadai

3) Peralatan, sarana, atau material rusak 4) Ruang kerja kerja terbatas

5) Kurangnya sistem peringatan 6) Bahaya kebakaran atau ledakan 7) Buruknya kebersihan

(6)

9) Paparan radiasi 10) Temperature ekstrem

11) Penerangan kurang atau lebih 12) Ventilasi tidak memadai 13) Lingkungan tidak aman

4. Penyebab Dasar (Basic Causes), sebagai domino ketiga a. Faktor Manusia

1) Kurang kemampuan 2) Kurang pengetahuan 3) Kurang keterampilan 4) Mengalami stress 5) Kurang motivasi

b. Faktor Pekerjaan dan Sistem

1) Kurang kepemimpinan/pengawasan 2) Kelemahan perekayasaan

3) Kelemahan pengadaan 4) Kurang pemeliharaan

5) Kurang peralatan, sarana kerja, material 6) Kurang standar kerja

7) Salah penggunaan

(7)

Menurut Frank E. Bird, kelemahan pengendalian manajemen merupakan sebab akar dari insiden yang sering terjadi di perusahaan modern, mencakup :

a. Program tidak memadai.

Tidak cukupnya ketersediaan program dan tidak cukupnya pengetahuan terhadap program.Kegiatan Health & Safety Environment (HES) tidak berupaya mengadakan kegiatan yang bertujuan mencegah insiden, seperti pedoman, pelatihan, penyediaan peralatan, ataupun pemeliharaan.

b. Standar dari program kurang memadai.

Program telah tersedia, tetapi program yang ditetapkan tidak cukup berarti atau tidak spesifik.Kurangnya kemampuan memberi petunjuk bagi upaya mencegah insiden, termasuk pengetahuan pada setiap pekerja.

c. Kurang kepatuhan terhadap standar.

Tersedia standar-standar bagi program, tetapi gagal melakukan kegiatan sesuai standar atau tidak dipatuhi oleh pekerja dan gagal mengatur pekerja agar mematuhi standar.

2.1.3.2 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

Menurut Cooper (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua :

1. Kerugian Langsung a. Biaya Investigasi

(8)

b. Kerusakan Sarana dan Downtime Production

Hal ini berupa kerusakan sarana produksi akibat kebakaran, peledakan, atau hal lainnya yang dapat merusak. Sementara downtime production berupa waktu yang terbuang akibat mengurusi karyawan yang mengalami cidera sehingga menghambat proses produksi atau tertundanya pekerjaan serta waktu terbuang untuk perbaikan akibat kerusakan.

c. Biaya Pengobatan dan Kompensasi

Jika terjadi kecelakaan, perusahaaan harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan terkait.

2. Kerugian Tidak Langsung a. Kerugian Sosial

Dampak sosial bagi keluarga korban yang mengalami kecelakaan maupun bagi lingkungan sosial sekitarnya.

b. Gangguan Bisnis dan Reputasi Perusahaan

Hal ini menyangkut nama baik perusahaan yang sudah lama dijaga bertahun-tahun secara tidak langsung akan berpengaruh pada hubungan bisnis.

c. Perbaikan atau Pergantian Staff/Manajemen

(9)

2.2 Behavior Based Safety (BBS)

Behavior Based Safety (BBS) adalah proses keterlibatan pekerja

dalammemahamiberbagai hal kemungkinan yang dapat menyebabkan cidera, memberi masukan, dan mengamati sesama rekan kerja demimengurangi perilaku berisiko (Kaila, 2010). Proses BBS secara terstruktur berupa mengidentifikasi perilaku, mengukur kinerja, memberikan feedback, mengidentifikasi perilaku baru, serta menentukan peran perkerja dalam jalannya program BBS (Krause dkk, 1990).

