• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Dzikir

2.1.1 Pengertian Dzikir

Dzikir atau dzikrullah ialah mengingat Allah Swt. atas keagungan-Nya, kasih sayang-Nya, kemurahan-Nya, rahmat-Nya, perlindungan-Nya dan lain sebagainya baik melalui ucapan-ucapan, maupun renungan dalam hati sesuai petunjuk

Rasulullah Saw (Yahya, 2000: 41):

a. Allah telah berfirman:

ِنو ُرُفْكَت َلَ َو يِل او ُرُكْشا َو ْمُك ْرُكْذَأ يِنو ُرُكْذاَف “Ingatlah kamu sekalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu.”(QS.Al-Baqarah: 152)

يِف َكَّب َر ْرُكْذا َو ِفاَغْلا َنِم ْنُكَت َلَ َو ِلاَص ْلْا َو ِ وُدُغْلاِب ِل ْوَقْلا َنِم ِرْهَجْلا َنوُد َو ًةَفي ِخ َو اًع ُّرَضَت َكِسْفَن

َنيِلِ

“Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suara baik di waktu pagi maupun petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”(QS. Al-A’raaf : 205)

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa kita harus selalu ingat kepada Allah Swt. dalam artian selalu mengadakan komunikasi pribadi sebagai seorang hamba dengan Khaliknya Rabbul-‘izzati melalui tasbih, tahmid, takbir, taqdis dan bacaan-bacaan lain sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah Saw (Yahya, 2000: 42).

Dzikir itu sendiri, sudah pasti akan mendatangkan ketenangan, ketentraman dan kesejukan di dalam jiwa kita sebagai hamba Allah Swt. yang selalu merasa dekat kepada-Nya (Yahya, 2000: 42).

(2)

2.1.2 Macam-macam Dzikir

Dzikir dalam arti khusus ini terbagi dua, yakni dzikir jahr dan dzikir khafi

(Alba, 2012: 99).

a. Dzikir jahr

Dzikir jahr adalah melafalkan kalimat tayibah yakni “Lailaha illallah” secara lisan dengan suara keras dan dengan cara-cara tertentu.

b. Dzikir khafi

Dzikir khafi adalah ingat kepada Allah dengan mengingat nama “Allah” secara

sirr di dalam hati. Orang yang melakukan dzikir khafi atau dzikir hati akan

merasakan kehadiran Allah, jika hendak melakukan suatu tindakan ataupun perbuatan ia meyakini dalam hatinya yang paling dalam bahwa Allah senantiasa bersamanya.

2.1.3 Syarat-syarat Berdzikir

Pertama, hendaklah orang yang akan berdzikir mempunyai wudu secara

sempurna. Kedua, hendaklah ia berdzikir dengan suara keras sehingga hasil cahaya

dzikir terpancar di dalam hati pelakunya. Akibat cahaya ini, maka hati menjadi

hidup abadi hingga ke kehidupan ukhrawi (Alba, 2012: 106).

Untuk lebih jelasnya, syarat dzikir dimaksud dijelaskan dalam kitab Miftah

as-sudur dan dalam kitab Tanwir al-Qutub sebagai berikut (Alba, 2012: 106-107): Artinya: syarat-syarat berdzikir ada tiga macam: 1.) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang sempurna. 2.) Hendaklah orang yang berdzikir melakukannya dengan gerakan yang kuat. 3.) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya dzikir di dalam batin orang-orang yang berdzikir dan menjadi hiduplah hati-hati mereka.

Di dalam kitab Tanwir al-Qulub, disebutkan bahwa etika berdzikir itu adalah

sebagai berikut (Alba, 2012: 108): 1. Bersih dari hadas dan najis

2. Berdzikir di tempat yang sepi dari keramaian

3. Khusu dalam pelaksanaannya sehingga engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat Allah, jika kamu tidak melihat Allah maka yakinilah bahwa Allah melihat engkau

4. Orang-orang yang hadir mengikuti dzikir mendapat izin dari Syekh Mursyidnya (telah ditalqin)

(3)

5. Menutup pintu supaya tidak ada gangguan 6. Memejamkan dua mata dari awal hingga akhir

7. Bersungguh-sungguh dalam mengenyahkan segala macam ganguan hati sehingga hatinya hanya konsentrasi kepada Allah

8. Duduk tawarruk dengan tuma’ninah.

2.1.4 Faedah Dzikir

Di dalam kitab Miftah as-sudur disebutkan bahwa di antara faedah dzikir itu ialah

(Alba, 2012: 110-114):

1. Memperbaharui iman

2. Mengusir syaitan dari diri kita

3. Mendapatkan ketenangan, ketenteraman dan sekaligus menghilangkan

kebimbangan, lupa dan gundah gulana

4. Memerangi hawa nafsu

5. Mendatangkan khusu’ dan dumu’

6. Menyembuhkan berbagai penyakit hati

7. Diampuni dosa

Menurut para ulama, faedah dzikir lebih dari seratus macam, di antaranya adalah sebagai berikut (Alba, 2012: 117):

Bahwa Dzikrullah berpengaruh positif kepada pelakunya. Allah berfirman:

“Berdzikirlah kamu kepada-Ku niscaya Kami pun mengingatmu” (al-Baqarah: 152). Sekiranya tidak ada lagi faedah dzikir kecuali ini, maka cukuplah yang satu ini sebagai

bukti kemuliaan dan keutamaan dzikrullah (Alba, 2012: 117).

