commit to user
1 BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Menurut Alaydroes dalam Arief Efendi (2008: 8), sekolah Islam termasuk sekolah Islam terpadu, adalah sekolah yang memasukkan nilai-nilai Islam dari berbagai saluran. Baik saluran formal dalam arti pembelajaran agama, dan semua mata pelajaran bernuansa Islami, apakah itu IPA, Matematika, Geografi, PMP, itu semua harus dikaitkan dengan nilai-nilai spritual, nilai-nilai Illahiah. Sekolah Islam juga merekrut guru-guru yang punya visi dan ideologi yang sama, mereka tidak diperkenankan merokok, berakhlak karimah, dan bisa menjadi teladan. Selain itu, perilaku ibadah anak-anak juga dibentuk, lewat shalatnya atau doa-doanya dan diupayakan untuk mengikuti sunnah.
Dengan kata lain, sekolah Islam adalah sekolah yang berusaha menumbuhkan kecerdasan-kecerdasan yang sesungguhnya dimiliki oleh peserta didik, yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Sholeh Y. A. Ikhrom dalam Agus Budi Hartono (2009: 3) mengungkapkan bahwa sejak lahir manusia diberi tiga potensi dasar yaitu fisik, psikis, dan spiritual. Secara fisik, ranah kognitif akan menumbuhkan kemajuan IQ (Intelligence Quotient). Sedangkan potensi psikis dan spiritual, yang ada dalam ranah afektif, akan menumbuhkan EQ
(Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). Pertumbuhan yang seimbang
antara IQ, EQ, dan SQ akan diyakini membawa peserta didik pada keadaan aman dan nyaman dalam mengikuti pembelajaran. Di ujung harapan, prestasi belajar peserta didik menunjukkan grafik yang semakin menyenangkan (Sholeh Y. A Ikhrom dalam Agus Budi Hartono, 2009: 4).
Sekolah Islam menyelenggarakan pendidikan berbasis Islam karena menyadari pentingnya SQ (Spiritual Quotient) sebagai landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif (Zohar dan Marshall dalam
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2007: 161). SQ yang lebih cerdas secara spiritual, masih menurut Zohar dan Marshall, dapat diperoleh dalam beragama.
Hal ini sejalan dengan pendapat Taqiyyuddin an-Nabhani (2006: 63) bahwa naluri beragama akan mempengaruhi pengaturan seluruh aktivitas manusia, termasuk pengoptimalan aktivitas berpikir di ranah IQ maupun EQ.
Berkebalikan dengan harapan di atas, prestasi matematika peserta didik pada sebagian sekolah Islam ternyata masih rendah. Berikut disajikan data nilai Ujian Kompetensi (UK) materi Kubus dan Balok peserta didik kelas VIII A, VIII C, dan VIII E SMP Muhammadiyah 1 Surakarta (atau yang dikenal dengan nama SMP Simpon) sebagai salah satu sekolah Islam di Surakarta.
Tabel 1.1 Nilai UK Materi Kubus dan Balok Kelas VIII SMP Simpon
Kelas
Kriteria Nilai VIII A VIII C VIII E
Nilai Rata-rata 66,1 53,6 42,4
Nilai Terendah 40 38 28
Nilai Tertinggi 96 80 62
Nilai KKM 62 60 60
% Nilai < Nilai KKM 30% 69,2% 89,2%
Terlihat dari tabel bahwa kelas yang mempunyai nilai rata-rata di atas nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hanyalah kelas VIII A sebagai kelas unggulan. Itupun persentase peserta didik yang mempunyai nilai kurang dari nilai KKM masih tinggi, yakni 30%. Sedangkan prestasi kelas VIII C dan VIII E lebih memprihatinkan lagi.
Permasalahan rendahnya prestasi matematika peserta didik kelas VIII SMP Simpon selama ini dimungkinkan karena guru belum mengintegrasikan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual selama pembelajaran matematika. Belum ada integrasi antara matematika (yang memicu kecerdasan intelektual) dan Islam (yang memicu kecerdasan emosional dan spiritual) dalam pembelajaran matematika di SMP Simpon. Berdasarkan pengamatan, guru belum menekankan aspek ontologi (mengapa matematika harus dipelajari), epistemologi (metode
mempelajari matematika), dan aksiologi (bagaimana matematika diterapkan) matematika yang harus didasarkan pada Islam. Guru hanya menumbuhkan nilai-nilai akhlak dan sifat-sifat Ketuhanan yang kurang mencerminkan integrasi antara matematika dan Islam.
Rendahnya prestasi matematika juga dimungkinkan karena pembelajaran matematika yang dipisahkan dengan konteks keseharian peserta didik. Menurut Van den Heuvel-Panhuizen (2000: 10), pengalaman dari situasi keseharian dapat menjadi pemicu pertumbuhan pemahaman matematika peserta didik.
Pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman peserta didik dengan konsep-konsep matematika adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik berasal dari teori
Realistic Mathematics Education (RME), yaitu suatu teori dalam pendidikan
matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal. Teori Realistic Mathematics Education pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda dan menunjukkan hasil yang baik berdasarkan hasil
The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2000.
Akan tetapi, menurut pengembangnya sendiri, Van den Heuvel-Panhuizen, saat ini RME adalah masih sebagai “anak kecil” (2001: 37). Karenanya, masih memerlukan suatu penelitian pada proses pembelajarannya.
Mengingat pentingnya matematika dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka masalah rendahnya prestasi belajar matematika, matematika dan Islam yang belum terintegrasi, dan pembelajaran matematika yang dipisahkan dengan konteks keseharian peserta didik perlu diupayakan pemecahannya.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Prestasi matematika peserta didik kelas VIII SMP Simpon belum memadai, hal itu terjadi mungkin karena guru belum mengintegrasikan kecerdasan-kecerdasan peserta didik, yaitu IQ, EQ, dan SQ. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pembelajaran yang dapat mengintegrasikan IQ,
EQ, dan SQ peserta didik.
2. Pendidikan dan pembelajaran berbasis SQ (dalam hal ini Islam) mungkin dapat mengintegrasikan IQ dan EQ peserta didik yang berakibat pada membaiknya prestasi matematika peserta didik. Di sisi lain, SMP Simpon sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam hanya menumbuhkan nilai-nilai akhlak dan sifat-sifat Ketuhanan yang kurang mencerminkan integrasi antara matematika dan Islam. Oleh karena itu menarik untuk diteliti apakah pembelajaran berbasis Islam pada SMP Simpon dapat meningkatkan prestasi matematika peserta didik.
3. Rendahnya prestasi matematika juga dimungkinkan karena pembelajaran
matematika yang dipisahkan dengan konteks keseharian peserta didik. Pendekatan pembelajaran matematika yang mengaitkan pengalaman peserta didik dengan konsep-konsep matematika adalah pendekatan RME. Oleh karena itu diperlukan penelitian dengan menggunakan RME.
4. Sekolah Islam mengintegralkan semua pelajaran dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu menarik untuk diteliti bagaimanakah karakteristik prototipe RME
yang sesuai dengan konteks SMP Simpon sebagai salah satu sekolah Islam.
C.Batasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah, maka permasalahan dibatasi pada karakteristik pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran materi Kubus dan Balok untuk peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Surakarta. Karakteristik prototipe RME dalam penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek: karakteristik teori pembelajaran lokal (sekolah Islam SMP Simpon) dan aspek kualitas dari prototipenya.
Karakteristik teori pembelajaran lokal disusun berdasarkan sudut pandang khas prototipe RME mengenai matematika sebagai subjek, bagaimana peserta didik belajar matematika, dan bagaimana guru melakukan pembelajaran matematika. Sudut pandang tersebut dapat dikenali dari prinsip-prinsip yang harus ada, yakni: prinsip niat, motivasi, amal, realitas islami, bertahap, tolong-menolong, integrasi, dan prinsip pembinaan. Prinsip-prinsip ini merupakan adaptasi dari prinsip-prinsip RME.
Sedangkan aspek atau kriteria kualitas dari prototipe RME didefinisikan dalam tingkat validitas, kepraktisan, dan keefektifannya. Tingkat validitas yaitu tingkat kesesuaian dengan pengetahuan tentang state-of-the-art konteks SMP Muhammadiyah 1 Surakarta sebagai sekolah Islam dan teori RME (validitas isi) serta apakah komponen-komponennya secara konsisten saling terhubung erat (validitas konstruk). Tingkat kepraktisan yaitu apakah materi PMRS berguna dan mudah digunakan oleh seluruh kelompok target penelitian, yakni guru matematika dan peserta didik kelas VIII A dan VIII C SMP Simpon. Kemudian tingkat
efektivitas yaitu penggunaan materi PMRS benar-benar dapat menghasilkan
keluaran yang diinginkan (dapat meningkatkan reaksi positif, kemajuan pembelajaran, penggunaan pengetahuan dan keahlian baru bagi guru dan peserta didik, serta meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik) untuk seluruh pengguna PMRS, yakni guru matematika dan peserta didik kelas VIII A, VIII C, dan VIII E SMP Simpon.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah prototipe RME yang mempunyai karakteristik teori
pembelajaran lokal yang sesuai dengan peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Surakarta?
E.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang diutarakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. mengembangkan prototipe RME sehingga mempunyai karakteristik teori
pembelajaran lokal yang sesuai dengan peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Surakarta,
2. mengetahui kevalidan pendekatan pembelajaran yang dikembangkan tersebut,
3. mengetahui kepraktisan pendekatan pembelajaran yang dikembangkan
tersebut, dan
4. mengetahui keefektifan pendekatan pembelajaran yang dikembangkan tersebut.
F.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai berikut:
1. dilihat dari segi akademis:
a. memberi masukan kepada sekolah tempat penelitian ini berlangsung yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan proses pembelajaran dan
b. memberikan sumbangan penelitian dalam bidang pendidikan yang ada
kaitannya dengan masalah upaya peningkatan mutu proses pembelajaran; 2. dilihat dari segi praktis:
a. memberikan informasi atau gambaran bagi calon dan guru matematika
dalam menentukan alternatif pendekatan pembelajaran matematika dalam konteks sekolah Islam dan
b. sebagai bahan referensi bagi peneliti pemula lainnya dalam melakukan penelitian.