• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secondary Reformer A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Secondary Reformer A"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Gas Sintesa (Synthesis Gas)

Gas sintesa (synthesis gas) adalah campuran antara hidrogen (H2)

dan karbonmonoksida (CO) yang merupakan produk antara

(intermediate product) untuk rute konversi tidak langsung dari

hidrokarbon menjadi senyawa kimia, seperti: ammonia, metanol, hidrogen, asam asetat, oxo alkohol, dan bahan bakar sintetik (synthetic

fuel).

I.2 Teknologi Pembuatan Gas Sintesa

Gas sintesa telah banyak digunakan dalam industri-industri petrokimia diseluruh dunia. Teknologi pembuatan gas sintesa yang dikembangkan dan digunakan di setiap industri bervariasi. Gambar 1-1, menunjukkan penggolongan teknologi pembuatan gas sintesa.

(2)

teknologi pembuatan gas sintesa. I.2.1 Steam Methane Reforming (SMR)

Steam Methane Reforming (SMR) merupakan teknologi pembuatan

gas sintesa yang dipatenkan oleh BASF. Reaksi kimia yang terjadi saat pembuatan gas sintesa dengan menggunakan teknologi SMR adalah :

Reforming : CH4 + H2O == CO + 3H2 ∆ H = 198 kJ/mol

Water-Gas Shift : CO + H2O == CO2 + H2 ∆ H = -41 kJ/mol

Keseluruhan reaksi adalah endotermik, maka dibutuhkan panas untuk dimasukkan dalam proses. Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan rendah (dibandingkan POX) dengan bantuan katalis berbasis Nikel. Beberapa parameter operasi dari proses SMR ini adalah : Tekanan : 20-26 bar

Temperatur: 850-950oC

Rasio H2/CO: 2.9-6.5

Gambar 1-2. Teknologi Steam-Methane Reforming (SMR)

Kelebihan yang dimiliki proses ini adalah proses tidak membutuhkan O2, rasio H2/CO tinggi, kondisi operasi lebih rendah bila

dibanding dengan teknologi lain. Kekurangannya adalah biaya investasinya tinggi untuk tube katalis dan pemanfaatan panas, serta biaya operasinya bertambah karena membutuhkan bahan bakar untuk

(3)

memberikan panas bagi reformer. Gambar 1-2 adalah skema teknologi

Steam-Methane Reforming.

I.2.2 Partial Oxidation (POX)

Reaksi oksidasi parsial berlangsung eksotermik berdasarkan persamaan :

CH4 + ½ O2 == CO + 2 H2 ∆ H = -44 kJ/mol

Konversi total berlangsung pada suhu diatas 750oC, menghasilkan rasio

H2/CO=2. Karena reaksi berlangsung eksotermik maka tidak dibutuhkan

bahan bakar.

Teknologi pembuatan gas sintesa ini dipakai oleh Texaco dan Shell. Teknologi ini terdiri dari 2 jenis, yaitu : katalitik dan non-katalitik. Sistem katalitik mengecilkan ukuran alat dan mengurangi jumlah konsumsi oksigen, namun beresiko tinggi terhadap kerusakan katalis akibat panas. Biaya operasi bertambah karena penggunaan oksigen. Skema prosesnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1-3. Teknologi Partial Oxidation (POX) I.2.3 CO2 Reforming

Lisensor untuk pembuatan gas sintesa dengan teknologi ini adalah Fischer-Tropsch. Teknologi ini menghasilkan CO dalam jumlah yang besar di gas sintesa, maka banyak digunakan untuk memproduksi asam asetat dan phosgene. Persamaan reaksinya adalah :

(4)

100%.proses ini juga tidak menggunakan steam sehingga disebut juga “dry reforming”. Karena proses ini mirip dengan proses SMR maka biaya investasinya relatif sama, akan tetapi biaya operasinya lebih rendah bila dibandingkan dengan SMR dan ATR. Gambar 1-4 merupakan skema proses CO2 Reforming.

Gambar 1-4. Teknologi CO2 Reforming I.2.4 Autothermal Reforming (ATR)

Proses ini menggabungkan proses oksidasi parsial dan steam reforming dalam satu bejana, dimana konversi hidrokarbon dipengaruhi oleh panas yang dihasilkan pada reaksi oksidasi parsial (POX). Proses ini dikembangkan oleh Haldor Topsφ e, dan banyak digunakan untuk memproduksi methanol dan ammonia.