2.2 Pengertian Efektivitas

Menurut Bungkaes efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan.dalam artian efektivitas merupkan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari oraganisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan “Efektivitas”. Bagaimana definisi efektivitas terkait dengan pendekatan umum. Bila ditelusuri efektivitas berasal dari kata dasar efektive yang artinya: 1. Ada efekrnya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya) seperti: manjur,

(4)

mujarab, mempan. 2. Penggunaan metode/ cara, sarana/alat dalam melaksanakan

aktivitas sehingga berhasil guna (mencapai hasil yang optimal). 1

2.3 Pengertian Istighosah

Kata “istighotsah” ةثاغتسا berasal dari “al-ghouts” ثوغلا yang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) "istaf’ala" لعفتسا atau "istif'al" menunjukkan arti pemintaan atau permohonan. Maka istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata ghufron نارفغ yang berarti ampunan ketika

diikutkan pola istif'al menjadi istighfar رافغتسا yang berarti memohon ampunan.2

Jadi istighotsah berarti "thalabul ghouts" ثوغلا بلِط atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istghotsah dengan "istianah" ةناعتسا, meskipun secara kebahasaan makna keduanya kurang lebih sama. Karena isti'anah juga pola istif'al dari kata "al-aun" نوعلا yang berarti "thalabul aun" نوعلا بلِط yang juga berarti meminta

pertolongan.3

Istighotsah adalah meminta pertolongan ketika keadaan sukar dan sulit. Sedangkan Isti'anah maknanya meminta pertolongan dengan arti yang lebih luas dan

umum.4

Baik Istighotsah maupun Isti'anah terdapat di dalam nushushusy syari'ah atau teks-teks Al-Qur'an atau hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Anfal ayat 9

disebutkan: 5

ْمُكَل َباَجَتْساَف ْمُكَّب َر َنوُثيِغَتْسَت ْذِإ "(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu." (QS Al-Anfal:9)

Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan dari Allah SWT, saat itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah

1

https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/8733/Bab%202.pdf?sequence=10

diakses 03/03/2019 jam 02.29 WIB

2 KH A. Nuril Huda. 2009 .http://www.nu.or.id/post/read/16743/makna-istighotsah. Makna Istighosah

3 Ibid 4 Ibid 5 Ibid

(5)

mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa

seribu pasukan malaikat.6

Dari cuplikan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa istighotsah adalah memohon pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang

paling tidak dianggap tidak mudah untuk diwujudkan.7

Istighosah sebenarnya sama dengan berdoa akan tetapi bila disebutkan kata istighotsah konotasinya lebih dari sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama

istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.8

Istighotsah juga disebutkan dalam hadits Nabi,di antaranya :

ْوُنْدَت َسْمَّشلا َّنإ

ِنُذُ ْلْا َفْصِن ُق َرَعْلا َغُلِْبَي ىَّتَح ِةَماَيِقْلا َم ْوَي , دَّمَحُمِب َّمُث ىَس ْوُمِب َّمُث َمَدآِب ا ْوُثاَغَتْسا َكِلَذَك ْمُه اَمَنْيَبَف Matahari akan mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat sebagian orang keluar hingga mencapai separuh telinganya, ketika mereka berada pada kondisi seperti itu mereka beristighotsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam,

kemudian kepada Nabi Musa kemudian kepada Nabi Muhammad (H.R. Bukhari).9

Hadits ini juga merupakan dalil dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab. Terbukti ketika manusia di padang mahsyar terkena terik panasnya sinar Matahari mereka meminta tolong kepada para Nabi. Kenapa mereka tidak berdoa kepada Allah saja dan tidak perlu mendatangi para nabi tersebut? Seandainya perbuatan ini adalah syirik niscaya mereka tidak melakukan hal itu dan jelas tidak ada dalam ajaran Islam suatu

perbuatan yang dianggap syirik.10

Sedangkan isti'anah terdapat di dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:11

ِةَلاَّصلا َو ِرْبَّصلاِب ْاوُنيِعَتْسا َو “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS Al-Baqarah: 45)

6 Ibid 7 Ibid 8 Ibid 9 Ibid 10 Ibid

(6)

2.4 Metode Dakwah

2.4.1 Pengertian Dakwah

Menurut Ahmad Warson Munawwir ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal

dari bahasa Arab “da’wah” artinya menyeru, memanggil, mengajak, mengundang,

mendorong, mendo’akan (Aziz, 2004: 6).

