• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsultan : Prof. Isbandi Rukminto Adi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsultan : Prof. Isbandi Rukminto Adi"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMETAAN STRATEGI COPING KELUARGA PENERIMA

MANFAAT PROGRAM KELUARGA HARAPAN MENGHADAPI

WABAH COVID-

19

DI KOTA BOGOR, DEPOK, BEKASI DAN

TANGERANG SELATAN

Konsultan :

Prof. Isbandi Rukminto Adi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL

KEMENTERIAN SOSIAL RI TAHUN 2020

(3)

Konsultan : Prof. Isbandi Rukminto Adi

Kontributor:

Badrun Susantyo (Utama) Togiaratua Nainggolan (Anggota)

Nyi R. Irmayani (Anggota) Aulia Rahman (Anggota)

Johan Arifin (Anggota) Rudy G. Erwinsyah (Anggota) Bilal As’adhanayadi (Anggota)

Delfirman (Anggota) Design Cover : Rudy G. Erwinsyah Tata letak : Tim Imaji Cetakan Pertama : 2020 ISBN Diterbitkan oleh:

Puslitbangkesos Kementerian Sosial RI bekerjasama P3KS Press Gedung Cawang Kencana Lt. 2

Jl. Mayjen Sutoyo Kav. 22, Kramat Jati, Jakarta Timur 13630 E-mail: puslitbangkesos@kemsos.go.id; Website: puslit.kemsos.go.id PEMETAAN STRATEGI COPING KELUARGA PENERIMA MANFAAT PROGRAM KELUARGA HARAPAN MENGHADAPI WABAH COVID-19 DI KOTA BOGOR, DEPOK, BEKASI DAN TANGERANG SELATAN; Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan, Penelitian, Dan Penyuluhan Sosial, Kementerian Sosial RI. 2020 viii + 48 hlm. 14,8 cm x 21 cm.

@Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(4)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat rahmat dan karunia-Nya, buku hasil penelitian yang berjudul Pemetaan Strategi Coping

Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan Menghadapi Wabah COVID-19 di Kota Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang Selatan ini dapat terselesaikan. Dari penelitian cepat dengan cara survei ini ditemukan beberapa tipe strategi coping dalam masyarakat, khususnya para Keluarga Penerima Manfaat Keluarga Program Harapan (KPM PKH). Di mana secara keseluruhan, KPM PKH di empat lokasi penelitian diketahui lebih mengutamakan emosi dibanding fokus pada masalah dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini. Strategi coping KPM PKH ini secara hipotetis akan berpengaruh dalam pencapaian target intervensi sosial dalam Program Perlindungan Sosial.

Dari pemetaan tipologi strategi koping KPM PKH ini untuk selanjutnya ditawarkan rekomendasi akan pentingnya meningkatan pengetahuan dan kesadaran Keluarga Penerima Manfaat (khususnya di saat pandemi COVID-19), salah satunya melalui melalui intervensi sosial oleh para Pendamping Sosial PKH. Sehingga para KPM PKH terjadi pengarusutamaan pada

(5)

Akhirnya, kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya.

Jakarta, Desember 2020

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Kepala,

(6)

v KONTRIBUTOR SURVEI

Pengumpul Data (Enumerator)

Ahmad Yasser, Ali Shobari, Arman Setiawan, Arya Endang Purnama, Dina Sobariah, Galuh Maulva Mutianjani, Mega Saputra, Meldiani, Muzijat, Nasikhu, Nuzulia Ramdonah, R.A. Ardhini Waskita A, Rahadian Riza Modana, Serwin Zalukhu, Shabri Pili Assalam, Wiwik Rahayu, Yusuf Suriatna, Dian Anggraeni, Eko Prasetyo, M. Luthfi Farabi, Muhammad Irfan, R.Enen Rosana M, Rachmat Iwan Rahadian Sudradjat, Sumarmi Fajariyatun, Asti Winarsih, Dhien Maulidya, Dini Fiqriah, Erlin Puji Rahayu, Muhammad Nurman Novian, Nur Malita Sari, Ruri Rofiq, Saiful Muzani, Herliani, Dewi Purnamasari, Evan Julius Jeremia Sirait, Nuni Nuraini Utami, Susilowati.

Pendamping Enumerator

Usep Satriana (Kota Bekasi), Sendy Ades Anwar (Kota Bogor), Fauzi Ramdan (Kota Depok), Sugeng (Kota Tangerang Selatan).

Dukungan Managerial

J.D. Noviantari (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial), Nurhayu dan Ani Wuryandari (Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Perlindungan dan Jaminan Sosial dan Penunjang), Lis Andriyani (Kepala Sub Bidang Penelitian dan Pengembangan Perlindungan dan Jaminan Sosial), Arif Aeni (Kepala Sub Bidang Penelitian dan Pengembangan Bidang Penunjang), Eko Widiantoro.

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Permasalahan ... 4 C. Tujuan ... 5 D. Manfaat ... 5

BAB II : METODE PENELITIAN ... 6

A. Desain Penelitian ... 6

B. Populasi dan Sampel ... 6

C. Teknik Pengumpulan Data ... 8

D. Teknik Analisis Data ... 9

E. Waktu ... 9

F. Organisasi Tim ... 10

BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL ... 11

A. Strategi Coping ... 14

B. Mengukur Strategi Coping ... 14

C. Variabel dan Indikator ... 19

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. Profil Responden ... 22

B. Peta Strategi Coping KPM PKH ... 27

BAB V : PENUTUP ... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Rekomendasi ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(8)

vii DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 : Jenis Kelamin Responden ... 22 Grafik 4.2 : Tingkat Pendidikan Responden 23 Grafik 4.3 : Usia Responden ... 24 Grafik 4.4 : Sumber Penghasilan Utama Keluarga

Responden ... 24 Grafik 4.5 : Rata-rata Penghasilan Keluarga Responden 25 Grafik 4.6 : Lamanya menjadi KPM PKH ... 26 Grafik 4.7 : Komponen Bantuan Sosial yang Diterima

dalam PKH ... 27 Grafik 4.8 : Persebaran Tipe Strategi Coping ... 28 Grafik 4.9 : Persebaran Strategi Coping berdasarkan

Wilayah ... 28 Grafik 4.10 : Persebaran Strategi Coping

berdasarkan Usia ... 29 Grafik 4.11 : Persebaran Strategi Coping berdasarkan

Pendidikan ... 30 Grafik 4.12 : Persebaran Strategi Coping berdasarkan

Jenis Pekerjaan ... 31 Grafik 4.13 : Persebaran Strategi Coping berdasarkan

Lama KPM PKH ... 32 Grafik 4.14 : Persebaran Strategi Coping berdasarkan

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Tahapan dalam Pemilihan Sampel Penelitian .... 7

Tabel 2.2 : Distribusi Responden dan Lokasi Penelitian ... 7

Tabel 2.3 : Jadwal Kegiatan ... 10

Tabel 3.1 : Methods of Coping with Stressfull Situation ... 18

Tabel 3.2 : Indikator Strategi Coping ... 20

Tabel 4.1 : Strategi Koping dan Lamanya menjadi Anggota KPM PKH ... 34

Tabel 4.2 : Strategi Koping dan Lamanya menjadi Anggota KPM PKH di Kota Tangerang Selatan ... 35

(10)

1 Pendahuluan PENDAHULUAN

i

BAB A. LATAR BELAKANG

World Health Organization (WHO) telah mendeklarasikan bahwa wabah virus corona atau COVID-19 sudah dikategorikan sebagai pandemi global dan menyebar ke hampir seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Kebijakan pertama yang diambil pemerintah dalam mencegah penularan wabah ini adalah dengan mengeluarkan imbauan social distancing. Menurut Pearce (2020) social distancing adalah sebuah praktik dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit dengan cara seperti membatalkan acara kelompok atau menutup ruang publik, serta menghindari keramaian.

Dalam perkembangannya memang istilah social distancing

dianggap kurang tepat. WHO menyatakan telah mengubah penggunaan istilah social distancing menjadi physical distancing. Hal ini pun diikuti oleh pemerintah RI, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah mengubah imbauan dalam mencegah penyebaran virus corona dari “pembatasan interaksi sosial (social distancing)” menjadi “menjaga jarak secara fisik

(11)

(physical distancing)”. Penyebutan physical distancing dirasa lebih pas bahwa upaya yang dilakukan untuk memperlambat penyebaran COVID-19 harus mendorong penguatan ikatan sosial akan tetapi tetap menjaga jarak fisik (Aldrich dalam Gale, 2020).