Kelebihan proses ini adalah rasio H2/CO (1.6-2.6), tingginya

konversi metana, komposisi gas sintesa dapat dirubah dengan merubah temperatur reaksi. Biaya investasinya lebih rendah 25% dari SMR, namun biaya operasinya sama atau jauh lebih tinggi karena menggunakan oksigen. Gambar 1-5 adalah skema proses Autothermal Reforming.

(5)

Gambar 1-5. Teknologi Autothermal Reforming (ATR) I.2.5 Combined Reforming

Karena konversi metana kurang dari 100% pada proses SMR, maka ditambahkan unit secondary reformer dibelakangnya sehingga konversi metana meningkat atau meningkatkan rasio H2/CO.

Proses ini menggunakan energi 3% lebih rendah dibandingkan SMR, mengakibatkan penurunan biaya operasi 1-6%, serta biaya investasi lebih rendah 15%. Skema prosesnya dapat dilihat pada gambar berikut.

(6)

Gambar 1-7. Teknologi Combined Reforming dengan Tambahan Unit

Pre-Reformer

I.2.6 Kelogg’s Reforming Exchanger System (KRES)

Proses ini memanfaatkan energi yang dihasilkan dalam pembuatan gas sintesa untuk memanaskan primari reformer. Kelebihan proses ini dibanding Steam Reforming adalah biaya investasi yang rendah (64% lebih rendah dibanding SMR), meningkatkan effisiensi energi, menurunkan emisi NOx dan CO2, mengurangi kebutuhan operator,

mudah dalam perawatan, dan membutuhkan lahan yang tidak terlalu besar. Skema prosesnya dapat dilihat pada Gambar 1-8.

Gambar 1-8. Teknologi Kelogg’s Reforming Exchanger System I.2.7 Gas Heated Reformer (GHR)

(7)

Proses yang dikembangkan oleh ICI ini merupakan proses yang serupa dengan KRES. Panas reaksi untuk reaksi endotermik di primary

reformer diperoleh dengan mendinginkan gas sintesa yang diperoleh dari secondary reformer. Volume GHR 15 kali lebih kecil dibanding volume

reformer yang menggunakan sistem pembakaran dengan bahan bakar (misalnya : SMR atau CO2). Biaya investasi untuk pabrik yang

menggunakan proses GHR 40% lebih sedikit dibandingkan dengan pabrik dengan proses SMR, dengan biaya operasi yang relatif sama. Proses GHR mengkonsumsi oksigen 33% lebih sedikit bila dibandingkan dengan pabrik dengan proses ATR. Gambar 1-9 adalah skema teknologi Gas

Heated Reformer.

Gambar 1-9. Teknologi Gas Heated Reformer (GHR) I.2.8 Combined Autothermal Reformer (CAR)

Sistem CAR merupakan penggabungan antara proses steam reforming dengan proses parsial oksidasi yang dilakukan dalam satu bejana bertekanan. Proses ini dikembangkan oleh Uhde GmbH. Unit CAR mengurangi konsumsi oksigen hingga 35% dan gas alam hingga 15%, bila dibandingkan dengan unit POX. Biaya operasi dengan menggunakan proses CAR lebih tinggi 10% dibanding POX, namun biaya investasinya 20% lebih sedikit. Skema prosesnya dapat dilihat pada gambar berikut.

(8)

Gambar 1-10. Teknologi Combined Autothermal Reformer (CAR) I.2.9 Rangkuman Perbandingan Proses

Pada bagian selanjutnya akan dibuat perbandingan untuk proses-proses pembuatan gas sintesa. Tabel 1-1 menunjukkan perbandingan dari proses dasar (basic process) pembuatan gas sintesa, sementara tabel 1-2 menunjukkan perbandingan proses gabungan (combined

process) dalam pembuatan gas sintesa.