Sedangkan arti dakwah menurut para ahli sebagai berikut (Munir, 2003: 7):

a. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan

peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.

b. Pendapat Syekh Ali Makhfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk

mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, Dakwah kegiatan mengajak, memanggil atau menyerukan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia untuk mengerjakan kebaikan dan melarang dari perbuatan yang mungkar, yang sesuai dengan Al-quran dan as-sunnah Rasulullah Saw sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

2.4.2 Dasar Hukum dan Tujuan Dakwah

a. Dasar Hukum

Dakwah merupakan aktivitas yang sangat penting dalam Islam. Dengan dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Dakwah berfungsi menata kehidupan yang agamis menuju terwujudnya masyarakat yang harmonis dan bahagia. Ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat membawa pada kehancuran (Aziz, 2004: 37).

Hal ini berdasarkan firman Allah Swt :

َج َو ِةَنَسَحْلا ِةَظِع ْوَمْلا َو ِةَمْك ِحْلاِب َكِِّب َر ِليِبَس ىِلِإ ُعْدا نَع َّلَض نَمِب ُمَلْعَأ َوُه َكَّب َر َّنِإ ُنَسْحَأ َيِه يِتَّلاِب مُهْلِدا

َنيِدَتْهُمْلاِب ُمَلْعَأ َوُه َو ِهِليِبَس

(7)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya danDialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125)

Dari ayat tersebut memerintahkan kaum muslimin untuk berdakwah sekaligus memberi tuntunan yakni dengan cara yang baik yang sesuai dengan petunjuk agama (Aziz, 2004: 38).

Firman yang lain:

َن ْوَهْنَت َو ِفو ُرْعَمْلاِب َنو ُرُمْأَت ِساَّنلِِل ْتَج ِرْخُأ ةَّمُأ َرْيَخ ْمُتْنُك َناَكَل ِباَتِكْلا ُلْهَأ َنَمآ ْوَل َو ۗ ِهَّلِلاِب َنوُنِم ْؤُت َو ِرَكْنُمْلا ِنَع

َنوُقِساَفْلا ُمُه ُرَثْكَأ َو َنوُنِم ْؤُمْلا ُمُهْنِم ۚ ْمُهَل ا ًرْيَخ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (QS. Ali-Imron: 110).

Pada ayat di atas ditegaskan bahwa umat Muhammad (umat Islam) adalah umat yang terbaik di bandingkan umat-umat yang sebelumnya. Kelebihan di atas disebabkan umat Islam memiliki tiga ciri sekaligus tugas pokok yaitu (Aziz, 2004:39):

1) Beramr ma'ruf (mengajak kepada kebaikan)

2) Bernahi mungkar (mencegah kemunkaran)

3) Beriman kepada Allah untuk landasan utama bagi segalanya

Allah Swt berfirman: َو ِرَكْنُمْلا ِنَع َن ْوَهْنَي َو ِفو ُرْعَمْلاِب َنو ُرُمْأَي ۚ ضْعَب ُءاَيِل ْوَأ ْمُهُضْعَب ُتاَنِم ْؤُمْلا َو َنوُنِمْؤُمْلا َو ْؤُي َو َة َلاَّصلا َنوُميِقُي َنوُت َكِئََٰلوُأ ۚ ُهَلوُس َر َو َهَّلِلا َنوُعيِطُي َو َةاَك َّزلا ٌميِكَح ٌزي ِزَع َهَّلِلا َّنِإ ۗ ُهَّلِلا ُمُهُمَح ْرَيَس

(8)

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikanshalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 71)

Tugas dakwah adalah tanggung jawab bersama diantarakaum muslimin, oleh karena itu mereka harus saling membantu dalam menegakkan dan menyebarkan

ajaran Allah serta bekerjasama dalam memberantas kemungkaran (amar ma'ruf

nahi munkar) (Aziz, 2004: 39).

Di samping ayat-ayat al-Qur’an, hadits nabi yang mewajibkan umatnya untuk amr ma’ruf nahi munkar, antara lain (Aziz, 2004:40):

Hadits riwayat Imam Muslim:

“Dari Abi Sa’id Al-Khudhariyi ra. Berkata; Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekerasan); jika ia tidak sanggup dengan demikian (sebab tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan); maka dengan lidahnya; dan jika (dengan lidahnya) tidak sanggup, maka cegahlah dengan hatinya, dan dengan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)

Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah kepada masyarakat penerima dakwah, para ulama berbeda pendapat mengenai status hukumnya (Aziz, 2004:40).

Pendapat pertama, menyatakan bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu ain. Maksudnya setiap orang Islam yang sudah dewasa, kaya-miskin, pandai-bodoh, semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah. Pendapat kedua, mengatakan bahwa berdakwah itu hukumnya tidak fardhu ain melainkan fardhu kifayah. Artinya apabila dakwah sudah disampaikan oleh sekelompok atau sebagian orang maka gugurlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum muslimin, sebab sudah ada yang melaksanakan walaupun oleh sebagian orang (Aziz, 2004:40-41).