2.2.1 Model ABC

Agnew dan Syder (2008) menyatakan banyak perusahaan telah memiliki peraturan dan regulasi yang lengkap mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, namun masih banyak karyawan yang mengalami cidera dalam bekerja.Kenyataannya bahwa segala peraturan dan regulasi tersebut hanya sebuah pajangan instruksi.Krause (1990) menyatakan bahwa 80–95% kecelakaan terjadi akibat perilaku tidak aman.Semua program keselamatan yang berjalan dengan baik disebabkan karena efektifnya program sehingga memengaruhi perilaku karyawan.Untuk mengetahui bagaimana cara orang-orang berperilaku dengan cara tertentu atau mengapa pekerja tetap bekerja dalam keadaan berisiko, maka yang dibutuhkan adalah memahami dan menganalisis ilmu perilaku, disebut Model ABC (Antecedent, Behavior, danConsequence), yaitu mengenai Mengapa (sebab atau penggerak), kita melakukan Apa (perilaku) yang kita lakukan, serta persepsi akan Dampak (akibat) dari perilaku.

(10)

1. Antecedent

Antecedent merupakan sesuatu yang terjadi sebelum perilaku dan membangun atau mendorong seseorang melakukan sesuatu, atau alasan seseorang melakukan sesuatu.Antecedent juga disebut sebagai aktivator, yaitu adanya tindakan karena adanya pendorong atau penggerak.Aktivator ini dapat berbentuk faktor dalam diri manusia atau faktor di luar diri manusia. Tindakan akan dilakukan atau tidak, masih dipengaruhi oleh tata nilai, sikap, maupun kesadaran diri perilaku.

Faktor dalam diri manusia yang memengaruhi antecedent ialah pengetahuan, kemampuan fisik, keadaan mental, atau emosi (lelah, bingung, stress), sikap (attitude), pengalaman masa lalu, dan kebiasaan (habit).Faktor dari luar yakni ciri pekerjaan, peralatan, lingkungan fisik tempat kerja, lingkungan sosial, budaya organisasi, pendidikan, sistem kerja, dan kepemimpinan.

2. Behavior

Perilaku adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan makhluk hidup, khususnya manyusui.Perilaku ini dapat berbentuk perilaku aman atau tak aman; perilaku yang benar atau tidak benar; dan jalan pintas yang melanggar aturan, baik prosedur maupun standar.

(11)

3. Concequences

Aktivator menentukan langkah awal dari perilaku, tetapi tidak yang mengendalikan perilaku adalah dampak perilaku (consequences).Perilaku merupakan fungsi dari hasil persepsi terhadap dampak.

Bobot dampak ditentukan oleh :

a. Waktu. Apakah terjadi segera (soon/immediate) yang disingkat S, atau yang berjangka panjang (future) atau berselang (delayed), yang disingkat N. Dampak yang terjadi segera (s), akan memberikan pengaruh lebih kuat daripada yang berselang.

b. Kepastian. Apakah dampak itu pasti (certain) terjadi mengikuti perilaku, yang disingkat P atau dampak belum pasti (uncertain) terjadi atau ragu, disingkat R. Dampak yang pasti memberikan pengaruh yang lebih kuat daripada yang belum pasti.

c. Makna. Apakah dampak tersebut positif (+) atau negative (-). Dampak positif berpengaruh lebih kuat bagi pelaku untuk melakukannya lagi, sedangkan dampak negatif akan mencegah tindakan tersebut.

Menurut Steve Jacobs dalam Gunawan dan Martowiyoto (2015),

(12)

2.2.2 Pelaksanaan Program Behavior Based Safety

2.2.2.1 Observasi

Menurut McSween (2003) dapat disimpulkan bahwa langkah pertama untuk mengembangkan prosedur BBS adalahmenganalisis insiden dan cedera dalam perusahaan terlebih dahulu. Secara umum, insiden yang ditinjau adalah yang terjadi tiga hingga lima tahun sebelumnya. Beberapa sasaran penting dalam mengembangkan prosedur observasi:

1. Mengidentifikasi perilaku-perilaku untuk kartu observasi berdasarkan frekuensi terjadinya dan potensi keparahannya.

2. Mengidentifikasi apakah cedera parah kemungkinan besar terjadi selama operasi rutin atau tidak rutin.

3. Mengidentifikasi waktu dalam sehari dan hari dalam seminggu dimana cedera paling banyak terjadi.

Langkah selanjutnya setelah ditentukan sasaran prosedur observasi ialah mengembangkan isi kartu observasi (checklists). Isi checklists kemudian dikategorikan sesuai dengan kriteria tertentu sesuai dengan pekerjaan.Secara umum, isi checklists disesuaikan dengan area kerja tertentu, misalnya berbeda isinya antara area produksi, perbaikan, laboratorium, gudang, dan sebagainya. Dalam beberapa kasus dapat pula disatukan menjadi sebuah checklists saja. Definisi operasional dicantumkan sebaiknya di belakang checklists untuk memudahkan observer atau karyawan dalam mengisi kartu observasi.

(13)

dengan pengetahuan dan kesadaran karyawan terhadap K3 tinggi sangat memungkinkan melibatkan seluruh karyawan sebagai observer.Perusahaan yang tidak secara rutin menunjukkan komitmen terhadap K3, lebih memilih manajer dan supervisor untuk menjadi observer. Apabila perusahaan dalam tahap pembuatan program BBS, maka lebih baik apabila anggota tim desain yang sebaiknya menjadi observer.

Frekuensi dilakukannya observasi tergantung pada besarnya risiko dalam bekerja apakah akan dibuat setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulan. Apabila sebuah area kerja memiliki risiko yang besar maka sebaiknya observasi dilakukan setiap hari dan melibatkan peran seluruh karyawan.Pada umumnya perusahaan manufaktur melakukan observasi setiap minggu.Observasi yang dilakukan setiap bulan sebaiknya membutuhkan peran supervisor dan manager.

Strategi observasi menurut Krause (1990) terdiri dari dua tipe, yaitu : 1. Observasi berpusat pada situasi.

Observasi ini dilakukan berdasarkan penglihatan observer terhadap situasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya sehingga akan muncul pertanyaan dari observer seperti, Apa potensi cedera di sini?Kata operatif dalam pertanyaan tersebut ialah potensi.Potensi cedera bukan berarti ada orang yang mungkin akan terluka, namun mengacu kepada bagaimana orang akan terluka berdasarkan waktu dan kondisi yang tepat.

2. Observasi berpusat pada lembar data.

(14)

situasi.Observasi dilakukan berdasarkan poin-poin yang sudah ditentukan dalam checklists.

Prosedur dalam melakukan observasi memiliki tujuan sebagai standar observer dalam menjalankan tugasnya. Tujuh langkah prosedur dalam melakukan observasi menurut Krause (1990) :

1. Langsung menuju ke tindakan.

Melakukan observasi dimana kejadian sedang berlangsung. 2. Melihat orang sebanyak mungkin.

Dengan melihat orang sebanyak mungkin, maka dapat melihat pula perilaku yang sedang dilakukan selain kondisi dan hal lainnya.

3. Memperkenalkan diri sendiri.

Ketika observer mulai melaksanakan tugasnya, maka yang pertama sebaiknya dilakukan adalah memperkenalkan diri sendiri dan menjelaskan apa yang sedang mereka lakukan. Observer bukanlah mata-mata dan mereka memperlihatkan lembar data checklists dan berbicara kepada pekerja mengenai proses observasi. Observer mengatakan kepada pekerja mengenai apa saja yang telah diamati setelah pekerja selesai melakukan pekerjaan. Apabila pekerja khawatir setelah diamati, observer meyakinkan bahwa tidak aka nada nama yang dicatat dan tidak ada tindakan disipliner akan hasil dari pengamatan.

4. Observasi berpusat pada situasi.

(15)

menemukan potensi cedera atau memastikan situasi pada dasarnya aman.Kemudian, dengan sangat teliti melanjutkan tugas ke poin berikutnya. 5. Observasi berpusat pada lembar data.

Observer memeriksa dan mengisi lembar data checklists secara sistematis. 6. Memberikan umpan balik secara lisan.

Setelah mengisi data perilaku selamat dan tidak selamat dan mengalkulasi % angka keselamatan, observer memberika umpan balik kepada pekerja.

7. Dari awal hingga akhir – 20 s.d. 30 menit.

Seluruh prosedur, termasuk kalkulasi dan umpan balik, seharusnya memakan waktu sekitar 20 hingga 30 menit.

2.2.2.2Feedback (Umpan Balik)

Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada seseorang atau sebuah grup mengenai perilaku dan dampak dari perilaku yang dilakukan, serta merupakan suatu alat komunikasi yang terpenting dalam membantu pekerja agar tetap sehat dan selamat (Health and Safety Authority, 2013).

Umpan balik diberikan oleh observer secara lisan dan mendiskusikan hasil observasi. Hasil observasi tersebut berupa percakapan dengan pekerja yang diobservasi dan catatan perilaku pekerja pada lembar data, serta mengapa observer mencatat apa yang pekerja lakukan.Teknik dalam penyampaian umpan balik dilakukan secara berurutan, yaitu umpan balik positif diberikan terlebih dahulu, kemudian menyampaikan hal-hal yang perlu diperbaiki (Krause 1990).

(16)

1. Cegah kecelakaan. Observer yang melihat pekerja berpotensi mengalami kecelakaan segera menghentikan pekerja tersebut agar terhindar dari terjadinya kecelakaan.

2. Hormati pekerja yang sedang diamati. Pekerja tahu apa yang mereka kerjakan dan mereka mungkin memiliki alasan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara mereka sendiri. Hal ini bukanlah tugas seorang observer untuk menggurui pekerja. Tidak satupun antara pekerja dan observer menginginkan terjadinya kecelakaan.

3. Berpegang pada fakta. Observer tidak mendiskusikan orang tetapi perilaku. 4. Spesifik dalam penyampaian. Observer menyampaikan hal yang spesifik

sehingga pekerja tahu apa inti dari umpan balik yang disampaikan.

5. Mengakui kemajuan dari pekerja. Observer memuji peningkatan kinerja pekerja serta membahas perbaikan-perbaikan lain lebih lanjut.

Observer seharusnya tidak menginterogasi pekerja yang diamati selama mencari informasi penting.Diskusi yang dijalankan sebaiknya dua arah, atau diskusi mengenai problem-solving yang edukatif antara kedua pihak.Secara khusus, observer sebaiknya menghindari dua jenis pertanyaan seperti pertanyaan retorik dan pertanyaan yang diawali dengan “mengapa”.Masalah sederhana yang

sering terjadi dengan pertanyaan retorik adalah memudahkan pekerja menjadi marah.Pertanyaan yang diawali dengan “mengapa” membuat pekerja menjadi sangat defensif dalam memberikan jawaban.“Mengapa” kemudian sebaiknya diganti dengan kata “apa” atau “bagaimana” sehingga mendorong pekerja untuk

(17)

2.2.3 Steering Committee

Menurut McSween (2003) dapat disimpulkan bahwa Steering Committee, atau biasa disebut SC, adalah sebuah tim yang terbentuk dari beberapa karyawan terpilih yang sudah melewati pelatihan sebagai observer dalam program BBS. SC efektifnya terdiri dari 5 hingga 8 orang atau lebih yang merepresentasi departemen masing-masing dimana karyawan bekerja dan biasanya berasal dari tim desain program K3.SC melakukan pertemuan (meetings) secara regular untuk membincangkan teknik pemecahan masalah dari hasil data laporan BBS dan perencanaan mengenai program keselamatan kerja.

Menjadi steering committee, seperti yang diuraikan oleh McSween, ialah tahu bagaimana cara :

1. Mengindentifikasi, menguatkan, serta mendorong terciptanya kondisi dan penerapan perilaku selamat dalam bekerja kepada seluruh karyawan beserta jajaran manajemen yang mendukung proses tersebut;

2. Menyajikan data keselamatan kepada karyawan lainnya di dalam meetings sebagai feedback dan membimbing karyawan dalam mencapai tujuan serta target;

3. Menilai apakah proses keselamatan sudah dilakukan dengan benar sesuai dengan nilai dan prinsip perilaku selamat dalam bekerja yang telah dibuat oleh perusahaan; dan

4. Mengefektifkan penggunaan waktu dan sumber daya dalam meetings.

(18)

A. Mengelola Jalannya Program BBS

SC melindungi integritas dari prinsip-prinsip : 1. Komponen 1: Keterlibatan Karyawan

a) Prinsip 1: Karyawan yang berpartisipasi sebagai observer memiliki perilaku keselamatan yang lebih baik daripada orang-orang yangiaamati. Karena itu, semakin banyak pekerja yang melakukan observasi maka semakin baik.

b) Prinsip 2: Semakin sering karyawan diobservasi dan menerima

feedback, maka semakin besar kemungkinan mereka untuk

meningkatkan keselamatan mereka. Karena itu, semakin sering observasi dilakukan maka semakin baik.

c) Prinsip 3: Banyak nilai proses BBS dalam percakapan antara observer dengan orang-orang yang diamati. Karena itu, kualitas dari sesi observasi dan umpan balik semakin baik (kritis).

2. Komponen 2: Analisis Data dan Proyek Perbaikan

a) Prinsip 4: Sebagian besar manfaat dari proses BBS berasal dari perbaikan yang direkomendasikan atau dilaksanakan oleh SC berdasarkan analisis data obervasi dan informasi terkait. Karena itu, para SC harus melakukan analisis yang berkualitas dan tepat waktu sesuai dengan data dan target perilaku.

(19)

Fungsi Steering Committee secara spesifik ialah :

1) Melampirkan hasil umpan balik dalam bentuk grafik, table, dan daftar list.

2) Mendorong partisipasi sesama karyawan secara personal.

3) Melaporkan proses, hasil, dan permasalahan yang ditemukan selama program BBS berjalan kepada supervisor dan manajer. 4) Mendiskusikan proses, menyediakan umban balik dari setiap

departemen, dan membimbing sesama karyawan untuk mengatur tujuan baru di area meetings.

B. Mengelola Hasil Program BBS

SC meninjau kembali data observasi untuk memastikan bahwa proses BBS mencapai akhir yang diinginkan. Peninjauan yang dilakukan berupa: besarnya persentase keselamatan dari hasil penilaian kartu observasi, besarnya persentase yang ditargetkan mengalami peningkatan atau tidak, dan besarnya pencapaian poin-poin keselamatan pada kartu observasi apakah mendekati 100% atau tidak dalam setahun periode kerja.

C. MengelolaTindak Lanjut Program BBS

Referensi

Dokumen terkait

Bantuan hukum diberikan atas dasar perintah kedinasan atau permohonan dari pemohon bantuan hukum atau anggota militer yang diberikan oleh Dinas Hukum Lanud Adi Soemarmo

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh sepsis pada 3 tingkat keparahan yang berbeda yaitu sepsis ( SIRS yang dibuktikan atau diduga disebabkan oleh kuman

Dalam penulisan yang berkaitan dengan permasalahan ini, penulis menggunakan penelitan dokumentasi, dalam hal ini penelitian dilakukan dengan meneliti sumber-sumber

Gerçek beni ve kıllı beni ve onun o gün ellerimle ilgili söylediklerini −evet, her şey orada başlamıştı− ve sonrasında nasıl görevlerimi yerine getirmek istemediğimi

Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD selama proses pembelajaran biologi pada pokok bahasan metabolism dapat meningkatkan aktivitas, dan

Bagi setiap keluarga yang akan membaptis anaknya, harap mengajukan permohonan kepada Majelis Jemaat GPIB Menara Kasih pada setiap hari kerja, 2 (dua) minggu sebelum

Secara umum, sistem pembiayaan proyek merupakan rangkaian kegiatan perhitungan pembiayaan pekerjaan konstruksi yang mendefinisikan biaya langusng dan biaya tidak

Other than entering the metadata by hand, we support two strategies for photos annotations: (1) Existing information items such as persons in address book, event entries in