Penerapan social/physical distancing ini bukannya tanpa pengorbanan. Reluga (2010) menyatakan bahwa social distancing menimbulkan pengorbanan dalam hal kebebasan, modal sosial, waktu, kenyamanan, dan uang, sehingga orang-orang hanya akan mengadopsi tindakan-tindakan ini ketika ada insentif khusus untuk melakukannya. Dari sini terlihat bahwa

social/physical distancing mempunyai konsekuensi ongkos sosial dan ongkos ekonomi yang tidak sedikit.

Dalam konteks Indonesia, ongkos sosial dari imbauan menjaga jarak ini sangat erat kaitannya dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang bersifat komunal, suka berkelompok dan berkumpul (lihat Geertz, 1984; Anderson, 1991). Dari berbagai potret di media massa dan media sosial, masih banyak terlihat masyarakat yang enggan menerapkan imbauan social/ physical distancing dengan masih tetap menyelenggarakan dan mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti acara ibadah bersama, perkawinan, kematian, dan lain sebagainya. Bahkan beberapa permukiman membatasi dan menutup akses keluar-masuk warga untuk mencegah penularan wabah COVID-19, namun ironisnya justru pada pos-pos penjagaan di jalan masuk pemukiman warga justru banyak berkumpul (Ahmad dalam Utantoro, 2020).

Sementara itu ongkos ekonomi dari social/physical distancing ini paling banyak dirasakan oleh para pekerja informal, para pekerja yang mendapatkan penghasilan harian,

(12)

3 Pendahuluan

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada Agustus 2019 angka pekerja informal di seluruh Indonesia mencapai 70,49 juta atau 55,72 persen dari total pekerja, atau 26,40 persen dari total penduduk. Sementara pada September 2019 angka penduduk miskin di Indonesia mencapai 24,79 jiwa atau 9,22 persen dari total penduduk.

Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan dalam upaya penanganan COVID-19 melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, dan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Melalui PP tersebut Indonesia memutuskan untuk tidak mengambil kebijakan lockdown, menurut Presiden hal ini dilakukan karena Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain yang mengambil kebijakan lockdown total baik dari sisi luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat kedisilinan, kondisi geografis, karakter budaya, dan lainnya.

Melalui PP Nomor 21 Tahun 2020 berkaitan dengan PSBB, Presiden mengeluarkan kebijakan bahwa upaya Pemerintah Daerah dalam penanganan COVID-19 tidak lagi berjalan sendiri-sendiri. Pemerintah Daerah harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan apabila ingin mengambil kebijakan PPSB untuk daerahnya. Secara singkat apabila PPSB telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah maka peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di fasilitas umum dapat dilaksanakan.

Selain itu, melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Pemerintah telah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam APBN sebesar Rp. 405,1 triliun. Secara garis besar penambahan

(13)

anggaran tersebut diperuntukkan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi, jaring pengaman sosial, insentif perpajakan, dan stimulus usaha. Meskipun ada konsekuensi yang harus diambil dari kebijakan tersebut yaitu naiknya defisit APBN hingga 5,07 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih dari yang ditetapkan Undang-Undang yaitu sebesar 3 persen. Pemerintah telah mentargetkan defisit 5 persen ini hanya untuk 3 tahun hingga 2023.

Terkait dengan uraian singkat di atas, layak untuk dicermati, khususnya di kalangan keluarga miskin, yaitu bagaimana perilaku atau strategi coping dalam menghadapi pandemi ini? Di sinilah urgensi pelaksanaan studi ini karena akan menyasar kepada para warga miskin. Para warga miskin dalam studi ini direpresentasikan melalui para beneficiaries Program Keluarga Harapan (PKH), atau dengan istilah resminya adalah para Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH.

Penelitian ini dilakukan di kota-kota/wilayah penyangga Ibu Kota Negara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dipilihnya daerah/wilayah penyangga Ibukota negara dengan asumsi, bahwa wilayah penyangga DKI Jakarta merupakan hunian bagi sebagian besar warga yang menjalankan aktivitas kesehariannya di Daerah DKI Jakarta.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peta strategi

coping para KPM PKH di empat wilayah studi (Kota Bogor, Bekasi, Depok, dan Kota Tangerang Selatan) dalam menghadapi wabah COVID-19 ini.

(14)

5 Pendahuluan

C. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempetakan strategi coping

para Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) di wilayah studi dalam menghadapi wabah COVID-19 ini.

D. MANFAAT

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan masukan kepada pemangku kebijakan terkait strategi coping Keluarga Penerima Manfaat, khususnya pada Program Keluarga Harapan (PKH)

(15)

METODE PENELITIAN

II

BAB

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian cepat ini menggunakan pendekatan kuantitatif secara deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk memberikan gambaran data statitistik yang ada tentang strategi coping KPM PKH dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan mematuhi protokol COVID-19. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner berbasis computer-assisted personal interviewing (CAPI).

B. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi dalam penelitian ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) di wilayah studi yakni Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kota Tangerang Selatan.

Pemilihan lokasi dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah kasus positif COVID-19 per 10 Agustus 2020. Total lokasi penelitian terpilih sebanyak empat kota. Selanjutnya dilakukan

(16)

7 Metode Penelitian

pemilihan kecamatan sebagai lokasi sampling terpilih. Di wilayah kecamatan inilah, penentuan responden dilakukan secara acak. Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator, Pendamping Sosial Program Keluarga Harapan (PKH), yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya.

Langkah selanjutnya adalah menentukan sebaran keterwakilan dari setiap wilayah di atas secara proporsional dengan memperhatikan:

• Jumlah kasus positif COVID-19

• Jumlah KPM Program Keluarga Harapan

Teknik sampling yang digunakan dalam survei ini melalui beberapa tahapan (berstrata). Tahapan pemilihan unit sampel adalah:

Tabel 2.1 Tahapan dalam Pemilihan Sampel Penelitian Tahap 1 : Memilih sejumlah wilayah (kecamatan) secara acak

dan proporsional, purposive berdasarkan jumlah kasus positif COVID-19 per tanggal 10 Agustus 2020 (terkonfirmasi positif COVID-19 terbanyak).

Tahap 2 : Memilih sejumlah kelurahan secara random dan proposional berdasarkan jumlah KPM PKH. Tahap 3 : Memilih responden secara acak sederhana dari

keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan dengan jumlah yang proporsional sesuai dengan populasi.

Dengan ditempuhnya prosedur sebagaimana Tabel 3 diatas, maka diperoleh responden sebanyak 124 KPM PKH yang tersebar di empat kota, sebagaimana Tabel 2.2 di bawah ini.

(17)

Tabel 2.2 Distribusi Responden dan Lokasi Penelitian No Lokasi Penelitian KPM PKHJumlah Estimasi Resp.

Jumlah Enume-rator Alokasi Respon-den 1 Kota Tangerang Selatan 8.481 101 4 121 2 Kota Bogor 17.075 203 7 215 3 Kota Bekasi 41.687 496 17 512 4 Kota Depok 21.537 256 9 276 88.780 1056 37 1124

Pengambilan sampel berdasarkan tabel Cohen Manion Morrison. Penarikan sampel berdasarkan populasi pada masing-masing kota lokasi survei tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error 5 persen.

Dengan jumlah populasi KPM PKH di empat kota tersebut sebanya 88.780 KPM, tabel Cohen Manion Morrison mensyaratkan responden sebanyak 1.056 responden, dengan tingkat kepercayaan 95 persen, dengan margin of error sebesar 5 persen.

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan melalui survei tatap muka, enumerator menggunakan alat computer-assisted personal interviewer (CAPI). Sejumlah pertanyaan sederhana disusun berdasarkan variabel dan indikator yang telah ditetapkan. Jawaban responden akan ditampilkan secara deskriptif statistik. Pengumpulan data survei dilakukan dalam rentang waktu yang terbatas yakni tiga hari.

Sehubungan dengan bencana wabah COVID-19, proses pengumpulan data akan dilakukan dengan tetap

(18)

9 Metode Penelitian

memperhatikan protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Untuk itu dibutuhkan tenaga enumerator. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah:

1. Seleksi tenaga pengumpul data lapangan (enumerator) dilakukan oleh tim peneliti berdasarkan wilayah penelitian dengan jumlah yang proporsional, dengan mengutamakan SDM Kesejahteraan Sosial yaitu Pendamping Sosial PKH. 2. Tenaga enumerator mengikuti pelatihan pengumpulan data

lapangan (coaching) secara online. Proses pelatihan akan diselenggarakan oleh tim peneliti.

D. TEKNIK ANALISIS DATA

Aktivitas analisis data dalam riset ini adalah penyederhanaan data ke dalam satu bentuk yang paling mudah dibaca dan diinterpretasikan, melalui langkah-langkah berikut ini:

1. Coding, yakni pemberian kode terhadap jawaban untuk memudahkan peneliti pada saat melakukan analisis.

2. Tabulasi, yakni memasukan data (angka-angka) ke dalam tabel kategori, kemudian menampilkan dalam tabel frekuensi, sehingga dapat diketahui jumlah responden yang menjawab pertanyaan tersebut.

3. Analisis data, yakni serangkaian proses dalam rangka pengelompokan, membuat suatu urutan, memanipulasi, serta meringkas data sehingga mudah dibaca dan diberikan arti pada data tersebut.

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dengan bantuan aplikasi SPSS. Data yang terkumpul melalui aplikasi CAPI diesktrak ke dalam format SPSS untuk analisis lebih lanjut. Tabel frekuensi sederhana sebaran responden dan jawaban atas pertanyaan bisa langsung disajikan memanfaatkan fitur dalam aplikasi CAPI.

(19)

E. WAKTU

Keseluruhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan serangkaian proses riset ini selama delapan minggu, dengan pembagian alokasi waktu, sebagaimana linimasa berikut:

Tabel 2.3 Jadwal Kegiatan

No. Kegiatan -I-IIM M - III M - IV M-V - VI-M VII M- VIII 1 Rancangan 2 Instrumentasi 3 Ujicoba dan Penyempurnaan 4 Pengumpulan data 5 Olah dan Analisa 6 Laporan

F. ORGANISASI TIM

Penelitian cepat ini dilakukan secara tim, yang terdiri: 1. Bilal As’adhanayadi 2. Rudy G. Erwinsyah 3. Delfirman 4. Aulia Rahman 5. Johan Arifin 6. Nyi R. Irmayani 7. Badrun Susantyo 8. Togiaratua Nainggolan

Konsultan penelitian cepat ini adalah Prof. Isbandi Rukminto Adi, dari Universitas Indonesia.

(20)

11 Kerangka Konseptual KERANGKA KONSEPTUAL

III

BAB A. STRATEGI COPING

Coping berasal dari kata “cope“ yang berarti lawan, mengatasi. Menurut Moser (1998) coping behaviour didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Sedangkan Sarafino (2006) menyebut coping sebagai suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola stress atau tekanan yang ada dengan cara tertentu. Chaplin (2006) mengartikan perilaku coping sebagai suatu tingkah laku di mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Tingkah laku coping

merupakan suatu proses dinamis dari suatu pola tingkah laku maupun pikiran-pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi yang menekan dan menegangkan.

Secara teoritis coping merupakan upaya seseorang baik secara kognitif, afektif, dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal dan internal secara spesifik (Croker, 1999). Pramadi (dalam Wardani, 2009) mengatakan bahwa coping behaviour

secara bebas diartikan sebagai suatu perilaku untuk menghadapi masalah, tekanan, atau tantangan, selain itu merupakan respon

(21)

perilaku yang bersifat perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan yang sifatnya dinamis. Coping behaviour juga diartikan sebagai tingkah laku di mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah (Chaplin, dalam Wardani, 2009). Jika individu dapat menggunakan perilaku coping-nya dengan baik maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik pula. Menurut Taylor (2009) coping behaviour didefenisikan sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang menekan. Menurut Sarwono (2007) coping behaviour merupakan perilaku penyesuaian diri dalam kaitan antara manusia dengan lingkungan fisiknya melalui dua jenis yaitu adaptasi dan adjustment.

Flokman dan Lazarus (dalam Sarafino, 2006) menjelaskan bahwa secara umum bentuk coping behaviour dibedakan dalam dua klasifikasi yaitu: a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. b.

Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping behaviour menurut Mutadin (2002) meliputi:

1. Kesehatan fisik. Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi tekanan individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

2. Keyakinan atau pandangan positif. Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan

(22)

13 Kerangka Konseptual

3. Keterampilan memecahkan masalah. Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat. 4. Keterampilan sosial. Keterampilan ini meliputi kemampuan

untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

5. Dukungan sosial. Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. 6. Materi Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang,

barang-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli. Menurut Suharto (2002) coping behaviour dikenal juga dengan coping strategies, coping mechanisms, survival strategies, household strategies, dan livelihood diversivication. Kajian mengenai coping behaviour/coping strategies dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik dan dinamika kemiskinan yang lebih realistik dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Suharto lebih jauh menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni “to help people to help themselves”, teori coping behaviour/strategies memandang orang miskin bukan hanya sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan karakteristik kemiskinan, melainkan orang

(23)

yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial ekonomi seputar kemiskinannya..

B. MENGUKUR STRATEGI COPING

Salah satu kajian mengenai strategi coping antara lain dikemukakan oleh Armstrong, Best, dan Dominci (2006) mengenai penerapan strategi coping veteran perang Amerika Serikat yang mengalami trauma pasca perang setelah pulang dari Irak dan Afganistan. Panduan indentifikasi strategi coping

dalam tulisan ini lekat dengan konteks pekerjaan sosial, misalnya dengan melibatkan subjek dalam mengidentifikasi masalah yang mereka alami kemudian membuat indikator bersama yang diturunkan ke dalam pernyataan.

Identifikasi strategi coping menurut Armstrong, Best, dan Dominci (2006) dilakukan dengan cara subjek mengidentifikasi masalah yang mereka alami lalu membuat skala berupa rating 0 sampai dengan 10, misalnya untuk menggambarkan seberapa besar perasaan cemas yang muncul apabila dihadapkan pada kondisi tertentu. Indikator permasalahan, berbagai gejala pasca trauma yang dialami para subjek digambarkan langsung dalam bentuk paparan cerita kejadian yang dialami subjek, antara lain mengenai kecemasan, stres pasca trauma, penghindaran, kilas balik, serangan panik, fobia, depresi, hingga penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.

Secara garis besar apa yang disampaikan oleh Armstrong, Best, dan Dominci (2006) berbeda dengan konteks strategi

coping bagi KPM PKH saat pandemi COVID-19, antara lain karena: (1) pandemi COVID-19 dialami semua orang tanpa terkecuali, sementara pasca trauma perang hanya dialami oleh

(24)

15 Kerangka Konseptual

ingatan adalah hal utama yang menjadi permasalahan yang harus diatasi, di mana pengalaman traumatis itu telah terjadi dan sudah berlalu namun ingatan itu terus menghantui mereka, sehingga berbeda dengan konteks KPM PKH di tengah pandemi di mana pandemi ini masih berlangsung; dan (3) penyusunan indikator dalam studi ini dilakukan oleh subjek sendiri, yaitu penggambaran dari para veteran, peran apa yang diambil yang menceritakan dan mengidentifikasi masalah mereka, sedangkan untuk penyusunan indikator strategi coping COVID-19 bagi KPM PKH dilakukan oleh peneliti.

Selanjutnya, Parker dan Endler (2006) memperkenalkan apa yang disebut sebagai Coping Inventory for Stressful Situations

(CISS). Alat ukur ini lebih mendekatkan diri kepada pengukuran secara psikologis, terkait coping. Menurut Parker dan Endler (2006), secara garis besar ada dua cara mengukur konsep coping

dalam ilmu Psikologi, yaitu dengan trait measure coping dan state coping measures. Perbedaan utama dari dua cara pengukuran ini adalah, dalam trait indikator coping sudah ditetapkan dan tidak berubah (fixed), sedangkan dalam state menggunakan cara berfikir bottom-up yaitu mencari terlebih dahulu indikator-indikator coping dengan penelitian pendahuluan (kualitatif) sehingga bersifat lebih dinamis.

Pada intinya, pengukuran dengan trait measures yang merupakan salah satu variable dalam CISS (Coping Inventory for Stressful Situations) yang dikeluarkan oleh Parker and Endler (2006). CISS Situation-Specific Coping (CISS-SSC) memiliki tiga dimensi, yaitu 1). Orientasi kerja/tugas (Task Oriented), 2). Orientasi emosi (Emotion Oriented), dan 3). Orientasi menghindari stres (Avoidence Oriented). Tiap dimensi memiliki tujuh item sehingga total ada 21 item indikator. Dalam pendekatan ini responden akan fokus pada saat terjadinya hal

(25)

yang membuat stres, bagaimana mereka melakukan kegiatan di saat ini, apa saja yang dipikirkan dan bagaimana mereka “melarikan diri” atau menghindari stres akibat dari situasi ini.

Selanjutnya, Yan (2017) melakukan serangkaian riset terkait dengan bagaimana adaptasi mahasiswa Republik Rakyat China (RRC) di Amerika Serikat (AS) dalam menghadapi stress. Dalam laporan risetnya, Yan memilih menggunakan pendekatan kontinumitas untuk melihat bagaimana mahasiswa RRC di AS ini dalam beradaptasi terhadap stress yang mereka hadapi. Kedua kontinum itu dikenal dengan Problem-Focussed Strategies dan

Emotion-Focused Strategies.

Yan (2017) juga menggunakan Model Berry yang disandingkan dengan konsepnya Lazarus. Dengan menambahlan variabel

social support di dalamnya. Hal ini untuk menjelaskan beberapa kendala dalam akulturasi. Mengingat studinya adalah memang terkait dengan stress dalam akulturasi bagi mahasiswa RRC yang sedang melakukan studi di Amerika Serikat. Secera lebih rinci, Yan menggambarkan hasil studinya tentang bagaimana strategi coping para mahasiswa RRC di Amerika Serikat ini, yang pada intinya adalah pada adaptasi, dengan penerapan kultur dari leluhur mereka (ajaran Taoisme). Persepsi dan tanggapan atas studi Yan (2017) ini adalah bahwa adaptasi yang berbasis pada kultur (ajaran Tao) lebih mewarnai (menguasai) pada diri mahasiswa RRC yang tengah studi di Amerika Serikat.

Kesimpulan atas studi Yan (2017) ini adalah terkait dengan strategi akulturasi melalui strategi coping, dengan mengambil konsep dari Lazarus dan Folkman (1984), yang mengidentifikasi dua strategi coping utama: Problem-Focussed Strategies dan

Emotion-Focused Strategies. Kemudian ditambahkan satu aspek terait dengan dukungan sosial. Sehingga dapat ditemukan

(26)

hal-17 Kerangka Konseptual

1. Problem-Focussed Strategies, merupakan upaya mencoba untuk mengubah atau memecahkan masalah) dan,

2. Emotion-Focused Strategies, adalahupayadengan mencoba mengatur emosi yang terkait dengan masalah).

3. Dukungan sosial adalah faktor penting lainnya yang terkait dengan adaptasi psikologis individu.

Kembali kepada Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006) yang menjelaskan bahwa secara umum bentuk coping behaviour

dibedakan dalam dua klasifikasi yaitu: a). Problem Focused Coping (PFC) yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan, dan b). Emotion Focused Coping (EFC) yang lebih diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menjadikan stressor.

Problem Focused Coping (PFC) dengan kata kuncinya adalah melakukan sesuatu hal yang dapat mengubah situasi untuk menghilangkan atau mengurangi stres. Sementara itu, Emotion Focused Coping (EFC) berbeda dengan PFC, EFC penekanannya pada bagaimana seseorang mencoba untuk berdamai dengan tekanan emosional (stres) yang dihadapinya dengan kata lain seseorang berusaha untuk mengontrol tekanan emosional yang ada di dalam dirinya. Artinya situasi di luar dirinya memang tidak berubah, tetapi setidaknya di dalam diri (seseorang mencoba untuk tidak merisaukan masalah yang membuatnya dalam tekanan).

Studi dari Lazarus ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah:

• Pembagian jenis strategi coping yang dikemukakan Lazarus dan Folkman bersifat umum, yakni menilai bagaimana seseorang mengatasi stres dengan strategi coping (PFC dan EFC).

(27)

• Apabila dikaitkan dengan konteks KPM PKH dalam menghadapi pandemi COVID-19 tentu bisa menjawab bagaimana mereka mencoba mengatasi stres dengan dua jenis strategi coping yang dikemukakan Lazarus dan Folkman.

• Dengan menggunakan dua jenis strategi coping ini nantinya akan lebih mudah untuk memetakan, sebetulnya yang dilakukan KPM PKH itu lebih cenderung pada menyelesaikan masalah dengan mengubah situasi (Problem Focused Coping) atau menyelesaikan masalah dengan mengontrol emosi (Emotional Focused Coping).

Namun demikian, studi Lazarus dan Folkman ini penjelasannya sangat umum mengenai PFC dan EFC tentu saja memerlukan usaha yang lebih untuk menjelaskan lebih detail/mengoperasionalkan konsep PFC dan EFC menjadi turunan indikator untuk dijadikan sebuah instrumen penelitian. Sebagaimana pembagian menurut Tabel dari Skinner (2003) di bawah ini.

Tabel 3.1 Methods of Coping with Stressfull Situation

Assistance seekingP Avoidancee Confrontive assertionp Deniale Direct actionP Discharge (venting)e Distraction (diverting attention)e Emotional approache Hiding feelingse Humore Increased activitye Information seekingP lntrusive thoughtse Logical analysisP Physical exercisee

Planful problem solvingP

Positive reappraisale Prayinge Resigned acceptance Seeking meaninge Self criticisme Substance usee Wishful thinkinge Worrye

Note: Superscripted letters refer to the method’s most ltkely function,

P = problem.-focused and

(28)

19 Kerangka Konseptual

C. VARIABEL DAN INDIKATOR

Variabel dan indikator dalam penelitian ini diturunkan dari konsep (teori) dari Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 1998). Variabel, indikator tersebut kemudian diturunkan kepada aspek dan sub-sub aspek sehingga menghasilkan item pertanyaan.

1. Definisi Konsep

Didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya melalui serangkaian proses di mana individu mencoba untuk mengelola stress atau tekanan yang ada dengan cara tertentu.

2. Operasionalisasi Konsep

Strategi coping dalam riset cepat didefinsikan sebagai serangkaian usaha baik sifatnya fisik maupun psikis-emosional dalam menghadapi stressor yang datang dengan mengadopsi dua hal berkut, yaitu problem focused coping

dan emotion focus coping.

3. Definisi Operasional

Strategi coping dalam riset cepat ini adalah serangkaian usaha baik sifatnya fisik maupun psikis-emosional dalam menghadapi stressor yang datang dengan mengadopsi dua hal berkut, yaitu problem focused copingdanemotion focus coping yang dilakukan oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan.

4. Indikator

a. Problem Focused Coping (PFC) merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. Sub skala Problem Focused Coping memiliki indikator, di antaranya adalah: 1) mencari bantuan, 2) penegasan yang sifatnya konfronif, 3) melakukan aksi nyata, 4)

(29)

mencari informasi, 5) penggunaan logika/nalar, dan 6) melakukan perencanaan untuk memecahkan masalah. b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk

coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Sub skala EFC ini memiliki indikator-indikator, di antaranya adalah; 1) menghindar, 2) menyangkal, 3) melepaskan, 4) mengalihkan perhatian, 5) pendekatan emosional, 6) menyembunyikan perasaan, 7) membuat lelucon/ candaan, 8) meningkatkan aktivitas, 9) pikiran yang mengganggu, 10) latihan fisik, 11) panggapan positif, 12) berdoa, 13) pasrah/menerima, 14) melakukan kritik terhadap diri sendiri, 15) menggunakan obat-obatan, 16) berkhayal, dan 17) merasa khawatir.

Selanjutnya, masing-masing indikator tersebut diterjemahkan dalam pernyataan yang disediakan piihan jawaban. Responden diminta untuk memilih salah satu pilihan jawaban yang paling mendekati dengan kondisi mereka saat penelitian dilakukan. Sehingga akan tersusun seperti Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Indikator Strategi Coping

No Indikator Coping*Jenis Adaptasi

1 Assistance seeking PFC Mencari bantuan 2 Confrontive assertion PFC Penegasan yang sifatnya

konfrontatif

3 Direct action PFC Melakukan aksi nyata 4 Information seeking PFC Mencari informasi

5 Logical analysis PFC Menggunakan logika/nalar 6 Planful problem solving PFC Melakukan perencanaan

(30)

21 Kerangka Konseptual

No Indikator Coping*Jenis Adaptasi

7 Avoidance EFC Menghindar

8 Denial EFC Menyangkal

9 Discharge (venting) EFC Melepaskan emosi 10 Distraction (diverting

attention) EFC Mengalihkan perhatian 11 Emotional approach EFC Pendekatan emosional 12 Hiding feelings EFC Menyembunyikan perasaan 13 Humor EFC Membuat lelucon/candaan 14 Increased activity EFC Meningkatkan aktivitas 15 Intrusive thoughts EFC Pikiran yang mengganggu 16 Physical exercise EFC Latihan fisik/olah raga 17 Positive reappraisal EFC Menanggapi positif

18 Praying EFC Berdoa

19 Resigned acceptance EFC Pasrah/menerima keadaan 20 Seeking meaning EFC Mencari makna hidup 21 Self criticism EFC Melakukan kritik terhadap diri sendiri 22 Substance use EFC Penggunaan obat-obatan 23 Wishful thinking EFC Berkhayal

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV

BAB

A. PROFIL RESPONDEN 1. Jenis Kelamin

Grafik 4.1 Jenis Kelamin Responden

Terdapat total 99,20 persen perempuan dan sisanya hanya 0,80 persen responden dengan jenis kelamin laki-laki. Hampir semua responden adalah perempuan. Hal ini mengingat targetnya adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH), di mana entry person dalam program ini adalah istri (ibu) dalam keluarga

(32)

23 Hasil dan Pembahasan

Keluarga Harapan dikenal dengan istiah Pengurus. Namun demikian masih terbuka peluang pihak lain (suami/ayah/ kakek) dalam keluarga penerima manfaat menggantikan istri sebagai entry poin. Hal demikian, biasanya dikarenakan adanya alasan-alasan lain, misalnya saja; sang istri meninggalkan keluarga atau meninggal pada saat program tengah berjalan.

2. Pendidikan

Grafik 4.2 Tingkat Pendidikan Responden

Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh, sebagian responden pernah menempuh tingkat SD/MI sederajat, yakni 43,68 persen. Sedangkan mereka selebihnya pernah menempuh jenjang pendidikan di tingkat SMP/MTs sederajat sebesar 31,85 persen, SMA sederajat 19,57 persen. Sementara itu jumlah responden yang tidak pernah menempuh pendidikan formal sebesar 4,27 persen, dan hanya sedikit sekali responden KPM PKH yang menempuh hingga jenjang Perguruan Tinggi sederajat yaitu hanya 0,62 persen.

(33)

3. Usia

Grafik 4.3 Usia Responden

Rata-rata yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu mereka yang berada dalam rentang usia produktif, yakni dewasa awal dan dewasa madya. Terdapat 41,28 persen responden pada rentang usia 18 s.d 40 tahun atau dewasa awal. Sedangkan responden paling banyak berada pada rentang usia 41 s.d 60 tahun atau dewasa madya yaitu 56,23 persen. Selebihnya merupakan responden dengan usia lebih dari 61 tahun dengan jumlah responden sebanyak 2,49 persen.

4. Sumber Penghasilan Utama

Grafik 4.4 Sumber Penghasilan Utama Keluarga Responden

Sumber penghasilan utama keluarga KPM PKH yang dijadikan responden penelitian sebagian besar merupakan

(34)

25 Hasil dan Pembahasan

pekerja bebas (tidak tetap) di sektor non-pertanian sebanyak 39,06 persen. Sebagian besar lainnya mendapatkan penghasilan utama untuk keluarganya dengan berusaha sendiri yaitu sebesar 36,30 persen. Sedangkan mereka yang bekerja sebagai buruh tetap/karyawan/pegawai sebesar 12,99 persen. Selebihnya responden penelitian mendapatkan penghasilan dari berusaha dibantu buruh tidak tetap 4,18 persen, dan berusaha dibantu buruh tetap 6,85 persen. Mereka yang mengandalkan penghasilan dari sektor pertanian memiliki jumlah paling sedikit hanya sebesar 0,62 persen. Rendahnya responden dari sektor pertanian ini karena lokasi pengumpulan data adalah kawasan perkotaan.

5. Rata-rata Penghasilan Keluarga

Grafik 4.5 Rata-rata Penghasilan Keluarga Responden

KPM PKH yang menjadi responden penelitian memiliki rentang jumlah penghasilan yang tidak terlalu beragam. Sebagian besar memiliki memiliki jumlah penghasilan di bawah Rp.1.800.000 yaitu sebesar 67,08 persen. Sedangkan lainnya memiliki penghasilan pada rentang Rp.1.800.000 s.d. Rp.3.000.000 sebesar 28,47 persen. Hanya sedikit responden

(35)

yang memiliki pendapatan di atas Rp.3.100.000 yaitu sebesar 4,00 persen. Selanjutnya mereka yang memiliki total penghasilan keluarga lebih dari Rp.4.900.000 hanya sebesar 0,44 persen. Terakhir, tidak ada responden dari KPM PKH yang memiliki total penghasilan pada rentang pendapatan lebih dari Rp.7.200.000.

6. Lama Menjadi KPM PKH

Grafik 4.6 Lamanya menjadi KPM PKH

Responden berdasarkan lamanya menjadi KPM PKH cukup beragam. Paling banyak responden menjadi KPM PKH selama 3 tahun sebesar 17,44 persen. Sisanya adalah lebih dari 7 tahun (16,73 persen), 2 tahun, (14,95 persen), 4 tahun (14,86 persen), 1 tahun (12,90 persen), 5 tahun (11,83 persen), 7 tahun (7,47 persen), dan 6 tahun (3,83 persen).

7. Komponen Bansos PKH yang Diterima

KPM PKH yang menjadi responden penelitian memiliki komponen yang cukup beragam. Rata-rata responden paling banyak memiliki komponen Anak SD sederajat yaitu sebesar 52,94 persen dan Anak SMA sederajat 40,93 persen. Mereka yang memiliki komponen anak SMP sederajat totalnya sebesar 37,37 persen. Responden lain memiliki komponen

(36)

27 Hasil dan Pembahasan

anak berusia 0-6 tahun sebesar 22,24 persen. Sedangkan rata-rata responden paling sedikit memiliki komponen lanjut usia (4,45 persen), ibu hamil/menyusui (1,07 persen), penyandang disabilitas berat (0,71 persen), dan yang terakhir dengan total paling sedikit yaitu komponen anak usia 6-21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun sebesar 0,36 persen. Pada bagian ini total persentase bukan 100 persen. Responden boleh memilih jawaban lebih dari satu karena dalam PKH, komponen yang diterima oleh responden bisa lebih dari satu komponen dengan ketentuan maksimal empat komponen.

Grafik 4.7 Komponen Bantuan Sosial yang Diterima dalam PKH

B. PETA STRATEGI COPING KPM PKH 1. Tipe Strategi Coping

Berdasarkan penghitungan skor pilihan jawaban masing-masing responden, terdapat empat tipe strategi coping.

(37)

Selisih jumlah tiap tipe tidak terpaut banyak, yakni hanya sekitar 10 persen antara tipe terbanyak dengan tipe yang paling sedikit. Secara garis besar tipe strategi coping dengan jumlah terbanyak yakni Tipe D dengan 30,16 persen dan Tipe B dengan 27,66 persen. Sisanya Tipe C hanya 21,88 persen dan Tipe A dengan 20,28 persen.

Grafik 4.8 Persebaran Tipe Strategi Coping

2. Persebaran Strategi Coping

Grafik 4.9 Persebaran Strategi Coping berdasarkan Wilayah

(38)

29 Hasil dan Pembahasan

besar Tipe D merupakan tipe yang paling banyak ditemukan. Hal ini terlihat dari Kota Bogor (30 persen), Kota Bekasi (32 persen), dan Kota Tangerang Selatan (30 persen). Sementara itu di Kota Depok tipe yang paling banyak adalah Tipe B sebanyak 30 persen. Namun di Kota Depok Tipe B hanya terpaut sedikit dengan Tipe D, yakni sebanyak 27 persen. Secara garis besar Tipe D juga merupakan tipe yang paling banyak dari penjumlahan total, yakni 30,16 persen.

Sementara itu tipe yang paling sedikit ialah Tipe A. pada masing-masing Kota Bogor (20 persen), Kota Depok (19 persen), dan Kota Bekasi (19 persen). Sementara pada Kota Tangerang Selatan tipe yang paling sedikit adalah Tipe C dengan jumlah 16 persen. Secara garis besar total Tipe C adalah 21,88 persen.

3. Tipe Strategi Coping berdasarkan Usia

Grafik 4.10 Persebaran Strategi Coping berdasarkan Usia

Hasil tabulasi silang strategi coping berdasarkan usia responden memperlihatkan bahwa pada rentang usia dewasa awal, atau 18 s.d. 40 tahun, Tipe B merupakan tipe strategi coping yang paling banyak ditemukan yakni sebanyak

(39)

33 persen dengan selisih yang cukup signifikan dengan tipe-tipe lainnya, yakni Tipe D (27 persen), Tipe C (21 persen), dan Tipe A (18 persen). Pada rentang usia dewasa madya, 41 s.d. 60 tahun, Tipe D adalah tipe yang paling banyak dengan 32 persen, selisih cukup signifikan dengan tiga tipe lainnya yang hampir sama jumlahnya yakni Tipe B (24 persen), Tipe C (23 persen), dan Tipe A (21 persen). Sementara itu pada responden lanjut usia atau 61 tahun ke atas, tipe strategi

coping cukup merata antara lain Tipe D (32 persen), Tipe A (29 persen), Tipe B (25 persen), dan Tipe C (14 persen). 4. Tipe Strategi Coping berdasarkan Pendidikan

Grafik 4.11 Persebaran Strategi Coping berdasarkan Pendidikan

Terdapat perbedaan strategi coping yang dilakukan responden dilihat dari tingkat pendidikannya. Pada responden yang tidak pernah sekolah, mayoritas adalah Tipe A, yaitu sebesar 29 persen, sedangkan responden yang pernah menempuh pendidikan maksimal SD/MI sederajat mayoritas adalah Tipe D, yaitu sebesar 36 persen, hal ini

(40)

31 Hasil dan Pembahasan

juga ditemukan dalam responden dengan yang pernah menempuh pendidikan maksimal Perguruan tinggi. Untuk responden dengan yang pernah menempuh pendidikan maksimal SMP/MTs dan SMA/SMK sederajat mayoritas adalah Tipe B, yaitu sebesar 30 dan 29 persen. Ttipe D untuk kelompok responden ini juga cukup tinggi.

5. Tipe Strategi Coping berdasarkan Sumber Penghasilan Utama Keluarga

Berdasarkan jenis pekerjaannya, strategi coping Tipe B dan D paling banyak ditemui pada jenis pekerjaan berusaha sendiri, baik yang dibantu (memiliki pekerja) atau pun tidak, dan pekerja bebas non pertanian, yaitu dalam kisaran 27 s.d. 35 persen. Sedangkan strategi coping untuk pekerjaan sebagai buruh tetap dan pekerja sektor pertanian cukup berbeda, di mana persentase strategi coping Tipe C cukup besar, lebih besar dibanding Tipe C pada jenis pekerjaan lainnya.

(41)

6. Tipe Strategi Coping berdasarkan Lama menjadi anggota PKH

Secara umum, berdasarkan lama responden menjadi anggota atau Kelompok Penerima Manfaat PKH, mayoritas responden merupakan kelompok strategi coping Tipe B dan Tipe D. Namun, ada kecenderungan Tipe B dan Tipe D memiliki persentase lebih besar pada kelompok responden yang sudah lebih dari tujuh tahun menjadi anggota PKH, yaitu masing-masing sebesar 29 persen dan 33 persen, lebih besar dibanding persentase Tipe B dan Tipe D di kelompok 1 s.d. 3 tahun dan 4 s.d. 7 tahun. Hal demikian sebagaimana tergambarkan dalam Grafik 4.13.

Grafik 4.13 Persebaran Strategi Coping berdasarkan Lama KPM PKH

7. Tipe Strategi Coping berdasarkan Rata-rata penghasilan Keluarga per Bulan

Secara umum, responden mayoritas merupakan Tipe B dan Tipe D di semua Kelompok Tingkat Penghasilan, namun yang terlihat paling dominan untuk Tipe B dan Tipe D adalah responden dari kelompok Tingkat Penghasilan Rp.3.100.000 s.d. Rp.4.800.000, yaitu masing-masing 33

(42)

33 Hasil dan Pembahasan

s.d. Rp.7.200.000 yaitu masing-masing 40 persen. Artinya ada kecenderungan Tipe B dan Tipe D dimiliki oleh kelompok yang memiliki tingkat penghasilan lebih tinggi. Sedangkan Tipe C terlihat cukup tinggi dalam kelompok responden dengan tingkat penghasilan Rp.1.800.000 s.d. Rp.3.000.000 yaitu mencapai 25 persen dan lebih dari Rp.1.800.000 sebesar 21 persen.

Grafik 4.14 Persebaran Strategi Coping berdasarkan Penghasilan

8. Lamanya menjadi Anggota PKH dengan Tipe Strategi Koping Riset cepat tentang Pemetaan Strategi Coping Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) di empat kota sekitar DKI Jakarta ini juga menemukan keterkaitan (secara tabulasi silang) antara lamanya KPM PKH menerima program (menjadi anggota PKH) dengan tipe strategi coping mereka.

Dalam riset ini (secara tabulasi silang) diketahui tidak ditemukan adanya hubungan yang cukup bermakna antara lamanya menjadi anggota PKH dengan tipe strategi koping peserta PKH, Sebagaimana Tabel 4.1.

(43)

Tabel 4.1 Strategi Koping dan Lamanya menjadi Anggota KPM PKH Lamanya Menjadi KPM PKH 1-3 th 4-6 th >= 7 th Total Tipe Strategi Coping PFCS Frekuensi 245 164 130 539 Prosentase 48.1% 47.8% 47.8% 48.0% EFCS Frekuensi 264 179 142 585 Prosentase 51.9% 52.2% 52.2% 52.0% Total Frekuensi 509 343 272 1124 Prosentase 100% 100% 100% 100% Keterangan:

• PFCS: Problem Focus Coping Strategy

• EFCS: Emotional Focus Coping Strategy

Secara hipotesis, lamanya peserta mengikuti Program Keluarga Harapan akan memengaruhi bagaimana strategi coping

di antara mereka. Hal demikian didasarkan pada anggapan bahwa selama mengikuti Program Keluarga Harapan, para Keluarga Penerima Manfaat ini mendapatkan pendampingan dari pendamping sosial. Salah satu pendampingan yang mereka dapatkan akan mempengaruhi strategi coping para penerima program (PKH) dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini. Artinya, dapat diharapkan dengan para KPM menerima intervensi sosial melalui PKH dalam merespon adanya pandemi COVID-19 lebih cenderung pada problem focus (PFCS), dibandingkan emotional focus-nya (EFCS).

Tabel 4.1 menunjukkan persebaran strategi coping dari para KPM PKH tersebut. Di mana, peserta PKH dalam rentang waktu kepesertaan 1 s.d 3 tahun, 48,1 persen cenderung fokus pada masalah yang dihadapi (Problem Focus Coping Strategy),

(44)

35 Hasil dan Pembahasan

Focus Coping Strategy). Demikian juga para PesertaPKH dalam rentang waktu 4 s.d. 6 tahun, di mana 47,8 persen cenderung fokus pada masalah yang dihadapi (Problem Focus Coping Strategy), sedangkan 52,2 persen cenderung fokus pada emosi (Emotional Focus Coping Strategy). Pun demikian dengan mereka, para peserta PKH dalam rentang waktu lebih dari tujuh tahun (>= 7 tahun), di mana 47,8 persen cenderung fokus pada masalah yang dihadapi (Problem Focus Coping Strategy),

sedangkan 52,2 persen cenderung focus pada emosi (Emotional Focus Coping Strategy).

Hal menarik ditemukan di Kota Tangerang Selatan, di mana para peserta PKH dalam rentang waktu 1 s.d. 3 tahun dan 4 s.d. 6 tahun, lebih cenderung berfokus pada masalah (Problem Focus Coping Strategy) dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, dibanding secara emosi (Emotional Coping Strategy.

Sebagaimana Tabel 7 berikut ini.

Tabel 4.2 Strategi Koping dan Lamanya menjadi Anggota KPM PKH di Kota Tangerang Selatan

Lamanya Menjadi KPM PKH 1-3 th 4-6 th >= 7 th Total Tipe Strategi Coping PFCS Frekuensi 33 3 30 66 Prosentase 52.4% 100.0% 54.5% 54.5% EFCS Frekuensi 30 0 25 55 Prosentase 47.6% 0% 45.5% 45.5% Total Frekuensi 63 3 55 121 Prosentase 100% 100% 100% 100% Keterangan:

• PFCS: Problem Focus Coping Strategy

(45)

Tabel 4.2 di atas menunjukkan sedikit anomali terkait dengan lamanya menjadi anggota peserta PKH dengan tipe strategi koping KPM PKH. Di mana, peserta PKH di Kota Tangerang Selatan untuk rentang kepesertaan selama 1 s.d. 3 tahun sebanyak 52,4 persen lebih fokus pada masalah (Problem Focus Coping Strategy), sementara itu sebesar 47,6 persen yang cenderung menggunakan emosi (Emotional Focus Coping Strategy) dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini. Pada rentang kepesertaan 4 s.d. 6 tahun, semua peserta PKH lebih cenderung fokus pada masalah (Problem Focus Coping Strategy)

dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini.

Dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, para Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) lebih didominasi pada penggunaan emosi (Emotional Focus Coping Strategi) dibandingkan fokus pada masalahnya (Problem Focus Coping Strategi).

(46)

37 Penutup

PENUTUP

V

BAB

A. KESIMPULAN

Dari hasil pemetaan terhadap strategi coping para Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan di empat kota di sekitar Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa:

1. Secara profiling Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan di empat lokasi penelitian adalah sebagai berikut: pada umumnya peserta KPM PKH berada pada rentang usai produktif, 18 s.d. 60 tahun, dengan tingkat pendidikan pada umumnya adalah Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sumber penghasilan utama mereka berpusat pada usaha sendiri dan yang dilakukan secara bebas tanpa terikat (informal). Para peserta PKH ini memiliki besaran penghasilan rata-rata tidak lebih dari Rp.1.800.000 dalam sebulan.

2. Tipe strategi coping para Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) ini dalam menghadapi pandemi COVID-19 didominasi Tipe B dan Tipe D. Di mana tipe strategi coping jenis/tipe A dan B merupakan tipe strategi coping yang lebih memusatkan pada

(47)

masalah (Problem Focus Coping Strategy), dan tipe C dan D merupakan tipe strategi koping yang lebih memusatkan pada emosi (Emotional Focus Coping Strategy). Hal ini bisa diartikan bahwa dalam menghadapi pandemi COVID-19, KPM PKH secara umum lebih mengandalkan emosi dibanding solusi pemecahan masalah.

3. Secara hipotetis, lamanya peserta mengikuti Program Keluarga Harapan akan memengaruhi bagaimana strategi

coping di antara mereka. Hal demikian didasarkan pada anggapan bahwa selama mengikuti PKH, para KPM ini mendapatkan intervensi sosial dalam pendampingannya. Artinya dapat diharapkan dengan para KPM menerima intervensi sosial melalui PKH dalam merespon adanya pandemi COVID-19 lebih cenderung pada problem focus

(Problem Focus Coping Strategy), dibandingkan emotional focus-nya (Emotional Focus Coping Strategy). Namun, sesuai temuan riset, hal itu tidak terlalu berpengaruh. Ada contoh menarik yang ditemukan di Kota Tangerang Selatan, di mana mayoritas peserta PKH dengan lamanya kepesertaan 1 s.d. 3 tahun dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini cenderung lebih mengutamakan penyelesaian masalah (Problem Focus Coping Strategy) dibandingkan secara emotional (Emotional Focus Coping Strategy). Salah satu dugaannya adalah karena faktor intervensi social melalui pendampingan yang secara hipotetis bisa jadi berbeda dengan di ketiga daerah lainnya. B. REKOMENDASI

1. Pentingnya meningkatan pengetahuan dan kesadaran Keluarga Penerima Manfaat (khususnya di saat pandemi COVID-19), salah satunya melalui intervensi sosial oleh para Pendamping Sosial PKH. Sehingga para KPM PKH mengarusutamakan problem focus dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini.

(48)

39 Penutup

2. Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan di Kota Tangerang Selatan memiliki kekhasan terkait dengan strategi mereka dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, di mana mereka lebih mengutamakan pada problem focus

dibandingkan secara emotional focus. Dan juga, secara kepesertaan di mana lamanya menjadi peserta PKH bagi KPM PKH di Kota Tangerang Selatan, mayoritas berada dalam rentang 1 s.d. 3 tahun kepesertaannya dalam PKH dengan kecenderungan dalam menghadapiCOVID-19lebih mengutamakan problem focus, dibanding emotional focus. Oleh karenanya, perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menemukenali apa yang menjadi pembeda dibandingkan dengan tiga kota lainnya.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, K., Best, S., & Domenici, P. (2006). Courage After Fire: Coping Strategies for Troops Returning from Iraq and Afghanistan and Their Families. Berkeley: Ulysses Press. Anderson, B. (1991). Imagined Communities: Reflections on the

Origin and Spread of Nationalism. London: Verso. Drolet, J.L. (2014). Social Protection and Social Development.

International Initiatives. New York & London: Springer. Gray, A. (2004). Unsocial Europe Social Protection or

Flexploitation? London & Ann Arbor, MI: Pluto P Press. Habibullah, Susantyo, B., Suradi, Sugiyanto, Mujiyadi,

B., Irmayani, Sitepu, A., & Nainggolan, T. (2017).

Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial.

Habibullah, (2017). Perlindungan Sosial Komprehensif di Indonesia. Sosio Informa, 3(1), 1-14. https://doi. org/10.33007/inf.v3i1.492

Holmemo, C, Acosta, P., George, T., Palacios, R.J., Pinxten, J., Sen, S., & Tiwari, S. (2020). Berinvestasi pada manusia: Perlindungan sosial untuk masa depan Indonesia.

Diakses pada 22 Mei 2020. https://blogs.worldbank. org/id/eastasiapacific/berinvestasi-pada-manusia-perlindungan-sosial-untuk-masa-depan-indonesia. Gale, R. (2020). Is ‘social distancing’ the wrong term? Expert

prefers ‘physical distancing,’ and the WHO agrees.

(50)

41 Daftar Pustaka

social-distancing-coronavirus-physical-distancing/ 2020/03/25/a4d4b8bc-6ecf-11ea-aa80-c2470c6b2034_ story.html.

Geertz, C. (1984) Culture and Social Change: The Indonesian Case.

Man, 19, 511-532. https://doi.org/10.2307/2802324 Irmayani, N.R. & Nainggolan, T. (2015). Perilaku Coping

Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) Menjelang Exit Program Di Jakarta Utara. Sosio Konsepsia, 4(3), 177-193. https://doi.org/10.33007/ska.v4i3.150

Irmayani, N.R., Susantyo, B., Mujiyadi, B., Togiaratua, N., Suradi & Sugiyanto (2020). Changes of Poor Family Behavior Through Family Development Session. Proceeding on

Annual International Conference on Social Sciences and Humanities (AICOSH 2020). Atlantis Press.

Kementerian Sosial RI. (2019). Pedoman Pelaksanaan PKH Tahun 2019. Jakarta: Kementerian Sosial RI.

Nainggolan, T. & Susantyo, B. (2018). Upaya Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Keluarga Harapan: Studi di Empat Daerah di Indonesia.

Sosio Konsepsia, 7(1), 31-46. https://doi.org/10.33007/ ska.v7i1.1104

Pearce, K. (2020). What is Social Distancing and How Can it Slow the Spread of COVID-19?. Diakses dari John Hopkins University pada 1 April 2020. https://hub.jhu. edu/2020/03/13/what-is-social-distancing/

Pemerintah Republik Indonesia (2007). Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pemerintah Republik Indonesia. (2020). Keputusan Presiden

(51)

Kesejatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Pemerintah Republik Indonesia. (2020). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) .

Pemerintah Republik Indonesia. (2020). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19).

Reluga, T.C. (2010). Game Theory of Social Distancing in Response to an Epidemic. PLoS Computational Biology, 6(5), 1-9. https://dx.doi.org/10.1371%2Fjournal.pcbi.1000793 Prihatin, R.B. (2018). Masyarakat Sadar bencana: Pembelajaran

dari Karo, Banjarnegara, dan Jepang. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 9(2), 231-229. https://doi. org/10.46807/aspirasi.v9i2.1106

Creswell, J.W. (2008). Educational Research; Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research.

New Jersey: Pearson Education, Inc.

Lazarus, R.S. & Folkman S. (1984). Stress Appraisal and Coping.

New York: Springer Publishing Company.

Sarafino, E.P. (1998). Healthy Psychology: Biopsychosocial Interactions. Third Edition. USA: John Wiley dan Sons. Suharto, E. (2007). Kebijakan sosial sebagai kebijakan publik.

(52)

43 Daftar Pustaka

Sumarto, M. (2020). Welfare and Conflict: Policy Failure in the Indonesian Cash Transfer. Journal of Social Policy, 1–19 https://doi.org/10.1017 /S0047279420000252

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung =: PT Remaja Rosdakarya.

Susantyo, B. (2020). Perlindungan Sosial Kelompok Rentan Miskin di Masa Pandemi Covid-19. Kumpulan Esai Tentang Covid-19 dari berbagai Perspektif Ilmu: Vaksin Ilmiah. Jilid 2, 109-120. Klaten: Penerbit Lakeisha.

Susantyo, B. (2020). Program Keluarga Harapan dan Kesetaraan Gender. Studi di Empat Wilayah; Pesisir Selatan, Kupang, Gorontalo dan Tulung Agung. Prosiding Konferensi Memikirkan Ulang Pembangunan Yang Berkeadilan Sosial dan Berperikemanusiaan. Jilid 1, 161-172. Indonesia Social Justice Network (ISJN)

Susantyo, B., Nainggolan, T., Sugiyanto, Irmayani, N.R., Habibullah, Rahman, A., Arifin, J., Erwinsyah, R.G., & As’adhanayadi, B. (2020). Bantuan Sosial Tunai Kementerian Sosial bagi Keluarga Terdampak Pandemi COVID-19. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI.

Susantyo, B. (2007). Community development dalam praktik pekerjaan sosial. Bandung: STKS Press.

Susantyo, B. & Nainggolan, T. (2018). Integrasi Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Keluarga Harapan.

Quantum: Jurnal Ilmiah Kesejahteraan Sosial, 14(26), 73-84.

(53)

Tabor, S.R. (2002). Assisting the poor with cash: Design and implementation of social transfer programs. Washington DC: The World Bank.

Weber, A. (2009) Social Assistance in Asia and the Pacific: An Overview. Wening, S.R. & Burkley, C (Eds.) Social assistance and conditional cash transfers proceedings of the regional workshop. Mandaluyong City: Asian Development Bank.

Yan, K. (2017). Chinese International Students’ Stressors and Coping Strategies in the United States. Education in the Asia-Pacific Region: Issues, Concerns and Prospects.

(54)

45 Biodata Penulis

BIODATA PENULIS

Badrun Susantyo, lahir pada 20 Agustus 1967, di Sragen, Jawa Tengah, adalah Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (Drs.) untuk bidang Ilmu Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Pendidikan Magister diperoleh dari Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN Institut Pertanian Bogor (IPB). Menyelesaikan pendidikan doktor (Ph.D) pada bidang keilmuan Social Development/Social Work pada School of Social Science Universiti Sains Malaysia (USM) Penang, Malaysia. Sebelum menekuni dunia “riset” sebagai seorang peneliti, penulis juga sempat menjadi Staf Pengajar di STKS Bandung dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD).

Togiaratua Nainggolan, lahir di Samosir, 3 Maret 1966, merupakan alumnus IKIP Padang (S1) dan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta (S2). Saat ini bekerja sebagai peneliti di Puslitbang Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI. Pernah mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI Jakarta Tahun 2002-2014 dan Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jaya Jakarta (Tahun 2007- 2015). Saat ini juga bekerja sebagai anggota dewan redaksi majalah ilmiah/jurnal Sosio Informa yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraasn Sosial-Kementerian Sosial RI.

(55)

Nyi R. Irmayani, lahir di Jakarta tanggal 20 Februari 1968, menamatkan program S1 dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta tahun 1992 dan Magister Psikologi Sosial dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2002. Saat ini menjabat Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia. Penelitian yang pernah dilakukan meliputi topik-topik yang berkaitan dengan Ketahanan Sosial Masyarakat, Desa Berketahanan Sosial, Pranata Sosial dalam menangani masalah narkoba, Ketahanan Sosial Keluarga, Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial, Program Keluarga Harapan, Survey Anak Jalanan, Penelitian Prevalensi Penyalahgunana Obat/Napza pada remaja di kota besar, Survey Kekerasan terhadap Anak, Survey Kesejahteraan Sosial Dasar, Perlindungan Sosial terhadap anak korban kekerasan, Sistem Peradilan Pidana Anak, Anak Berkonflik dengan Hukum di Lapas/ Rutan Dewasa, Pemetaan SDM Kesos. Pernah menulis di buku dan jurnal kesos dengan topik-topik: Aspek Psikologis pada Indikator Ketahanan Sosial Keluarga, Kekerasan Seksual terhadap Anak (Dampak Psikologis dan Pemulihan melalui Konseling dan Terapi), Perilaku Coping terhadap Anggota PKH menjelang exit program, Tinjauan Psikologi Sosial dan Behaviorisme dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin.Biodata Penulis

Aulia Rahman, merupakan seorang Peneliti Ahli Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kementerian Sosial RI yang lahir di Medan pada tanggal 12 Juli 1985. Beliau

(56)

47 Biodata Penulis

SMA Negeri 1 Medan tahun 2000-2003, kemudian Menamatkan Pendidikan Tinggi sebagai Sarjana Ilmu Politik (Hubungan Internasional) di Universitas Riau pada tahun 2008, meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Krisnadwipayana pada tahun 2014, kemudian pada tahun 2015 menamatkan pendidikan Pascasarjana Kajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia.

Johan Arifin, Peneliti Ahli Pertama pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Lahir di Sleman pada 6 November 1981. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, lulus tahun 2005. Penelitian yang pernah diikuti antara lain Pengaruh Program Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Terhadap Kemandirian Ekonomi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Pesisir (2018, Anggota Tim), Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) (2018, Ketua Tim Lapangan), Kontribusi Program Kementerian Sosial Pada Penurunan Angka Kemiskinan (2019, Anggota Tim), dan Evaluasi Pencapaian Outcome Bantuan Sosial Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) (2019, Anggota Tim).

Rudy G. Erwinsyah, lahir di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Menamatkan pendidikan S1 dan S2 pada Departemen Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Tema yang diangkat dalam skripsi dan tesisnya ialah mengenai aspek sosial transformasi agraria pada masyarakat pedalaman di Kalimantan dan Papua. Ketertarikannya antara lain pada isu-isu ekonomi

(57)

dan ekologi masyarakat perdesaan. Saat ini sedang mendalami metode penelitian etnografi dan sistem informasi geografis (SIG/GIS) untuk diaplikasikan pada studi kesejahteraan sosial. Sebelum bergabung di Kementerian Sosial, pernah menjadi asisten peneliti di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM dan Laboratorium Antropologi Untuk Riset dan Aksi (LAURA) UGM, serta peneliti lepas di berbagai lembaga.

Bilal As’Adhanayadi, lahir di Tegal Jawa Tengah, menamatkan program S1 Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Saat ini menjabat sebagai Calon Peneliti Ahli Pertama di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI. Penelitian yang pernah dilakukan Persepsi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa di Yogyakarta terhadap Aliran Keagamaan Islam Syiah dan Pemetaan Sosial Menuju Desa Berketahanan Sosial melalui Penyuluh Sosial Masyarakat Sebagai Agen Perubahan.

Delfirman, lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Desember 1986. Menamatkan Pendidikan Tinggi sebagai Sarjana Sosiologi di Universitas Indonesia pada tahun 2010. Mengawali karir sebagai Peneliti di Perusahaan Swasta Nasional yang bergerak di bidang Media Massa, yaitu Kompas Gramedia dan MRA Media Group, lalu bergabung sebagai Calon Peneliti pada Subbidang Penelitian dan Pengembangan Rehabilitasi Sosial, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badiklitpensos, Kementerian Sosial RI pada tahun 2019.

Gambar

Tabel 2.2 Distribusi Responden dan Lokasi Penelitian No Lokasi Penelitian KPM PKHJumlah  Estimasi Resp.
Tabel 2.3 Jadwal Kegiatan
Tabel 3.2 Indikator Strategi Coping
Grafik 4.1 Jenis Kelamin Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah pengaplikasian strategi komunikasi agar performa organisasi dapat efektif adalah dengan enam hal yaitu komunikasi yang terbuka dalam

Dengan demikian, adanya pandemi virus corona atau Covid- 19 dan fenomena di masyarakat di Dusun Demangan Gondokusuman yang terkait dalam ritual keagamaan dalam kehidupan mereka

Kriteria keputusan dari uji tersebut adalah jika signifikansi kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa alternatif yang mengatakan bahwa terdapat

Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pemanfaatan WhatsApp sebagai media komunikasi antara Pendamping Program Keluarga Harapan dengan Keluarga Penerima Manfaat di

Μέσα από την καρδιά μου αγαπά και συν-χωρεί ο Θεϊκός μου Εαυτός, που είναι εδώ.. Και

Kebanyakan orang justru menggunakan minyak goreng dengan suhu pemanasan minyak antara 200-300 derajat celcius, sehingga akan membentuk akrolein dan menyebabkan ikatan

Analisis koefisien korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk menentukan kuatnya hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas yang

Posisi strategis media menjadi salah satu faktor bagaimana media harus dikuasia oleh pemilik modal yang mempunyai kepentingan politik sehingga kapitalisasi media