(9)

Perbedaan ulama ini karena perbedaan penafsiran terhadap Al-qur’an surat Ali Imran ayat 104:

ِئََٰلوُأ َو ۚ ِرَكْنُمْلا ِنَع َن ْوَهْنَي َو ِفو ُرْعَمْلاِب َنو ُرُمْأَي َو ِرْيَخْلا ىَلِإ َنوُعْدَي ٌةَّمُأ ْمُكْنِم ْنُكَتْل َو َنوُحِلْفُمْلا ُمُه َك

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali Imran: 104)

Perbedaan penafsiran ini terletak pada kata minkum, “min” yang dalam

penulisan bahasa Arab disebut dengan lil bayin berarti kamu semua, sehingga

menunjukkan kepada hukum fardhu ain. Sedangkan pendapat lainnya

mengartikan “min” dengan littab’idh yang berarti sebagian dari kamu, sehingga

menunjukkan kepada hukum fardhu kifayah (Aziz, 2004 : 42 ). b. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah adalah tujuan diturunkan ajaran Islam bagi umat manusia, yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas akidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi (Aziz, 2004: 60). Bisri Afandi mengatakan bahwa yang diharapkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan adil

maupun aktual, baik pribadi maupun keluarga masyarakat, way of thinking atau

cara berpikirnya berubah, way of life atau cara hidupnya berubah menjadi lebih

baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Yang dimaksud adalah bahwa kebaikan yang bernilai agama itu semakin dimiliki banyak orang dalam segala situasi dan kondisi (Aziz, 2004: 60).

Menurut Jamaluddin Kafie, tujuan dakwah perspektif psikologi dakwah

dikelompokkan menjadi empat macam yaitu:12

1. Tujuan Utama

Tujuan utama dakwah adalah memasyarakatkan akhlak dan mengakhlakkan masyarakat, sesuai dengan misi besar Nabi Muhammad SAW. Akhlak akan menjadi landasan memimpin dalam tiga besar fungsi psikis manusia yaitu

12Jafar. 2010. Tujuan Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur’an Mempertajam Fokus Dan Orientasi Dakwah

(10)

berpikir, berkehendak, dan perasaan. Akhlak seseorang akan membentuk akhlak masyarakat, negara, dan umat seluruhnya

2. Tujuan Hakiki

Dakwah bertujuan langsung untuk mengajak manusia mengenal Tuhannya dan mempercayai-Nya sekaligus mengikuti jalan petunjuknya.

3. Tujuan umum

Seruan kepada umat manusia untuk mengindahkan seruan Allah swt dan Rasulnya agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

4. Tujuan khusus

Dakwah menginginkan dan berusaha bagaimana membentuk tatanan masyarakat Islam yang utuh dan komprehensif.

2.4.3 Unsur-unsur Dakwah

Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah, unsur-unsur dakwah di antaranya:

a. Da’i (subjek dakwah)

Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok, berbentuk organisasi atau lembaga (Aziz, 2004:75-76).

Da’i perlu tahu apa yang disajikan dakwah adalah tentang Allah, alam sesmesta, dan kehidupan serta yang disajikan itu untuk memberikan solusi terhadap problema kehidupan yang dihadapi manusia, serta metode-metode yang digunakan untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan melenceng dalam syari’at islam (Aziz, 2004:78).

b. Mad’u (objek dakwah)

Mad’u adalah yang menjadipenerima dakwah, baik sebagai individu maupun kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama islam, dakwah bertujuan untuk mengajak manusia mengikuti agama islam, sedangkan kepada orang-orang yang beragama islam dakwah bertujuan untuk meningkatkan kualitas iman, islam dan ihsan (Aziz, 2004:90).

(11)

Al-qur’an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad’u, di mana secara umum mad’u terbagi menjadi tiga, yaitu: mukmin, kafir dan munafik. Dari ketiga

klasifikasi di atas tadi, orang mukmin bisa dibagi menjadi tiga,

yaitu: dzalim linafsih, muqtashid dan sabiqun bil khairat. Sedangkan kafir dibagi

menjadi kafir zimmi dan kafir harbi (Aziz, 2004:90).

Mad’u terbagi menjadi beberapa golongan manusia diantaranya: (Aziz, 2004:91). · Dari segi sosiologi.

· Dari struktur kelembagaan. · Dari segi tingkatan usia. · Dari segi profesi.

· Dari segi tingkatan sosial ekonomi.

· Dari segi kelamin. · Dari segi khusus.

(12)

c. Maddah (Materi Dakwah)

Maddah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada

mad’u. Secara garis besar maddah dari dakwah dapat dikelompokkan sebagai berikut

(Aziz, 2004:94):

1. Akidah, yang meliputi enam rukun iman.

2. Syari’ah, yang meliputi ibadah dan muamallah.

3. Akhlak, yang meliputi akhlak terhadap khaliq dan akhlak terhadap makhluk.

4. Ada beberapa materi dakwah yang diisyaratkan dalam al-qur’an, diantaranya:

- Dakwah kepada syari’at Allah. - Dakwah agar berinfak fisabilillah. - Dakwah untuk berjihad.

