• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

5 A. Abortus

1. Pengertian Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat bertahan hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur (Nugroho, 2015).

Abortus ada beberapa macam yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik. Biasanya abortus spontan dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 20 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus terapeutik. Berdasarkan jenisnya abortus juga dibagi menjadi abortus imminens, abortus insipien, abortus inkomplit, abortus komplit,missed abortion, dan abortus habitialis (Nugroho, 2015) a. Abortus imminens.

1) Dicurigai bila terdapat keluarnya darah dari vagina, atau perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan.

2) Dapat atau tanpa disertai rasa mules ringan, sama dengan waktu menstruasi atau nyeri pinggang bawah.

(2)

3) Perdarahan pada abortus imminens sering kali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu.

4) Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya pembukaan serviks.

5) Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound pada panggul menunjukkan ukuran kantong amnion normal, jantung janin berdenyut, dan kantong amnion kosong, serviks tertutup, dan masih terdapat janin (Nugroho, 2015).

b. Abortus insepien

1) Merupakan suatu abortus yang sedang mengancam, ditandai dengan pecahnya selaput janin dan adanya serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka.

2) Ditandai nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat.

3) Pada pemeriksaan vagina memperlihatkan dilatasi serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol.

4) Hasil pemeriksaan USG mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong (5-6 minggu), uterus kosong (3-5 minngu) atau perdarahan subkhorionik banyak bagian bawah (Nugroho, 2015).

c. Abortus inkomplit

1) Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan masih ada sisa yang tertinggal dalam uterus.

(3)

2) Pada pemeriksaan vagina, kanalis serviks terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari osium uteri eksterum.

3) Pada USG didapat endometrium yang tipis dan irregular (Nugroho, 2015).

d. Abortus komplit

1) Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. 2) Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah

menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.

3) Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilanmenjadi negatif.

4) Pada pemeriksaan USG di dapat uterus yang kosong (Nugroho, 2015).

e. Missed abortion.

1) Missed abortion adalah embrio atau fetus telah dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 8 minggu atau lebih.

2) Biasanya didahului oleh adanya tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah percobaan (Nugroho, 2015)

f. Abortus habitualis.

1) Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih.

(4)

2) Pada umumnya penderita tidak sukar untuk menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu (Nugroho, 2015). Salah satu penyebab yang sering terjadi pada abortus habitualis adalah inkompetensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban utnuk terus bertahan menutup setelah kehamilan lewat trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka arah janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakanusaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis serviks sudah melebar. Untuk itu pengelolaan penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk pemeriksa kehamilan seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberi fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya usia kehamian. Operasi dilakukan pada usia kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau Mc DONALD dengan melingkari kanalis serviks dengan benang sutra ataupun dengan MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka setelah usia kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan (Sarwono, 2011).

2. Penyebab Abortus

Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini:

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat kelainan biasanya menyebabkan kematian janin pada

(5)

kehamilan muda. Fakor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut:

1) Kelainan kromosom: terutama trisomi autosom dan monosomi X. paling sering ditemukannya kromosom dengan trisomi 16. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik.

2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna. Adanya faktor anatomi congenital pada ibu, yaitu kelainan duktus mullerian (uterus bersepta), kelainan congenital arteri uterine yang membahayakan aliran darah endometrium. Kelainan yang didapat misalnya edliesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endrometriosis. Adanya inkompetensi serviks.

3) Pengaruh dari luar akibat radiasi, virus, dan obat-obatan termasuk faktor infeksi yang diakibatkan oleh virus TORCH dan malaria yangmenyerang ibu hamil. Peranan obat-obatan rekreasional tertentu dianggap teratogenik harus dicari melalui anamnes, seperti penggunaan alkohol dan tembakau.

b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales menyebabkan oksigenisasi plasenta tergangggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.

c. Penyakit ibu yang kronis dan melemahkan seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan keracunan.

(6)

d. Faktor endokrin:

1) Faktor endokrin berpotensi menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20% kasus.

2) Hipotiroidisme, defesiensi progesteron dan diabetes mellitus. 3) Defisiensi progesterone yaitu berkurangnya hormon progesterone

pada korpus luteum yang berfungsi mempertahankan desidua sebelumplasenta matur.

e. Faktor imunologi:

1) Terdapat antibodi kardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut.

2) Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan berulang antara lain: antibody antinuclear, antikuagulan lupus, dan antibody cardiolipid.

3) Inkompabilitas ABO dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin menyebabkan vasodilatasi, dan peningkatan fragilitas kapiler. f. Faktor nutrisi

1) Adanya malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi abortus.

2) Meskipun demikian, belum ditemukan bukti bahwa defisiensi salah satu atau semua nutrien dalam makanan merupakan suatu penyebab abortus yang penting.

(7)

g. Faktor psikologis

1) Dibuktikan bahwa adanya hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya.

2) Biasanya ibu yang belum matang secara emosional merupakan kelompok yang peka terhadap terjadinya abortus (Maryunidan puspita, 2013).

Menurut Aini (2015) penyebab keguguran antara lain:

a. Kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik atau tidak sempurna.

b. Kelainan kromosom akibat ketidaksesuaian antara kromosom suami dengan kromosom istri, sehingga janin tidak tumbuh sempurna baik organ dalam maupun organ luarnya.

c. Lapisan endometrium kurang subur sehingga membuat janin kurang mendapat nutrisi makanan untuk berkembang.

d. Adaya penyakit dalam rahim seperti kista, tumor, miom, dan kanker. e. Rahim ibu hamil tidak kuat menahan janin, sehingga untuk mengatasi

ibu hamil harus bedrest atau selalu istirahat di tempat tidur.

f. Adanya infeksi virus seperti TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan Herpes), HIV, sipilis, hepatitis, dan sebagainya.

g. Riwayat kesehatan ibu hamil yang terganggu, misalnya ibu hamil mengidap penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi, sakit ginjal, gangguan jantung, dan sebagainya.

(8)

h. Ibu hamil mengalami trauma seperti jatuh, terpukul, dan sebagainya yang langsung mengenai kandungannya.

i. Pola hidup wanita hamil yang merokok, minum-minuman berakohol, mengkonsumsi narkoba, bekerja terlalu keras saat hamil, dan sebagainya.

3. Patofisiologis

Abortus spontan disertai dengan perdarahan di dalam desidua dan perubahan di dalam jaringan-jaringan yang berdekatan dengan tempat perdarahan. Ovum yang terlepas sebagian atau seluruh dan mungkin menjadi benda asing di dalam uterus sehingga merangsang kontraksi uterus untuk mengakibatkan pengeluaran janin (Nugroho, 2015).

4. Diagnosis

Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering pula terdapa rasa mules. Kecurigaan tersebut dapat diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (galli mainini) atau imunologi (pregnosticon, gravindex) bilamana hal itu dikerjakan. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, dan adanya jaringan dalam kavum uterus atau vagina (Nugroho, 2015).

(9)

5. Komplikasi

Komplikasi yang seriuskebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga abortus spontan.

Komplikasi abortus: a. Perdarahan

1) Perdarah dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah

2) Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi

1) Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histeriktomi.

2) Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh seorang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

(10)

c. Infeksi

Infeksi dalam uterus dan andeksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman.

d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik) (Nugroho, 2015).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Tes kehamilan: positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah terjadi abortus.

b. Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.

c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Nugroho, 2015).

7. Penatalaksanaan

Tahap-tahap penatalaksaan tersebut meliputi: a. Riwayat penyakit terdahulu

1) Kapan abortus terjadi, apakah pada trimester pertama atau pada trimester berikutnya, adakah penyebab mekanisme menonjol. 2) Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat

terlarang.

(11)

4) Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome

(trombosit, fenomena autoimun, fale positive test untuk sifilis) 5) Faktor genetika antara suami dan istri

6) Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan sindrom yang berkaitan dengan kejadian abortus ataupun partus prematurus yang kemudian meninggal.

7) Pemeriksaan diagnostik yang berkaitan dan pengobatan yang pernah didapat.

b. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan fisik secara umum 2) Pemeriksaan ginekologi

3) Pemeriksaan laboratorium, seperti: a) Kariotik darah tepikedua orang tua.

b) Histerosangografi diikuti dengan histeroskopi atau laparoskopi bila ada indikasi.

c) Biopsy endometrium pada fase luteal.

d) Pemeriksaan pada hormone TSH antibodi anti tiroid. e) Antibody antifosfolipid

f) Lupus antikoagulan

g) Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit. h) Kultur cairan serviks, bila diperlukan.

Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan dirumah sakit, sebagai berikut: 1) Dokter yang merawat melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 2) Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada penderita abortus:

(12)

a) Tes kehamilan

b) Pemeriksaan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup dan menentukan prognosis

c) Pemeriksaan kadar fibrinogen atau test waktu pembekuan dan perdarahan pada missed abortion.

3) Konsultasi bagian anestesi untuk mempersiapkan tindakan kuetase. 4) Konsultasi bagian penyakit dalam guna penilaian fungsi

kardiorespirasi pada penderita golongan usia resiko tinggi atau usia lebih dari 40 tahun.

5) Konsultasi bagian patologi anatomi apabila kita ragu dengan hasil kerokan.

6) Pengelolaan:

a) Abortus imminens

(1) Istirahat di tempat tidur, agar aliran darah keuterus meningkat dan rangsangan mekanik berkurang.

(2) Bila perlu bila perlu diberi penenang Phenobarbital 3x30 mg/hari, dan spasmolitika misalnya papaverin atau tokolitik perinfus atau peroral.

(3) Untuk melihat kehamilan dilakukan pemeriksaan USG. (4) Penderita bisa pulang setelah perdarahan pervaginam

berhenti dengan hasil dari pemeriksaan baik.

(5) Dengan ajuran 2 minggu kemudian datang untuk kontrol kembali.

(13)

b) Abortus insipiens

(1) Prinsip uterus: uterus harus dikosongkan segera guna menghindari perdarahan yang banyak atau syok karena rasa mules/ sakit yang hebat.

(2) Pasang infuse, sebaiknya disertai oksitosin drip guna mempercepatpengeluaran hasil konsepsi.

(3) Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam aborted disusul dengan kerokan.

(4) Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotic profilaksis.

(5) Pasca tindakan diberikan injeksi metal ergometrin maleat, untuk mempertahankan kontraksi

(6) Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkandan tanpa komplikasi dengan anjuran kontrol 2 minggu.

c) Abortus inkomplit.

(1) Bila disertai syok karena perdarahan harus segera diberikan infuse cairan NaCL fisiologis atau cairan ringer laktat, bila perlu disusul pemberian darah.

(2) Setelah syok teratasidilakukan kerokan.

(3) Pasca tindakan diberikan injeksi metal ergometrin maleat intramuscular untuk mempertahankan kontraksi uterus.

(14)

d) Abortus komplit

(1) Tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup uterotonika atau kalau perlu antibiotika.

(2) Bila anemia cukup berikan tablet sulfas ferosus dengan anjuran diet banyak protein, vitamin dan mineral.

e) Missed abortus

Perlu diperhatikan bahwa sering plasenta melekat erat dengan dinding uterus

(1) Pemeriksaan kadar fibrinogen atau test perdarahan dan pembekuan darah sebelum tindakan kuretase, bila normal jaringan konsepsi bisa segera dikeluarkan, tapi bila kadarnya rendah (<159 mg%) perbaiki dulu dengan pemberian fibrinogen kering atau darah segar.

(2) Sebelum tindakan diberikan antibiotika profilaksis.

(3) Dilatasi kanalis servikalis bisa dengan “bougie” atau dengan batang laminaria bergantung pada besar kecilnya uterus.

(4) Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus dilanjutkan dengan sendok kuret tajam.

(5) Sesudah tindakan diberi uterotonika.

(6) Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan tanpa komplikasi anjuran kontrol 2 minggu.

(15)

f) Aborus habitualis

(1) Bergantung pada etiologinya. (Nugroho, 2015)

8. Penanganan Abortus

a. Penanganan pada ibu dengan abortus imminens

1) Penderita diminta untuk melakukan istirahat sampai perdarahan berhenti.

2) Pasien diingatkan untuk tidak melakukan senggama selama lebih kurang 2 minggu.

3) Tidak ada pengobatan khusus hanya diberi sedativa, misalnya dengan luminal, codein, atau morfin (sesuai protap dan intruksi dokter).

4) Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberi obat-obatan hormonal dan antispasmodic misalnya progesteron 10 mg setiap hari untuk terapi substansi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot uterus (misal: gestanon)

5) Pemberian spasmolitik agar uterus tidak terus berkontaksi hingga rangsangan mekanik uterus berkurang.

b. Penanganan pada ibu dengan abortus insipiens

1) Pasien harus dirawat dirumah sakit.

2) Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi janin pada abortus insipiens, tugas perawatan dan bidan sebagai asisten mempersiapkan alat-alat, pantau kondisi pasien, membantu memberikan obat intravena sesuai instruksi dokter, dan memasang

(16)

infuse RL dengan oksitosin 20 unit dengan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi dibawah pengawasan dokter.

c. Penanganan pada ibu dengan abortus inkomplit.

1) Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.

2) Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

3) Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infuse cairan NaCl fisiolofik atau cairan ringer yang disusul dengan tranfusi.

4) Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan.

5) Pasca tindaakan disuntikan intramuscular ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 meg peroral untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.

d. Penanganan pada ibu dengan abortus komplit

Jika bidan atau perawat yang menemukan klien dengan abortus

komplit beberapa hal dapat dilakukan antara lain :

1) Hasil konsepsi tidak perlu evaluasi lagi karena sudah keluar. 2) Hanya dilakukan observasi untuk melihat adanya perdarahan

banyak, memastikan untuk memantau keadaan umum ibu setelah abortus.

(17)

3) Apabila terdapat anemia sedang , diberikan tablet sulfat ferrosus 600 mg/hari selama 2 minggu.

4) Jika anemia berat diberikan trasfusi darah, tetapi hanya dengan uterotonika, diberika konseling pasca abortus dan pemantauan lanjut.

e. Penanganan pada ibu dengan missed abortion

Jika bidan atau perawat menemukan kasus missed abortion:

1) Segera rujuk kerumah sakit atas perimbangan: plasenta dapat melekat dengan erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dari resiko perforasi, pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam, tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenis yang berlanjut dengan pembekuan darah.

2) Perlakuan kuretase isap dan prostaglandin oleh dokter ahli kandungan lebih disukai tergantung dari ukuran uterus dan hari haid (Maryuni dan Puspita, 2013).

B. Usia Ibu

Idealnya, kehamilan berlangsung saat ibu berusia 20 tahunsampai 35 tahun. Kenyataannya sebagian perempuan hamil berusia dibawah 20 tahun dan tidak sedikit pula yang mengandung di atas usia35 tahun. Padahal kehamilan yang terjadi di bawah usia 20 tahun maupun di atas usia 35 tahun termasuk berisiko.

(18)

1) Kehamilan di Bawah Usia 20 Tahun.

Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat. Faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya keguguran diantaranya:

a) Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi.

Yakni ketika ibu masih belum menyadari kehamilannya atautidak siap dengan kehamilan pertamanya. Juga pengetahuan yang salah tentang masalah reproduksi manusia (karena penerangan yang keliru) menyebabkan ibu melakukan hal-hal yang tak dapat dibenarkan, misalnya minum jamu atau obat-obatan dengan maksud agar haidnya kembali menjelang. Sikap tersebut akan menimbulkan gangguan pada pertumbuhan hasil konsepsi.

b) Kondisi fisik ibu hamil.

Keadaan ini erat hubungannya dengan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar di dalam tubuh ibu yang tidak memadai. Biasanya konsepsi yang terjadi akan tumbuh dengan sempurna jika calon ibu sudah mencapai usia 20 tahun. Masa ini memangsering disebut masa subur sehat, yang akan berlangsung sampaiibu mencapai usia 30 tahun.

2) Kehamilan Usia 20-35 tahun

Saat berusia 20-35, kondisi fisik perempuan sangat prima, dan mengalami puncak kesuburan, sehingga risiko abortus minim. Hal ini disebabkan oleh sel telur relatif muda, sehingga meski pada trimester pertama kandungan tetap kuat. Kualitas sel telur yang baik memperkecil

(19)

kemungkinan bayi lahir cacat, tetapi tidak dipungkiri pada usia tersebut dapat terjadi abortus yang disebabkan oleh ketidak normalan jumlah kromosom (Muharam 2008 dalam umayah 2009).

3) Kehamilan di Atas Usia 35 Tahun.

Secara psikologis memang lebih matang. Namun, dari sisi fisik justru berisiko mengalami kelainan kehamilan yang membahayakan kesehatan janin. Janin mengalami kelainan genetic dan lahir cacat. Selain itu juga berpeluang mengalami keguguran,hal ini dapat terjadi karena : 1) Komplikasi saat kehamilan.

Seperti tekanan darah tinggi, diabetes saat hamil dan kesulitan melahirkan.

2) Janin memiliki kelainan kromosom.

Kromosom abnormal banyak yang berakhir dengan keguguran. Semakin tinggi usia maka risiko terjadinya abortus semakin tinggi pula seiring dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia diatas 35 tahun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kejadian leiomioma uteripada ibu dengan usia lebih tinggi dan lebih banyak yang dapat menambah risiko terjadinya abortus (Muharam 2008 dalam umayah 2009).

C. Kaitan antara Usia dengan Kejadian Abortus

Handono 2009 dalam Wulandari 2012 juga mengatakan bahwa resiko ibu abortus meningkat seiring dengan usia, frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada mereka yang berusia 40 tahun.

(20)

Manuaba 2010 dalam Wulandari, 2012 mengatakan Resiko terjadinya abortus lebih sering terjadi pada usia muda dibawah 20 tahun dan usia lebih tua daripada 35 tahun. Usia dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20 tahun belum matang alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia 35 tahun keatas disebabkan oleh berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan kromosom atau penyakit lainnya.

D. Penelitian Terkait

Menurut penelitian Elvira Junita setelah dilakukan analisis dengan uji chi-square menggunakan komputerisasi diperoleh p-value sebesar 0.032 < 0.05, hal ini berarti terdapat hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus.

Dari penelitian Umayah (2009) menunjukkan bahwa dengan menggunakan SPSS menghasilkan nilai chi-square(2) sebesar 56,421 dengan p-value= 0,000 jadi 2 dihitung >2 tabel (5, 591) dan p-value = 0,000. Hal ini berarti terdapa hubungan yang sangat signifikan antara usia ibu dengan kejadian abortus.

Penelitian yang dilakukan oleh pasaribu 2011 dalam Wulandari, 2012 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara usia dan paritas ibu dengan kejadian abortus di instalasi rawat inap RSU Dr. M. Soewendhi Surabaya tahun 2011 didapakan pada usia ibu. Penelitian lain yang dilakukan oleh Maryuni (2012) dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian abortus inkomplit di ruang kebidanan RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

(21)

tahun 2012 didapat bahwa terdapa hubungan antara usia ibu hamil dengan kejadian abortus inkomplit dengan value = 0,032.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Skema 2.1: Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model kenseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2014)

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel independen variabel dependen

Skema 2.2 : Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian secara fakta atau data ampiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian. Hipotesis juga merupakan pernyataan tentang hubungan diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris (Hidayat, 2014)

1. Housia = tidak ada hubungan usia ibu dengan kejadian abortus

2. Hausia = ada hubungan usiaibu dengan kejadian abortus

Usia ibu hamil Kejadian abortus Berisiko Tidak berisiko

Referensi

Dokumen terkait

Guru bersama siswa menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari mengenai deskripsi ciri-ciri Spermatophyta dan peranannya bagi manusia.. Siswa menyimpulkan apa yang telah

Menurut Suyatno (2009:64), langkah-langkah Reciprocal Teaching, yaitu: (1) Membagikan bacaan pada hari ini, (2) Menjelaskan bahwa anda akan bertindak sebagai guru pada

Global IGF 2013 akan makin menguatkan profil ID-IGF dengan menstimulasi keikutsertaan perwakilan pemerintah, bisnis dan masyarakat sipil dalam berbagi

Peraturan mengenai ketentuan pelaksanaan pembubaran Koperasi melalui Keputusan Pemerintah ternyata cukup banyak yang diatur dalam Perundang- Undangan dibandingkan

Dengan telah disyahkannya Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik banyak memberikan jawaban terhadap kebimbangan banyak kalangan

Beberapa survei dan penelitian menguatkan bahwa betapa penting kemampuan untuk bisa mendengar, bahkan banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kemampuan seseorang untuk

Valuasi ekonomi merupakan sebuah upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas

terhadap praktik manajemen laba,akan tetapi sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan hasil menunjukan bahwa