5 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Jasa
Menurut Kotler & Keller (2012) Jasa merupakan setiap kegiatan, manfaat atau performance yang ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang bersifat intangible (tidak berwujud fisik) serta tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun yang mana dalam produksinya terikat maupun tidak dengan produk fisik. Sedangkan jasa menurut Rangkuti (2006:26) adalah pemberian suatu kinerja atau tindakan tidak kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsikan secara bersamaan sehingga interaksi antara pemberi dengan penerima jasa saling mempengaruhi hasil jasa tersebut.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bawa perngertian dari jasa yaitu tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya. Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan biasanya tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-faktor produksi.
2.2 Karakteristik Jasa
Menurut Kotler (2000, p.660) Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakan dari suatu barang, yaitu:
1. Intangibility (Tidak Berwujud)
Jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance). Atau usaha yang hanya bisa dikonsumsi tetapi tidak bisa dimiliki. Jasa bersifat intangible maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Dengan demikian, seseorang tidak dapat menilai kualitas dari jasa sebelum merasakan/ mengkonsumsi sendiri.
6 2. Inseparability (Tidak dapat dipisahkan)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur penting.
3. Variability (Keanekarupaan)
Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli dengan variabilitas yang tinggi ini dan seringkali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih. 4. Perishability (Tidak tahan lama)
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya tetap karena mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya. Bila permintaan berfluktuasi, berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan kapasitas menganggur (saat permintaan sepi) dan pelanggan tidak terlayani dengan resiko mereka kecewa atau beralih ke penyedia jasa lainnya (saat permintaan puncak).
2.3 Kualitas Jasa
Tjiptono dan Chandra (2011) mengatakan bahwa komponen jasa berperan penting dalam setiap bisnis. Pada dasarnya jasa dapat bersifat
intangibles atau tidak dapat dilihat dan dirasakan oleh pengguna jasa tersebut
sehingga hanya dapat merasakan melalui pengalaman secara langsung. Sedangkan menurut Wyekof (1998) kualitas jasa dapat didefinisikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen.
7 Dari definisi kualitas diatas maka kualitas jasa dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memfokuskan pada usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang disertai dengan ketepatan dalam menyampaikannya, sehingga tercipta kesesuaian yang seimbang dengan harapan konsumen.
2.4 Dimensi Kualitas Jasa
Penilaian tinggi rendahnya kualitas jasa tergantung pada bagaimana pelanggan merasakan performansi layanan yang diterimanya berada di dalam konteks performansi layanan yang diharapkannya. Kualitas jasa itu sendiri merupakan evaluasi yang menggambarkan persepsi pelanggan pada dimensi layanan. Dari penelitian Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) mengidentifikasi lima dimensi pokok service quality yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya, yaitu sebagai berikut:
1. Reliabilitas (Reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. Contohnya adalah kemampuan petugas dalam menangani penumpang, ketepatan pelayanan.
2. Daya tanggap (Responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu dan merespon permintaan konsumen, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat. Contohnya adalah pegawai,yang tanggap terhadap keluhan dan kebutuhan penumpang dan cara menanganinya.
3. Jaminan (Assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Contohnya adalah menjaga keselamatan penumpang, keamanan area parkir.
8 4. Empati (Empathy), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para konsumennya dan bertindak demi kepentingan konsumen, serta memberikan perhatian personal kepada para konsumen dan memiliki jam operasi yang nyaman. Contohnya adalah pegawai yang memberikan pelayanan tanpa memandang status sosial penumpang.
5. Bukti fisik (Tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. Contohnya adalah penampilan pegawainya, dan kondisi ruangannya.
Menurut Gronroos dalam Tjiptono (2004), kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu:
1. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan. Komponen ini dapat dijabarkan lagi menjadi 3 jenis (Lupiyoadi, 2001:148) yang meliputi :
a. Search quality, yaitu komponen yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya harga.
b. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya dapat dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengonsumsi jasa, misalnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan dan kerapian hasil.
c. Credence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengonsumsi suatu jasa, misalnya kualitas operasi bedah jantung.
2. Functionality Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa.
3. Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
9 2.5 Kepuasan Pelanggan
Faktor terpenting yang harus diperhatikan saat ini adalah kepuasan konsumen. jika konsumen tidak puas, dia akan menghentikan bisnisnya dengan perusahaan. Semua upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai mutu dan memberikan pelayanan yang unggul tidak ada artinya sama sekali jika perusahaan tidak berusaha untuk memuaskan konsumen. Dalam mencapai tujuannya perusahaan tidak bisa hanya memperhatikan kepuasan konsumen belaka, tetapi juga harus memperhatikan stakeholder lainnya. Stakeholder artinya, perusahaan harus memperhatikan semua pihak, instansi, atau perorangan yang punya minat akan perusahaan.
Customer adalah stakeholder paling utama. Merekalah yang membeli
produk. Tanpa mereka perusahaan tidak bisa bertahan. Merekalah yang memberikan keuntungan pada perusahaan. Karena itu, kepuasan stakeholder ini harus benar-benar diusahakan, dipelihara, dan ditingkatkan. Tapi customer tidak bisa puas kalau tidak ada pelayanan yang diberikan oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan/karyawan. Untuk itu kepuasan konsumen sangatlah penting.
Kepuasan konsumen menurut Kottler (2005) adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Untuk mendapatkan kepuasan, sesorang harus dapat menciptakan pengharapan-pengharapan orang tersebut.
Selanjutnya Kotler, menyatakan bahwa satu cara utama untuk membedakan pelayanan sebuah perusahaan adalah dengan menyediakan secara konsisten pelayanan yang lebih tinggi dari kompetitornya. Kuncinya adalah memnuhi harapan-harapan konsumen tentang kualitas pelayanan yang diinginkan. Harapan-harapan konsumen dibentuk dari pengalaman mereka melakukan pembelian di waktu lalu, saran dari teman atau kelompok sejawat, maupun janji-janji yang diberikan perusahaan maupun kompetitornya. Konsumen memilih penyedia jasa berdasarkan hal-hal tersebut dan setelah menerima pelayanan membandingkan pelayanan yang diharapkan. Jika
10 service dirasakan tidak puas, selanjutnya mereka tidak akan lagi tertarik pada penyedia jasa tersebut.
Menurut Tjiptono (2004) adanya kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya :
a. Hubungan antara perusahaan dengan konsumennya menjadi harmonis. b. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
c. Memberikan suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan.
d. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata konsumen. e. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
2.6 Bandar Udara (Bandara) 2.6.1 Pengertian Bandara
Pengertian Bandar Udara (Bandara) merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter dapat lepas landas dan mendarat. Suatu bandar udara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah landasan pacu atau helipad (untuk pendaratan helikopter), sedangkan untuk bandara-bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain, baik untuk operator layanan penerbangan maupun bagi penggunanya seperti bangunan terminal dan hanggar. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization) : Bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat.
2.6.2 Tugas dan Fungsi Bandara
Terminal Bandar udara digunakan untuk pemrosesan penumpang dan bagasi untuk pertemuan dengan pesawat dan moda trasportasi darat. Bandar udara juga digunakan untuk penanganan pengangkutan barang (cargo). Pentingnya pengembangan sub sector transportasi udara yaitu:
1. Mempercepat arus lalu lintas penumpang, kargo dan servis melalui transportasi udara di setiap pelosok Indonesia.
11 2. Mempercepat wahana ekonomi, memperkuat persatuan nasional dalam
rangka menetapkan wawasan nusantara.
3. Mengembangakan transportasi yang terintegrasi dengan sector lainnya serta memperhatikan kesinambungan secara ekonomis.
Transportasi udara di Indonesia memiliki fungsi strategis sebagai sarana transportasi yang menyatukan seluruh wilayah dan dampaknya berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan dan peranannya maupun dalam pengembangannya.
2.6.3 Klasifikasi Bandara 1. Bandara Domestik
Merupakan sebuah bandar udara yang hanya menangani penerbangan domestik atau penerbangan di negara yang sama. Bandara domestik tidak memiliki fasilitas bea cukai dan imigrasi dan tidak mampu menangani penerbangan menuju atau dari bandara luar negeri.
Bandara tersebut umumnya memiliki landasan pendek yang hanya dapat menangani pesawat jarak pendek/menengah dan lalu lintas regional. Di beberapa negara, bandar udara sejenis itu tidak memiliki pemeriksaan keamanan / detektor logam, tetapi pemeriksaan seperti itu telah diadakan beberapa tahun belakangan ini.
Contoh dari bandara domestik di Indonesia yaitu, Bandara Abdul Rachman Saleh (Malang-Jawa Timur), Bandara Maratua (Berau-Kalimantan Timur)
2. Bandara Regional
Merupakan sebuah bandar udara yang melayani lalu lintas di daerah geografi berpopulasi relatif kecil. Sebuah bandara regional umumnya tidak memiliki fasilitas bea cukai dan imigrasi untuk memproses lalu lintas antarnegara. Di Kanada bandara regional umumnya melayani penerbangan di Kanada dan beberapa penerbangan menuju Amerika Serikat. Beberapa bandar udara
12 regional AS, dianataranya menyebut dirinya bandar udara internasional, memiliki fasilitas bea cukai dan imigrasi yang beroperasi bila diminta, tetapi kebanyakan melayani lalu lintas domestik.
Pesawat yang menggunakan bandara tersebut merupakan jet bisnis kecil, pesawat pribadi, dan jet regional. Contoh bandara regional ini adalah Bandar Udara Regional Manhattan, Kansas.
3. Bandara Internasional
Merupakan sebuah bandar udara yang dilengkapi dengan fasilitas Bea dan Cukai dan imigrasi untuk menangani penerbangan internasional menuju dan dari negara lainnya. Bandara sejenis itu umumnya lebih besar, dan sering memiliki landasan lebih panjang dan fasilitas untuk menampung pesawat besar yang sering digunakan untuk perjalanan internasional atau antarbenua.
Bandara internasional sering menangani penerbangan domestik (penerbangan yang terjadi di satu negara) juga penerbangan internasional. Di beberapa negara kecil kebanyakan bandar udara merupakan internasional, sehingga konsep suatu "bandara internasional" memiliki makna kecil. Di negara-negara tersebut, terdapat sebuah sub-kategori bandar udara internasional terbatasyang menangani penerbangan internasional, tetapi terbatas pada tujuan jarak pendek (umumnya karena faktor geografi) atau campuran bandara sipil/militer.
Contoh bandar udara internasional antara lain, Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Tangerang-Banten), Bandara Internasional Kuala Namu (Medan-Sumatra Utara), dan Bandara Internasional Juanda (Surabaya-Jawa Timur).
13 2.7 Penumpang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penumpang adalah seseorang yang hanya menumpang, baik itu pesawat, kereta api, bus, maupun jenis transportasi lainnya.Penumpang bisa dikelompokkan dalam dua kelompok:
1. Penumpang yang naik suatu mobil tanpa membayar, apakah dikemudikan oleh pengemudi atau anggota keluarga.
2. Penumpang umum adalah penumpang yang ikut dalam perjalanan dalam suatu wahana dengan membayar, wahana bisa berupa, bus, kereta api, kapal ataupun pesawat terbang.
Definisi penumpang menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Damardjati (1995) pengertian penumpang adalah setiap orang yang diangkut ataupun yang harus diangkut di dalam pesawat udara ataupun alat pengangkutan lainnya, atas dasar persetujuan dari perusahaan ataupun badan yang menyelenggarakan angkutan tersebut. 2. Menurut Yoeti (1999) pengertian penumpang adalah Pembeli Produk
dan jasa pada suatu perusahaan adalah pelanggan perusahaan barang dan jasa mereka dapat berupa seseorang (individu) dan dapat pula sebagai suatu perusahaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penumpang adalah seseorang (individu) dan satu perusahaan (kelompok) yang menggunakan jasa angkutan untuk suatu perjalanan tertentu dengan mengeluarkan sejumlah uang sebagai imbalan bagi pengangkut dengan kata lain dapat didefinisikan orang telah membeli tiket, berarti orang yang melakukan perjalanan dengan menggunakan alat tranportasi yang disediakan oleh pihak pengangkutan atau perusahaan niaga dan terikat kontrak dan persetujuan dengan pengangkut tertera di dalam tiket dengan pengangkut selama perjalanan.
14 2.8 Metode Importance Performance Analysis (IPA)
Metode Importance-Performance Analysis pertama kali dikemukakan oleh Martilla & James 1977 dalam (Puspitasari et al, 2010) untuk memberikan wawasan kemenejemenan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari sebuah perusahaan, dalam artikel mereka “Importance-Performance Analysis” yang dipublikasikan di Journal of Marketing.
Importance Performance Analysis (IPA) secara konsep merupakan suatu
model multi-atribut. Tehnik ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan penawaran pasar dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan relatif atribut dan kepuasan konsumen. Penerapan teknik IPA dimulai dengan identifikasi atribut-atribut yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-literatur, melakukan interview, dan menggunakan penilaian manajerial.
Di lain pihak, sekumpulan atribut yang melekat kepada barang atau jasa dievaluasi berdasarkan seberapa penting masing-masing produk tersebut bagi konsumen dan bagaimana jasa atau barang tersebut dipersepsikan oleh konsumen. Evaluasi ini biasanya dipenuhi dengan melakukan survey terhadap sampel yang terdiri atas konsumen.
Setelah menentukan atribut-atribut yang layak, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan/harapan berbagai atribut dan kepuasan tingkat kinerja penyedia jasa pada masing-masing atribut tersebut. Dalam penelitian ini digunakan dua variable X dan Y, dimana X merupakan tingkat kinerja terhadap layanan yang memberikan kepuasan pelanggan dan Y merupakan tingkat kepentingan/harapan pelanggan. Dalam hal ini digunakan lima tingkat Skala Linkert untuk penilaian tingkat kepentingan pelanggan, yang terdiri dari:
1. Sangat penting, diberi bobot 5 2. Penting, diberi bobot 4
3. Cukup penting, diberi bobot 3 4. Kurang penting, diberi bobot 2 5. Tidak penting, diberi bobot 1
15 Untuk kinerja nyata diberikan lima kriteria penilaian dengan bobot sebagai berikut :
1. Sangat baik diberi bobot 5, yang berarti pelanggan sangat puas 2. Baik diberi bobot 4, yang berarti pelanggan puas
3. Cukup baik diberi bobot 3, yang berarti pelanggan cukup puas 4. Kurang baik diberi bobot 2, yang berarti pelanggan kurang puas 5. Tidak baik diberi bobot 1, yang berarti pelanggan tidak puas
Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja perusahaan akan dianalisis di Importance Performance Matrix. Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja maka akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian. Skor kinerja dan kepentingan digunakan sebagai koordinat untuk memplotkan atribut-atribut individu pada matriks dua dimensi yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Keterangan :
Kuadran I : Menunjukkan faktor atau atribut yang berada dalam kuadran I dianggap mempengaruhi kepuasan konsumen, atau disebut sebagai prioritas utama
Kuadran II : Menunjukkan bahwa unsur jasa atau atribut yang berada didalam kuadran II telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan atau disebut dengan pertahankan prestasi
Kuadran I Prioritas Utama Kuadran III Prioritas Rendah Kuadran IV Berlebihan Kuadran II Pertahankan Prestasi Kepentingan Pelaksanaan (Kinerja) Gambar 2.1 Diagram Kartesius
16 Kuadran III : Menunjukkan beberapa faktor atau atribut yang berada didalam kuadran III kurang penting pengaruhnya bagi konsumen, pelaksanaannya yang dilakukan perusahaan biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan atau biasa disebut prioritas rendah.
Kuadran IV : Menunjukkan faktor atau atribut yang berada dalam kuadran IV ini pengaruh terhadap konsumen kurang penting, tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting, tetapi sangat memuaskan atau disebut dengan berlebihan
2.9 Potential Gain of Customer Value (PGCV)
Potential Gain in Customer Value (PGCV) merupakan alat pengukur
kepuasan pelanggan secara kuantitatif sangat dibutuhkan dalam rangka survey kepuasan pelanggan. Menurut Hom (1997) Indeks Potential Gain in
Customer Value (PGCV) adalah sebuah peralatan yang sering digunakan
dalam metode analisa pemasaran.
Indeks PGCV dapat menyediakan masukan kuantitatif untuk spektrum yang luas dari sebuah analisis strategis. Dalam analisa PGCV juga melibatkan tingkat performansi (Performance) dan kepentingan (importance), dapatnya pihak manajemen juga dapat membangun suatu survey yang dapat mengukur dua hal yang penting yaitu:
1. Persepsi konsumen dari tingkat kepentingan dari suatu pelayanan. 2. Persepsi konsumen atas tingkat performansi / kepuasan dari suatu
pelayanan.
Setelah melakukan pemetaan grafik Importance dan Performance dari setiap kriteria variabel, maka selanjutnya adalah melakukan perhitungan indeks PGCV. Indeks PGCV dari setiap variabel / dimensi pelayanan tergantung dari dua faktor yaitu Achieve Customer Value (ACV) yang merupakan suatu nilai yang dapat diperoleh dengan mengalikan nilai tingkat kepentingan dengan nilai tingkat performansi yang diperoleh dari suatu survey dan Ulthimathy Desire Customer Value (UDCV) yaitu suatu nilai
17 yang diperoleh dengan mengalikan nilai tingkat performansi yang tertinggi yang paling mungkin dari skala penelitian yang dibuat (Hom, 1997). Langkah-langkah menghitung PGCV adalah sebagai berikut :
1. Achieve Customer Value (ACV)
Menurut Hom (1997) ACV dapat dituliskan sebagai berikut :
ACV = ̅ x ̅ ... (1) Keterangan :
̅ = Skor rata-rata tingkat kinerja (performance).
̅ = Skor rata-rata tingkat kepentingan (importance). 2. Ultimately Desire Customer Value (UDCV)
Menurut Hom (1997) UDCV dapatdituliskan sebagai berikut :
UDCV = ̅ x ̅max ... (2) Keterangan:
̅ = Skor rata-rata tingkat kepentingan (importance).
̅max = Nilai tingkat kinerja (performance) maksimal dengan skala linkert pada kuesioner, pada penelitian ini nilai maksimal adalah 5. 3. Indeks Potential Gain in Customer Value (PGCV)
Menurut Hom (1997) UDCV dapat dituliskan sebagai berikut :
Indeks PGCV = UDCV – ACV ... (3)
2.10 Teknik Pengambilan Sampling
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2008).
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. untuk menentukan sampel dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Teknik sampling pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu
18
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi :
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempinyai anggota / unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional.
d. Cluster Sampling
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari sutau negara, propinsi atau kabupaten.
2. Nonprobability Sampling
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang diberi nomor urut. b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri – ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan.
c. Sampling Insidental
Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
19 yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
d. Sampling Purposive
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang
mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang lama-lama menggelinding yang lama-lama menjadi besar.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling, yaitu teknik sampling yang tidak memberikan
peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Nonprobability sampling terdiri dari sampling sistematis, sampling kuota, incidental sampling, sampling jenuh, dan snow ball sampling. Pada laporan penelitian ini peneliti menggunakan
sampling purposive, menurut Sugiyono (2013:122): “Sampling purposive
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.” Dimana pertimbangan yang ditetapkan yaitu responden harus pernah melakukan keberangkatan penerbangan sebelumnya dari bandara lain selain bandara yang sedang diteliti. Sebagai pedoman untuk membandingkan pelayanan yang diberikan dari pihak bandara.
Uji kecukupan data digunakan untuk mengetahui sampel yang diambil sudah cukup. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Iriani, 2011):
Keterangan :
20 N = Ukuran populasi
E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir; e=0,1
Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut: Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah antara 10-20 % dari populasi penelitian.
2.11 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas kuisioner dilakukan untuk mengetahui atribut pertanyaan yang valid atau tidak valid. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2011). Menggunakan rumus korelasi r product
moment Pearson, sebagai berikut :
... (5)
Kuesioner dikatakan valid jika r hitung > r tabel, dan berarti suatu kuisioner tersebut mampu menggambarkan atribut keinginan konsumen.
Dalam pengujian reliabilitas kuisioner dilakukan dengan metode Alfa
Cronbach. Metode ini digunakan untuk menguji keandalan atribut yang
menggunakan skala likert. Suatu instrumen pengukuran (misal kuesioner) dikatakan reliabel (reliable) bila memeberikan hasil score yang konsisten pada setiap pengukuran. Suatu pengukuran mungkin reliabel tapi tidak valid, tetapi suatu pengukuran tidak bisa dikatakan valid bila tidak reliabel. Ini berarti reliabilitas (reliability) merupakan syarat perlu tapi tidak cukup (necessary but not sufficient condition) untuk validitas (validity). Manfaat dari reliabilitas yaitu (Uyanto, 2009) :
21 1. Mengetahui bagaimana butir butir pertanyaan dalam kuesioner saling
berhubungan.
2. Mendapat nilai alpha cronbach yang merupakan indeks internal consistency dari skala pengukuran secara keseluruhan.
3. Mengidentifikasi butir butir pertanyaan dalam kuesioner yang bermasalah harus direvisi atau harus dihilangkan.
Alpha cronbach merupakan salah satu koefisien reliabilitas yang
paling sering digunakan. Skala pengukuran yang reliabel sebaiknya memiliki nilai alpha cronbach minimal 0,70 (Uyanto, 2009).