Tabel 1-1. Perbandingan Kinerja Proses Dasar Pembuatan Gas Sintesa

SMR POX CO2 Suhu, oC 800-900 1000-1450 900-1000 Tekanan, bar 20-30 30-85 10 Rasio H2/CO 3-6 1.6-2 1 Konversi CH4, % 65-95 95-100 ---Oksigen --- Tinggi ---Konsumsi Steam

Tinggi Opsional Opsional

Investasi, % 100 80-110

---Emisi Tinggi Rendah Rendah

Skala Besar Kecil s/d

Besar

Menengah

(9)

Tabel 1-2. Perbandingan Kinerja Proses Gabungan Pembuatan Gas Sintesa

ATR Combined KRES GHR CAR

Suhu, oC 850-1300 Primary : 800 Secondary : 1000-1200 Primary : 800 Secondary : 1000 Primary : 450 Secondar y : 1000 1200-1300 Tekanan, bar 20-70 20-30 20-30 20-30 20-30 Rasio H2/CO 1.6-2.5 2.5-4 2.5-4 3.4 2.4 Konv. CH4, % 95-100 95-100 95-100 95-100 95-100

Oksigen Tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang

Konsumsi Steam

Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang

Investasi, % 65-80 75-115 65-90 60-80 65-85

Emisi Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah

Skala Besar Besar Besar Sedang

s/d Besar

Sedang s/d Besar Status Komersial Komersial

Pre-Komersial 3 Unit Komersial 1 Unit Demo, 1 Unit Komersi al I.3 Secondary Reformer

Secondary reformer merupakan bejana tempat berlangsungnya

reaksi secondary reformer yang merupakan tahap akhir dalam pembuatan gas sintesa. Secondary reformer didesain untuk meningkatkan konversi metana. Pada bagian selanjutnya akan dibahas :

- Kondisi operasi dan reaksi yang terjadi dalam secondary

reformer;

- Katalis yang dipergunakan serta kondisi yang mempengaruhi kinerja katalis;

(10)

dalam perancangan sebuah secondary reformer.

BAB II

ASPEK PROSES PADA SECONDARY REFORMER

II.1 Kondisi Operasi

(11)

II.1.1Temperatur

Pengoperasian reformer sekunder pada umumnya berjalan stabil dan secara garis besar operasi dapat dikendalikan dengan mempertahankan tingkat temperatur yang diperlukan untuk terjadinya kesetimbangan kimia. Temperatur operasi pada reformer sekunder akan bergantung pada temperatur reformer primer.

Operasi pada reformer primer memerlukan temperatur yang tinggi untuk menggeser kesetimbangan reaksi ke arah pembentukan hidrogen dan mengurangi metana. Namun tidak disarankan untuk mengoperasikan reformer pada temperatur lebih dari 800oC karena sifat logam dari

catalyst tubes menyebabkannya membengkak/memuai sesuai dengan berat katalis, dan itu terjadi pada temperatur 850oC. Bahkan katalis nikel

akan meleleh pada temperatur 1100oC. Namun pengoperasian pada suhu

rendah juga bukannya tidak bermasalah. Operasi pada temperatur 700oC

akan menurunkan produksi hidrogen atau mengurangi konsumsi metana dan metana yang akan masuk ke reformer sekunder juga akan lebih banyak sehingga konversi pada reformer sekunder akan menurun.

Banyak literatur yang menunjukkan temperatur operasi reformer sekunder yang berkaitan erat dengan temperatur outlet pada reformer primer, dan semuanya tidak memperlihatkan angka yang sama persis. Menurut Megan Strait, Glenda Allum dan Nisha Gidwani dalam “Synthesis

Gas Reformers”, temperatur operasi pada reformer sekunder (NGM

reformer)adalah 996.2oC atau 1825.16oF. Temperatur tersebut dikatakan

temperatur proses optimum berdasar perhitungan Redlich-Kwong Soave

Equation of State. Pada kasus tersebut, temperatur outlet reformer

primer adalah 600oC atau 1112oF.

Menurut literatur lain, temperatur maksimum pada reformer sekunder berkisar antara 1990-2500oF, tergantung pada kesetimbangan

proses dan jumlah udara pemanas. Temperatur gas tersebut terjadi pada

combustion zone (zona pembakaran)di atas lapisan katalis. Kemudian

temperatur akan berkurang pada lapisan katalis di sepanjang alirannya. Pada kebanyakan kasus, temperatur pada lapisan katalis dapat

(12)

bawahnya lagi tidak pernah melebihi 1850oF.

Pada combined reformer seperti Kellog’s Reforming Exchanger

System (KRES), Gas Heated Reforming (GHR), Reforming with Cyclic Oxidation dan lain-lain, temperatur keluar reformer primer (T inlet

Reformer sekunder) sekitar 1292o-1562oF (700-850oC). Sedangkan

temperatur keluar reformer sekunder adalah 1832oC (1000oC).

