PENDAHULUAN
Latar belakang
Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus
berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana. Berdasarkan hasil pengumpulan Data Kehutanan Triwulanan Tahun 2013 kebutuhan industri perkayuan Indonesia diperkirakan 70 juta m3 pertahun dengan kenaikan rata-rata
sebesar 14,2% per tahun. Produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun atau dengan kata lain terjadi defisit sebesar 45 juta m3. Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu (BPS, 2013).
Potensi hutan yang semakin menurun setiap tahunnya tidak menjadi
penghambat bagi pihak industri yang harus tetap melakukan produksi untuk memenuhi permintaan maupun kebutuhan masyarakat terutama kebutuhan di
bidang papan. Salah satu solusi yang dilakukan yaitu pemanfaatan tanaman non kayu untuk digunakan menjadi bahan baku dalam pembuatan papan. Berbagai macam tanaman non kayu yang dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
pembuatan papan yaitu tanaman eceng gondok, jerami, bambu, kelapa sawit, dan lain-lain.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) termasuk tumbuhan air yang menyebar ke seluruh dunia dan tumbuh pada daerah dengan ketinggian berkisar antara 0-1.600 m di atas permukaan laut, pada iklim tropis dan sub tropis. Eceng
gondok termasuk tumbuhan air yang sangat berguna jika populasinya dapat dikendalikan. Sebaliknya, eceng gondok juga dapat mengganggu lingkungan dan
aktivitas manusia jika populasinya tidak dapat dikendalikan. Eceng gondok sangat
sulit dikendalikan populasinya karena pertumbuhannya sangat cepat dan daya tahan hidupnya tinggi. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang serius. Pemberantasan secara mekanik, kimia, dan
biologi di beberapa negara belum memberikan hasil yang optimal. Bahkan karena hal ini dapat berdampak negatif yakni permukaan dan isi air menjadi tercemar
akibat penanganan yang dilakukan serta makhluk hidup yang hidup di sekitar air dapat punah (Amin et al., 2002).
Sumatera Utara merupakan daerah yang banyak ditumbuhi eceng gondok,
salah satunya adalah daerah Danau Toba. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangan dengan cara
vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu
berkembang seluas 1 m persegi. Kehadiran eceng gondok sebagai tanaman air menyebabkan masalah lingkungan. Upaya yang dikhususkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu pemanfaatan eceng gondok untuk produksi energi,
pengolahan air, bahan pembuatan papan komposit, preparasi membrane yang dilakukan dengan isolasi selulosa (Istirokhatun et al., 2015).
Papan partikel merupakan salah satu produk dari upaya pengembangan teknologi dalam pengolahan kayu dan bahan berlignoselulosa lainnya. Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa papan partikel adalah salah satu produk komposit
yang dibuat dengan merekatkan partikel berupa potongan kayu yang kecil atau material lain yang mengandung lignoselulosa. Dengan kata lain bahwa semua
bahan berlignoselulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel.
Kadar penggunaan perekat sangat berpengaruh terhadap distribusi
perekatan pada papan. Semakin tinggi kadar perekat yang digunakan maka kualitas papan yang dihasilkan akan semakin baik karena distribusi perekat akan
lebih merata namun menghasilkan emisi formaldehida tinggi dan boros bahan perekat. Kadar perekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8%, 10% dan 12%. Hal ini mengacu kepada penelitian Maulana (2015) yang menggunakan
kadar perekat UF 10%, 12% dan 14%. Modifikasi kadar perekat digunakan dengan asumsi kadar perekat 8%, 10% dan 12%, hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kualitas papan, efisiensi penggunaan perekat sehingga mengurangi biaya pembuatan papan partikel.
Ukuran partikel yang berbeda akan menghasilkan kualitas papan yang
berbeda, ukuran partikel yang digunakan adalah ukuran partikel yang tertahan saringan 10 mesh untuk memperoleh ukuran partikel kasar dan lolos saringan 10
mesh untuk memperoleh ukuran partikel halus. Semakin kasar ukuran partikel
maka semakin baik kualitas yang dihasilkan. Hal ini juga mengacu kepada penelitian Maulana (2015). Ukuran partikel yang digunakan adalah ukuran
partikel tertahan saringan 6 mesh dan 8 mesh. Modifikasi penelitian ini yaitu membandingkan ukuran partikel yang halus dan kasar. Atas dasar pemikiran tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul “Kualitas Papan Partikel dari
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Variasi Kadar Perekat Urea Formaldehida dan Ukuran Partikel”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh kadar perekat urea formaldehida dan ukuran partikel terhadap kualitas papan partikel.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif unggul penggunaan bahan baku berlignoselulosa sebagai substitusi kayu dan dapat menjadi inovasi baru bagi kalangan akademis selanjutnya.
Hipotesis Penelitian
1. Variasi kadar perekat berpengaruh terhadap kualitas papan partikel 2. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kualitas papan partikel
3. Interaksi antara variasi kadar perekat dan ukuran partikel berpengaruh
terhadap kualitas papan partikel