- Dakwah untuk masuk agama islam.

- Dakwah untuk menerapkan hukum yang terdapat dalam al-qur’an. - Dakwah untuk melaksanakan shalat.

- Dakwah untuk mengikuti ajaran da’i.

- Dakwah untuk mengingatkan orang yang tidak respon kepada para da’i yang menyeru kepada agama Allah.

d. Wasilah (Media Dakwah)

Media dakwah adalah alat atau instrumen yang digunakan untuk

menyampaikan materi dakwah kepada mad’u. Semakin tepat dan efektif wasilah

yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran islam pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Aziz, 2004:120).

Menurut Hamzah Ya’qub wasilah dibagi menjadi lima macam, yaitu

lisan, tulisan, lukisan, audio visual dan akhlak. Dari segi pesan penyampaian dakwah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Aziz, 2004:121):

1. The Spoken Words (bentuk ucapan) yang hanya bisa ditangkap oleh telinga, seperti telepon, radio, dan sejenis lainnya.

2. The Printed Writing (yang berbentuk tulisan) barang-barang cetak seperti majalah, buku, surat kabar, brosur, pamfhlet, dan sebagainya.

3. The Audio Visual (yang berbentuk gambar hidup) penggabungan dari golongan di atas seperti, film, televisi, video, dan sebagainya.

(13)

e. Thariqah (Metode Dakwah)

Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan pesan-pesan dakwahnya serta dapat mencapai suatu tujuan (Aziz, 2004:122).

Menurut (Aziz, 2004: 165) thariqah dakwah pada garis besarnya dibagi

menjadi tiga yaitu:

1. Dakwah qouliyah (oral) yaitu dakwah yang berbentuk ucapan atau lisan dan

dapat didengar oleh mitra dakwah (dakwah bil lisan), dakwah qouliyah ini

meliputi:

a) Khutbah ceramah retorika yaitu penyampaian dakwah secara lisan di depan

beberapa orang. Bentuk thariqah ini antara lain, ceramah agama, pengajian

khutbah, mauidhoh hasanah, dan lain sebagainya.

b) Mujadalah (diskusi) yaitu penyampaian dakwah dengan topik tertentu dan dengan cara pertukaran pendapat diantara beberapa orang dalam satu pertemuan.

c) Tanya jawab yaitu penyampaian dakwah dengan cara da’i memberikan

pertanyaan atau memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan yang diajukan satu pihak atau kedua pihak.

2. Dakwah kitabiyah (tulis) yaitu penyampaian dakwah melalui tulisan. Thariqah

kitabiyah (bilqolam) ini biasa disalurkan melalui media massa, buku-buku atau kitab-kitab agama, gambar, lukisan, dan lain sebagainya.

3. Dakwah alamiyah (dakwah bil hal) yaitu penyampaian dakwah dengan tidak

menggunakan kata-kata lisan maupun tulisan, tetapi tindakan yang nyata.

Dakwah bil hal ini biasa berupa uswatun hasanah, perkawinan, dan sebagainya.

f. Atsar (Efek Dakwah)

Atsar dapat diartikan sebagai sisa, tanda atau keadaan setelah dakwah

berlangsung. Pentingnya pemahaman tentang atsar adalah untuk dievaluasi,

dianalisa yang akan mengacu pada tindakan dakwah berikutnya. Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan maka selesailah dakwah.

(14)

Padahal, atsar sangat besar untuk diartikan dalam penentuan langkah-langkah dakwah selanjutnya (Aziz, 2004:138).

Apa saja seharusnya dievaluasi dari pelaksanaan dakwah tidak lain adalah seluruh komponen dakwah yang dikaitkan dengan tujuan dakwah yang ingin dicapai. Dalam upaya mencapai tujuan dakwah maka kegiatan dakwah selalu diarahkan untuk memengaruhi tiga aspek perubahan diri objeknya, yakni

perubahan pada aspek pengetahuan (knowledge), aspek sikap (attitude), dan aspek

perilaku (behavioral) (Aziz, 2004:139).

Anwar Arifin dalam buku Strategi Komunikasi memperjelas efek dakwah

dalam proses (Aziz, 2004:140):

a. Proses mengerti (proses kognitif)

b. Proses menyetujui (proses objektif)

c. Proses pembuatan (proses sencemotorik)

Atau dapat dikatakan melalui proses:

a. Terbentuknya suatu pengertian atau pengetahuan (knowledge).

b. Proses suatu sikap menyetujui atau tidak menyetujui (attitude).

c. Proses terbentuknya gerak pelaksanaan (practice).

2.5 Metode Dakwah

Seorang da’i dalam penyampaian dakwah Islam memerlukan pengetahuan dan

kecakapan dalam bidang metode, dengan mengetahui metode dakwah penyampaian

dakwah dapat mengena sasaran dan dakwah dapat diterima mad’u.