Namun seperti halnya reformer primer pada reformer sekunder pun tidak baik jika terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan kerusakan pada material refractory. Karena besarnya pengaruh temperatur pada reformer sekunder, maka sangat diperlukan temperatur operasi tidak lebih dari 850oC, karena ini temperatur optimum untuk produksi hidrogen secara

maksimal. II.1.2Tekanan

Dengan perhitungan Redlich-Kwong equation of State untuk NGM reformer, tekanan optimum pada reformer sekunder adalah 35.29 bar. Biasanya tekanan proses pada reformer sekunder tidak lebih dari 40 bar. Tabel 2-1 menunjukkan pengaruh tekanan pada reformer sekunder.

Tabel 2-1. Pengaruh tekanan pada secondary reformer Tekanan (bar) Methane leak (%) Produksi H2(kmol/hr) 25 0.1 4253.91 35.29 0.35 4189.86 40 5.40 4143.44

Tekanan tinggi mengakibatkan tingginya methane leak sehingga diperlukan kerja pemanas yang lebih besar, meningkatkan kompresi dan berdampak pada tingginya biaya produksi. Tekanan yang tinggi juga dapat menyebabkan temperatur keluaran reformer sekunder menjadi berkurang. Kenapa hal ini terjadi? Karena, tekanan yang tinggi (mendekati 40 bar) mengurangi laju produksi, dengan kata lain konversi reaksi kecil. Reaksi pada combustion zone merupakan reaksi eksotermis, dimana reaksi berjalan dengan melepas panas. Maka, makin kecil konversinya, makin

(13)

sedikit panas yang dilepas pada combustion zone. Akibatnya temperatur pada combustion zone saat tekanan tinggi relatif lebih kecil jika dibandingkan tekanan operasi yang lebih rendah. Seperti dijelaskan sebelumnya, suhu gas maksimum terjadi pada combustion zone, maka temperatur yang relatif kecil tadi akan terus mengalami penurunan sepanjang alirannya ke lapisan di bawahnya. Maka temperatur keluarannya pun akan relatif lebih kecil, jika dibandingkan operasi pada tekanan yang lebih rendah. Hal ini tidak bagus mengingat beberapa unit reformer memanfaatkan aliran keluar reformer sekunder sebagai pemanas untuk reformer primer.

II.1.3Panas Reaksi

Panas pada secondary reforming dihasilkan dengan aliran gas melalui pembakaran (combustion) udara yang bergabung dengan campuran. Karena panas yang terbentuk berbanding lurus dengan pencampuran gas dan udara, maka diperlukan adanya distribusi udara ke dalam gas dengan cara mendesain ujung burner dan alat yang proporsional. Jika pencampuran tidak sebanding (terjadi akibat kegagalan/kesalahan dalam pembakaran atau semburan gas yang terlalu konsentrat), maka hal tersebut dapat mengakibatkan zona temperatur tertentu yang dapat melehkan logam and atau material keras. Pelelehan yang terjadi dapat mengganggu tekanan vessel. Oleh karena itu, disain dan pemeliharaan alat pembakaran merupakan hal penting.

Suhu gas maksimum pada pembakaran terjadi pada catalyst bed karena pembakaran secara eksotermis telah tersempurnakan sebelum final reforming terjadi di katalis.

Sebelumnya disebutkan bahwa temperatur yang tinggi akan mempengaruhi kesetimbangan reaksi. Begitu juga halnya dengan panas reaksi. Karena reaksi shift catalyst berjalan secara endotermis, maka reaksi memerlukan panas. Panas pada reformer sekunder diperoleh dari pemanasan yang telah disebutkan di atas. Tetapi panas tersebut juga harus dikendalikan agar jangan sampai menciptakan temperatur yang

(14)

juga menjadi pertimbangan dalam desain proses.

Panas pada reformer sekunder menciptakan temperatur keluaran yang tinggi. Beberapa unit reformer memanfaatkan tingginya temperatur gas tersebut sebagai pemanas pada reformer primer.

