5 BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Ngastiyah, 1997 : 229)
Kejang demam suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat singkat atau sementara dapat disebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan, terjadinya kejang dapat disebabkan oleh malforasi otak kongenital, faktor genetis seperti adanya penyakit seperti meningitis, esefalitis, serta demam yang tinggi. (Mansjoer Arif, 2000)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses ekstakranium. Sedangkan pengertian kejang itu sendiri merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik selebral yang berlebihan (Betz & Sowden, 2002:443).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
6 B. Anatomi dan Fisiologi
Struktur otak yang berevolusi, beberapa ahli anatomi berpendapat bahwa bagian otak yang berfungsi dalam proses hidup manusia (seperti dan mengatur emosi) memiliki setruktur yang sama persis dengan struktur otak reftil. Jadi meskipun kita memiliki otak yang cangih (seperti einstein) hendaklah kita ingat bahwa bagian otak kita yang tertentu sama persis dengan struktur otak buaya.
7 Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal atau external tubuh yang diterima reseptor dalam pada alat indra (seperti mata, telinga, kulit dan lain-lain) data tersebut dikirimkan oleh pusat syaraf yang dikenal dengan system syaraf keseluruhan. Sistem syaraf ini memungkinkan seluruh urat syaraf mengubah rang sangan dalam bentuk infuls listrik, kemudian infuls listrik dikirim ke pusat sistem syaraf, yang berada di otak dan sistem syaraf, yang berada di otak dan sistem syaraf tukang belakang. Disinilah data di proses dan direspon dengan rangsangan yang cocok. Biasanya dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang berfungsi untuk mengirim impuls saraf ke otot sehingga otot berkontraksi.
Di dalam jaringan sistem syaraf pusat terdapat hirarki kontrol. Banyak rangsangan sederhana berhubungan dengan tidak reflek/aksi sepontan, dalam hal ini otak tidak terlibat langsung dalam proses identifikasi mengenai tindakan refleks tersebut. Tapi tindakan refleks di proses di syaraf tulang belakang. Tapi panca indra merespon contoh kita tidak begitu saja menjatuhkan piring mangkok, kecuali isi dari piring tersebut memang terlalu panas dan reflek menumpahkannya. Atau bisa saja hal ini terjadi karena stres yang kita alami, hal semacam ini terjadi akibat fenomena yang komplek di otak. Bernafas, keseimbangan, menelan dan mencerna terjadi, karena fungsi otomatis otak, dan kita tidak menyadari membutuhkan kontrol yang lembut dan pengaturan yang baik, otak purba mengontrolnya secara relatif. Misalnya, kita akan menoleh jika seseorang memanggil nama kita di jalan aksi tersebut dikontrol oleh otak yang lebih baru.
8 C. Etiologi/Predisposisi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1. Intrakranial
a. Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
b. Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular Infeksi : Bakteri, virus, parasit
c. Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.
2. Ekstra kranial
a. Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
b. Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
c. Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3. Idiopatik
a. Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits) (Arif Mansjoer, 2000)
9 D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya
10 sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
(Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229) E. Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi klien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
11 Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
F. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kgatau diazepam rektal dosis ≤ 10 kg = 5mg/kgBila diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB.
12 4. memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10
menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Penobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan :
1. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
2. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
13 3. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat
menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah. G. Komplikasi
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat reseptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus. H. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Fokus: a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau orang terdekat atau pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter atau kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal, hipertensi, peningkatan nadi, sianosis
Postiktal : tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
14 c. Eliminasi
Gejala : inkontinensia episodic Tanda :
1) Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus spingfer.
2) postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia ( baik urin atau Fekal ).
d. Makanan dan Cairan
Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang berhubungan efektifitas kejang.
Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang) e. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal
Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot, tingkah laku distraksi atau gelisah.
f. Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau cepat peningkatan sekresi mucus.
g. keamanan
Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur
Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.
15 2. Tumbuh Kembang Anak:
a. Perkembangan Motorik Halus dan Kasar 1) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus adalah keadaan anak yang sadar mampu mengontrol dan mengendalikan diri serta tubuhnya, sehingga memungkinkan untuk melakukan gerakan-gerakan yang lebih halus dengan otot-otot yang kecil.
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.
2) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan anak menggerakan otot-otot besar untuk melakukan sebuah gerakan “kasar”.
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring telentang, berguling dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha merangkak. b. Perkembangan Kognitif (Kecerdasan)
Dalam periode perkembangan otak ada istilah yang dikenal sebagai fase cepat tumbuh otak, yaitu fase pada saat otak berkembang sangat cepat.
16 Pada fase ini otak harus mendapat prioritas utama dalam hal pemenuhan zat gizi sebagai bahan-bahan pembentuknya.
Kurangnya gizi pada fase cepat tumbuh otak anak dibawah usia 18 bulan akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Artinya, kecerdasan anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal pada tahun-tahun kedepannya.
c. Perkembangan Sosial dan Emosi
Salah satu bagian perkembangan sosial dan emosi yang terjadi pada anak usia 1-2 tahun adalah perubahan mood. Pada usia tersebut, anak mulai belajar untuk merespon segala sesuatu yang diterima atau keadaan yang dihadapi sesuai dengan perasaan hatinya. Misalnya anak akan menggelengkan kepala sebagai tanda tidak mau makan atau akan tersenyum gembira untuk menandakan hatinya senang saat diajak bercanda dengan orang-orang disekitarnya.
d. Perkembangan Berbahasa dan berbicara
Kemampuan ini akan senantiasa berkembang sehingga
memungkinkannya untuk memahami sekaligus menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Umumnya, kemampuan ini akan muncul ketika anak sudah berusia sekitar satu tahun. Pada usia ini, anak mulai belajar berbicara dari kata-kata sederhana yang hanya terdiri dari satu dua suku kata. Umumnya, kata pertama yang dapat diucapkan adalah kata-kata yang sering kali didengar setiap hari dari orang-orang di selitarnya. Misalnya adalah mama, papa dan sebagainya (Ali, 2008).
17 I. Pathways Keperawatan
Sumber : Suriadi, 2001 & Ngastiyah, 1997
Exogenus pyrogene
Sel host inflamasi
Pusat termoregulator
Meningkatkan thermostat
Perubahan fisiologi dan tingkah laku
roses peradangan Proses peradangan
Anoreksia
Resiko kekurangan nutrisi
Demam
Mengubah keseimbangan membran sel neuron
Suhu Evaporasi (keringat ) Gangguan pemenuhan cairan Dehidrasi Defisit volume cairan Melepaskan muatan listrik
yang besar Kejang Cemas Resiko kejang berulang Kurang pengetahuan Resiko injury
18 J. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses inflamasi
2. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan suhu tubuh 3. Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang
4. Resiko injury b.d kelemahan, perubahan kesadaran dan kehilangan koordinasi otot 5. Resiko kekurangan nutrisi b.d anoreksia
6. Kurang pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi K. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Peningkatan suhu tubuh b.d proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5oC, badan tidak teraba panas
Intervensi :
a. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
b. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
c. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh. d. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres hangat pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
19 e. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
f. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan klien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat. g. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas h. Kolaborasi dokter untuk menentukan therapy
Rasional : mempercepat proses penyembuhan
2. Diagnosa keperawatan : Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urine adukuat, turgor kulit baik, membrane mukosa mulut lembab
Intervensi :
a. Ukur dan catat tanda-tanda vital
Rasional : peningkatan suhu tubuh dapat mempangaruhi volume cairan b. Berikan makanan dan cairan
Rasional : memenuhi kebutuhan makan dan minum c. Berikan support verbal dalam pemberian cairan
Rasional : meningkatkan konsumsi cairan klien d. Kolaborasi berikan pengobatan seperti penurun panas
20 e. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Rasional : Untuk mengetahui status cairan klien. 3. Resiko kejang berulang b.d riwayat kejang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kejang tidak berulang
Kriteria hasil : Tidak terjadi serangan kejang selama hiperthermi
Intervensi :
a. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. Rasional : Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
b. Berikan kompres hangat
Rasional : Perpindahan panas secara konduksi c. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat. d. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan. e. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas. f. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advice
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis 4. Resiko injury b.d kelemahan, perubahan kesadaran dan kehilangan koordinasi otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tidak terjadi trauma fisik atau cidera
21 Kriteria hasil : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan, mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang, keluarga selalu menjaga di samping klien
Intervensi :
a. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
b. Tinggalah bersama klien selama fase kejang Rasional : meningkatkan keamanan klien
c. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut d. Letakkan klien di tempat yang lembut
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang
e. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu. f. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal g. Libatkan keluarga selama perawatan
Rasional : keluarga orang terdekat klien 5. Resiko kekurangan nutrisi b.d anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan nutrisi
Kriteria hasil : nafsu makan meningkat, makan habis dalam 1 porsi
22 a. Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat
Rasional : memenuhi kebutuhan kalori klien b. Timbang berat badan bila memungkinkan
Rasional : ada tidaknya penurunan berat badan selama perawatan c. Pertahankan kebersihan mulut yang baik
Rasional : personal hygiene meningkatkan nafsu makan d. Pantau hasil laboratorium
Rasional : menunjukkan adanya kekurangan nutrisi
e. Bila klien mengalami gangguan kesadaran berikan diet cair melalui selang sonde
Rasional : membantu pemenuhan nutrisi klien f. Konsultasi dengan ahli gizi
Rasional : menentukan diit kalori klien
6. Kurang pengetahuan keluarga b.d kurangnya informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keluarga bertambah pengetahuan tentang penyakit yang diderita klien
Kriteria hasil : Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya, keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan, keluarga mentaati setiap proses keperawatan
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
23 Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
c. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
d. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
e. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas 1) Jangan panik saat kejang
2) Baringkan anak ditempat rata dan lembut. 3) Kepala dimiringkan.
4) Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5) Setelah kejang berhenti dan klien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6) Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
7) Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang. f. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan
menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.