• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendidikan Karakter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendidikan Karakter"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter merupakan suatu cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Salahudin dan Irwanto (2013: 42) pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai-nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam perilaku. Pusat Bahasa Depdiknas (Suyadi, 2013: 4) menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia “karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Arti karakter secara kebahasaan yang lain adalah huruf, angka, ruang, atau symbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik. Artinya, bahwa orang yang berkarakter adalah orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak tertentu, dan watak tersebut yang membedakan dirinya dengan orang lain.

(2)

Menurut American Heritage Dictionary of the English Language (Salahudin dan Irwanto, 2013: 42), character is defined as the “combination of qualities or features that distinguishes one person, group, or things from another”. “Karakter sebagai gabungan antara kualitas dan ciri-ciri yang membedakan seseorang, kelompok atau sesuatu dengan yang lain.”

Pengertian karakter menurut Daryanto dan Darmiatun (2013: 64) adalah perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang, setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya. Maknanya dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.

Menurut Ratna Megawangi (Kesuma dan Triatna, 2012: 5) mengungkapkan bahwa “pendidikan karakter merupakan suatu usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”. Fakry Gaffar (Kesuma dan Triatna, 2012:5) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses

(3)

transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.

Departemen Pendidikan Amerika Serikat dalam brosur Pendidikan Karakter (Samani dan Hariyanto, 2012: 44) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang memberdayakan siswa dan orang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli tentang, dan berbuat berlandaskan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebajikan warga (civic virtue) dan kewarganegaraan (citizenship), dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain. Mendukung pendapat tersebut, Lickona (Samani dan Hariyanto, 2012: 44) bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana, Lickona mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter pada siswa.

Dari beberapa pernyataan menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha menanamkan nilai moral pada setiap individu yang bertujuan untuk menciptakan manusia yang berkarakter serta memiliki sifat yang bertanggung jawab, peduli terhadap lingkungan, berpendirian dan berbuat sesuai dengan landasan nilai-nilai etik.

(4)

b. Fungsi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak kehidupan suatu bangsa. Ahmad Fikri (Salahudin dan Irwanto, 2013: 104) menjelaskan bahwa, fungsi pendidikan karakter, adalah :

1) Sebagai pengembangan: pengembangan potensi dasar peserta didik agar berhati, berpikiran dan berperilaku baik;

2) Perbaikan: memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultural untuk menjadi bangsa yang bermartabat;

3) Penyaring: untuk menyaring budaya yang negatif dan menyerap budaya yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa untuk meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Sejalan dengan pendapat tersebut, fungsi pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan Nasional, adalah :

1) Pengembangan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik.

2) Perbaikan perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku yang sudah baik.

3) Penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila.

(5)

c. Tujuan Pendidikan Karakter

Adanya pendidikan karakter dalam suatu bangsa memiliki tujuan agar suatu bangsa tersebut nantinya dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Menurut M. Qultubh (Salahudin dan Irwanto, 2013:109) tujuan pendidikan karakter adalah :

1) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.

2) Mengembangkan kemampuan pesera didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan.

3) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penih kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

Selain itu, Kesuma dan Triatna (2012: 9) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut :

1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

(6)

3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

d. Macam-macam pendidikan karakter di Sekolah Dasar

Pada jenjang sekolah dasar, pendidikan karakter merupakan hal yang sangat penting yang harus diberikan kepada siswa. Menurut Suyadi (2013: 8) terdapat 18 nilai karakter yang perlu diterapkan pada siswa sekolah dasar, yaitu Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan dan Nasionalisme, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Komunikatif, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, dan Tanggung jawab. Adapun salah satu karakter yang menjadi variable utama peneliti dalam penelitian ini adalah karakter Rasa ingin tahu.

2. Karakter Rasa Ingin Tahu

a. Pengertian Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu merupakan suatu sikap yang menunjukkan ketertarikan dan rasa penasaran terhadap suatu hal. Menurut Daryanto Darmiatun (2013: 138) rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. Sedangkan menurut Suyadi (2013: 9) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan

(7)

segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.

Dari pernyataan menurut beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa rasa ingin tahu adalah suatu rasa yang ada dalam diri seorang individu yang mendorong individu tersebut untuk terus menggali suatu informasi yang ingin ia ketahui sampai mendapatkan jawaban yang diinginkan dan yang sebelumnya belum paham menjadi dapat dipahami.

b. Indikator Rasa Ingin Tahu

Adanya indikator rasa ingin tahu bertujuan untuk mengetahui berhasil tidaknya peneliti dalam melakukan suatu penelitian tentang rasa ingin tahu. Daryanto dan Darmiatun (2013: 147) menjelaskan bahwa indikator keberhasilan rasa ingin tahu terdiri dari indikator kelas 1 – 3 dan kelas 4 – 6, penjelasan indikator rasa ingin tahu untuk kelas 5 adalah sebagai berikut :

1) Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran.

2) Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi

3) Bertanya tentang beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi politik, teknologi yang baru didengar.

(8)

Menurut Daryanto dan Darmiatun (2013: 138) indikator rasa ingin tahu dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Indikator Sekolah

a) Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah. b) Memfasilitasi warga sekolah untuk bereksplorasi dalam

pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. 2) Indikator Kelas

a) Menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu b) Eksplorasi lingkungan secara terprogram

c) Tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).

Berdasarkan indikator-indikator Rasa ingin tahu di atas, diambil beberapa indikator yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Adapun indikator yang akan digunakan, yaitu :

a. Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran.

b. Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi

c. Bertanya tentang beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi politik, teknologi yang baru didengar.

(9)

3. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi

Prestasi merupakan suatu hasil yang dicapai oleh siswa dalam hal belajar. Menurut Arifin (2013: 12) kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olah raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.

Hamdani (2011: 138) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran terhadap siswa yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotorik setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrument tes atau instrument yang relevan. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah suatu hasil penilaian usaha belajar yang dilakukan oleh siswa yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor.

b. Pengertian Belajar

Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah satu ahli, yaitu R. Gagne, menurut R. Gagne (Ahmad Susanto, 2014: 1) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunnya sebagai

(10)

akibat pengalaman. Adapun menurut Aunurrahman (2011: 36) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini dapat berupa manusia atau objek-objek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi.

Selain itu, Slameto (2010: 2) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pernyataan dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar sebagai interaksi dirinya dengan lingkungan yang ditandai dengan perubahan tingkah laku berdasarkan pengalaman yang dialaminya sendiri.

c. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan suatu tingkat pencapaian siswa dalam hal belajar secara kognitif. Menurut Arifin (2013: 12) Prestasi Belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan

(11)

masing-masing. Menurut Hamdani (2011: 138) Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Selain itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895) menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang prestasi belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil dan pencapaian yang diperoleh oleh siswa sebagai dampak dari penguasaan pengetahuan dan keterampilan pada mata pelajaran yang ditunjukkan dengan nilai yang diberikan oleh guru.

Menurut Ahmadi dan Supriyono (2013: 138) Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu.

Hal-hal yang tergolong dalam faktor internal adalah :

1) Faktor Jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Beberapa hal yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.

2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri dari :

(12)

a) Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial dan faktor kecakapan.

b) Faktor non-intelektif.

3) Faktor kematangan fisik maupun psikis. 4) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

Hal-hal yang tergolong dalam faktor eksternal, ialah :

1) Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok.

2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.

3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.

4. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

a. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan di Indonesia, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai jenjang perguruan tinggi. Menurut Depdiknas (Ahmad Susanto, 2014: 184) kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

(13)

Suwaningsih dan Tiurlina (2006: 3) menyebutkan bahwa matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya, kemudian pengalaman diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga terbentuk konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika mudah dipahami oleh orang lain maka dimanipulasi menggunakan bahasa matematika atau notasi matematika secara universal. Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu, logika adalah dasar terbentuknya matematika. Lerner (Abdurrahman 2009: 252) mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.

Dari beberapa pernyataan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan sebagai bahasa simbolis dan bahasa universal yang diperoleh melalui pemikiran (penalaran) dan kemudian diproses secara rasio sehingga terbentuk suatu konsep matematika.

b. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa terhadap pelajaran matematika. Menurut Ahmad Susanto (2014: 185) Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar

(14)

dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Sedangkan menurut Santrock (2010: 266) pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang relatif permanen atas perilaku, pengetahuan dan keterampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman.

Selain itu, Corey (Ahmad Susanto, 2014: 186) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran dalam pandangan Corey sebagai upaya menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa berubah tingkah lakunya.

Menurut Ahmad Susanto (2014: 186) “pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.

Dari pertanyaan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan mengelola kondisi lingkungan agar memungkinkan terjadinya suatu respon terhadap pembelajaran dan

(15)

bertujuan untuk meningkatkan kreativitas berpikir siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami ilmu matematika. c. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD)

Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan ilmu matematika. Menurut PERMENDIKNAS No. 22 (2006: 148), pembelajaran matematika di Sekolah Dasar memiliki tujuan sebagai berikut :

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan menghasilkan konsep atau algoritma.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari

(16)

5. Materi Pembelajaran Matematika

Materi pelajaran matematika yang akan digunakan oleh peneliti pada penelitian ini, yaitu tentang Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan. Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar yang digunakan, yaitu ditunjukkan oleh tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1 S.K dan K.D Materi Pecahan

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 5. Menggunakan pecahan dalam

pemecahan masalah

5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan

Penjelasan mengenai S.K dan K.D di atas tentang materi yang akan diberikan, yaitu :

a. Pecahan

Pecahan merupakan suatu bilangan yang memiliki pembilang dan juga penyebut. Menurut Heruman (2007: 43) pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut.

(17)

Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Heruman, 2007: 43) menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan. kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran.

Adapun materi pecahan yang dipelajari di kelas V SD menurut Sumanto Y.D (2008: 103) adalah sebagai berikut :

A. Mengubah pecahan ke bentuk pecahan lain : 1. Persentase

a. Menentukan persentase dari banyak benda atau kuantitas Misal dari 50 buah mangga terdapat 4 buah di antaranya busuk. Dari keterangan di atas persentase buah mangga yang busuk sebagai berikut :

Jadi, dapat dikatakan bahwa 8% dari buah mangga itu sudah busuk.

b. Menentukan banyak (kuantitas) jika persentase dan banyak benda keseluruhan diketahui

Misal : Harga sepatu yang tertera pada label Rp 50.000,00. Apabila besar diskon 20%, kita dapat menentukan nilai diskon (potongan harga) dalam rupiah.

(18)

Diskon = 20% x 50.000 =

=

Jadi, diskon 20% itu senilai dengan Rp 10.000

2. Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya

a. Mengubah pecahan ke bentuk persen dan sebaliknya

b. Mengubah desimal ke persen dan sebaliknya Contoh :

c. Mengubah pecahan biasa ke desimal dan sebaliknya Contoh :

B. Membandingkan Pecahan

berada di sebelah kiri , berarti atau

Jadi, dapat ditulis ke dalam bentuk lain, yaitu : atau

(19)

C. Menjumlah dan Mengurang Pecahan 1. Menjumlah Pecahan

a. Menjumlahkan pecahan yang penyebutnya berbeda Contoh :

b. Menjumlahkan Pecahan Desimal 0,25 + 0,42 = 0,67

c. Menjumlahkan berbagai bentuk pecahan

2. Mengurang Pecahan

a. Mengurang pecahan yang penyebutnya berbeda

Contoh : - - - KPK dari 3 dan 5

b. Mengurang pecahan desimal dengan pecahan desimal 1,75 – 0,23 = 1,52

c. Mengurang berbagai bentuk pecahan

diubah penyebutnya yaitu KPK dari 2 dan 10

d. Pengerjaan Hitung Campuran berbagai Bentuk Pecahan

(20)

D. Mengali dan Membagi Pecahan 1. Mengalikan Pecahan

a. Mengalikan Pecahan Biasa

Contoh : b. Perkalian Pecahan Desimal

Contoh :

c. Perkalian berbagai Bentuk Pecahan

Contoh :

2. Membagi Pecahan

a. Membagi Pecahan Biasa

Contoh : Membagi suatu bilangan pecahan sama dengan mengalikan dengan kebalikan pembagi.

b. Pembagian Pecahan Desimal Contoh :

diubah ke bentuk pecahan biasa

(21)

c. Pembagian berbagai Bentuk Pecahan Contoh :

E. Perbandingan dan Skala 1. Perbandingan

Contoh : Dalam kotak terdapat 45 kelereng, yaitu : 20 kelereng merah, 15 kelereng biru, dan 10 kelereng hijau. a. Perbandingan banyak kelereng merah dengan banyak

kelereng biru adalah 20 : 15 = 4 : 3

b. Perbandingan banyak kelereng merah dengan banyak kelereng hijau adalah 20 : 10 = 2 : 1

c. Perbandingan banyak kelereng biru dengan banyak seluruh kelereng adalah 15 : 45 = 1 : 3

Perbandingan dapat dinyatakan sebagai bentuk pecahan dan sebaliknya. Perbandingan pada umumnya dituliskan dalam bentuk paling sederhana. Perbandingan 4 : 3 dibaca empat berbanding tiga.

2. Skala

Skala dapat dijumpai pada peta atau denah. Salah satu cara menentukan skala, yaitu dengan menyederhanakan pecahan.

(22)

Contoh : Kota A dan kota B berjarak 50 km, sedangkan jarak pada peta 20 cm. Skala peta dapat ditentukan sebagai berikut :

Jadi, skala peta 1 : 250.000, artinya setiap 1 cm pada peta mewakili 250.000 cm = 2,5 km pada jarak sebenarnya.

6. Strategi Pembelajaran Aktif Learning Tournament

a. Pengertian Strategi Belajar Aktif

Strategi belajar aktif merupakan salah satu cara yang digunakan guru untuk membuat siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar dengan membuat pembelajaran yang berpusat pada siswa. Menurut Hamdani (2011: 48) Strategi pembelajaran aktif merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Mel. Silberman (2006: 23) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confisius apa yang disebut belajar aktif, yaitu :

“Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.”

(23)

Ujian Sukanda (2011: 48) menjelaskan bahwa strategi active learning adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh siswa, bukan oleh guru, serta menganggap mengajar sebagai kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya, dan tidak bergantung kepada guru atau orang lain apabila mereka mempelajari hal-hal yang baru. Berdasarkan pengertian tentang strategi belajar aktif menurut beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa strategi belajar aktif merupakan suatu cara mengajar dengan melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar melalui diskusi ataupun tanya jawab sehingga siswa dapat memiliki tanggung jawab terhadap apa yang mereka pelajari serta membuat siswa terus berkeinginan untuk belajar dan memahami materi yang dijelaskan oleh guru secara maksimal untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah disusun.

b. Strategi Learning Tournament

Strategi learning tournament merupakan salah satu strategi pembelajaran aktif yang akan membuat proses pembelajaran berpusat pada siswa. Menurut Mel. Silberman (2006: 171) strategi learning tournament merupakan versi sederhana dari “Turnamen permainan tim” yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekannya.

(24)

Teknik ini menggabungkan kelompok belajar dan kompetisi tim, dan bisa digunakan untuk meningkatkan pembelajaran beragam fakta, konsep dan keterampilan.

Langkah-langkah strategi learning tournament menurut Mel. Silberman (2006:171) adalah :

a. Guru membagi siswa menjadi sejumlah kelompok beranggotakan 2 hingga 8 siswa. Pastikan bahwa setiap kelompok memiliki jumlah yang sama. (jika ini tidak bisa dilakukan, guru harus merata-ratakan skor dari tiap tim).

b. Berikan materi kepada setiap kelompok untuk dipelajari bersama anggota kelompok.

c. Buatlah beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman dan atau pengingatan akan materi pelajaran. Gunakan format yang memudahkan penilaian sendiri, misalnya pilihan ganda, mengisi titik-titik, benar/salah, atau definisi istilah.

d. Berikan sebagaian pertanyaan kepada siswa. Sebutlah ini sebagai “ronde satu” dari turnamen belajar. Tiap siswa harus menjawab pertanyaan secara perseorangan.

e. Setelah pertanyaan diajukan, sediakan jawaban dan perintahkan siswa untuk menghitung jumlah pertanyaan yang mereka jawab benar. Selanjutnya perintahkan siswa untuk menyatukan skor mereka dengan tiap anggota kelompok mereka untuk mendapat skor kelompok. Umumkan skor dari tiap kelompok.

(25)

f. Perintahkan mereka untuk belajar lagi untuk ronde kedua dalam turnamen. Kemudian ajukan pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari “ronde kedua”. Perintahkan kelompok untuk sekali lagi menggabungkan skor mereka dan menambahkannya ke skor mereka di ronde pertama.

g. Guru bisa membuat ronde sebanyak yang guru mau, namun pastikan untuk memberi kesempatan kelompok untuk menjalani sesi belajar antar masing-masing ronde. Lama waktu dalam turnamen belajar juga bisa bervariasi. Bisa singkat selama dua puluh menit atau bahkan beberapa jam).

h. Untuk variasi dalam turnamen belajar, guru dapat memberikan penalti kepada siswa yang memberi jawaban salah dengan memberi siswa skor minus 2 atau minus 3. Jika siswa tidak yakin dengan jawabannya, lembar jawaban kosong maka bisa dianggap nol (0).

7. Implementasi Pembelajaran Mengalikan dan Membagi Berbagai

Bentuk Pecahan Dengan Menggunakan Strategi Learning

Tournament

Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti akan mengambil pembelajaran dengan materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan yang akan dilaksanakan dengan menggunakan strategi learning tournament. Gambaran langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan menggunakan strategi learning tournament pada

(26)

materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, yaitu sebagai berikut :

a. Pada awal pembelajaran, guru menjelaskan terlebih dahulu kepada siswa mengenai materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, yaitu tentang menentukan hasil perkalian berbagai bentuk pecahan dan menentukan hasil pembagian berbagai bentuk pecahan agar siswa dapat memiliki gambaran terhadap materi tersebut.

b. Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok, atau guru dapat membagi secara langsung siswa menjadi sejumlah kelompok yang beranggotakan 2 hingga 8 siswa. Setiap kelompok diusahakan untuk memiliki jumlah anggota yang sama agar lebih mudah dalam penghitungan skor.

c. Guru memberikan materi kepada masing-masing kelompok untuk dipelajari bersama anggota kelompok masing-masing. Contohnya, guru memberikan materi berupa lembar kerja kelompok (LKK) berupa rangkuman materi yang akan dipelajari pada kegiatan pembelajaran yang disertai dengan latihan soal sebagai bahan latihan siswa dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan materi. d. Pada saat anak berdiskusi tentang materi yang telah diberikan pada

masing-masing kelompok, guru mengawasi dan membuat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang sedang siswa diskusikan untuk diberikan pada siswa saat pelaksanaan pertandingan akademis nantinya.

(27)

Contoh soal, yaitu :

Tentukan hasil perkalian dari pecahan di bawah ini :

Guru memberikan ketentuan bahwa siswa harus menjawab pertanyaan secara perseorangan dengan cara yang runtut.

e. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat kepada siswa, kegiatan ini disebut perlombaan sesi ronde 1, kemudian siswa mengangkat tangannya apabila mereka bisa menjawab pertanyaan tersebut, siswa yang paling cepat mengangkat tangan akan mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan dari guru. Pada sesi ini, guru dapat memberikan penalti kepada siswa apabila jawaban mereka salah, siswa akan diberikan skor minus 2 atau minus 3. Sedangkan apabila siswa tidak yakin bisa menjawab dan lembar jawab kosong maka skor yang didapat nol (0).

f. Setelah pertanyaan yang guru buat telah diajukan pada perlombaan akademis, guru menyediakan kunci jawaban untuk dicocokan dengan jawaban siswa. Guru meminta siswa untuk menghitung jumlah pertanyaan yang dijawab dengan benar, kemudian siswa diminta untuk menyatukan skor mereka menjadi skor tim. Pada saat mencocokan jawaban siswa dengan kunci jawaban pada guru, guru menjelaskan materi dilengkapi dengan media kertas lipat untuk lebih memudahkan siswa dalam memahami materi yang guru jelaskan.

(28)

g. Setelah pertandingan akademis pada ronde pertama selesai. Guru dapat membuat ronde-ronde pertandingan akademis berikutnya dengan peraturan yang sama dan pertanyaan yang diberikan merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa. Pada setiap jeda ronde, guru kembali memberikan waktu kepada siswa untuk belajar dan berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Untuk ronde kedua dan seterusnya, siswa tetap menjawab pertanyaan secara perseorangan dan kemudian skor yang mereka dapat dihitung dan digabungkan dengan skor teman satu anggota kelompok untuk mendapat skor tim.

h. Setelah pelaksanaan pertandingan akademik dilakukan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum mereka pahami. Kemudian apabila masih tersedia waktu, guru menjelaskan kembali bagian yang belum dimengerti oleh siswa.

i. Pada akhir pembelajaran guru memberikan reward kepada kelompok yang mendapatkan skor teerbanyak pada sesi pertandingan akademik yang telah dilaksanakan.

Dari penjelasan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan menggunakan strategi learning tournament di atas, proses pembelajaran yang dilaksanakan akan berpusat pada siswa, karena guru dalam hal ini hanya bertindak sebagai fasilitator yang bertugas untuk membimbing siswa dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung.

(29)

Guru hanya akan memberikan sedikit penjelasan tentang materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, kemudian membagi materi kepada siswa dan meminta siswa untuk berdiskusi dengan anggota kelompok masing-masing untuk membahas materi yang guru berikan.

Strategi learning tournament akan membuat siswa aktif selama kegiatan pembelajaran berlangung. Siswa akan berusaha lebih baik dalam belajar karena pada kegiatan pembelajaran akan ada sesi pertandingan akademis yang akan membuat siswa memperoleh skor apabila mereka dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penggunaan strategi learning tournament dalam kegiatan pembelajaran di kelas akan dapat meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa terhadap materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.

8. Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian tentang efektifitasi strategi learning tournament telah dilakukan diantaranya penelitian oleh Yulian Dini (2013: 4) tentang Penerapan Strategi Belajar Aktif Tipe Learning Tournament Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 15 Padang. Penelitian ini menyatakan bahwa strategi learning tournament berpengaruh terhadap meningkatnya hasil nilai belajar matematika siswa dengan hasil ketuntasan belajar pada kelas yang menerapkan strategi learning tournament lebih tinggi yaitu dengan rata-rata nilai 74,66, sedangkan pada kelas yang tidak menerapkan strategi learning

(30)

tournament memiliki rata-rata nilai yang lebih rendah yaitu 67,52. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian ekspreimental yang dilakukan di SMPN 15 Padang dengan hasil bahwa penerapan strategi learning tournament efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Penelitian lain oleh Wardhani Eva Yuli (2015: 7) tentang Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Learning Tournament Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di Kelas XI MAN 1 Pekanbaru juga menunjukkan hasil bahwa strategi learning tournament berpengaruh terhadap meningkatnya prestasi belajar siswa dengan koefesien pengaruh sebesar 6,77%. Pada kedua penelitian di atas memiliki kesamaan atau sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri, yaitu penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan menggunakan strategi learning tournament yang diterapkan pada proses pembelajaran.

Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa strategi Learning Tournament efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian di atas juga relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena menerapkan strategi learning tournament, namun penelitian di atas menggunakan pendekatan eksperimental dan penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

(31)

9. Kerangka Pikir

Pada penelitian ini, kondisi awal yang peneliti temukan berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan siswa menunjukkan bahwa masih rendahnya sikap rasa ingin tahu siswa terhadap mata pelajaran matematika materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Kurangnya sikap rasa ingin tahu siswa ditunjukkan melalui sikap siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran berlangsung beberapa siswa terlihat kurang bersungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan belajar, selain itu saat kegiatan diskusi kelompok hanya terlihat beberapa siswa yang serius dalam menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, sementara siswa lain lebih memilih bermain dan tidak memperhatikan.

Kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran matematika tersebut berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar siswa yang memperoleh hasil nilai ulangan harian matematika materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan yang masih dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan, peneliti melakukan tindakan dua kali pada siklus I dan siklus 2 yang diawali dengan perencanaan, tindakan,

(32)

observasi dan refleksi dengan menerapkan strategi learning tournament dalam proses belajar mengajar.

Pembelajaran learning tournament merupakan salah satu tipe dari strategi pembelajaran aktif yang berpusat kepada siswa, dengan teknik yang ada dalam strategi learning tournament dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap materi melalui kompetisi akademik yang dilakukan. Penerapan strategi learning tournament pada proses pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.

Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat melalui gambar 2.1 di bawah ini :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Kondisi Awal Pembelajaran belum menerapakan strategi

learning tournament

Sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa rendah

Diharapkan melalui strategi learning tournament dapat meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa Menggunakan strategi learning tournament Siklus I Siklus II Kondisi akhir

Sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa meningkat

(33)

10. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan yaitu pembelajaran menggunakan strategi learning tournament dapat meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa pada materi mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan di kelas V SD Negeri Gununggiana.

Gambar

Tabel 2.1 S.K dan K.D Materi Pecahan
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian tindakan kelas, ternyata penggunaan media gambar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi.Melihat

Pada studi awal, nilai masing-masing fasilitas dengan rawat inap (tanpa Puskesmas tanpa Rawat Inap) berkisar antara 67-90, meningkat dengan rata-rata 70, pada studi akhir

Keempat risk level tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor seperti jenis kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi sebuah link berbeda-beda, menggunakan mesin atau alat yang

Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah Sistem Pemesanan Roti Berly Bakery dibangun menggunakan metode web service sehingga memungkinkan aplikasi

Puji syukur kepada Tuhan Yesus, karena atas anugerah dan kasih-Nya maka Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul ” PENGARUH SUBTITUSI KORO PEDANG

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

untuk meningkatkan produktivitas harus melakukan pengusaha harus melakukan Pengembangan Produksi yaitu dengan berupa penelitian terhadap produk yang telah ada

Analisis regresi merupakan studi yang menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu variabel bebas dengan satu variabel terikat untuk tujuan mengestimasi atau