II.2 Reaksi

Reaksi yang terjadi pada secondary reformer adalah:

Pembakaran di atas katalis:

0.07 O2 + 0.3 N2 + 0.15 CO → 0.15 CO2 + 0.3 N2 (eksotermis)

0.2 O2 + 0.8 N2 + 0.4 H2 → 0.4 H2O + 0.8 N2

(eksotermis)

Reforming dan shift pada katalis

0.2 CH4 + 0.2 H2O → 0.2 CO + 0.6 H2 (endotermis)

0.2 CO2 + 0.2 H2 → 0.2 CO + 0.2 H2O (endotermis)

(net) CH4 + 0.27 O2 + 1.1 N2 + 4 H2 →

2.7 H2 + 0.75 CO + 0.25 CO2 + 1.1 N2 + 3.3 H2O

II.3 Katalis

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih katalis yang akan digunakan pada secondary reformer:

a. Selektivitas

Katalis harus dapat mengarahkan terjadinya reaksi yang diinginkan dan mencegah terjadinya reaksi samping yang dihindari. Katalis juga harus resisten terhadap racun katalis.

b. Stabilitas Termal

Katalis harus dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi operasi yang diinginkan.

c. Sifat Fisik

Katalis harus cukup kuat untuk dapat menerima perlakuan selama proses pembuatan hingga proses pemakaian. Katalis juga harus memiliki bentuk fisik yang sesuai bagi reaksi. Selain itu juga harus memiliki

(15)

pressure drop yang kecil. Support yang digunakan harus tahan terhadap

kondensasi air, juga tidak menghasilkan material-material yang dapat mengganggu jalannya reaksi.

II.3.1Nikel Sebagai Katalis

Selain nikel, terdapat beberapa jenis logam yang dapat digunakan seperti cobalt, platinum, palladium, ruthenium, dan rhodium. Beberapa logam memiliki keaktifan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nikel tetapi dalam skala industri, nikel sudah dirasa cukup aktif serta cukup ekonomis.

Reaksi terjadi pada permukaan nikel sehingga katalis harus diproduksi agar menghasilkan luas permukaan yang menunjang reaksi tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan mendispersikan nikel ke dalam bentuk kristalit kecil. Biasanya dilakukan presipitasi atau impregnasi. Katalis yang diimpregnasi biasanya lebih kuat bila dibandingkan dengan katalis yang dipresipitasi, tetapi tentunya hal ini juga bergantung pada kandungan nikel dalam katalis tersebut. Tabel 2-2 di bawah ini menunjukkan variasi kekuatan dan kandungan nikel di dalam katalis, sedangkan Tabel 2-3 menunjukkan hubungan antara aktivitas dan kandungan nikel (menurut uji laboratorium).

Tabel 2-2. Variasi kekuatan dan kandungan nikel dalam katalis Katali s Jenis NiO (%) Kekuatan servis (kg) Luas permukaan nikel (m2g-1) A Presipitas i 33 12-20 0.05 B Presipitas i 30 14-23 0.04 C Presipitas i 25 23-32 0.03 D Impregna si 10 36-45 0.03

(16)

Tabel 2-3. Hubungan antara aktivitas katalis dan kandungan nikel Katalis 1 Katalis 2 Kandunga n nikel (%) Konversi Metana (%) Kandunga n Nikel (%) Konversi Metana (%) 10.6 10.3 19.3 15.5 13.9 13.4 21.0 18.2 17.9 19.8 22.1 20.4 20.8 20.1 23.8 19.6 25.8 20.6

Salah satu kerusakan yang dapat dialami oleh katalis selama digunakan dalam proses adalah terjadinya sintering. Semakin tinggi temperatur maka sintering juga akan berlangsung semakin cepat.

a. Support bagi katalis nikel

Support yang digunakan harus bersifat tahan terhadap tekanan

dan temperatur yang tinggi. Selain itu juga harus sesuai untuk dispersi kristalit nikel dan memudahkan pergerakan molekul reaktan tanpa ikut bereaksi. Jika mungkin, support juga harus dapat mempertahankan aktivitas nikel tanpa mengkatalisis reaksi samping. Contoh support yang memiliki sifat yang baik adalah α-alumina yang dikalsinasi pada temperatur sekitar 1500˚C.

b. Pembentukan karbon pada katalis

Semua hidrokarbon akan terurai menjadi karbon dan hidrogen sesuai reaksi di bawah ini:

(17)

Bila terdapat steam, terutama steam dalam jumlah kurang dari stoikiometris, maka dapat terjadi reaksi:

2 CO → C + CO2 (disproporsionasi)

CO + H2 → C + H2O (reduksi CO)

Bila reaktannya adalah metana atau nafta maka pembentukan karbon pada katalis dapat dicegah dengan cara menjaga agar rasio

steam/hidrokarbon melebihi rasio minimum.

c. Dimensi katalis

Katalis harus memiliki bentuk dan ukuran yang sesuai sehingga dapat dapat disusun secara homogen di dalam reaktor tanpa menghasilkan pressure drop yang besar. Permukaan nikel harus terekspos terhadap reaktan secara maksimal, dan katalis harus cukup kuat untuk menahan abrasi yang mungkin terjadi. Selain itu katalis harus dapat menghasilkan turbulensi yang baik sehingga memberikan transfer panas yang cukup antara dinding reaktor dan katalis. Beberapa bentuk katalis yang biasa diproduksi antara lain pellet, silinder, cincin, dan bola.

Untuk proses ini, telah diketahui bahwa katalis dengan bentuk cincin yang cukup tebal memenuhi semua kriteria tersebut. Dimensi yang biasa digunakan adalah diameter ~17 mm dengan panjang ~17 mm, ~10 mm, dan ~6 mm.

Beberapa modifikasi telah dilakukan pada bentuk katalis komersial agar diperoleh pressure drop yang lebih kecil di sepanjang reformer, dan agar didapatkan temperatur dinding reformer yang lebih rendah. Keuntungan utama yang didapat adalah waktu pemakaian yang lebih lama atau kemungkinan untuk peningkatan throughput, atau kombinasi dari keduanya.

Dalam mendesain bentuk katalis, ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan yaitu karakteristik partikel katalis dalam reformer yang relatif kecil, pressure drop, luas permukaan geometris, sifat-sifat transfer panas dan kekuatan fisikal.

(18)

 Kerusakan katalis  Penyumbatan tube

 Pemanasan berlebih pada katalis  Peracunan katalis

 Penuaan termal

Kerusakan katalis dan penyumbatan tube dapat menyebabkan peningkatan pressure drop di sepanjang reformer. Selain itu dapat juga menyebabkan pemanasan berlebih pada katalis, pengurangan aktivitas, dan pengurangan throughput. Semua hal ini dapat disebabkan oleh adanya deposisi karbon. Pemanasan berlebih pada katalis juga dapat disebabkan oleh kesalahan pengoperasian reformer. Hilangnya aktivitas katalis karena peracunan dapat menyebabkan deposisi karbon, kerusakan katalis, pemanasan berlebih, dan pada beberapa kondisi ekstrim menyebabkan penyumbatan tube. Pada prakteknya, faktor yang paling mempengaruhi umur katalis adalah racun katalis dan pembentukan karbon.

e. Racun katalisSulfur

Sulfur biasanya terkandung dalam sebagian besar bahan baku alami sebagai sulfida organic maupun ionorganik. Sulfur harus direduksi hingga mencapai konsentrasi 0.5 ppm pada asupan proses, dan biasanya dilakukan menggunakan katalis hidrodesulfurisasi yang dipadu dengan unggun seng oksida.

Sulfur akan mempengaruhi performa katalis secondary reformer dan akan menghancurkan aktivitas katalis reaksi shift temperatur-rendah. Sensitivitas katalis terhadap peracunan meningkat pada temperatur operasi yang rendah karena proses peracunan dapat dianggap sebagai reaksi adsorpsi eksotermik sederhana.

(19)

Arsenik dalam konsentrasi yang kecil dapat merusak aktivitas katalis primary reformer.

Tabel 2-4 menunjukkan beberapa jenis katalis yang digunakan dalam industri beserta sifat fisiknya.

Tabel 2-4. Beberapa jenis katalis di industri

Tipe KATALCO 54-4 KATALCO 23-8 KATALCO 23-8M

Bentuk Rings 4-hole cylinders with domed ends

4-hole cylinders with domed ends

Diameter 17 mm 14 mm 11 mm Internal Diameter 6 mm 19 mm 15 mm Panjang 17 mm 4 mm 3 mm Massa Jenis 950 kg/m3 1000 kg/m3 1100 kg/m3 Av. Crush Strength 70 kgf 70 kgf 65 kgf Material NiO2 10 % wt SiO2 < 0.15 % wt Support: Ca Aluminat(balance) NiO2 9% wt SiO2 <0.08% wt Al2O3 NiO2 9% wt SiO2 <0.08% wt Al2O3

BAB III

ASPEK DESAIN MEKANIS

Diperlukan sebuah pemahaman menyeluruh terhadap beberapa pertimbangan desain agar secondary reformer dapat dioperasikan dengan baik. Aspek-aspek yang penting akan dibahas pada bagian berikut. Sebagai

(20)

Gambar 3-1. Secondary Reformer

III.1 Combustion Zone (Zona Pembakaran)

Burner yang terdapat pada secondary reformer memiliki fungsi

untuk melayani pendistribusian udara secara seragam ke aliran gas proses yang datang dari primary reformer. Oksigen dari udara cenderung terbakar pertamakali dengan H2 untuk membentuk air.

½ O2 + H2  H2O

(21)

tersebut, turun lewat katalis bed kemudian menurun suhunya secara gradual ketika metana yang tersisa dibentuk menjadi H2 dan CO secara

endotermis.

Pada beberapa desain pabrik ammonia disediakan preheating terhadap udara yang masuk ke secondary reformer yang mengakibatkan kerja secondary reformer naik, hal ini bermanfaat dalam mengurangi kerja furnace dari reformer hingga 10 %. Namun peningkatan suhu ini harus diawasi agar jangan sampai merusak katalis atau peralatan lainnya. Gambar burner dapat dilihat pada Gambar 3-2.

Gambar

3- 2.

Burner

III.2

Proteksi terhadap dinding logam

Metal , dinding vessel dan nozzle harus diproteksi/diisolasi dari suhu internal yang tinggi, sedangkan semua bagian vessel harus berada dalam kondisi suhu ruang. Ketebalan harus divariasikan sesuai dengan perubahan konduktivitasnya. Hotspot akan menyebabkan terjadinya ekspansi lokal pada vessel yang akan membahayakan jalannya operasi. Usaha untuk mencegah hotspot adalah dengan menghindari semua insulasi eksternal dan menciptakan sirkulasi udara yang baik di sekitar semua bagian vessel.

III.2.1 Desain water jacket Keuntungan desain:

(22)

Terjadi korosi internal di belakang lining III.2.2 Desain refraktori lining

• Membutuhkan minimal 2 lapisan

• Lapisan yang terdekat harus merupakan insulator yang baik dan secara mekanik tahan terhadap lembab.

Bahan refraktornya harus mengandung kurang lebih 0.05% S, low

silical <0,5% dan tidak mengandung ikatan fosfat karena H2 dapat

merusak ikatan Al-fosfat.

III.2.3 Pemasangan refraktori

Keberhasilan dari pemasangan refraktori sangat tergantung dari keahlian pekerja , sehingga crack yang terjadi bisa diminimalisir. Crack tidak mungkin tidak terjadi, namun masalahnya adalah jika cracknya terlalu besar, atau jika crack tersebut terjadi interkoneksi sehingga gas bisa mengalir sampai kedalaman tertentu. Karenanya diperlukan suatu pengendalian crack dalam desain yang rinci dan aplikasi.

III.3 Material konstruksi

Merupakan bahan carbon steel, atau material low-alloy jika

vesselnya mempunyai tekanan tingi. Hotspot pada secondary reformer

pasti terjadi, oleh sebab itu harus diatasi dengan spot cooling seperti jacket, steam hose dan water spray.

III.4 Desain Burner

Salah satu poin desain yang penting pada secondary reformer adalah burner.

Proporsi pencampuran udara dengan aliran gas harus dijaga. Gas

inlet dan aliran udara harus diukur menggunakan pendekatan kehilangan

energi, dan bukan menggunakan kecepatan aliran sebagai kriterianya. Desain tekanan yang sesuai adalah

(23)

Gas dari primary reformer psia ft P 03 . 0 100 = ∆

Udara dari secondary reformer psia ft P 04 . 0 100 = ∆

Penghalang/baffle harus dipasang sehingga aliran annular yang seragam dari gas proses teralir ditengah-tengah pipa udara. Dalam memasang baffle, area yang terbuka harus sama dengan cross sectional dari inlet pipa gas proses yang masuk.

Tujuan utama dari volume kamar pembakaran adalah untuk mengalirkan campuran gas secara turbulen. Radiasi akan membantu gas dalam menjaga temperatur. Desain yang cukup mampu menghindari kecepatan kerusakan mekanik pada katalis dengan meletakkan sebuah lapisan dari batu bakar yang digiling atau bahan nonkatalitik lain tepat diatas katalis.

Gas yang masuk kedalam catalyst bed harus homogen untuk kedua temperatur dan kandungan kimianya. Tepi sisi burner harus diproyeksikan dengan baik kedalam kamar pembakaran dengan jarak dari sisi burner ke atas dari bed katalis sama dengan 2/3 dari diameter kamar.

Peristiwa sekuens lanjutan yang terjadi dari pembakaran di

secondary reformer tidak diketahui secara pasti, tetapi peristiwa itu

terjadi dalam regional kecepatan tinggi dikarenakan tekanan dan temperatur yang tinggi dari reaktan. Salah satu dari reaktan (udara) harus didifusikan secara cepat ke dalam gas proses. Aliran jet (udara) kecil dengan kuantitas yang banyak lebih diharapkan dibanding aliran jet yang besar namun sedikit. Kecepatan keluaran harus memenuhi kecepatan transformasi (laju pembakaran) untuk menghindari pembakaran pada tepi secondary reformer. Kecepatan normalnya adalah 40 fps. Jika kecepatan transformasi berkurang seiring suhu dan kecepatan keluaran dari jet berkurang seiring suhu, pressure drop yang normal berkisar 2.5 psi, meskipun 1 psi dapat digunakan tanpa masalah.

(24)

tepi burner dengan velocity head loss sebesar 2.37 berdasarkan diameter lubang. Beberapa baris lubang-lubang kecil dipasang pada sekitar tepi burner sama seperti lubang pada bagian atas dan pada garis tengah sangat dianjurkan. Bermacam lubang kecil pada bagian yang tebal akan menyediakan pendinginan yang mencukupi pada bagian tepi, yang diakibatkan pemanasan oleh preheat atau panas berlebih. Dalam desain harus memperhitungkan bahwa panjang api burner akan memendek dan intensitas dari radiasi akan meningkat seiring tekanan.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Gas sintesa (synthesis gas) merupakan gas campuran H2 dan CO yang

merupakan produk antara untuk rute konversi tidak langsung dari hidrokarbon menjadi senyawa kimia.

2. Teknologi pembuatan gas sintesa dibagi menjadi dua, yaitu : proses dasar (basic process) dan proses gabungan (combined process).

3. Secondary reformer merupakan bejana dimana tahap akhir dalam

pembuatan gas sintesa berlangsung.

4. Secondary reformer dibuat untuk meningkatkan konversi metana.

5. Kondisi optimum untuk secondary reformer adalah : - Tekanan : 35.29 bar

- Temperatur : 996.2oC

6. Di secondary reformer, reaksi pembakaran udara diatas katalis bersifat eksotermik, sedangkan reaksi di katalis bersifat endotermik.

7. Katalis yang digunakan untuk secondary reformer berbasis Nikel dengan

(25)

8. Aspek yang dipertimbangkan dalam mendesain secondary reformer adalah : combustion zone, desain burner, pemilihan material, serta desain pelindung.

DAFTAR PUSTAKA

V. Twigg, “Catalyst Handbook”, Wolfe Publishing Ltd., 1989. “Ammonia”

www.accrefractory.com www.synetix.com

Gambar

Gambar 1-1. Penggolongan teknologi pembuatan gas sintesa
Gambar 1-3. Teknologi Partial Oxidation (POX)
Gambar 1-4. Teknologi CO2 Reforming
Gambar 1-6. Teknologi Combined Reforming
+7

Referensi

Dokumen terkait

Efek dari temperatur terhadap kekuatan impact pada beberapajenis material dapat menahan. energi impact yang relatif tinggi wala.upun pada temperatur

1) Fluiditas yang baik sehingga mampu mengisi rongga – rongga cetakan yang tipis. 2) Temperatur lebur dan temperatur tuang yang relatif lebih rendah

1) Perusahaan ingin profitabilitas tinggi, maka harus memelihara aktiva lancar relatif rendah, akibatnya resiko tinggi terhadap kekurangan persediaan atau

Primary reformer merupakan salah satu peralatan proses dalam produksi amonia dengan temperatur dan tekanan paling tinggi serta paling berisiko mengalami kegagalan yang dapat

rejeksi yang paling tinggi yaitu sebesar 0,96 tetapi massa fluks yang dihasilkan adalah paling rendah jika dibandingkan dengan tekanan operasi 7,2 bar dan 7,4

Valve jenis ini digunakan untuk temperatur yang tinggi dan tekanan yang tinggi (mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis bahan yang lain dalam hal

Berdasarkan ketiga hal tersebut sistem boiler mengenal keadaan tekanan-temperatur rendah low pressure/LP, dan tekanan-temperatur tinggi high pressure/HP, dengan perbedaan itu

Karena densitas minyak mentah berat berbanding terbalik dengan temperatur maka dapat dilihat bahwa tekanan dari minyak mentah dengan temperatur 20°C lebih tinggi dibandingkan tekanan