• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perburuhan dan pengupahan bersifat dinamis dan kompleks mengikuti kepentingan buruh, kepentingan pengusaha dan dukungan pemerintah. Selain itu dengan keadaan ekonomi dan kemampuan pengusaha yang terbatas, upah selalu menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Ditambah dengan permasalahan dualisme pasar kerja ditandai dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan mutu angkatan kerja yang rendah telah menyebabkan upah dan penghasilkan buruh makin ditekan dalam hirarki ketenagakerjaan.

Ketenagakerjaan menjadi konsep yang menarik untuk diamati karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan terus berubah. Pembangunan sektor ketenagakerjaan salah satunya adalah penciptaan kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace). Pekerja merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain yang dari sisi hukum terdapat aspek perlindungan yang harus didukung pemerintah dan pengusaha.

Pekerja dan pengusaha memiliki dua kepentingan yang berbeda. Apabila dipandang dari sisi pengusaha, pekerja merupakan faktor produksi penting dan penggerak kelangsungan operasional sehari-hari perusahaan, namun, pengusaha juga menghadapi keterbatasan operasional dan anggaran untuk membiayai kelangsungan hidup pekerja ketika perusahaan menghadapi masalah keuangan. Pekerja memandang pengusaha sebagai penyedia kerja yang memberikan kelangsungan hidup bagi seluruh pekerja. Apabila pengupahan tidak mencukupi, hal ini menimbulkan pertentangan industrial diantara kedua pihak. Pemberian upah kepada pekerja yang berkeadilan merupakan salah satu cara untuk menciptakan hubungan industrial yang dinamis dan

(2)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 2

harmonis. Upah merupakan hak dasar bagi pekerja di setiap perusahaan.Hal tersebut telah dijamin di dalam konstitusi.1

Upah sebagai salah satu esensi Perjanjian Kerja merupakan faktor yang penting yang menentukan ada tidaknya suatu hubungan kerja.Di samping itu upah juga merupakan salah satu masalah yang kontroversial, karena upah selalu menjadi titik tolak terjadi pertentangan antara pekerja dengan pengusaha. Hal ini disebabkan masing-masing pihak melihat upah dari segi kepentingan masing-masing yang berbeda antara satu sama lain. Hal ini menimbulkan konsekuensi belum ditemukannya perumusan upah yang standar.

Pengupahan merupakan masalah yang sangat krusial dalam bidang ketenagakerjaan bahkan apabila tidak profesional dalam menangani tidak jarang akan menjadi potensi perselisihan serta mendorong timbulnya mogok kerja dan unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan aspek ekonomis saja, tetapi juga aspek hukum yang menjadi dasar bagaimana hal-hal yang berkaitan dengan pengupahan itu dilaksanakan dengan aman dan benar berdasarkan regulasi pemerintah yang berlaku. Oleh sebab itu, untuk menangani pengupahan secara profesional mutlak memerlukan pemahaman ketiga aspek tersebut secara komprehensif.2

Pemberian upah telah diatur di dalam Pasal 88 ayat (4) Undang-undang Ketenagakerjaan, pemerintah telah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak, upah minimum telah ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota, dan

1

UUD 1945, Pasal 27 ayat (2), “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

2

(3)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 3

komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak diatur dalam Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Upah Minimum (untuk selanjutnya disebut Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi).3

Kebijakan pengupahan yang ada masih bertumpu pada upah minimum yang berlandaskan pada kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun. Belum mencangkup mereka yang sudah bekerja di atas 1 (satu) tahun dan berkeluarga. Perundingan kolektif sebagai alat perjuangan SB/SP untuk meningkatkan upah dan kesejahteraan buruh, perannya masih sangat terbatas; bahkan cenderung menurun kuantitas dan kualitasnya. Di sisi lain penerapan struktur skala upah masih sangat minim dan belum bersifat wajib (tidak ada sanksi formal bagi yang belum menerapkannya). Di Negara berkembang kebijakan upah minimum menjadi upah efektif yang berlaku pada pasar kerja formal terutama sekali di sector industri padat karya.

Upah yang tertuang dalam UU Ketengakerjaan No.13 Tahun 2003 secara umum menjelaskan bahwa upah adalah hal pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang. Berbicara mengenai kelayakan upah tentu tidak dipisahkan dengan sistem upah minimum, yang pada substansinya adalah bertujuan agar pekerja mendapat jaminan kebutuhan hidup yang layak dan perlakuan yang adil dari para pengusaha, seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.7 Tahun 2013 pasal 1 ayat (1), bahwa upah minimum adalah :" upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan Gubernur sebagai jaring pengaman".

Tidak semua perusahaan di dalam memberikan upah dan waktu kerja terhadap pekerja sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, bahkan demi ingin meningkatkan produktivitas di dalam perusahaan, pengusaha mengesampingkan

3

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.hlm.4.

(4)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 4

peraturan pemerintah yang telah berlaku tentang pemberian upah dan waktu kerja yang layak.

Pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Oktober 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.4 Pemberlakuan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan ini menggantikan PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Dalam PP itu disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar.

Berlakunya Peraturan Pemerintah Noomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan tersebut membuat para buruh menolak dengan berdemontrasi di depan Istana Negara. Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, formula kenaikan upah minimum yang tercantum pada PP No. 78 tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.5

Dalam UU No. 13 tahun 2003, penetapan upah minimum dilakukan oleh kepala daerah berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan yang terdiri atas perwakilan pengusaha, buruh, dan pemerintah. Faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi hanya merupakan salah satu bahan pertimbangan. Sementara dalam PP No. 78 tahun 2015, besaran upah minimum pada tahun tertentu dihitung berdasarkan formula: Upah minimum tahun sebelumnya + {upah minimum tahun sebelumnya x (inflasi tahun sebelumnya + pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya)}.

4 http://setkab.go.id/inilah-peraturan-pemerintah-nomor-78-tahun-2015-tentang-pengupahan/ di unduh tanggal 27 Januari 2016 5 http://www.rappler.com/indonesia/111081-buruh-upah-minimum-provinsi-pp-pengupahan di unduh tanggal 28 Januari 2016

(5)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 5

Perbedaan inilah yang menjadi persoalan karena ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui PP tanpa dirundingkan dengan serikat pekerja. Diberlakukannya PP ini, upah buruh akan naik paling tinggi hanya 10 persen dan berlaku selama puluhan tahun. Hal ini akan berdampak pada pemiskinan secara sistemik.

Selain itu dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang baru ini, formulasi upah kedepannya dihitung hanya sekedar angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah (BPS), dengan mengabaikan survey harga-harga kebutuhan pokok setiap tahunnya yang menjadi patokan Komponen Hidup Layak. Adanya PP ini kewenangan Dewan Pengupahan dalam menentukan besaran upah juga diambil alih oleh BPS. Dalam ketentuan Pasal 45 dan Pasal 47 PP Pengupahan, kewenangan Dewan Pengupahan hanya-lah melakukan peninjauan kebutuhan hidup layak, dengan tetap berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang penetapan komponen dan jenisnya. Padahal seharusnya, Gubernur sebelum menetapkan besaran upah minimum Provinsi dan Kabupaten/Kota, memperhatikan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013.

Berlakunya PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang prinsipnya seputar pengupahan bahwa setiap buruh atau pekerja berhak memperoleh penghasilan untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan juga pengupahan harus melindungi pekerja atau buruh. Peraturan Pemerintah tentang pengupahan yang disahkan ini, pemerintah tidak memenuhi prinsip penghidupan yang layak bagi buruh dan tidak melindungi pekerja. Peraturan Pemerintah ini bertentangan dengan isi UU 13/2003, isi dalam PP tersebut ada ketidaksinkronan secara hirarkis peraturan perundang-undangan, dan formula rumus kenaikan upah minimum tidak didasari kondisi ekonomi obyektif di wilayah per wilayah.

(6)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 6

Agar terpenuhinya kehidupan yang layak, penghasilan Pekerja/Buruh harus dapat memenuhi kebutuhan fisik, nonfisik dan sosial, yang meliputi makanan, minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, jaminan hari tua, dan rekreasi. Untuk itu kebijakan pengupahan juga harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja serta meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh beserta keluarganya.

Ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan untuk dan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Untuk itu pekerja perlu mendapatkan perlindungan dalam semua aspek, termasuk perlindungan dalam mendapatkan pekerjaan di dalam dan di luar negeri. Perlindungan hak-hak dasar pekerja, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan upah dan jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman dan tenteram serta terpenuhinya keadilan dan terwujudnya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi dan seimbang.6

Bidang ketenagakerjaan itu sendiri, telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Selanjutnya, Pasal 28D ayat (2) menyatakan "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Ketentuan kedua pasal tersebut, berarti kedudukan bidang ketenagakerjaan di Indonesia mempunyai landasan yuridis yang kuat karena telah diatur secara khusus dalam konstitusi.7 Demikian pula kebijakan di bidang perlindungan tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan upah, syarat kerja, kondisi kerja dan hubungan kerja, kesehatan kerja, jaminan sosial didalam rangka perbaikan kesejahteraan tenaga secara menyeluruh.

6

Suhariwanto.Aspek Hukum Perlindungan Pekerja dalam Mengantisipasi Pemogokan Kerja di Perusahaan. 2000

7

Saprudin, Socialisering Process Hukum Perburuhan dalam Aspek Kebijakan Pengupah.MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 3, Oktober 2012, Halaman 377

(7)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 7

Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja, serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan meratabaik materiil maupun spiritual.8

Pada awal kemerdekaan, ketentuan mengenai Hukum Perburuhan sepenuhnya diberlakukan hukum kolonial yakni Burgerlijke Wetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata). Ketentuan mengenai perburuhan dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III, Bab 7A tentang Perjanjian-Perjanjian untuk Melakukan Pekerjaan. Akan tetapi peraturan perburuhan yang diatur dalam KUHPerdata tersebut dianggap bersifat liberal dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.9

Di Indonesia, khususnya dalam bidang Hukum Perburuhan yang menyangkut hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha, pemerintah telah ikut campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh pengusaha dengan pekerja/buruh.10Diantaranya mengenai penetapan upah minimum, dalam hal ini seorang pengusaha dilarang untuk membayar upah kepada pekerja/ buruh di bawah ketentuan upah minimum.

Secara yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan Pasal 6

8

Masriani, Yulies Tiena. 2008. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.hlm.140

9

Lalu Husni, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 11

10

Sutan Remy Syandeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, hlm. 61.

(8)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 8

mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.11

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun1981 tentang Perlindungan Upah perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan keadaan. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 perlu dilakukan penyempurnaan. Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat dipakai sebagai pegangan dalam pelaksanaan Hubungan Kerja dalam menangani berbagai permasalahan dibidang pengupahan yang semakin kompleks.

Kelayakan upah sering kali dilihat pada jumlah uang/barang yang diberikan padahal kesejahteraan pekerja/buruh tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik, seperti upah, tunjangan, fasilitas transportasi atau makanan tetapi juga menyangkut hal-hal yang bersifat non fisik, seperti suasana tempat kerja, atasan dan rekan-rekan yang bersahabat serta sistem aturan dalam perusahaan atau pemerintah. Permasalahannya adalah apakah standar kelayakan upah yang diterapkan dalam PP No 78 tahun 2015 sudah sesuai secara menyeluruh untuk kebutuhan fisik dan non fisik bagi pekerja? Dan bagaimanakah perlindungan hukum aspek pengupahan pekerja pasca di terbitkannya PP No 78 tahun 2015? Bagaimana perbandingan standar penentuan upah yang layak berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015?

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, permasalahan yang menarik untuk dapat diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah standar upah yang layak untuk para pekerja/ buruh berdasarkan PP No. 78 Tahun 2015?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja untuk memperoleh upah layak berdasarkan PP No.78 Tahun 2015?

11

Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm.60.

(9)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 9

3. Bagaimana perbandingan standar penentuan upah yang layak berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai formula pengupahan PP No. 78 Tahun 2015 dalam perspektif UUD 1945 dan hukum Islam sudah pernah dilakukan oleh Istikomah pada tahun 2016. Penelitian ini mengangkat bagaimana formula standar upah minimum dalam PP.No.78 Tahun 2015 menurut UUD 1945, dan bagaimana formulasi standar upah minimum dalam PP No.78 Tahun 2015 menurut sistem pengupahan dalam Islam. Penelitian ini masuk ke dalam jenis penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang, konseptual dan fenomenologis. Hasil penelitian disimpulkan bahwa formulasi pengupahan dalam PP No. 78 Tahun 2015 tidak sesuai dengan Pasal 27 UUD 1945. PP No. 78 Tahun 2015 mengatur bahwa perhitungan upah berdasarkan tingkat kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dan formula PP ini juga bertentangan dengan sistem pengupahan dalam Islam. Islam tidak memberikan formulasi yang tegas dalam hal penetapan standar upah minimum, namun Islam mempunyai prinsip bahwa upah harus adil dan layak.

Penelitian yang dilakukan Lahmudin (2009) dengan judul "Sistem pengupahan bagi pekerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (studi pada PT.Binaga Mandala Labuhan Batu). Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah sistem pengupahan perjanjian kerja waktu terntentu (PKWT) di PT Binanga Mandala Labuhan Batu sudah sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; bagaimana perlindungan hukum atas upah yang diterima tenaga kerja pada PT Binanga Mandala Labuhan Batu dan faktor apa saja yang menyebabkan tidak terlaksanannya isi perjanjian kerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian juridis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT.Binanga Mandala Labuhan Batu jika dilihat

(10)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 10

terjadi perbedaan dalam penetapan uapah dan fasilitas-fasilitas lainnya antara pekerja tetap dengan pekerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu sehingga mengakibatkan tidak adanya keseragaman upah antara pekerja yang satu dengan pekerja lainnya. sistem pengupahan yang dilakukan oleh PT Binangan Mandala Labuhan Batu itu kepada pekerja tetap maupun pekerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003.

Penelitian yang dilakukan Saprudin (2009) yang berjudul Socialisering process hukum perburuhan dalam aspek kebijakan pengupahan. Di era Orde Baru, peran pemerintah di bidang pengupahan semakin besar yaitu dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Selanjutnya, di era reformasi pemerintah semakin membatasi ketentuan-ketentuan yang bersifat Hukum Privat di bidang pengupahan. Akibat socialisering process ialah di setiap periodisasi pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengupahan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh. Dengan kata lain, di setiap periodisasi tersebut telah terjadi upaya peningkatan perlindungan hukum bagi pekerja/ buruh di bidang pengupahan.

Penelitian yang dilakukan Andriyansah (2013) yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Pembayaran Upah Penuh Saat Cuti Fungsi Reproduksi Bagi Pekerja Wanita di Tinjau dari Pasal 1601 Huruf P Bagian 8e Kuhperdata dan UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan penelitian ini, bagaimana pelaksanaan pemberian upah penuh dan hak-hak apa saja yang diberikan kepada pekerja wanita saat cuti fungsi reproduksi dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 dan KUHPerdata. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan yuridis sosiologis, dikaitkan aspek hukum dan peraturan perundangan yang berlaku kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau fakta yang terjadi di dalam masyarakat, penelitian ini dalam pengumpulan data dengan mengadakan teknik wawancara, studi dokumen serta dengan penyebaran kuesioner. Simpulan, bahwa belum efektifnya penerapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan ketenagakerjaan dalam

(11)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 11

pelaksanan pemberian upah penuh terhadap hak-hak pekerja wanita saat melakukan cuti fungsi reproduksi belum terlaksana dengan baik dan belum efektifnya fungsi pengawasan ketenagakerjaan, sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan dari (perusahaan maupun pekerja) dalam melaksanakan norma, standard dan kebijakan ketenagakerjaan.

Untuk itu penelitian yang Penulis lakukan jelas bukan merupakan penelitian ulangan dari peneliti sebelumnya. Dalam tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pekerja Pasca di Terbitkannya PP 78 Tahun 2015”. Dalam melakukan penelitian ini Penulis mencoba untuk mengetahui dan menganalisa standar upah yang layak untuk para pekerja/ buruh berdasarkan PP No. 78 Tahun 2015, mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum terhadap pekerja untuk memperoleh upah layak berdasarkan PP No.78 Tahun 2015 dan mengetahui dan menganalisa perbandingan standar penentuan upah yang layak berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015. Apabila ternyata telah ada penelitian yang serupa, penulis berharap penelitian ini dapat saling melengkapi.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif

Untuk mengetahui dan menganalisa standar upah yang layak untuk para pekerja/ buruh berdasarkan PP No. 78 Tahun 2015 serta bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja untuk memperoleh upah yang layak tersebut berdasarkan PP No.78 Tahun 2015 dan melakukan perbandingan standar penentuan upah yang layak berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015.

(12)

Perlindungan Hukum Aspek Pengupahan Pasca Diterbitkannya PP 78 Tahun 2015 12

2. Tujuan Subjektif

Untuk memperoleh data guna menyusun tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan strata 2 (dua) dalam bidang Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1. Teoritis/Keilmuan

Sebagai bahan untuk memperkaya konsep atau teori yang menunjang perkembangan ilmu hukum serta memberikan pemahaman dan pengertian komprehensif mengenai perlindungan hukum terhadap pelaksanaan standar kelayakan upah dan perbandingannya antara Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015 yang lebih lanjut akan berdampak kepada kehidupan masyarakat pekerja yang lebih baik. 2. Praktis

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi khususnya dalam Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Upah yang layak berdasarkan PP No.78 Tahun 2015, Selain itu juga hasil penelitian ini akan member masukan kepada pelaku bisnis dan pihak lain yang terkait dengan penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka akan dilakukan penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan minat dan hasil belajar matematika dengan model

Syahbandar juga bertugas menaksir barang dagangan yang dibawak menarik pajak, serta menentukan bentuk dan jumlah persembahan yang harus diserahkan kepada pejabat kerajaan dengan

Uraian tugas kepala ruangan yang ditentukan oleh Depkes (1994) dalam melaksanakan fungsi perencanaan adalah (1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta tenaga

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

empat tahapan (level) perkembangan yaitu perkembangan level 1, 2, 3 dan level 4. Level 1: perkembangan yang paling raendah. Anak masih belum bisa melakukan interaksi

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI