Yladi F ajar, P encaian T erhadap Kemun gkin an
Pencarian
Terhadap
Kemungkinan
Melakukan
Kombinasi Demokrasi Langsung dan
Demokrasi Perwakilan
di
Indonesia
dalam Menghadapi
Negara
-
Kelompok
Bisnis -
Kelompok
Komunal
Yudi Fajar
Abstraksi:
The increase of democrqtizqtion process in Indonesia post-Soehurto erq cqn be viewed
qs the need for us to reinterpret form of popular representation in order to face relations
among State-Business Group-Communal Group. The effort shouldfocus to combine both,
democracy values which promote popular control to public matters bqsed
on
politicalequality
and local
needs basedupon civil
societystrength
(economically, sociolly,culturally, and symbolically). The combination thqt is required
for
actors of democracy to entering political arena andfind
its roles as mediator.Key w o r ds : D emo cr acy, r ep r e s entation, aspir ation, me diator
Peningkatan proses demokratisasi
di
Indonesia pasca Soeharto dapatdilihat
sebagaiperlunya mengkaji ulang mengenai
bentuk
representasi populer dalam menghadapi Negara- Kelompok Bisnis- Kelompok Komunal. Usaha yang dilakukan dapat berfokuspada perlunya melakukan kombinasi antara nilai-nilai demokrasi yang mempromosikan
kontrol populer (orang banyak) terhadap urusan publik yang berbasis pada kesamaan
politik,
dengan kebutuhan lokalitas yang mendasari pada kekuatan masyarakat sipil (secara ekonomi, sosial,kultural,
dan simbolik).
Kombinasiyang dilakukan
adalah kebutuhan aktor-aktor demokrasi untuk masuk ke dalam arenapolitik
dan menernukan berbagai bentuk perannya sebagai mediator.Katq Kunci: Demokrqsi, representasi, aspirasi, mediator
ebutuhan
untuk
menggunakaninstrumen demokrasi
gunaemperbaiki kualitas
hidup
danpemenuhan kebutuhan sehari-hari setiap
warga negara menjadi landasan penting
dalam
membicarakan
demokratisasi.Demokrasi
tidak
hanya
berwujuddalam
partai
politik
danlatau organisasimasyarakat
sipil.
Demokrasijuga
adadi
dalam
proses kehidupan sehari-hari.Politisasi terhadap standar
pemenuhan kebutuhan hidup menjadi semakin nyatadalam prakteknya seperti dalam bidang
pendidikan,
kesehatan,
pemenuhantingkat upah buruh, dan lainnya.
Persoalan demokrasi
di
Indonesia dimasa paska Soeharto lengser sejak 21 Mei
Studi Politik Edisi 1, Vol.
I,
No.l, 20tr0pihak. Salah satu hasil risetyang memotret
perkembangan
demokrasi
di
Indonesia adalah hasil riset ulangan (resuwey) yangdilakukan Demos pada
tahun
200312004dan 2007, dimana hasilnya menunjukkan perubahan bentuk demokrasi di Indonesia
menj adi demokrasi elit yang terkonsolidasi
(fornquist
2008a: 5).Elit
dominan inilahyang
banyak sigap bereaksiketika
adakebutuhan pembenahan mengenai bentuk representasi guna mengakomodir aspirasi
politik
warga
negara
(demos)
namuntetap
dengan
koridor:
Ya,
demohrasiperlu
dibenahi,
dan
biqrkqn
kqmimelqLTuL?snny a. S ementara warga negara dipandang sebagai massa untuk rnobilisasi
dukungan. Kelompok inilah yang semakin
menguasai
perangkat demokrasi
danmenjelma menjadi kekuatan
oligarkis(Demos
2008:
64).
Berdasarkan stlrvei 200312004,elit
dominan
ini
sekurang-kurangnya mempunyai akses
ke
empat sumber kekuasaan, yaitu rnodal ekonomi,modal sosial (aringan kontak
yangbesar), modal budaya (pengetahuan dan
informasi),
dan
modal
non-ekonomis(<emampuan
melakukan
tekanan-tekanan
atau
demonstrasi
massa)(Priyono
&
Subono 2007:84). Kondisiini
tidak
banyak berubahketika
dilakukansurvei ulangan 2007 (Demos 2008: 56).
Usaha
untuk
melakukan
Perbaikanatau
perubahan
untuk
menyelesaikanpersoalan demokrasi
elit
n:lengarah pada perbaikan mengenai bentuk representasi"Hingga saat
ini
usaha perbaikan
itudilakukan
oleh
tiga
kelompok
yaitu:(1)
kelompok
pengusung
rekayasakelembagaan atau rekayasa
elitis
(elitistcrafting),
(2)
kelompok
pengusungreformasi
partai dari
dalam, diwujudkandalam bentuk
memasuki
mauPunmembentuk
partai
alternatif
Yangkebanyakan
dilakukan
dari
atas
(top'down) ;dan (3) kelompokyang membangun
lembaga
perwakilan
langsung
Yangberhubungan dengan organ atau komisi
tertentu
di
lembaga
Pemerintahan,misalkan melalui participatory bwdgeting
atau
pembentukanforum-forum
wargayangpolitis.
(Demos 2008: 84).Kelemahan
dari
rnasing-masingkelompok
ini
secaragaris
besar
dapatdisebutkan sebagai
berikut:
kelompokpengusung
rekayasa
kelembagaan menyerahkan perubahan kepadadiri
elit partai;tidak
bertujuanuntuk
melakukan demonopolisasi elit; dan proses reproduksielit
tetap ada
di
tangan
elit
dominantanpa
berusaha
membangun kapasitaspolitik dari
warga
negara
(masyarakatlemah). Kelemahan kelompok reformasi
partai
terletak pada:
ketidakmampuanuntuk mengatasi fragmentasi di kalangan
aktivis
demokrasi;tidak
ada
kejelasanmandat
antara
kader yang masuk
ketubuh partai
dengankontrol dari
basispendukungnya;
dan
pengorganisasianpolitik yang tidak matang sehingga
partai-partai alternatif yang
dibangtln
belummemadai
untuk
berkompetisi
denganpartai-partai
dominan.
Kelemahanupaya
rnelembagakan
demokrasilangsung adalah: kecenderungan untuk menerima
relasi
kekuasaanyang
sudahada; proses deliberatif
yang
dilakukanbelum
memberikan
bentuk
dernokratisyarrg
jelas
di
dalam
forum
itu;
danperlunya
memperjelas beberapa prinsipdasar
mulai
dari
kejelasanorang
yangdilibatkan,
hak
dan
kewajiban anggota, mekanisme pertanggungjawaban wadahyang dibuat dan isu-isu kesetaraan yang diperjuangkan @emos 2008: 92-93).
Lalu, bagaimana cara untuk mengawal
aspirasi
warga
negara dalarn
prosespolitik
representasiyang ada
saat
ini?Penulis
akan
memaparkan secara garisbesar
pencarian kemungkinan
untukmelakukan kombinasi antara demokrasi
langsung dengan demokrasi perwakilan
di
Indonesia
berdasarkanlaasil
kajianyang dilakukan Demos (Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi di Indonesia).
Tantangan
dalam Mengawal
Aspirasi
Rakyat
Kondisi
umum
hubungan
kekuasaanyang terjadi
di
Indonesia paska Soeharto dijelaskan oleh Tornquist (2009: 4) sebagaiberikut:
1.
Kekuasaanberada dalam
hubungansegitiga antara negara, kelompok bisnis dan kelompok komunal (oerdasarkan identitas, agama dan hubungan darahl keluarga);
2.
Kekuatan dari kelompok komunal dan seharusnya ada di dalam negara;3.
Pemimpin kelompok
komunal
danbisnis dapat melegitimasi
diri
merekadengan
cara
yang
berbeda, namunpengurangan urusan-urusan
yangsifatnya
untuk
kepentingan
orangbanyak (publik)
tersebut
terkait dengankomunitas
etnik dan
agamatertentu justru cocok dengan perspektif
neoliberal
(privatisasi
sumberdaya
milik
umum).
Penguranganjaminan
sosial
bagi
rakyat
justrumenggerakkan
sumbangan
yangberdasarkan semangat
komunal
dan sumbanganuntuk
sekolah bagi orangmiskin,
sedangkandi
sisilain,
orangkaya
semakin
meminta
pelayananprivat rumah sakit dan sekolah khusus bagi anak-anaknya;
4.
Hubungan antara negara dengan rak-yatjustru
kebanyakan dimediasi padasatu
sisi
oleh
kelompok
komunal,dan
di
sisilain
oleh kelompok bisnisdan
pasar. Kelompok
rentan/miskinini
melarikandiri
ke
tempat religius(masjid,
gereja,
dll),
sedangkankelompok berpunya/orang kaya pergi
mencari kebebasan dan pelayanan di
mal (seperti Carrefour, dll).
5.
Hubunganpolitik
yangrelatif
otonomantara
negara
dan
rakyat
justru
semakin
buruk
karena hubungannya bersifat dari atas ke bawah (top-down)baik dari
para
politisi
dan
aparatYudt F ajar, P encaian T erhadap Kemungkinan
negara, begitu juga dari organisasi dan gerakan yang ada
di
bawah terhadaprakyat. kelompok bisnis
meningkatdengan semakin mengurangi kapasitas dan sumber daya
milik
umum yangDalam memahami dinamika
tantatangan yang ada di Indonesia,
kritik
juga
perlu
ditempatkan pada kelompok/ kekuatan lainnya, salah satunya kelompokmasyarakat
sipil. Perlu
disadari
bahwaada
kekurangan
dari
penekanan yangterlalu
besar pada kekuatan masyarakatsipil. Kekuatan masyarakat sipil memang
kuat
di
Indonesiaketika
di
akhir
tahun 1950-an danawal
1960-an, namuntidak
mempromosikan
demokrasi
karenaterpolarisasi
oleh
politik
aliran
danterorganisasikan dalam partai
politik.
Halyang
perlu
disadariketika tragedi
1965dimana milisi sipil, dan kelompok pemuda
ikut
terlibat
dalam pembunuhan dimanamereka juga bagian dari masyarakat sipil. Pada masa paska Soeharto, keberadaan
organisasi
masyarakat
sipil
tetapterpecah-pecah, bahkan kadang terpisah
dari
masyarakat
secara
umum
(ataudisebut sebagai demokrat mengambang)
(fornquist
akan terbit: 4-8).Studi
dari
Harriss
(2006:
2-Il)
diIndia dan Sao Paulo juga dapat dijadikan
gambaran
bahwa
aktivitas
organisasipada
masyarakat
sipil
(new
politics)tidak
sertamerta
membawa perubahandibandingkan dengan sistem kepartaian
(old
politics).
Beberapa
hasil
temuanHarriss
diantaranya sebagai
berikut:bentuk organisasi pada masyarakat sipil
banyak
ditemukan
di
kota-kota
besar,namun mereka sering
menyingkirkanwarga
miskin; ketika
terdapat jaringanasosiasi
yang
efektif
dan
aktor-aktorkolektif
yang
kuat
(di
Sao
Paulo),mereka digerakkan
oleh
sebuah partaipolitik
yang
programatik;
dan
wargamiskin
tergantung
pada bentuk
lamadari
mekanisme partaipolitik,
meskipuntahu
bahwa
mekanisme
partai
politik
Studi Politik Edisi 1, Vol, I, N0.1, 2010
Pelajaran
yang
dapatdiambil
dari
studiini
adalah terdapat kebutuhan
untuksaling
melengkapi
antara
organisasi masyarakat sipil dan sebuah partaipolitik
yang programatik yang bertujuan
padapemenuhan representasi
kepentinganwarga miskin.
Keperluan Membangun
RepresentasiAlternatif:
RepresentasiPopuler
Kondisi di atas memberikan kebutuhan
untuk
adanya alternatif
bagi
bentukrepresentasi
populer
(orang
banyak)yang
demokratis.
Representasi populerini
merupakanbentuk
perwakilan yangberlandaskan
kontrol
orang
banyak.Tornquist (2009:
l1)
mencoba melakukankombinasi
antara
bentuk
demokrasilangsung dengan demokrasi perwakilan dalam
tiga pilar
dasaryaitu:
(1)
rakyat (demos), (2) hal-hal yang menjadi urusanumum,
dan
(3) berbagai bentuk mediasiuntuk
tindakan
kontrol
dari
publik
terhadap sisi masuk an (input) dan keluaran(output), misalnya: dalam
pembuatankebijakan
dan
implementasinya Qihat:Skema 1. Model Kajian Demokrasi yang berorientasi pada Representasi).
Definisi rakyat
(demos) dalamhal ini
perlu
diperluas
untuk
meliputi
sernuawarga negara dari suatu negara. Dinamika
yang
berjalan dalam
hal
pendefinisianmengenai
rakyat
ini
juga
beririsandengan masalah-masalah yang diangkat,
kelompok
yang
ada
dalarn masyarakat, dan kewiiayahan (teritori) .Definisi
mengenai
kepentinganumum
(matters
of
common
concern)juga
berdasarkan
pada hal-hal
yangakan
dibangun secara bersama
dandigunakan
dalarn proses
demokrasisebagai kepentingan
bersama,
bukanpada kepentingan yang sifatnya personal
(v ested inter est) " Institusi p emerintah yang
mengumsi kepentingan publik
terdiri
darilembaga
legislatif; lembaga
eksekutif;lembaga
administratif yang
mengurusisipil
& militer;
dan lembaga kepolisian &pengadilan. Lembaga lain yang rnengurusi
kepentingan
urnum
ini
juga
termasuklembaga yang dibentuk untuk mengurusi
pengaturan kebutuhan
warga
negaraseperti
lembaga akademik
mandiri,partisipasi
buruh
dalam
manajemenperusahaan,
pertemuan tahunan
dariorganisasi
komunitas,
atau
berbagaiinstitusi yang
ffrengurusi konsultasi danpartisipasi dari berbagai badan pengurus
dan
komisi-kornisi
khusus.
Lembaga-lembaga inilah yang biasanya rnelakukan
bentuk
demokrasi langsung
(l-ornquist2409: L4).
Hal yang menjadi target dalam model
representasi
ini
adalah
pembangunanrnediasi
antara
rakyat
(demos) denganhal-hatr
yang
menjadi
kepentinganbersama (Matters
of
Cornmon Concern).Proses
untuk
dapat
mengawatr aspirasirakyat
sangat tergantung
pada
sisimasukan
(input) dan
keluaran
(owtput)dari
proses demokrasi;serta
kebijakanyang
didasarkanatas
kesamaanpolitik
dan implementasi yang berlaku ke semua
orang.
Perlu
disadari
bahwa
rakyat(warga
negara)tidaklah satu
kesatuan karena terpecah dalarn tiga wilayah yaitu simbolik, deskriptif dansubstantif . Kondisiwarga
negarayang
ter"pecah-pecahini
merupakan sarana
dalam
pembentukanwakil,
dimana aktor-aktor akan mewakiliwarga
negara
dan
proses
pernberiankuasa
(otorisasi) kepadanya;juga
akanberbicara
mengenai
tingkat
kepekaandan
akuntabilitas, serta kapasitaswakil
untuk menyuarakan kepentingan dan ide yang
dimiliki
rai<yat dan bertindak sesuaidengan
kepentingannyaitu.
(fornquist
2009: 14-15).Representasi
melalui
mediatorini
terdiri dari tiga
pihak
yaitu:
(a)masyarakat
sipil
(asosiasi
masyarakatsipil) yang didefinisikan sebagai asosiasi
yang dibentuk
dari
kehidupan
sehari-hari
masyarakat, khususnya
dalamorganisasi masyarakat
sipil
berbentuk LSM, komunitas lokal, organisasi populer,media,
dunia
akademik,dan
kehidupanbudaya;
(b)
pemimpin
informal
danasosiasi non-sipil seperti patron, makelar/
broker
(fixers), asosiasi komunal, kepalasuku dan
'figur
populer';
(c) masyarakatYudi Fajaq Pencarian Terhadap Kemungkinan
politik
yang
terdiri dari
partai
politik,
organisasi kepentingan
yang
terkaitsecara
politis,
kelompok penekan
&kelompok
lobi (Iornquist
2009: 15).Skema 1. Model Kajian Demokrasi yang berorientasi pada Representasi
Democratic Representation
In politically equal
policy-making and impartiai implementation *authorization with mandate *accountability with transparency and responslveness
t
\-(cA a?b.E
9E
(! C.) ;i Li3E
+
Matters of Common Concern
in more or less oublic
Institution for
civic self-govemance
Auxiliary state
institutions and
institutions for sub-contracted public
Institution for Public Government
The Civil &
Military Administration The Judiciary & Police The Political Executive
Institution for ParticipatiorVrepresentation at all level and in all sectors
The Political
Legislative at
all level
Representation via Moderators
- CivicA.,lGO | - Political pafties | - Patrons, fixers
-Popular
l-Politically
l-communalOrganization I related interest I associations - Civic 'experts' I organizations
(media,
| -pressure/lobby | -Popularfigurescultural workers)
t
People (Demos)
Symbolic Representation Standing for: believe, identity, and
gaining legitimacy
Descriptive Representation Standing for: teritory, community,
group, gender
Substantive Representation
Acting for: Views, ideas, lnterests
The articulated people: Social Units, conflicts, cleavages & actors with capacities, interest, ideas & positions on public matters
.t a
Studi Politik Edisi 1, Vol, I, No,1, 2010
Peningkatan
Hubungan
(Scalling-Up)
antar
Mediator
Sebagai FokusKelompok masyarakat sipil
tidak
akan mau membangun peningkatan hubungand6ngan
dua
lielompok
lainnya
ketikatidak
ada kepercayaan dengan pemimpininformal
dan
masyarakatpolitik.
Kitaperlu
menyadaribahwa kegiatan
yanghanya memfokuskan pada satu kelompok
saja,
tidak
akan efektif.
Kesadarantiap
kelompok akan
kekurangan
yangdimilikinya
justru
diharapkan
menjadipenggerak
dalam langkah
peningkatanhubungan
(scalling-up)
ini.
Kelompokmasyarakat
sipil
akhirnya
juga
harus menyadarijika
semuanya bergerak di luarsistem
politik
yangdikritik,
maka ruangpolitik
yang
adaakhirnya
dikuasai olehelit dominan yang saat
ini
berkuasa.Tantangan kedepan
yang
pentingadalah perlunva melakukan
kombinasiantara nilai-nilai
demokrasi
yang mempromosikankontrol
populer
(orangbanyak)
terhadap
urusan
publik
yangberbasis pada kesamaan
politik,
dengankebutuhan
lokalitas
yang
mendasaripada kekuatan masyarakat
sipil
(secaraekonomi, sosial, kultural, dan simbolik).
Secara
spesifik,
Demos
(2008:f04-109)
mengeluarkan
rekomendasiuntuk
mengembangkan
representasialternatif
dari
kondisi buruknya
bentukrepresentasi elit yang ada saat
ini
melaluipembentukan
blok politik
demokratik.Blok
politik
demokratik
ini
merupakanbentuk
rekomendasi
dari
usaha membangun sistem representasi populersebagai langkah kongkret demonopolisasi
sistem representasi dan sistem kepartaian
yang
semakin
lama
semakin
tertutup.Skenario melakukan scalling-up
tigaunsur
mediator
(asosiasi
masyarakatsipil, pemimpin informal dan masyarakat
politik)
dalam pandangan Demos (2008:107; dilakukan melalui perluasan gerakan
berbasis isu, berbasis kelompok-kelompok kepentingan dan berbasis geografis
(okal-supralokal).t
I
IHambaran ierbesar dalam
pembangunan
biok politik
demokratikini
menurut Dentos
(2008: 106), justruberasal dari kondisi di dalam gerakan pro-demokrasi sendiri )-ang masih mengalami
fragmentasi.
tidak
terkonsolidasi
danbelum pernah
menemukantitik
temuuntuk
membangun
gerakan
bersama.Usaha
fasilitasi
terhadap
kemungkinanpertemuan
antar-kelompok
pro-demokrasi juga sedang dilakukan, namunnampaknya
masih
sulit untuk
menujupembentukan blok
politik
demokratik ini.Kombinasi
yang
dilakukan
dalamrekomendasi Demos (2008: 107) adalah
kebutuhan aktor-aktor demokrasi untuk
masuk
ke
dalam arena
politik
danmenemukan berbagai
bentuk
perannyasebagai mediator. Mekanisme
pentingdalam pembangunan representasi populer
menurut penulis
adalah
meningkatkankemampuan
kontrol warga
negaraterhadap
elit
atau
wakil
yang
sudahmereka
pilih
sehingga
ketika
terjadiperpindahan sikap yang dirasakan tidak konsisten
dari
aspirasi awal, maka sangwakil
dapat segera digantikan.Narnun,
usul
tersebut
mendapattantangan besar dari aktor-aktor alternatif
yang
mengambil
jalan
pintas
melaluipenggunakan
metode-metode
populisdengan
memanfaatkan
pemimpin-pemimpin informal
kharismatikyang
mengandalkan
pola
hubunganpatronase.
Jalan pintas
yang
diambilaktor-aktor alternatif
ini
mencerminkanbasis
kekuatan mereka dalam,
yaitumengandalkan
lobi
dan mediasi melalui partisipasi berbasis individu dan informal.Metode partisipasi
langsung
itu
tidak
memperbaiki persoalan
representasikarena
tidak
mendorong pembentukanorganisasi-organisasi
kepentingan
yangkuat (Demos Team 2009: 152-3).
Beberapa
evaluasi
penting
terhadapusaha
perbaikan
representasi
ini,diantaranya adalah:
(i)
reformasi sistetnkepartaian
tidak
memberi
sumbanganYudi Fajar, Pencarian Terhadap hemunqkLn'ut
berarti
pada
agenda
penghapusanmonopolisasi
elit
dan
perubahan relasi kekuasaan,(ii)
pembentukan partai baru akan menghadapi persoalan internal. dankonflik
akan
terjadi
antara
partai
barudengan organisasi masyarakat sipil karena
basis konstituen diambil oleh partai-partai
baru tersebut, dan (iii) usaha menyediakan
kebutuhan
nyata,
yang
terbuka
dantidak
memiliki
orientasipolitik
terhadapkepentingan masyarakat
tertentu
justruakan
mempertahankan
ketimpangan relasi kuasa yang sudah ada (Demos Team2009: 153-4).
Kajian
yang
dilakukan
oleh
Tomsa(2010: 310
&
325) menunjukkan bahwahingga
akhir
tahun
2010 atau
tahunpertama periode pemerintahan SBY (Susilo
Bambang Yudhoyono)
yang
kedua, baikpresiden, partai
politik
ataupun parlemen(DPR
RD tidak
mampu
diharapkanuntuk
menunjukkan kepemimpinan yangdiperlukan guna memperdalam demokrasi Indonesia agar lebih bermakna bagi rakyat biasa. Pada sisi lain, pihak media dan dan asosiasi masyarakat
sipil
mampumeng-ekspos berbagai kondisi defisit demokrasi yang ditunjukkan dengan
kritik
terhadap penanganan kasuskorupsi,
kritik
pedasterhadap
kondisi
para anggota parlernenyang mangkir
dari
sidangumum
DPR,lemahnya
negara
dalam
memperkuatsikap
toleransi
keyakinan
beragama,dan
berbagaisikap
penolakan terhadap rencana DanaAspirasi DPR oleh kalanganasosiasi masyarakat sipil.
Tomsa
(2010: 326) pesimis demokrasiIndonesia
dalam
periode
jangkamenengah hingga periode jangka panjang
akan
mampu
menjadi lebih
bermaknabagi
ralcyat kebanyakan karena melihatkemungkinan
kandidat presiden
yangkemungkinan akan bersaing pada Pemilu
2014 mendatang berasal dari tokoh-tokoh
kontroversial
seperti
Aburizal
Bakrie, Prabowo Subianto dan Tommy Soeharto.Pada pihak lain, hasil studi Tornquist et al. (2010: 336) di Aceh menunjukkan hasil
r
^
Studi Politik Edisi 1. Vol, I. No.1. 2010
pesimis yang kurang lebih sama, dimana
pemerintahan
Aceh
yang
terbentukdari
Pilkada 2006
tetap
tidak
punya usaha seriusuntuk
rnenghentikan relasikekuasaan
lama yang
mengandalkankorupsi, klientilisme dan
nepotisme ditubuh birokrasi
pemerintahan. Namun,Tornquist
et al.
(2010:
410)
tetapoptimis
untuk
menekankan _pentingnyapenguatan
basis
representasi
populeryang
demokratismelalui
pembangunanorganisasi rakyat yang dimulai dari bawah
dan terus dipelihara kekuatannya.
Usaha
yang
dapat
dilakukan
adalah membangun aliansi secara luas diantarapara
pimpinan reformis,
para
ahli,akademisi
dan
asosiasi
masyarakatsipil
guna
membangun saluran-saluranalternatif guna perkembangan partisipasi
popoler
demokratis
yang
memberikanfokus pada isu-isu penting dan melakukan
formulasi ulang berbagai solusi alternatif
atas:
perlawanan
terhadap
korupsi, kesetaraan kesempatan bagi perempuan,peningkatan
akses
pada
pendidikandan
kesehatan,
memajukan
secarabersama-sama
pertumbuhan
ekonomi,kesejahteraan
rakyat,
dan
hak
asasimanusia. Sudah nampak
pula
keperluanuntuk
melakukan
kontra-hegemonikekuasaan
yang
mempertahankan polakekuasaan
lama yang
penuh
dengankorupsi,
klientilisme
dan
nepotismemelalui peningkatan pengetahuan
publik
dan
pembangunan kebijakan-kebijakanalternatif
(Iornquist
et al. 2010: 410)..Menurut penulis, peran
pihak-pihakmediator
ini
pada akhirnya
berujungpada upaya
identifikasi
dan penguasaankemampuan terhadap beberapa
isu-isu
dasar
yang
meliputi:
kesehatan,pendidikan, perumahan,
air
bersih,sanitasi,
perlindungan
sosial
ataujaminan sosial,
kecukupan
panganatau nutrisi,
dan
kemampuan
laki-laki
dan
perempuandalam
pembagiankerja
rumah
tanggayang
setara. Inilahyang
kemudian
bisa
disebut
sebagaiusaha
memperluasdan
memPerdalammanfaat proses
demokratisasi
bagirakyat
kebanyakan.
Keperluan
untukmenempatkan
identifikasi
isu-isu
dasar kepentinganumum
(Mattersof
CommonConcern)
kedalam
prioritas yang
akandiperjuangkan,
akan
menjadi
bekalnegosiasi diantara para
pihak
kelompokmediator.
Erawan .
(2008:
17,
19-20)
melihat bahwa legitimasi representasi populerini
perlu mendapat perhatian khusus karena
legitimasi
formal melalui
Pemilu
tetaplebih
kuat, lembaga alternatif cenderunginformal dan tidak
langsung mewarnaikebijakan
publik.
Oleh karena itu, usulanmemperkuat
legitimasi
representasipopuler
ini
dapat diwujudkan melalui: (i)pemetaan lebih lanjut terhadap masalah-masalah
riil
basis legitimasi representasi; (ii) diperlukan kajian tentang representasipopular
ini
berdasarkan
pengalamannegara lain;
(iii)
diperlukan sinergi antararepresentasi
populer dengan
lembagapolitik
formal.Pencarian bentuk representasi alternatif populer ini mendasari diri pada kesetaraan
pqlitik
dan
kontrol
ralryat.
Kebutuhanmelakukan korporatisme selalu menggoda karena sifat keterpecahan (fragmentaris)
yang dimiliki berbagai kelompok mediator.
Guna menghindari korporatisme,
justru
perlu
dibangun
ke
arah
hegemoniyang
menggunakandua
pondasi
dasarrepresentasi
populer
tadi. Kita
perlumenghindari
bentuk
otoritarianismedalam bungkus
tahaPan-tahaPanpembangunan
demokrasi
sebagaimanaSoeharto
menekankan
Pertumbuhanekonomi dan
stabilitas nasionaldi
ataspemajuan proses demokratisasi. HaI yang
dibutuhkan adalah
kerja
simultanpolitik
dan ekonomi.Hal
yang bisa menjadi pembelajaran adalah momentum gerakan anti-korupsi.Usaha pemberantasan
tindakan
korupsipaska
Soehartoterlihat memiliki
fokus pada pejabat-pejabatpublik
(Setiyono &Yudi Faiar, Pencarian Terhalap Kemungkinan
Mcleod
2010: 361-62). Meskipun gerakananti-korupsi masih
terlihat
sangat elitis,para
birokrat
dan
pejabatpublik
sudah merasakhawatir
dan waspada terhadappersoalan
ini.
Mereka berusaha
agartidak
terseretke
perkarakorupsi.
Guna mengurangi prevalensi korupsi, Setiyono&
Mcleod
(2010:
367-368)
melihatpentingnya
para
penggiat
LSM
anti-korupsi
untuk
mengarahkan fokus padausaha memastikan pemerintah membayar
upah
para
pegawainya secaraadil
dan sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pekerjaan.Jika kita
mengembangkan
arah rekomendasi dari Setiyono &Mcleodtadi,
maka ada keperluan untuk membesarkan
gerakan
anti-korupsi
dari
kalanganpemerintah sendiri selaku apat at penegak
hukum.
Tidak
hanya
menggunakanperspektif
menghukum
para
koruptordi
tubuh
pemerintahan,
namun
iugamendudukkan
negara
sebagai
aktorutama
pemberantasankorupsi.
Hukumyang harus ditegakkan
ini
tidak
terlepasdari
pembangunan
kapasitas
hukumitu
sendiri
agar
mampu
menangkaPpelaku korupsi. Pembangunan kapasitas
hukum
ini
dilakukan
oleh
kerjasamaantara
LSM
anti-korupsi denganpolitisi
di
parlernenuntuk
agenda pembentukanKomisi
PemberantasanKorupsi
(KPIOdan
pengadilantindak pidana
korupsi(Iipikor).
Artinya,
kerjasama
segitigayang terjadi adalah
antara masyarakatsipil,
masyarakat
politik dan
aparat pemerintah.Walaupun kerjasama segitiga gerakan
anti-korupsi semakin intensif, persoalan-persoalan dasar dari aktivitas keseharian
masih belum
tersentuh..
Keresahanmasyarakat
terhadap kasus
korupsi
dipersoalan keseharian masih terus terjadi
untuk
pengurusan
berbagai
dokumenidentitas
diri
(misalnyaakta
kelahiran,KTB
paspor,
SIM,
dll)
dan
Persoalanbersifat
sektoral
seperti
misalnyaStudi Politik Edisi 1, Vol.
I,
No, tr, 2010manaj emen perus ahaan untuk pengurus an
pemotongan uang gaji guna diserahkan ke skema Jamsostek. Belum
lagi
persoalanpungutan-pungutan
liar
yang
dibayarperusahaan, manipulasi p embayaran paj ak perusahaan,
dan
lemahnya pengawasanterhadap
penyalahgunaansistem
kerjakontrak
&
outsourcing. Pengembanganpemberantasan
.korupsi
dari
isu-isukeseharian
ini
mempunyai
tantangantersendiri
.untuk terus digulirkan
guna membongkar keterlibatan pej abat publik.iArtinya, terdapat
perbedaan
gerakantara fokus gerakan yang mengarahkan
diri
pada pengawasan terhadap pejabatpublih
dengan
pengawasan terhadapaktor-aktor
kunci yang
berpotensimelakukan
penyelewengan kekuasaanbaik
secara
politik dan
ekonomi
diunit
terkecil
seperti
tempat
kerja
dan masyarakat sekitar tempat tinggal.Ujung pembahasan dari pengembangan
isu-isu
keseharianini
berada
di
dalam kerangka mengukur damp akdariprogram-program
nasional secara langsung
kekehidupan sehari-hari
masyarakat.Sehingga,
nama program atau
slogankampanye mengenai
komitmen
negaratersebut dapat
menjadi
semakin
nyata(tidak
abstrak)
dan
memiliki
dampakyang menyeluruh
(tidak
hanya bergerakdi
seputarkelompok
elit
tertentu
saja).Pejabat-pejabat publik di tingkat lokal pun dapat memfokuskan
diri
pada perbaikanpemb erian layanan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat.
Pencarian
representasi
alternatifpopuler ini memberi gambaran mekanisme
hubungan kerjasama
antar
berbagaikelompok mediator dimana
negaramemiliki
keterlibatan
dan
tanggungjawab
di
dalamnya. Asumsi dasar yangdipakai
adalah
warga
negara
yangmemiliki
keaktifan, rasa tanggung jawabdan merasa
dirinya memiliki
kesetaraanpolitik
dengan pihak lain. Persoalan yang muncul adalah warga negara tidak secaraotomatis
akan menuntut
haknva ketikamelihat sesuatu yang belum diwujudkan
oleh
negara, sehingga
membutuhkan proses lanjutan untuk mengolah berbagaiisu untuk sampai kepada proses artikulasi
kepentingan.
tsentuk hubungan
sosialdi
masyarakatpun tidak
menempatkanseseorang
memiliki
kesadaran sebagaiwarga
negara
(demos),
rnelainkan berkesadaranetnis
(ethnos) atau agarna(religionist)"
Bentuk
hubungan sosial di masyarakat dan stratifikasi sosial terhadapkedudukan
dan
pekerjaan
seseoranginilah yang membuat kesetaraan artikulasi tuntutan
politik
itu jauh dari wujud nyataimplementasi keseharian
(selain
padasaat pencoblosan masa pemilihan umum).
Peluang
melakukan
perubahanpola relasi
sosial
di
masyarakat dapat dilakukan dengan mengidentifikasipihak-pihak
yang
ingin
mempertahankan danmenikmati
keuntungandari pola
relasi sosial yang lama. Prosesidentifikasi ini
dapat dipicu oleh inisiatif yang dilakukandari
atas
melalui berbagai
kebijakanpemerintah atau berbagai agenda donor internasional. Sehingga, para aktivis
pro-demokrasi akan
melihat
negara sebagaiarena pertarungan berbagai kepentingan
kekuasaan
yang harus
dirnasuki
gunamembangun representasi
alternatifpopuler. Kombinasi antara
penggunaanhukum (penegakan hukum) dan aksi-aksi
politik
berbasis massa rnenjadi gambaranumum dalam
proses
demokratisasidi
Indonesia.
Proses
dernokratisasidalam
bentuk
ekstrim
positif terjadi
didunia
akademis
dalam
pengembanganberbagai konsep dan
teori, tetapi
dalampraktek
keseharian,
kita
menghadapiekstrim negatif dari kelompok bisnis dan kelompok berbasis agama tertentu.
Kesimpulan
Pencarian
terhadap
kombinasidemokrasi langsung
dan
demokrasiperwakilan
di
Indonesia dapat dilakukanmelalui bentuk
representasi
popule4kepentingan
umum
dapatterus
terjaga. Bentuk representasi populer telah dicobadibuat
dalam"Model Kajian
Demokrasiyang
Berorientasi
pada
Representasi",namun tugas pencarian
kemungkinankombinasi
ini
masih
jauh dari
selesai.Pertanyaanyang masih tersisa untuk terus
dijadikan bahan diskusi secara
bersama-sama
oleh
berbagai kalangan
adalah:bagaimana meningkatkan
hubungan(s c allin g - up) o rganis as i s ip il d an o rganis as
i
populer
yang
tersebardalam
tingkatanlokal,
terpecah-pecah, dan berada dalamsatu
spesialisasi
isu; (2)
bagaimana membangun bentuk representasi populerdalam
hubungannya
dengan
berbagaiinstitusi pemerintah; (3) bagaimana cara penanganan terhadap bentuk klientilisme
politik;
dan (4) bagaimana meningkatkanpernbangunan
ekonomi
seiring
denganproses
demokratisasi
yang
dijalankan(Iornquist
2008b: 97).Pembahasan
mengenai
Blok
Politik Demokratikjuga
masih
perlu
diperluasdalam usaha menjawab strategi kombinasi
demokrasi langsung
dan
demokrasiperwakilan. Penulis
melihat
perlunyakesinambungan
untuk
mempertemukantiga pihak
(masyarakatsipil,
pemimpininformal, dan
masyarakatpolitik)
yangmenjadi mediator dalam
merumuskankepentingan
umum
(mattersof
commonconcern) dengan mencari
titik
singgungdiantara ketiga pihakters ebut. Kekurangan
yang
dimiliki
oleh masing-masing pihakjustru
diharapkan
menjadi
doronganuntuk saling meningkatkan kapasitas dan
jaringan para aktor dalam menggunakan
berbagai
instrumen
demokrasi
yangsudah tersedia. Pembangunan kapasitas
yang bersifat organisasional
inilah
yangkemudian harus berjalan seiring dengan
ideologi
yang
bernama"kontrol
rakyat terhadap kepentingan umum".Proses negosiasi antar
tiga
pihak mediatorini
nampaknya akan menemui berbagai hambatan dan tantangan. Selainmengidentifikasi masalah
yang
sudahYudi Fajar, Pencarian Terhadap Kemungkinan
muncul
dari
pembangunan"Blok Politik
Demokratik",
hal lain
yang
juga
tidak
kalah penting
untuk
dilakukan
adalahmemahami kerangka pertemuan berbagai
kepentingan
partikular
yang
dibawaoleh
masing-masing
kelompok
untuk kemudian berproses guna menghasilkan satu agendapolitik
universal yang dapatdidukung
oleh banyak pihak.
Wacanayang dipahami kebanyakan orang adalah
menyelesaikan
secara
musyawarahmufakat,
dan
melalui
mekanismevoting.
Pada
kenyataannya,
prosesperumusan
ini
tidak
sederhana seperti yang dibayangkan dalam dua mekanisme tersebut. Pemahaman kuat terhadap satuisu
atau
kepentinganpartikular
sangatdibutuhkan
untuk
disinergikan ke dalammomentum
politik
yang dirasa
palingpenting oleh masyarakat pada satu kurun
waktu tertentu.
Daftar
PustakaBuku:
Demos.
(2008).
Satu Dekade Reformasi:Maju dan
Mundurnya Demokrasi
diIndonesia, Ringkasan
Eksekutif
danLaporan
Awal
Survei Nasional KeduaMasalah
dan
Pilihan
Demokrasi
diIndonesia
(2007
2008).
(Jakarta:Demos)
Demos Team.
(2009).
"Summary
andConclusion",
Chapter
Eight
dalamSamadhi,
Wilty
Purna
&
NicolaasWarouw (Eds.).
Building-Democracyon The Sand - Advances and Setbacks
in Indonesia
(lst edition). fogyakarta
& Jakarta: PCD Press & Demos)Erawan,
I Ketut Putra
(2008)."Rekonseptualisasi Representasi Bagi
Indonesia"
dalam
Sahdan, Gregorius,Muhtar
Haboddin, JoashTapi
Heru,&
Oktafiani
Catur
Pratiwi
(eds.).Politik
Pilkada:
Tantangan MerawatStudi Politik Edisi 1, Vol.
I,
N0.1, 2010Harriss, J. (2006). "Politics is a Dirty River:
But
is
Therea
'New Politics'
of
CMI
Society? Perspectives from Global Citiesof
India and Latin
America",
dalam Harriss,J
(ed.). Power Matters: Essays on Institutions, Politics and Societyin
India. (Delhi: Open University Press).
Priyono,
A.E,
Samadhi,VI
B
Tornquist,O,
et.
al.
(2007),(English
ed.
Birks,T.)
Making
Democracy
Meaningful:Problems
and
Optionsin
Indonesia(Jakarta
dan
Singapore:Demos
danPCD-Press dengan ISEAS).
Tornquist,
O.
(2008a).
"Pendahuluandan
RingkasanEksekutif-
Kemajuan,Kemunduran,
dan
Pilihan",
dalamDemos. (2008). Satu Dekade Reformasi:
Maju dan
Mundurnya Demokrasi
diIndonesia, Ringkasan
Eksekutif
danLaporan
Awal
Survei Nasional KeduaMasalah
dan
Pilihan
Demokrasi
diIndonesia
(2007
2008).
(Jakarta:Demos)
Tornquist, O. (akan
terbit).
"Civic Actionand Deficit Democrdcy", dalam P Selle
and S.
Prakash
(Eds.). Beyond CivilSociety. (London: Routledge)
Tornquist,
O.
(2009).
"The
Problemis
Representation!
Towards
anAnalytical Framework",
Chap.l
dalam Tornquist, O, Neil Webster and KristianStokke
@ds.). Rethinking
PopularRepresentation. (New York: Palgrave)
Tornquist,
O,
Stanley
Adi
Prasetyo,Teresa
Birks
(Eds.) (2010) Aceh: TheRole
of
Democracy
for
Peace
andReconstruction. (Yogyakafta:
PCDPress)
Sumber
Lain:
Setiyono,
Budi
&
Ross
H.
Mcleod.(2010).
"Civil
Society
Organisations'Contribution
to
The
Anti-Corruption Movementin
Indonesia".Bulletin
of Indonesian Economic Studies46
(3): 347-70Tomsa,
Dirk
(2010) "Indonesian Politicsin
2010: The Perils of Stagnation", Bulletin
of Indonesian Economic Studies 46 (3): 309-28
Tornquist,
O. (2008b),
Research-BasedDemocracy
Promotion:
Learningfrom
an IndonesianPilot
Programme.University
of
Oslo,
(2008,
Juli
1l)
[online]
diaksesmelalui:
http://www. pcd.ugm.ac.id/