• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PBI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DESA TEJAKULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PBI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD DESA TEJAKULA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PBI TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

DESA TEJAKULA

Kadek Wirya Apriana1, Luh Putu Putrini Mahadewi 2, I Nyoman Jampel3 1,Jurusan PGSD, 2,3Jurusan TP, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

e-mail:[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelas yang belajar dengan model Problem Based Instruction dan kelas yang belajar dengan model ceramah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only with non equivalent control group

design. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas V SD dari 8 sekolah yang berjumlah

163 orang. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara random

sampling dengan teknik yaitu pemilihan sampel secara bertahap dengan cara random

kelas. Data hasil belajar dikumpulkan dengan tes hasil belajar. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji t independent untuk membandingkan dan menguji dua kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelas yang belajar dengan model Problem

Based Instruction dan model pembelajaran konvensional (thitung = 4,092 > ttabel = 2.021) di

mana rata-rata skor hasil belajar IPA kelas yang belajar dengan model Problem Based

Instruction adalah 15,75 yang berada pada kategori tinggi, sedangkan kelas yang belajar

dengan model pembelajaran konvensional adalah 11,96 yang berada pada kategori sedang. Dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Instruction berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Desa Tejakula.

Kata kunci: Problem Based Instruction, Hasil belajar Abstract

This study aimed at knowing the differences of science learning achievements between the students who learned with Problem Based Instruction model and science learning achievement of the students who learned with causerie model. This research was a quasi-experimental study and the design used at this study was Post Test Only with Non- Equivalent Control Group Design. The subjects of this study were the fifth grade of elementary school students from 8 schools and the total numbers of subject in used were 163 Students. The samples of this study was done by cluster random sampling and using per phase technique sampling and then randomize was then class. The achievement data to collected with achievement tes. The data were analyzed in the form of descriptive statistics and independent t-test to differentiate and check an experiment and control group. The results of this study showed that there were differences of science learning achievement between the students who learned with Problem Based Instruction model and science learning achievement of the students who learned with conventional model. From the collected data, it can be concluded that (t-count = 4.092 > t-table = 2.021 ) and the

average score of science learning achievement of the students who learned with

Problem Based Instruction model was 15.75 and categorized as high performances ,

while the students who learned with conventional learning model was 11.96 and categorized as medium performances, , it can be concluded that the model of Problem

Based Instruction influenced the student’s achievement in Science for V class SD in

Tejakula village.

(2)

PENDAHULUAN

Rendahnya Sumber Daya Manusia

(SDM), mengakibatkan kurang

kompetitifnya kita dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Oleh karena itu, dunia pendidikan mendapatkan sorotan yang sangat tajam untuk menciptakan SDM yang berkualitas. SDM yang berkualitas harus ditunjang dengan kemajuan pendidikan, kemajuan pendidikan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik, Sudrajat (dalam Astari, dkk., 2010:1). Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Menurut Sismanto (2007) peningkatan SDM berkualitas salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu pendidikan IPA. Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan IPA di Indonesia, yaitu: pengembangan model-model pembelajaran IPA, pengembangan media pembelajaran IPA, penataran bagi guru, penyediaan sarana-prasarana yang menunjang pembelajaran IPA, dan pelatihan-pelatihan (Depdiknas, 2005). Namun, hasil yang dicapai masih belum memenuhi harapan. Menurut TIMSS (Trends International Mathematics and

Sciences Study), lembaga yang mengukur

hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan IPA peserta didik SD di Indonesia berada pada peringkat ke-32 dari 38 Negara (Nurhadi, 2009). Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran IPA masih perlu ditingkatkan, karena pembelajaran IPA memegang peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas SDM (Sismanto, 2007). Pembelajaran Ipa dikatakan memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas SDM, karena pembelajaran Ipa ini merupakan suatu pembelajaran yang mempelajari segala sesuatu yang terjadi di alam ini dan bisa dikatakan kalau siswa tersebut dapat langsung berinteraksi dengan alam, sehingga dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan bersikap ilmiah. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa hasil belajar IPA di sekolah dasar masih ada yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Rendahnya hasil

belajar yang dikemukakan disebabkan oleh beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran IPA. Adapun beberapa permasalahan yang teridentifikasi saat observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran Ipa di SD Negeri 6 Tejakula adalah sebagai berikut. Pertama, pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered), sedangkan siswa hanya bersifat pasif dalam proses belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat dari kondisi siswa SD Negeri 6 Tejakula yang lebih banyak mendengar penjelasan dari guru, guru cendrung melakukan ceramah. Hal inilah menyebabkan rendahnya hasil belajar IPA siswa. Widjajantin (2009) berpendapat bahwa, dalam pelaksanaan pembelajaran guru belum cukup menyadari keberadaan media sebagai alat untuk menarik perhatian siswa agar berkonsentrasi pada isi pelajaran. Cara yang digunakan kurang relevan dengan materi yang dibelajarkan. Kedua yang menyebabkan rendahnya hasil belajar adalah, siswa kurang berminat belajar IPA. Kondisi ini dapat dilihat dari kurangnya antusias siswa kelas V SD Negeri 6 Tejakula dalam belajar IPA. Subagia, et al

(2002), menemukan bahwa pada jenjang

SD, minat siswa terhadap pelajaran IPA menduduki peringkat ke-4, jenjang SMP dan SMA menduduki peringkat keenam dari 7 mata pelajaran yang dipelajari (pancasila, agama, bahasa Indonesia, bahasa inggris, matematika, IPA, dan IPS). Hal ini disebabkan oleh strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru kurang merangsang aktivitas siswa. Ketiga yang menyebabkan rendahnya hasil belajar adalah, siswa pada umumnya mempunyai anggapan bahwa IPA adalah pelajaran sulit. Beberapa siswa SD Negeri 6 Tejakula berpendapat bahwa pelajaran IPA adalah pelajaran yang sulit untuk dipelajari dan dipahami. Suciati (2009:10), dalam penelitiannya menemukan bahwa siswa SD di Kecamatan Mengwi sering mengeluh dan kecewa belajar IPA. Siswa mengatakan bahwa IPA merupakan pelajaran yang sulit, membosankan, tidak menarik, dan tidak tampak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Keempat yang menyebabkan rendahnya hasil belajar adalah, evaluasi

(3)

terhadap aspek hasil belajar siswa belum dilakukan dengan optimal karena guru belum sepenuhnya memahami cara mengevaluasi, apa yang akan diukur, serta bagaimana kriterianya. Oleh karena itu,

guru perlu menerapkan model

pembelajaran inovatif yang dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan mereka terhadap manfaat yang mereka peroleh dari belajar IPA. Berdasarkan beberapa masalah yang telah dipaparkan di atas, perlu dilakukan inovasi dalam dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran IPA. Inovasi yang dimaksud adalah berupa perubahan cara berpikir. Perubahan pola berpikir konvensional menuju pola pikir yang inovatif serta perubahan peran guru yang awalnya sebagai transmiter menjadi fasilitator. Pola pikir inovatif yang dimaksud adalah pola pikir yang berdasarkan atas paham konstruktivisme. Prinsip utama konstruktivisme adalah guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa sedangkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada di dalam benaknya (Trianto, 2009:28). Pelajaran tidak lagi berpusat pada guru (teacher

centered) melainkan berpusat pada siswa (student centered). Oleh karena itu perlu

upaya perbaikan proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), sehingga siswa dapat aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat dari pada abstrak. Pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik dapat dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.

Dari pemikiran di atas inilah muncul gagasan untuk membuat situsasi pembelajaran di kelas yang aktif dan berpusat pada siswa. Salah satu model

pembelajaran yang kegiatan

pembelajarannya berpusat pada siswa. Salah satunya model pembelajaran PBI

(Problem Based Instruction)

Nurhadi (2004:109) menyatakan

bahwa “PBI merupakan model

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk

belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran”. Sedangkan Ibrahim & Nur (2000:3) menyatakan bahwa “PBI adalah pembelajaran yang menyajikan situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka melakukan penyelidikan dan inkuiri”. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik, siswa belajar bagaimana mengkontruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan

menginvestigasikan masalah,

mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkontruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual dan kolaborasi dalam pemecahan masalah. Jadi penerapan pembelajaran berdasarkan masalah mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang dihadapinya dengan melaksanakan penyelidikan autentik melalui demonstrasi atau percobaan. Dengan menemukan dan mencari jawaban dari suatu permasalahan, maka siswa dilatih untuk menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.

Terdapat tiga aliran yang berpengaruh pada model Problem Based

Instruction. Teori-teori tersebut adalah

sebagai berikut.

1) Dewey dan Kelas Demokratis

Dewey (dalam Ibrahim & Nur, 2000) mengemukakan pandangan bahwa sekolah seharusnya menjadi laboraturium untuk pemecahan masalah kehidupan secara nyata. Untuk itu, guru harus mendorong siswa terlibat dalam tugas-tugas berorientasi masalah dan membimbing mereka menyelidiki suatu masalah. Pembelajaran di sekolah akan lebih bermanfaat jika dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas yang menarik.

2) Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme Piaget (dalam Ibrahim & Nur, 2000) menegaskan bahwa anak mempunyai rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasi mereka secara aktif membangun

(4)

pengetahuan mereka tentang lingkungan yang mereka hadapi. Oleh karena itu pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan, diberi motivasi untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.

Pandangan Kontruktivistik-Kognitif mengemukakan bahwa siswa dalam segala usis secara aktif akan terlibat dalam proses pemerolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka.

Sedangkan Vygotsky (dalam Ibrahim & Nur, 2000) percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk menyelesaikan masalah yang muncul. Oleh karena itu, individu mengkaitakan pengalaman baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan membangun pengetahuan baru. 3) Bruner dan Pembelajaran Penemuan

Bruner (dalam Trianto, 2007) menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu dan perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Tujuan pendidikan tidak hanya meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa, tetapi juga menciptakan kemungkinan-kemungkinan penemuan siswa.

PBI berlandaskan pada psikologi kognitif sebagai pendukung teorinya. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kondisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Model PBI dimulai dari masalah kehidupan nyata yang bermakna di mana siswa mempunyai kesempatan dalam memilih dan melakukan penyelidikan apapun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah. Peran guru dalam model PBI adalah sebagai pembimbing dan fasilitator, sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah oleh mereka sendiri. Disamping itu, peran guru juga mendorong siswa terlibat dalam

proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan social.

Menurut Arends, et.al. (dalam Santyasa, 2007), Problem Based Instruction adalah model pembelajaran

yang berlandaskan paham konstruktivis yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah tersebut.

Selanjutnya Trianto (2007) menyatakan bahwa pembelajaran model PBI memiliki lima langkah yaitu: (1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih, (2) guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut, (3)

guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dam pemecahan masalah, (4) guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya, dan (5) guru membantu siswa untuk merefleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan dengan dunia nyata dan bagaimana mrnggunakan pengetahuan dalam pemecahan masalah kompleks. Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa.

(5)

Sedangkan model pemebelajaran konvensional (ceramah) merupakan pembelajaran yang pelaksanaannya guru berperan secara penuh atau menguasai jalannya pembelajaran. Siswa hanya pasif menerima materi yang disampaikan oleh guru (teacher centered). Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum

adalah pembelajaran dengan

menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran ceramah di dalam kelas yaitu: pada tahap kegiatan awal guru menentukan pokok materi yang akan dijelaskan kepada siswa sedangkan siswa menyiapkan buku pelajaran dan buku catatan. Pada tahap kegiatan inti, guru menyampaikan materi pelajaran dengan uraian-uraian dan mengontrol pemahaman murid dengan beberapa pertanyaan, tugas-tugas, dan sebagainya dalam kegiatan ini siswa hanya menyimak apa yang dijelaskan oleh guru serta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Pada tahap penutup guru menyimpulkan pelajaran dan memberikan evaluasi kepada siswa.

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar (Dimyanti dan Moedjono, 1994). Sedangkan menurut Nurkancana (dalam Kawan, 2009:5) menyatakan bahwa “hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa berupa nilai pelajaran” Beliau juga menambahkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh oleh individu setelah mengalami proses belajar mengajar atau seseorang yang telah diajarkan pengetahuan tertentu. Dalam proses belajar dan mengajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Tujuan pembelajaran dikatakan berhasil secara sempurna apabila hasil menunjukkan lebih dari angka standar penilain di sekolah tertentu. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai siswa, baik hasil belajar (nilai), peningkatan kemampuan berpikir dan memecahkan

masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. Untuk melihat pencapaian hasil belajar biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengetahui hasil belajar dan perubahan tingkah laku atau kedewasaan yang telah dicapai oleh peserta didik yang dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.

IPA merupakan singkatan dari kata ”Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu

Natural Science atau sering secara singkat

disebut Science. Natural artinya alamiah, yang berhubungan dengan alam sedangkan Science yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi IPA atau Science secara harafiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi tentang alam. IPA memiliki tiga pengertian umum yaitu: IPA sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai pemupukan sikap. IPA sebagai produk dapat diartikan berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip dan teori-teori. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. IPA sebagai proses dapat diartikan sebagai proses untuk menggambarkan fenomena alam. Aktivitas atau proses itu antara lain: merumuskan masalah, merencanakan eksperimen, mengobservasi, merumuskan hipotesis, mengklasifikasi, mengukur, mengintepretasi data, menyimpulkan, meramalkan, dan mengkomonikasikan hasil. Proses-proses tersebut juga sering disebut sebagai proses ilmiah. IPA sebagai pemupukan sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses dalam IPA, antara lain: sikap ingin tahu, jujur, objektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti, dan

(6)

skeptis. Sikap-sikap ini sering juga disebut dengan sikap ilmiah (Trianto, 2012).

Dari hal tersebut maka

pembelajaran IPA di SD sangat penting karena Pembelajaran IPA di sekolah dasar merupakan penguasaan siswa terhadap pengetahuan tentang alam sekitar, yang dipelajari dari fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan proses penemuan. Pengetahuan siswa tentang alam tersebut dapat mencetak siswa dalam bersikap ilmiah. Oleh karena itu IPA harus diajarkan menurut cara yang tepat sesuai dengan tujuannya. Artinya materi IPA yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan tingkatan kelas, sehingga penguasaan pengetahuan tentang IPA dapat bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi kelestarian lingkungan alam sekitar sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok yang belajar menggunakan model PBI (Problem Based

Instruction) dengan model ceramah pada

siswa kelas V Sekolah Dasar Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/ 2014 di Desa Tejakula.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian eksperimen semu. Mengingat tidak semua variabel (gejala yang muncul) dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SD 5 dan 6 Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng pada rentang waktu semester I (ganjil) tahun pelajaran 2012/2013. Desain penelitian yang digunakan adalah Post Test Only with Non

Equivalent Control Group Design. Populasi

dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD dari 8 sekolah di Desa Tejakula yang berjumlah 163 siswa. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara random sampling dengan teknik yaitu pemilihan sampel secara bertahap dengan cara random kelas. Dari dua kelas yang ada, dirandom untuk menetapkan satu kelas sebagai kelompok

eksperimen (kelas yang akan belajar menggunakan model PBI), dan satu kelas sebagai kelompok kontrol (kelas yang akan belajar dengan menggunakan model pembelajaran ceramah). Adapun langkah-langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut. Pada tahap pertama, memperhatikan jumlah siswa pada masing-masing sampel. Semakin besar sampel yang diambil maka akan semakin tinggi taraf representativeness (keterwakilan) sampelnya (Suryabrata, 1983:37). Sekolah yang memenuhi kriteria tersebut adalah SD Negeri 1 Tejakula, SD Negeri 2 Tejakula, SD Negeri 3 Tejakula, SD Negeri 5 Tejakula, SD Negeri 6 Tejakula. Pada tahap kedua, kelima SD yang memenuhi syarat sebagai sampel dilakukan uji kesetaraan sampel, dengan menggunakan rata-rata ujian akhir semester mata pelajaran Ipa. Untuk mengetahui kesetaraan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas V di masing-masing sekolah dasar tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Berdasarkan hasil analisis dengan ANAVA A, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas V SD di Desa Tejakula . Dengan kata lain, hasil belajar kognitif IPA siswa kelas V SD di Desa Tejakula adalah setara. Selanjutnya dari sampel yang sudah diperoleh yaitu, SD Negeri 5 Tejakula dan SD Negeri 6 Tejakula selanjutnya dipilih secara acak dengan teknik undian. Dari hasil undian diperoleh pasangan kelas SD Negeri 5 Tejakula sebagai kelas kontrol dan SD Negeri 6 Tejakula sebagai kelas eksperimen.

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar. Tes hasil belajar ini berupa tes pilihan ganda dengan jumlah soal 30 butir. Tes tersebut kemudian diuji coba kepada siswa kelas VI SD di desa Tejakula yang tidak termasuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian yang dilakukan terhadap instrumen tersebut meliputi validitas butir tes, Reliabilitas tes, tingkat kesukaran tes dan daya beda tes kemudian hasilnya dianalisis. Dari hasil uji validitas yang ada diperoleh bahwa dari 30 soal yang diujicobakan ditemukan 25 soal yang dapat

(7)

dikatakan valid dan 5 soal lainnya dikatakan tidak valid dan tidak layak untuk digunakan dalam penelitian. Adapun analisis uji instrumen mengenai reliabilitas berdasarkan hasil uji coba instrumen adalah 1,21 yang tergolong memiliki reliabilitas tinggi. Berdasarkan hasil uji taraf kesukaran tes, diperoleh Pp = 1,28 sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk kriteria sedang. Sedangkan berdasarkan hasil uji daya beda tes, diperoleh DP = 0,51 sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk kriteria baik.

Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. (1) Modus, (2) Median, (3) Mean. Mean, median, modus hasil belajar IPA siswa selanjutnya disajikan ke dalam kurva poligon. Tujuan penyajian data ini adalah untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hubungan antara mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dapat digunakan untuk menentukan kemiringan kurva poligon distribusi frekuensi. Sebelum dilakukan pengujian untuk mendapatkan simpulan, maka data yang diperoleh perlu diuji normalitas dan homogenitasnya. Uji normalitas untuk skor hasil belajar IPA siswa di gunakan analisis Chi-Kuadrat

dengan rumus :

2 2 

h h o f f f

(1) (Agung, 2010) Sedangkan uji homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan uji F dengan

menggunakan rumus : terkecil Varians terbesar Varians F hit  (Koyan, 2012) Kriteria pengujiannya adalah data memiliki varians yang sama (homogen) jika angka signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan stasistik deskriptif dan statistisk inferensial yaitu uji-t. Data dalam penelitian ini adalah skor hasil belajar IPA siswa sebagai akibat dari

penerapan model Problem Based Instruction pada kelas eksperimen dan

model ceramah pada kelas kontrol.

Berikut ini data hasil penelitian tentang hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 6 Tejakula (kelas eksperimen) dan siswa kelas V SD Negeri 5 Tejakula (kelas kontrol). Modus dari data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 16,16 Median dari data tersebut adalah 16 dan Mean dari data tersebut adalah 15,37. Sesuai dengan kriteria penskoran, maka dapat ditentukan skor maksimal ideal adalah 25. Dari skor maksimal ideal tersebut maka diperoleh rata-rata ideal (Xi) adalah 12,5 dan standar deviasi ideal adalah 4,16

Berdasarkan analisis data bahwa mean hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dengan menggunakan model

Problem Based Instruction adalah 15,37.

Jika dikonversi ke dalam PAP Skala Lima berada pada kategori tinggi. Modus dari data hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 12,16 Median dari data tersebut adalah 12 dan Mean dari data tersebut adalah 12,20. Sesuai dengan kriteria penskoran, maka dapat ditentukan skor maksimal ideal adalah 25. Dari skor maksimal ideal tersebut maka diperoleh rata-rata ideal (Xi) adalah 12,5 dan standar deviasi ideal adalah 4,16. Berdasarkan analisis data bahwa mean hasil belajar IPA siswa kelompok Kontrol dengan menggunakan model ceramah adalah 12,20 Jika dikonversi ke dalam PAP Skala Lima berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis data post test

kelompok eksperimen dengan

menggunakan rumus chi kuadrat, diperoleh

X2hitung= 4,1353 dan X2tabel = 5,591 dengan

taraf 5% dan dk = 5. Karena

2tabel

2hit maka sebaran data Hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran

Problem Based Instruction berdistribusi

normal. Berdasarkan hasil analisis data

post test kelompok kontrol yang terdapat pada tabel 2 dengan menggunakan rumus

chi kuadrat, diperoleh X2hitung = 1,5853 dan X2tabel = 5,591 dengan taraf 5% dan dk = 5.

Karena

2tabel

2hit maka sebaran data Hasil belajar IPA siswa yang mengikuti

(8)

model pembelajaran Konvensional

berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhit < Ftab. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh Fhitung = 1,27 dan Ftabel = 1,81 dengan taraf signifikasi 5%. Dengan demikian varians antar kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogeny. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel

independent (tidak berkorelasi) dengan

rumus polled varians dengan kriteria H0 ditolak jika thit > ttab dan H0 terima jika thit < ttab. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thit sebesar 4,092. Sedangkan, ttab dengan db = 56 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan model Problem

Based Instruction dan kelompok siswa yang

belajar dengan model Konvensional pada siswa kelas V SD di desa Tejakula, semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

Pembahasan

Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Problem Based

Instruction lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model ceramah. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil belajar IPA siswa. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model

Problem Based Instruction adalah 15,75 berada pada kategori baik dan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi konvensional adalah 11,96 berada pada kategori cukup. Jika skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Pada kelompok kontrol, jika hasil belajar IPA siswa digambarkan dalam grafik

poligon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor siswa cenderung rendah.

Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, diketahui thit = 4,092 dan ttab (db= 56 dan taraf signifikansi 5%) = 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model ceramah dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model

Problem Based Instruction siswa kelas V

SD di Desa Tejakula.

Perbedaan signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Problem Based Instruction dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional dapat disebabkan oleh perbedaan sintaks/langkah-langkah dalam proses pembelajaran. Pada model Problem Based

Instruction memiliki langkah yang sangat

kompleks yang memberikan siswa kesempatan untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan diskusi di kelas, karena model Problem Based Instruction (PBI) menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang heterogen atau berbeda tingkat kecepatannya menerima pelajaran dan memecahkan permasalahan yang diberikan. Model Problem Based Instruction (PBI) merupakan model pembelajaran yang berdasarkan masalah nyata dan bermakna yang membutuhkan penyelesaian nyata secara berkelompok. Pembelajaran ini, membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada di dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia di sekitarnya.

Peranan guru dalam pembelajaran adalah memfasilitasi proses belajar kelompok, bukan menyediakan jawaban. Berbeda dengan model ceramah yang disampaikan dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Hal ini menunjukkan aktivitas guru lebih banyak daripada aktifitas siswa. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa

(9)

penerapan model pembelajaran Problem

Based Instruction berpengaruh terhadap

hasil belajar IPA. Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara model pembelajaran Problem Based Instruction dan model ceramah, dapat dilihat dari rata-rata tes hasil belajar IPA antara kedua kelompok.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran model

Problem Based Instruction (PBI) dengan

kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran model ceramah. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based

Instruction berpengaruh positif terhadap

hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan model ceramah. Nilai rata-rata siswa yeng belajar dengan model Problem

Based Instruction (PBI) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pada siswa yang belajar dengan model

pembelajaran konvensional

X

1

15,75

X

2

11,96

.

Hasil analisis uji-t diperoleh thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel

t

hitung

4,092

t

tabel

2.021

.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Instruction (PBI) berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD, semester ganjil, tahun pelajaran 2013/2014 di Desa Tejakula.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diajukan beberapa saran guna peningkatan kualitas pembelajaran IPA ke depan. 1) Disarankan bagi guru-guru di sekolah dasar yang mengalami permasalahan mengenai hasil belajar IPA siswa di sekolah untuk menerapkan model

Problem Based Instruction (PBI) dalam

pembelajaran IPA di sekolah yang dipimpinnya; 2) Disarankan bagi kepala sekolah agar lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang inovatif dan

didukung suatu teknik belajar yang relevan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa; 3) Disarankan bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model Problem Based

Instruction (PBI) dalam bidang IPA maupun

bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A Gede., 2005. Metodologi

Penelitian Pendidikan Suatu Pengantar. Buku Ajar. Singaraja:

Fakultas Ilmu Pendidikan UNDIKSHA. (hlm. 22-23).

Arikunto, S. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.

---, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: PT

Asdi Mahasatya.

Astari, Anik Putu, dkk. 2010. Pengaruh

Model Pembelajaran Kuantum dan Setting Kooperatif Terhadap Hasil Belajar. Program Kreatifitas Mahasiswa (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP UNDIKSHA. (hlm. 2). Depdiknas, 2005. Rencana Strategis

Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Jakarta: Depdiknas. (hlm. 2).

Dimyanti, M & Moedjiono.1994. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Pendidikan.

Ibrahim & Nur. 2000. Model Pembelajaran

Berdasarkan Masalah.

UNESA-UNIVERSITY PERSS:

Surabaya.

Nurhadi., Yasin, B., & Senduk, A.G. 2004.

Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.

(10)

Malang: Universitas Negeri Malang. (hlm. 2).

Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1990.

Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:

Usaha Nasional.

Sismanto. 2007. Menakar Integrasi IPA

dalam KTSP. Yersedia pada

http://reseachengines.com-/0707sismanto.html. Diakses 11 Nopember 2012. (hlm. 2). Suciati, N. W. 2009. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Berbasis Asesmen Fortofolio dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa (Studi pada Sekolah Dasar No. 1 dan 3 Lukluk, Kecamatan Mengewi). Tesis. (tidak

diterbitkan). Program

Pascasarjana, Universitas Pendidikan Ganesha. (hlm. 4). Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran

Inovatif berorientasi konstriktivistik.

Jakarta: Prestasi pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Dari semua faktor yang diteliti baik jenis kelamin, umur, pendidikan formal, status pekerjaan, pengalaman gula darah rendah, kepemilikan alat pengukur gula darah,

Bapak Montty : ada 3 hal yang ingin saya sampaikan, yang pertama adalah pada tahun depan kita harus melakukan kajian yang spesifik, yang kedua ilmu transparansi itu signifikan

Menurut PIC ESAP, seiring berjalannya waktu pada program ESAP, timbul berbagai permasalahan seperti peningkatan kemampuan dari para peserta berkemampuan lebih tinggi dan

dampak variabel-variabel risiko dilihat dari sudut pandang frekuensi faktor risiko terhadap biaya dan waktu pelaksanaan proyek serta respon resiko yang akan

variable, karena variabel ini tergantung dari Jenis Sekolah. Misal untuk jenis sekolah SMA, data 31 tidak dapat dimasukkan, karena data tersebut masuk pada jenis se- kolah SMK.

Untuk perusahaan yang tidak tersaring tapi mendaftar dalam tender, pembaruan PQF 2 akan dilakukan sesuai dengan persyaratan dari tender dan diselesaikan sebelum masa pemasukan

Pengelompokan menggunakan K-Means dimulai dengan inisialisasi jumlah cluster k. Kemudian inisialisasi pusat cluster k secara acak atau partisi. Tahap selanjutnya

Wisatawan yang akan menambah anggaran wisata paling besar di tahun 2016 adalah wisatawan Australia, yang mengungguli wisatawan Swiss terkait jumlah nominal anggaran yang akan