(15)

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara), demikian dapat diartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa

metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam

bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa

Arab disebut thariq. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses

pemikiran untuk mencapai suatu maksud (Munir, 2003: 6).

Arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau ilmuwan sebagai berikut (Munir, 2003: 7):

a. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses menghidupkan

peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.

b. Pendapat Syekh Ali Makhfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk

mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mend apat kebahagiaan dunia dan akhirat.

Metode dakwah berarti cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu

pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas

diri manusia (Munir, 2003: 7).

Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode

dakwah merupakan jalan atau cara yangdilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u

untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dalam kegiatan dakwah tersebut.

2.5.2 Macam-macam Metode Dakwah

Metode dakwah sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam metode tergantung dari segi tinjauannya, landasan umum mengenai metode dakwah. Allah Swt berfirman (Q.S An-Nahl : 125) (Munir, 2003: 7) :

(16)

َوُه َكَّب َر َّنِإ ُنَسْحَأ َيِه يِتَّلاِب مُهْلِداَج َو ِةَنَسَحْلا ِةَظِع ْوَمْلا َو ِةَمْك ِحْلاِب َكِِّب َر ِليِبَس ىِلِإ ُعْدا نَع َّلَض نَمِب ُمَلْعَأ

َنيِدَتْهُمْلاِب ُمَلْعَأ َوُه َو ِهِليِبَس

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125)

Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat, kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut meliputi tiga cakupan, yaitu (Munir, 2003: 7):

a. Bi Al-Hikmah

Hikmah diartikan pula sebagai al’adl (keadilan), al-haq (kebenaran), al-hilm

(ketabahan), al’ilm (pengetahuan), dan an Nubuwwah (kenabian). Di samping itu,

al-hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proporsinya (Munir, 2003: 9).

Prof. DR. Toha Yahya Umar, M.A., menyatakan bahwa Hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman tidak bertentangan dengan larangan Tuhan (Munir, 2003: 9).

Al-Hikmah juga berarti pengetahuan yang dikembangkan dengan tepat sehingga menjadi sempurna. Menurut pendapat ini, al-hikmah termanifestasikan ke dalam empa thal: kecakapan manajerial, kecermatan, kejernihan pikiran dan ketajaman pikiran (Munir, 2003: 10).

Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama Tuhan (Munir, 2003: 10).

Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengamalannya. Hal ini tidak bisa dicapai

(17)

kecuali dengan memahami al-Qur’an, dan mendalami Syariat-syariat Islam serta hakikat iman (Munir, 2003: 10).

Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki

pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat, karena filsafat juga mencari pengetahuan haikikat segala sesuatu (Munir, 2003: 9).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilah, memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. Al-hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif (Munir, 2003: 11).

b. Al-Mau’idzah al-Hasanah

Secara bahasa, mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’idzah dan

hasanah. Kata mau’idzah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang

berarti: nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah

merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan (Munir,

2003: 15).

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain (Munir, 2003: 15):

1. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H.Hasanuddin adalah sebagai berikut (Munir, 2003: 15):

Artinya: al-Mauizhah al-Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.

2. Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj (metod ge) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik (Munir, 2003: 15).

Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan,

(18)

pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, mau’izhah hasanah tersebut bisa diklasifikasikan

dalam beberapa bentuk (Munir, 2003: 16):

a. Nasihat atau petuah

b. Bimbingan, pengajaran (pendidikan)

c. Kisah-kisah

d. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)

e. Wasiat (pesan-pesan positif)

Jadi, kesimpulan dari mau’idzatul hasanah, akan mengandung arti kata-kata yang

masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman (Munir, 2003: 17).

c. Al-Mujadalah

Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut (Munir, 2003: 19).

2.6 Istighosah sebagai Komunikasi Kelompok 2.6.1 Pengertian Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara mereka satu sama lainnya, terutama kelompok primer, intensitas hubungan di antara mereka merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut. Kelompok memiliki tujuan dan aturan-aturan yang dibuat sendiri dan merupakan konstribusi arus informasi di antara mereka sehingga mampu menciptakan atribut

(19)

kelompok sebagai bentuk karakteristik yang khas dan melekat pada kelompok itu (Bungin, 2006: 270).

Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan mengatur sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka (Bungin, 2006: 270).

Kelompok juga memiliki tujuan-tujuan yang diperjuangkan bersama, sehingga kehadiran setiap orang dalam kelompok diikuti dengan tujuan-tujuan pribadinya. Dengan demikian, kelompok memiliki dua tujuan masing-masing pribadi dalam kelompok dan tujuan kelompok itu sendiri. Setiap tujuan individu harus sejalan dengan tujuan kelompok, sedangkan tujuan kelompok harus memberi kepastian kepada tercapainya tujuan-tujuan individu (Bungin, 2006: 272).

Kelompok juga memberi identitas terhadap individu, melalui identitas ini setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain. Melalui identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain dalam kelompok. Pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan-aturan yang harus ditaati oleh setiap individu dalam kelompok sebagai sebuah kepastian hak dan kewajiban mereka dalam kelompok. Aturan-aturan inilah bentuk lain dari karakter sebuah kelompok yang dapat dibedakan dengan kelompok lain dalam masyarakat (Bungin, 2006: 272).

Ada empat elemen kelompok yang dikemukakan oleh Adler dan Rodman, yaitu interaksi, waktu, ukuran dan tujuan (Bungin, 2006: 272).

a. Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting, karena

melalui interaksi inilah, kita dapat melihat pebedaan antara kelompok dengan

istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara

serentak terikat dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain.

b. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak

(20)

dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.

c. Ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok. Tidak ada ukuran

yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok.

d. Elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan

dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.

2.6.2 Karakteristik Komunikasi Kelompok

Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan lainnya. Severin dan Tankard (2005: 220, Reno, Cialdini dan Kallgren, 1993) mengatakan,

norma-norma sosial (social norm) terdiri dari dua jenis; deskriptif dan perintah.

Norma-norma deskriptif menentukan apa yang pada umumnya dilakukan dalam

sebuah konteks, sedangkan norma-norma perintah (injunctive norm) menentukan apa

yang pada umumnya disetujui oleh masyarakat. Keduanya mempunyai dampak pada tingkah laku manusia, namun norma-norma perintah tampaknya mempunyai dampak yang lebih besar (Bungin, 2006: 273).

Norma oleh para sosiolog disebut juga dengan ‘hukum’ (law) ataupun ‘aturan’

(rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural, dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para anggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dilakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Dari norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan (Bungin, 2006: 273).

Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran (Soekanto, 2002: 242). Peran dibagi menjadi tiga, yaitu peran aktif, peran partisipatif, dan peran pasif. Peran aktif adalah peran yang

(21)

diberikan oleh anggota kelompok karena kedudukannya di dalam kelompok sebagai aktivis kelompok, seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran partisipatif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya kepada kelompoknya, partisipasi anggota macam ini akan memberi sumbangan yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, di mana anggota kelompok menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik. Dengan cara bersikap pasif, seseorang telah memberi sumbangan kepada terjadinya kemajuan dalam kelompok atau memberi sumbangan kepada kelompok agar tidak terjadi pertentangan dalam kelompok karena adanya peran-peran yang kontradiktif (Bungin, 2006: 273-274).

Peran juga mencakup tiga hal: (a) peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dengan demikian peran berfungsi membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan; (b) peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; (c) peran juga menyangkut perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat (Bungin, 2006: 274).

2.6.3 Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Semua fungsi-fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok, dan para anggota kelompok itu sendiri, antara lain (Bungin, 2006: 273):

a. Hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan

memantapkan hubungan sosial di antara para amggotanya, seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur.

b. Pendidikan adalah bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal

bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan-kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri, bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi

(22)

pendidikan tergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang dikonstribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok, serta frekuensi interaksi di antara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan masing-masing anggota, mustahil fungsi edukasi ini akan tercapai.

c. Fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya memersuasi anggota

lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa risiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha memersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.

d. Fungsi problem solving, kelompok juga dicerminkan dengan

kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan.

Pemecahan masalah (problem solving) berkaitan dengan penemuan alternatif atau

solusi yang tidak diketahui sebelumnya; sedangkan pembuatan keputusan (decision making) berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.

e. Fungsi terapi. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya,

karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya.

2.6.4 Tipe Kelompok

Soeryono Soekanto menjelaskan, bahwa kelompok secara umum terdiri dari

beberapa rumpun; pertama adalah kelompok teratur, yaitu kelompok yang dapat

dijelaskan strukturnya maupun norma dan perannya seperti in group dan out group,

kelompok primer dan kelompok sekunder, paguyuban dan patembayan, kelompok

formal dan kelompok informal, membership group dan reference group, kelompok

(23)

(crowd) dan publik. Ketiga, masyarakat (community) perkotaan dan masyarakat

pedesaan. Keempat, kelompok kecil (small group) (Bungin, 2006: 275).

Ronald B. Adler dan George Rodan, membagi kelompok dalam tiga tipe, yaitu

kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan (growth group), dan

kelompok pemecahan masalah (problem solving group). Penjelasan ketiga tipe

kelompok itu adalah sebagai berikut (Bungin, 2006: 278).

a. Kelompok Belajar (Learning Group)

Kata ‘belajar’ atau learning, tidak tertuju pada pengertian pendidikan di sekolah,

namun juga termasuk belajar dalam kelompok (learning group), seperti kelompok

bela diri, kelompok sepak bola, kelompok keterampilan, kelompok belajar, dan

sebagainya. Tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan informasi,

pengetahuan, dan kemampuan diri para anggotanya.

b. Kelompok Pertumbuhan (Growth Group)

Kelompok pertumbuhan memusatkan perhatiannya kepada permasalahan pribadi

yang dihadapi para anggotanya. Wujud nyata dari growth group ini adalah

kelompok bimbingan perkawinan, kelompok bimbingan psikologi, kelompok terapi, serta kelompok yang memusatkan aktivitasnya kepada pertumbuhan

keyakinan diri, yang biasa disebut consciousnessraising group. Karakteristik yang

terlihat dalam tipe kelompok ini adalah growth group tidak mempunyai tujuan

kolektif yang nyata, dalam arti bahwa seluruh tujuan kelompok diarahkan kepada usaha membantu para anggotanya mengidentifikasi dan mengarahkan mereka untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka hadapi untuk perkembangan pribadi mereka.

c. Kelompok Pemecahan Masalah (Problem Solving Group)

Kelompok ini bertujuan untuk membantu anggota kelompok lainnya memecahkan

masalahnya (problem solving). Sering kali seseorang tak mampu memecahkan

masalahnya sendiri, karena itu ia menggunakan kelompok sebagai sarana memecahkan masalahnya. Kelompok akan memberi akses informasi kepada individu sehubungan dengan problem yang dialaminya, berupa pengalaman anggota kelompok lain ketika menghadapi masalah yang sama, atau informasi lain yang dapat membantu individu memecahkan masalahnya. Kelompok juga

(24)

memberi kekuatan emosional kepada individu dalam membuat keputusan dan melakukan sebuah tindakan untuk mengatasi masalah individu.

2.7 Pengertian Ketenangan Jiwa

Menurut Kartini Kartono. Jiwa secara harfiah berasal dari bahasa sansekerta “jiv”

yang berarti lembaga hidup (levensbbeginsel) atau “daya hidup” (levenskracht). Oleh

karena, jiwa itu merupakan pengertian yang abstrak, tidak dapat dilihat dan belum bisa diungkapkan secara jelas maka, jiwa yaitu bentuk tingkah laku manusia (segala aktivitas, perbuatan, penampilan diri) sepanjang hidupnya (Jumantoro, 2001:27).

Pengertian efek atau dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang/benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan di mana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang

dipengaruhi.13

Ketenangan jiwa dalam pandangan al-Ghazali memang bukan sebuah fenomena yang tetap, stabil dan permanen, akan tetapi lebih merupakan capaian prestasi

psikologis yang diistilahkan dengan ahwal setelah mencapai proses pendidikan dan

pelatihan riyadah tertentu. Dengan intuisi yang cerdas dalam merasakan dan

menemukan yang hakiki itulah tercipta kondisi jiwa yang tenang. Sedangkan secara tazkiyat alnafs ditempuh dengan: pengalaman ibadah-ibadah shar‘iyah,

memperbanyak dzikir pada tuhan dan menjauhkan diri dari keterikatan pada dunia. 14

Dengan cara demikian manusia dapat mencapai ma’rifat yang sempurna tentang

Tuhan. Artinya manusia dapat mengenal Tuhan melalui Tuhan, artinya langsung

dengan daya rasa. Praktik Tazkiyat al-nafs dalam pandangan al-Ghazali ditentukan

oleh kondisi manusia sendiri, dapat dilakukan secara kolektif dan dapat pula dijalankan secara individual. Namun begitu al-Ghazali mencanangkan perlu adanya

13 Ayu.2015.https://brainly.co.id/tugas/6071751.

14Abdul Syakur. 2007. Metode Ketenangan Jiwa.

https://www.researchgate.net/publication/286414657_Metode_Ketenangan_Jiwa_Suatu_Perbandingan_antara_al-Ghazali_dan_Sigmund_Freud

(25)

seorang mursyid yang dipatuhi bimbingannya secara mutlak. Artinya, kegiatan dan

prosesnya tidak berdasarkan inisiatif individu sendiri.15

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapatkan untuk paparan informasi terhadap tingkat pengetahuan adalah p=0,444 dan terhadap sikap adalah p=0,555 Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak

Kinerja pada dasarnya adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing,

Karena disana pun ada yang berdakwah kepada Allah dan menyeru kepada Aqidah ini, akan tetapi itu adalah perjuangan perorangan, berbeda dengan perjuangan disini

Untuk melihat keterkaitan ini, maka dirumuskan model ekonometrika yang merupakan model simultan dengan persamaan terdiri dari 11 persamaan perilaku dan 2 persamaan identitas,

Prevalensi AI Provinsi Sumbar 3,8%, ini menunjukkan bahwa diwilayah Provinsi Sumbar masih ditemukan virus AI yaitu di Kabupaten Agam, Kabupaten 50 Kota, Kabupaten

Membuat karya tulis/karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survey & evaluasi dibidang kesehatan yg tdk Membuat karya tulis/karya ilmiah berupa tinjauan atau ulasan

Pembangunan Indikator Kinerja Sat. Capaian Kinerja SKPD Pelaksana Targ. Meningkatnya budaya dan minat baca masyarakat 6. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan