BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Paru
2.1.1. Definisi Kanker Paru
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum suatu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Menurut National Cancer Institute, kanker adalah istilah penyakit di mana sel-sel membelah secara abnormal tanpa control dan dapat menyerang jaringan di sekitarnya. Kanker paru ialah konsekuensi fenotip dari akumulasi perubahan genetik pada sel epitel
saluran nafas yang berakibat terjadinya proliferasi seluler yang tidak terkontrol.
2.1.2. Epidemiologi
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering dikalangan laki-laki maupun perempuan. National cancer Institute melaporkan bahwa sekitar 61.4 % dari 100,000 kasus baru kanker paru terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan rata-rata 49.5% dari 100,000 meninggal akibat kanker paru.Kasus baru yang diestimasi pada tahun 2013 adalah sekitar 228,190 ( 13,7%) dengan kematian sebanyak 159,480 (27,5).
National Cancer Institute mengestimasikan kanker paru di Amerika Syarikat pada tahun 2014 seperti berikut:
1. Sekitar 224,210 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116,000 orang laki-laki dan 108,210 orang perempuan).
2. Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 159,260 kasus (86,930 pada laki-laki dan 72,330 pada perempuan), berkisar 27% dari kasus kematian karena kanker.
Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga dilaporkan dan hal ini terutama behubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di
ditemukan pasien kanker rawat inap 378 orang dengan perincian pada tahun 2004 terdapat 63 orang , pada tahun 2005 sekitar 80 orang, pada tahun 2006 sebanyak 68 orang dan pada tahun 2007 sebanyak 70 orang dan pada tahun 2008 sebanyak 89 orang.
2.1.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan kanker paru. Antaranya ialah:
a. Merokok
Insidensi kanker paru-paru sangat berkorelasi dengan faktor merokok. Sekitar 90% kanker paru terjadi akibat daripada penggunaan tembakau.Risiko kanker
paru pada perokok dipengaruhi oleh usia seseorang individu mulai merokok, jumlah batang rokok dihisap dalam setiap hari, lamanya kebiasaan rokok dan lamanya berhenti merokok. (Melissa Stoppler, 2013).
b. Perokok Pasif
Perokok pasif, atau menghirup asap tembakau yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup merupakan faktor risiko terjadinya pengembangan kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahawa pada orang- orang yang tidak merokok yang tinggal dengan perokok atau berdekatan dengan perokok memiliki risiko terjadi kanker paru sekitar 24% (Melissa Stoppler 2013). c. Jenis Kelamin
Sebagian besar kanker paru mengenai laki-laki (65%) dengan risiko 1:13 dan pada perempuan 1:20. Perbandingan laki-laki terhadap perempuan adalah 4:1. Pada suatu penelitian yang dilakukan di RSUPH. Adam Malik Medan diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, pada kasus kanker paru ditemukan lebih banyak jenis kelamin laki-laki sebanyak 73.3% daripada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 26,7%.
d. Paparan Zat Karsinogen pada Pekerja
• Pekerja yang terpajan dengan debu yang mengandung radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida dan gas mustard. (Amin, 2009)
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru.
The International Agency for Research on Cancer (IARC) menentukan bahwa cat juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker terutama kanker paru di samping kanker esophagus, abdomen dan kandung kencing. Cat jenis tertentu diduga mengandung beberapa zat yang bersifat karsinogenik. Beberapa bahan dalam cat yang dapat menyebabkan kanker paru antara lain timah, kromium, molybdenum, asbestos, arsenik, titanium, dan mineral oil (polycylic aromatic hydrocarbon).
2.1.4. Klasifikasi Kanker Paru
Diantara beberapa klasifikasi karsinoma paru, yang paling banyak diterima adalah klasifikasi WHO tahun 1999 (table 2). Berdasarkan klasifikasi ini, terdapat empat jenis histologi karsinoma paru yaitu adenokarsinoma, karsinoma epidermoid (karsinoma sel skuamosa), karsinoma sel besar dan karsinoma sel kecil. Keempat tipe ini merupakan 95% dari keseluruhan kanker paru. Di luar keempat tipe tersebut, ditemukan beberapa sub tipe yang lain, tetapi sebagian
besar diantaranya tidak bernilai klinis maupun radiologis yang siknifikan. Karsinoma paru yang terdiri lebih dari 1 tipe histopatologis diklasifikasikan sebagai tumor campuran.
Tabel 2.1: Klasifikasi histologi kanker paru menurut WHO tahun 1999
1. Squamous Carcinoma (epidermoid carcinoma) 2. Small Cell Carcinoma
6. Carcinoma with pleomorphic sarcomatoid atau sarcomatous elements 7. Carcinoid Tumor
8. Salivary Gland type Carcinoma 9. Unclassified Carcinoma
(World Health Organization, 1999 • Karsinoma Epidermoid
Angka kejadian karsinoma epidermoid sekitar 30% dari kasus kanker paru. Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau dysplasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Gambaran mikroskopisnya ditandai adanya keratinisasi disertai pembentukan ‘bridge’ intraselular yang prominent.
• Adenokarsinoma
Menempati sekitar 35-40% kanker paru.Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan kearah pembentukan konfigurasi papilari. Biasanya membentuk musin, sering tumbuh dari bekas kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor CEA (Carcinoma Embrionic Antigen) karsinoma ini bias
dibedakan dari mesothelioma. • Karsinoma Sel Besar
Ini suatu subtype yang gambaran histologisnya dibuat secara ekslusi.Dia termasuk NSCLC tapi tak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular, sel bersifat anaplastic, tak berdiferensiasi, biasamya disertai oleh infiltrasi sel netrofil.
• Karsinoma Sel Kecil (SCLC)
Karsinoma sel kecil terjadi 15% dari semua jenis kanker paru, kanker ini cukup agresif, frekuensinya berhubungan dengan jarak metastasis dan mempunyai
prognosis yang buruk pada semua kanker paru primer. Gambaran histologinya yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nukleoli. Sel-sel yang
2.1.5. Stadium Kanker Paru
Pembagian stadium kanker dibuat menggunakan system TNM oleh The International System for Staging Luncg Cancer, serta diterima oleh The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan The Union International Contrele Cancer (UICC), membuat klasifikasi kanker paru pda tahun 1973 dan kemudian direvisi 1986 dan terakhir pada tahun 1997.
Tabel 2.2 pembagian Stadium Kanker
STADIUM TNM
Karsinoma in situ Tx, N0, M0
Stadium 0 Tis, N0, M0
Stadium IA T1, N0, M0
Stadium IB T2, N0, M0
Stadium IIA T1, N1, M0
Stadium IIB T2, N1, M0
Stadium IIIA T3, N1, M0
T1-3, N2, M0
Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0
T4, N berapa pun, M0
Stadium IV T berapa pun, N berapa pun,
Keterangan:
Tx : tumor terbukti ganas didapat dari secret bronkopulmoner, tapi tidak terlihat secara bronkoskopis dan radiologis
Tis : karsinoma in situ
T0 : tidak terbukti adanya tumor primer T1 : tumor, diameter ≤ 3 cm
T2 : tumor, diameter > 3 cm
T4 : tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi pleura malignan.
N0 : tidak ada kelenjar getah bening (KGB) terlibat
N1 : metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus N2 : metastasis KGB mediastinal atas sub karina
N3 : metastasis KGB mediastinal kontra lateral atau hilus atau KGB skalenues atau supraklavikula
M0 : tidak ada metastasis jinak M1 : metastasis jinak pada organ (Amin, 2009)
2.1.6. Diagnosis Kanker Paru a. Deteksi Dini Kanker paru
Diagnosis klinis karsinoma paru harus berdasarkan analisa gabungan dari manifestasi klinis dan hasil berbagai teknik pencitraan, tapi diagnosis pasti terakhir harus diambil dari bukti sitologi atau histopatologi. Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan lengkap, pada pasien kanker paru terdapat gejala- gejala klinis, beberapa faktor yang perlu diperhatikan.
b. Prosedur Diagnostik
1) Foto Rontgen Dada secara Posterior-Anterior dan Lateral pemeriksaan sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Studi dari Mayo Clinic USA, menemukan 61% tumor paru terdeteksi dalam pemeriksaan rutin dengan foto rontgen dada biasa.
2) Pemeriksaan Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging
Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam vertebra, medulla spinal, dan mediastinum.Keunggulan MRI dibandingkan CT Scan adalah lebih mudah membedakan antara tumor padat dan pembuluh darah, dan dapat menampilkan trakeobronkus serta pembuluh darah yang tertekan, bergeser, dan terobstruksi, namun dalam memeriksa nodul kecil dalam paru tidak sebaik CT Scan.
c. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti batuk.Pemeriksaan ini merupakan salah satu metode terpenting dalam
diagnosis kanker paru, suatu metode diagnosis sederhana non invasif.Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Untuk mendapatkan sel tumor in situ juga hanya bisa dengan pemeriksaan sitologi sputum dengan bantuan bronkoskopi. Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopis.
d. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru, untuk mendapatkan spesimennya dengan cara biopsi melalui:
1) Bronkoskopi. Modifikasi dari bronkoskopi serat optik dapat langsung melihat lesi di saluran trakeobronkial, juga dapat menjepit dan menyikat yang bertujuan mendapatkan jaringan untuk diagnosis histopatologi dengan langsung, berupa: trans bronchial lung biopsy (TBLB), fluorescence ronchoscopy, ultrasound bronchoscopy, trans-bronchial needle-aspiration (TBNA). Hasil positif dengan bronkoskopi ini dapat mencapai 95% untuk tumor yang letaknya sentral dan 70-80% untuk tumor letaknya perifer.
2) Trans Torakal Biopsi (TTB)
3) Torakoskopi
Indikasi utama melakukan torakoskopi adalah: kelainan pleura, efusi pleura malignan, lesi difus pleura, dll. Biopsi tumor di daerah pleura dengan cara Video Assisted Thorachoscopy memiliki sensitivitas dan spesifisitas hingga 100%. 4) Mediastinoskopi
Mediastinoskopi adalah suatu cara diagnosis melalui suatu lubang artifisial di celah depan trakea dimasukkan medistinoskop untuk melihat kelainan sekitar trakea, sekaligus melakukan biopsi. Pemeriksaan ini sangat berguna dalam memastikan ada tidaknya metastasis kelenjar limfe mediastinum pada kanker
paru. Lebih dari 20% kanker paru bermetastasis ke mediastinum, terutama Small Cell Ca dan Large Cell Ca. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat dapat melakukan pemeriksaan mediastinoskopi dengan hasil nilai positif 40%.
5) Torakotomi
Torakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan jika berbagai prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor. (Amin, 2009)
2.1.7. Tatalaksana
Pengobatan kanker paru adalah multi-modaliti terapi. Pemilihan terapi bukan hanya diharapkan pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga pada kondisi medis seperti fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit dan ekonomi penderita juga.
• Pembedahan
Terapi bedah dilakukan untuk membuang lobus paru tempat yang ditemukan tumor, dan juga membuang semua kelenjar getah bening mediastinal supaya tidak terjadinya penyebaran kanker yang lanjut.
Terapi ini menggunakan tenaga X-ray yang tinggi atau tenaga radiasi yang lain untuk membunuh sel kanker. Radioterapi dapat diberikan secara tunggal atau gabungan den kemoterapi. Fungsi radioterapi ialah untuk mengecilkan tumor jika diberikan secara sebagai terapi tunggal.
• Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu cara memberi obat anti kanker pada pasien melalui infus. Biasanya pada kemoterapi diberikan lebih dari satu jenis obat anti kanker, tujuanya agar lebih banyak sel kanker dapat dibunuh dengan jalur yang berbeda. Terdapat beberapa syarat untuk pemberian kemoterapi antara lain ialah kondisi umum harus dalam keadaan baik, pasien masih dapat melakukan aktivitas sendiri, fungsi hati, fungsi ginjal dan fungsi hemostatik juga harus baik. (Jett, Schild, Keith, Kesler, 2007)
2.1.8. Bagaimana Rokok Menyebabkan Kanker Paru
Gambar 2.1. Skema Bahan Kimia Rokok Menyebabkan Terjadinya Kanker Paru. Menurut Hecht (2003) dalam Ibrahim (2007), skema ini menggambarkan peran utama perubahan DNA dalam proses karsinogenesis. Dalam skema ini, nikotin
yang cenderung menjadi mutasi permanen dalam urutan DNA. Sel-sel dengan DNA rusak atau bermutasi dapat dilisiskan dengan proses apoptosis. Jika mutasi terjadi pada bagian utama dalam gen-gen yang krusial, seperti RAS atau MYC onkogen atau TP53 atau CDKN2A tumor supresor gen, hanya dapat terjadi kehilangan kontrol regulasi pertumbuhan sel-sel normal dan terjadi pertumbuhan tumor. Nikotin dan karsinogen dapat juga berikatan secara langsung dengan reseptor beberapa sel, selanjutnya mengaktivasi protein kinase B (AKT), protein kinase A (PKA) dan faktor-faktor lain. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan proses apoptosis, peningkatan angiogenesis, dan peningkatan transformasi sel. Bahan isi tembakau juga berisi promotor tumor dan
kokarsinogen, yang dapat mengaktifkan proses karsinogenesis. 2.2. Rokok
2.2.1. Sejarah Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang sekitar 100mm dengan diameter sekitar 10mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Tembakau (Tobacco) adalah sejenis tanaman herbal yang berasal dari Amerika Utara dan Amerika Selatan. Ajaran- ajaran kepercayaan mereka ada kaitanya dengan tumbuhan tembakau , dimana pada waktu itu asap tembakau dipercaya dapat memberi perlindungan dari makhluk halus yang sangat jahat. Christopher Columbus pada waktu itu melintasi laut Atlantik untuk pertama kalinya pada tahun 1942. Orang-orang asli Amerika bermukim di New World telah memberi hadiah daun Tembakau dan seabad setelah itu, merokok telah menjadi trend social.
2.2.2 Jenis-Jenis Rokok
Rokok dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.
Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
• Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung. • Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren. • Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.
• Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.
Rokok berdasarkan isi.
• Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau
yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
• Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
• Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun
tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
• Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.
• Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya
Rokok berdasarkan penggunaan filter.
• Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus. • Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak
terdapat gabus.
2.2.3. Kandungan Rokok
• Nikotin, kandungan yang menyebabkan perokok merasa rileks.
• Tar, yang terdiri dari lebih dari 4000 bahan kimia yang mana 60 bahan
kimia di antaranya bersifat karsinogenik.
• Sianida, senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano.
• Benzene, juga dikenal sebagai bensol, senyawa kimia organik yang mudah terbakar dan tidak berwarna.
• Cadmium, sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif.
• Metanol (alkohol kayu), alkohol yang paling sederhana yang juga dikenal
sebagai metil alkohol.
• Asetilena, merupakan senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan
Hidro karbon alkuna yang paling sederhana.
• Amonia, dapat ditemukan di mana-mana, tetapi sangat beracun dalam
kombinasi dengan unsur-unsur tertentu.
• Formaldehida, cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk
mengawetkan mayat.
• Hidrogen sianida, racun yang digunakan sebagai fumigan untuk
membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat plastik dan pestisida.
• Arsenik, bahan yang terdapat dalam racun tikus.
2.3. Pengetahuan
2.3.1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan “what” (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010).
2.3.2. Tingkatan pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatus (Notoatmodjo. 2010.halaman. 27). Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo. 2007.halaman 140-141).
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mnginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo. 2010.halaman 27-28).
c. Aplikasi (aplication)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo.2010.halaman. 28).
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo. 2010 .halaman. 28).
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri. (Notoatmodjo. 2010halaman 29).
2.3.3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan teknik wawancara ataupun dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian ataupun responden (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Pratamo (1990) dan Akhbar (2011), pengetahuan responden dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu: Baik, Sedang, dan Kurang dengan perincian nilai sebagai berikut :