• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KUALITAS DIPA DAN AKURASI PERENCANAAN KAS TERHADAP KUALITAS PENYERAPAN ANGGARAN PADA SATKER WILAYAH KPPN MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KUALITAS DIPA DAN AKURASI PERENCANAAN KAS TERHADAP KUALITAS PENYERAPAN ANGGARAN PADA SATKER WILAYAH KPPN MALANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

75

PENGARUH KUALITAS DIPA DAN AKURASI PERENCANAAN KAS TERHADAP

KUALITAS PENYERAPAN ANGGARAN PADA SATKER

WILAYAH KPPN MALANG

oleh

Ratih Seftianova

Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang Helmy Adam

Dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang

Abstract

This research is purposed to analyze the influence of quality of DIPA (Budget Implementation Document) and the accuracy of cash forecasting to budget absorption quality of working unit in the KPPN Malang's working area.

This research is a survey research which was conducted by distributing questionnairies and collecting secondary data. The questionnaire was distributed to every financial functionary and staf at working unit in the KPPN Malang’s working area. While, secondary data was obtained from the acts and reports of KPPN Malang. Working unit in the KPPN Malang’s working area was sampled by simple random sampling method to get high level of generalizability of all the population. Hypotheses testing used multiple regression analysis.

The result of research shows that quality of DIPA positively affects to the budget absorption quality either from the level of budget absorption or proporsionality of budget absorption inter period. While, accuracy of cash forecasting does not affect budget absorption quality either from the level of budget absorption or proporsionality of budget absorption inter period.

Keywords: quality of DIPA, accuracy of cash forecasting, budget absorption quality

PENDAHULUAN

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial” (Mardiasmo, 2005). Adalam konstruksi APBN, belanja pemerintah memainkan peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam meningkatkan dan memelihara kesejahteraan rakyat. Hal ini disebabkan karena besaran dan komposisi anggaran belanja pemerintah dalam operasi fiskal pemerintah mempunyai dampak yang signifikan pada permintaan agregat dan output nasional, serta mempengaruhi alokasi sumber daya dalam perekonomian.

Namun demikian, dalam pelaksanaan anggaran belanjanya, pemerintah RI selalu dihadapkan pada satu masalah klasik yang selalu terjadi yakni permasalahan dalam penyerapan anggaran. Daya serap anggaran belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam lima tahun terakhir rata-rata hanya sekitar 90% dari pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN. Contohnya saja untuk realisasi penyerapan anggaran di tahun 2010 adalah sebesar Rp 1.053,4 triliun (93,5 persen). Sedangkan kondisi realisasi anggaran untuk tahun 2011 nyaris sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada semester pertama tiap tahun, penyerapan anggaran umumnya hanya berkutat disekitar belanja pegawai dan belanja barang rutin saja.

Selain rendahnya tingkat penyerapan anggaran negara di atas, permasalahan lain yang berhubungan dengan penyerapan anggaran adalah tidak proporsionalnya penyerapan anggaran disepanjang tahun anggaran. Pola pengeluaran negara menunjukan tren yang relatif sama setiap tahunnya, yaitu mulai meningkat pada pertengahan triwulan ketiga dan puncaknya pada triwulan

(2)

keempat, sementara pada triwulan–triwulan sebelumnya, meningkat secara landai dan hampir stagnan pada awal tahun. Pada tahun 2010, penyerapan anggaran pada kuartal IV saja mencapai 44 persen bahkan di tahun 2005 penyerapan anggaran pada kuartal IV mencapai 50 persen.

Buruknya kualitas penyerapan anggaran ini akan berdampak terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Pertama, tidak berjalannya fungsi kebijakan fiskal dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara efektif. Kedua, hilangnya manfaat belanja karena dana yang telah dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan yang berarti terjadi idle money. Ketiga, terlambatnya pelaksanaan program pemerintah terkait dengan penanggulangan kemiskinan. Terakhir, penumpukan tagihan pada akhir tahun anggaran sangat tidak sehat bagi manajemen kas pemerintah.

Sejak tahun anggaran 2010 Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku instansi yang mempunyai peran besar dalam penyerapan anggaran telah melakukan survey terhadap Kementerian Negara/Lembaga dan satker-satker dibawahnya untuk mengidentifikasi penyebab dari permasalahan penyerapan anggaran ini. Dari hasil survey tersebut diketahui beberapa faktor yang menyebabkan buruknya penyerapan anggaran antara lain adalah adanya permasalahan perencanaan anggaran, pengadaan barang/jasa, mekanisme pembayaran, persiapan pelaksanaan kegiatan dan force majeur.

Permasalahan dalam perencanaan anggaran lebih disebabkan karena masih adanya anggapan pada beberapa Kementerian Negara/Lembaga bahwa anggaran yang diusulkan nantinya tidak akan disetujui semua. Akibatnya mereka mengusulkan anggaran yang lebih besar dari yang dibutuhkan tanpa memperhatikan faktor kemudahan implementasi dan kebutuhan riil di lapangan. Perencanaan anggaran yang tidak matang ini akan berdampak terhadap kualitas dokumen pelaksanaan anggaran atau DIPA karena DIPA sendiri merupakan hasil dari perencanaan anggaran yang tertuang dalam RKA-KL (Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga). Perencanaan anggaran yang buruk ini akan menyebabkan anggaran belanja yang tertuang dalam DIPA harus direvisi. Bahkan dalam pengajuan penyusunan anggaran yang tidak disertai dokumen pendukung yang memadai, seperti Term of Reference (TOR), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan lain-lain, menyebabkan anggaran yang diajukan diberi tanda bintang (blokir). Padahal, revisi dan penghilangan anggaran bertanda bintang memerlukan proses yang memakan waktu. Lebih parah lagi apabila revisi DIPA dilakukan beberapa kali, sehingga berakibat proses penyerapan belanja terhambat.

Selain faktor-faktor penyebab dari hasil survey yang dilakukan Direktorat Jenderal Perbendaharaan di atas, diketahui pula bahwa perencanaan kas merupakan suatu bagian penting dalam upaya percepatan penyerapan anggaran karena dengan adanya perencanaan kas yang baik akan memastikan tersedianya dana untuk membiayai kegiatan pemerintah. Hal ini tentunya dapat mencegah kemungkinan terhambatnya suatu kegiatan akibat dari tidak tersedianya dana (Sihombing & Widhiyanto, 2008).

Hasil workshop Perencanaan Kas yang diadakan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara dan Direktorat Transformasi Perbendaharaan, Ditjen Perbendaharaan di Yogyakarta pada tanggal 11 Agustus 2011 menyimpulkan bahwa semakin meningkatnya akurasi perencanaan kas maka semakin baik kualitas penyerapan anggaran. Peningkatan akurasi perencanaan kas dapat berdampak pada penyerapan anggaran yang proporsional (Yudhiyanto, 2011).

Perencanaan kas sangat diperlukan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas, sehingga pemanfaatan keuangan negara dapat dilaksanakan secara efisien dan dapat memberikan nilai tambah. Selain itu, kegiatan perencanaan kas juga merupakan suatu strategi manajemen kas yang dilaksanakan Bendahara Umum Negara guna memastikan bahwa negara selalu memiliki kas yang cukup untuk memenuhi pembayaran kewajiban negara dalam rangka pelaksanaan APBN, serta terhadap saldo kas yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal sehingga dapat memberikan hasil yang optimal.

Sampai dengan saat ini, perencanaan kas dirasa belum memadai karena belum cukupnya tingkat partisipasi satker yang merupakan ujung tombak pengguna uang negara. Selama ini satker masih belum memahami dengan baik tentang pentingnya sebuah perencanaan kas dikarenakan permintaan dana yang diajukan melalui KPPN sepanjang memenuhi syarat selalu dipenuhi. Oleh karena itu, komitmen bersama semua stakeholder, mulai dari pimpinan dan pelaksana teknis kegiatan pada satker, untuk tidak sebatas mengimplementasikan perencanaan kas, tetapi juga menjaga akurasi perencanaan kas sehingga penyerapan anggaran menjadi semakin berkualitas.

(3)

KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Kualitas DIPA dan Kualitas Penyerapan Anggaran

DIPA merupakan hasil transformasi dari dokumen perencanaan anggaran atau RKA-KL yang dibuat oleh Kementerian Negara/Lembaga. Oleh karena itu, kualitas DIPA berkaitan erat dengan perencanaan anggaran. Semakin baik perencanaan anggaran yang dibuat oleh satker Kementerian Negara/Lembaga maka semakin baik pula kualitas DIPA tersebut. Kualitas DIPA antara lain ditunjukkan dengan dengan ketepatan waktu dalam menerima DIPA, tidak adanya kesalahan dalam DIPA, tidak diperlukannya revisi DIPA, tidak adanya tanda bintang, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil survey penyerapan anggaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan menunjukkan bahwa aspek dokumen pelaksanaan anggaran merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya penyerapan anggaran. Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Direktur Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi laju penyerapan anggaran adalah dokumen DIPA yang masih memerlukan revisi (Redaksi Media Keuangan, 2011).

Ketidaktepatan dalam perencanaan atau penyusunan anggaran mengakibatkan perlunya tindakan revisi terhadap DIPA. Revisi DIPA ini akan mempengaruhi penyerapan anggaran karena jadwal kegiatan harus diubah sehingga waktu pelaksanaan menjadi mundur dan akhirnya terjadi sisa anggaran yang tidak sempat lagi digunakan pada akhir tahun. Selain itu, jika dilakukan revisi maka kegiatan dan program belum dapat dilaksanakan sampai dengan persetujuan atas revisi turun.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto dan Rahayu (2010) menunjukan bahwa aspek dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi ikut memiliki andil yang besar pada penyerapan anggaran. Selain itu, Murtini (2009) telah membuktikan bahwa faktor revisi dokumen pelaksanaan anggaran dan adanya tanda blokir berpengaruh terhadap rendahnya penyerapan realisasi anggaran pada Departemen Perindustrian Republik Indonesia periode tahun 2008. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Akadira (2010) bahwa revisi terhadap dokumen anggaran mempengaruhi tingkat penyerapan anggaran di Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

H1 : Kualitas DIPA berpengaruh terhadap tingkat penyerapan anggaran.

H2 : Kualitas DIPA berpengaruh terhadap proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode.

2.2 Akurasi Perencanaan Kas dan Kualitas Penyerapan Anggaran

Perencanaan kas merupakan suatu bagian penting dalam upaya percepatan penyerapan anggaran karena dengan adanya perencanaan kas yang baik dan akurat akan memastikan tersedianya dana untuk membiayai kegiatan pemerintah. Hal ini tentunya dapat mencegah kemungkinan terhambatnya suatu kegiatan akibat dari tidak tersedianya dana (Sihombing & Widhiyanto, 2008). Hal ini sejalan dengan hasil workshop Perencanaan Kas yang diadakan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara dan Direktorat Transformasi Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan di Yogyakarta pada tanggal 11 Agustus 2011. Workshop ini menyimpulkan bahwa semakin meningkatnya akurasi perencanaan kas maka semakin baik kualitas penyerapan anggaran. Peningkatan akurasi perencanaan kas dapat berdampak pada penyerapan anggaran yang proporsional, tidak terjadi penumpukan pencairan dana di akhir tahun (Yudhiyanto, 2011).

Haryanto dan Wihascaryo (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa tingkat akurasi penarikan dana yang rendah akan menyebabkan penumpukan pada anggaran yang tidak dicairkan tepat pada waktunya. Hal ini terjadi karena satker tidak mempunyai pedoman yang tepat mengenai kapan anggaran belanja seharusnya direalisasikan/dicairkan. Apabila tingkat akurasi penarikan dana yang rendah ini dibiarkan terjadi berlarut-larut maka akan mendorong terjadinya masalah penyerapan anggaran yang terkonsentrasi pada akhir tahun dimana satker berupaya mencairkan seluruh pagu dana yang tercantum dalam DIPA.

Selain itu, Supranggono (2009) menyatakan bahwa perkiraan penarikan dana yang akurat sangat penting agar semua kegiatan yang dilakukan oleh satker tidak bersifat incremental dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan anggaran kedepan sehingga penyerapan anggarannya dapat terkontrol dengan baik. Perencanaan penarikan dana satker sangat penting karena penyerapan anggaran bukan hanya sekedar pemenuhan kewajiban terhadap peraturan perundang-undangan. Anggaran memiliki fungsi dasar sebagai perencanaan stabilisasi, alokasi dan distribusi selain fungsi otorisasi dan pengawasan. Keberhasilan dalam melaksanakan anggaran dari sisi penyerapan anggaran

(4)

bukan hanya mengacu pada hasil akhir besaran dana yang telah terserap. Tingkat akurasi perencanaan yang dilakukan dengan realisasi penyerapan perbulan perlu menjadi perhatian sebagai dasar pertimbangan bagi para pembuat kebijakan, sehingga dapat menciptakan kualitas penyerapan anggaran yang lebih baik.

H3 : Akurasi perencanaan kas berpengaruh terhadap tingkat penyerapan anggaran.

H4 : Akurasi perencanaan kas berpengaruh terhadap proporsionalitas penyerapan anggaran

antar periode.

METODE PENELITIAN

3.1 Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada pejabat yang berwenang pada masing-masing satker. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari kantor pusat maupun KPPN Malang yang berupa peraturan-peraturan dan laporan-laporan periodik. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan satker yang berada di wilayah kerja KPPN Malang. Total satker pada tahun penelitian ini dilaksanakan (tahun anggaran 2011) berjumlah 160 satker. Namun, dikarenakan banyaknya jumlah satker dan terbatasnya waktu penelitian maka hanya beberapa satker yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini.

Metode penyampelan yang digunakan adalah metode probabilitas yakni penyampelan acak sederhana dimana setiap satker di wilayah kerja KPPN Malang memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi subjek dalam sampel. Metode penyampelan ini dipilih karena dapat meminimalkan bias dalam penelitian dan memberikan tingkat generalisabilitas yang tinggi terhadap keseluruhan populasi (Sekaran, 2006).

3.2 Pengukuran Variabel

Terdapat empat variabel dalam penelitian ini, yakni dua variabel independen dan dua variabel dependen. Variabel independen terdiri dari kualitas DIPA dan akurasi perencanaan kas, sedangkan variabel dependen terdiri dari tingkat penyerapan anggaran dan proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode.

Kualitas DIPA adalah tingkat seberapa baik DIPA dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran. Pengukuran konsep kualitas DIPA dalam kaitannya dengan pencairan anggaran dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang dikembangkan berdasarkan kuesioner dalam survey penyerapan anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Instrumen ini terdiri dari tujuh pertanyaan dengan skala 1 (sangat sering) dan skala 5 (tidak pernah). Skala rendah menunjukkan kualitas DIPA yang rendah dan skala tinggi menunjukkan kualitas DIPA yang tinggi.

Akurasi perencanaan kas adalah tingkat ketepatan/kesesuaian antara perencanaan kas dengan realisasi kas yang terjadi. Pengukuran konsep akurasi perencanaan kas ini dilakukan dengan mengukur nilai deviasi antara perkiraan dengan nilai SPM satker yakni membandingkan jumlah perkiraan penarikan dana dengan nilai SPM pada periode dimaksud. Perhitungan deviasi perkiraan penarikan dana menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 03/PB/2010 tentang Perkiraan Penarikan Dana Harian Satuan Kerja dan Perkiraan Pencairan Dana Harian KPPN, dirumuskan sebagai berikut:

Tingkat penyerapan anggaran adalah suatu ukuran seberapa besar anggaran yang telah direalisasikan dibandingkan dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dan biasanya dinyatakan dalam persentase. Tingkat penyerapan anggaran ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(5)

Proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode adalah derajat kesesuaian antara tingkat realisasi anggaran dengan target penyerapan anggaran yang dianggap proporsional untuk setiap periode. Periode yang dimaksud dalam penelitian ini adalah periode triwulanan. Sebagaimana dijelaskan oleh Suhartono (2011), proporsional berarti penyerapan anggaran relatif memenuhi jumlah persentase yang hampir sama pada setiap periode. Maka dalam penelitian ini diasumsikan bahwa target penyerapan anggaran yang proporsional adalah 25% pertriwulan. Proporsionalitas penyerapan anggaran ini diukur dengan menghitung selisih antara tingkat realisasi anggaran pertriwulan dengan target penyerapan anggaran pertriwulan. Angka selisih ini merupakan angka absolut atau mutlak karena selisih lebih ataupun kurang dari target dianggap merupakan penyimpangan dari penyerapan anggaran yang proporsional. Kemudian selisih dari masing-masing triwulan tersebut dijumlahkan sehingga diperoleh skor untuk proporsionalitas penyerapan anggaran. Satker yang memiliki jumlah skor yang tinggi maka dianggap tidak proporsional dan begitu juga sebaliknya.

3.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan analisis regresi linear berganda. Regresi linear berganda digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan α = 5% maka persamaan regresi linear berganda dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana : Y1 = tingkat penyerapan anggaran

Y2 = proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode

a = konstanta

b1, b2 = koefisien regresi

X1 = kualitas DIPA

X2 = akurasi perencanaan kas

ε = residual error

PEMBAHASAN

4.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam hal ini memberikan deskripsi mengenai variabel penelitian. Dalam penelitian ini, variabel kualitas DIPA diukur menggunakan kuesioner yang disebarkan secara langsung kepada satker-satker di wilayah kerja KPPN Malang. Peneliti menyebarkan 127 kuesioner secara langsung kepada responden dan 99 kuesioner diterima kembali oleh peneliti. Sebanyak 90 data satker (90,91%) digunakan dalam uji statistik, sisanya sebesar 9 data satker (9,09%) tidak digunakan. Sebagian data satker dikeluarkan dari sampel oleh peneliti dengan alasan, antara lain:

1. Data tersebut memiliki nilai yang outlier (5 satker).

2. Blank respon yang cukup signifikan dalam satu kuesioner (4 satker).

Sedangkan statistik deskriptif untuk ketiga variabel lainnya ditunjukkan oleh tabel 1. Tabel 1

Gambaran Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maksimum Rata-Rata DeviasiStandar

Akurasi Perencanaan Kas 90 11 1.292 142,34 191,627

Tingkat Penyerapan

Anggaran 90 10 87 59,84 15,703

Proporsionalitas Penyerapan

Anggaran antar Periode 90 5 88 30,04 18,756

Sumber: Data sekunder (diolah)

Y1= a + b1X1+ b2X2+ ε

(6)

4.2 Uji Instrumen Penelitian

Uji instrumen penelitian hanya dilakukan untuk variabel kualitas DIPA, karena variabel ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang harus memenuhi persyaratan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas digunakan untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan yang diajukan adalah benar-benar mengukur variabel yang diinginkan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Pearson Product Moment Correlation untuk melihat bagaimana hubungan antara masing-masing pertanyaan terhadap nilai total variabel yang diuji. Suatu alat ukur dianggap valid jika nilai Pearson Correlation > 0,5. Berdasarkan hasil uji validitas pada tabel 2 diketahui bahwa nilai koefisien korelasi > 0,5, sehingga semua pertanyaan dalam kuesioner sudah memenuhi persyaratan uji validitas.

Tabel 2

Uji Validitas Variabel Kualitas DIPA Pertanyaan Koefisien Korelasi terhadap X

1 Signifikansi Keterangan 1 0,509 0,000 Valid 2 0,596 0,000 Valid 3 0,562 0,000 Valid 4 0,573 0,000 Valid 5 0,523 0,000 Valid 6 0,625 0,000 Valid 7 0,618 0,000 Valid

Sumber: Data primer (diolah)

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas menggunakan koefisien Cronbach’s alpha dimana jika nilai koefisien Cronbach’s alpha > 0,6 maka instrumen tersebut dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai koefisien Cronbach’s alpha > 0,6, sehingga variabel kualitas DIPA memenuhi persyaratan uji reliabilitas.

Tabel 3

Uji Reliabilitas Variabel Kualitas DIPA

Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

Kualitas DIPA (X1) 0,651 Reliabel

Sumber: Data primer (diolah) 4.3 Uji Asumsi Klasik

Dalam menganalisis data menggunakan regresi linear, perlu dilakukan uji asumsi klasik untuk menghindari penyimpangan yang mungkin terjadi. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk memperoleh nilai prediktor yang tidak bias dan efisien dari persamaan regresi berganda. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara yaitu uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov terhadap nilai residual hasil persamaan regresi; uji multikolinearitas dengan menggunakan nilai tolerance dan VIF; dan uji heteroskedastisitas dengan uji Glejser. Hasil uji asumsi klasik baik untuk model Y1 (tingkat penyerapan anggaran) maupun model Y2 (proporsionalitas

(7)

Tabel 4

Hasil Uji Asumsi Klasik Model Y1(Tingkat Penyerapan Anggaran)

Variabel Normalitas Multikolinearitas Heteroskedastisitas

Sig Tolerance VIF Sig

Residual 0,162 - -

-X1 - 0,967 1,034 0,672

X2 - 0,967 1,034 0,507

Sumber: Data primer (diolah)

Tabel 5

Hasil Uji Asumsi Klasik Model Y2(Tingkat Penyerapan Anggaran)

Variabel Normalitas Multikolinearitas Heteroskedastisitas

Sig Tolerance VIF Sig

Residual 0,086 - -

-X1 - 0,967 1,034 0,451

X2 - 0,967 1,034 0,059

Sumber: Data primer (diolah)

Menurut Ghozali (2006), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi yang normal. Hasil pengujian normalitas terhadap nilai residual pada tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa nilai Asymptotic Significance > 0,05 baik untuk model Y1 maupun Y2. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model regresi

yang digunakan telah memenuhi asumsi normalitas.

Sedangkan untuk hasil pengujian multikolinearitas menunjukkan bahwa semua variabel memiliki nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF ≤ 10 baik untuk model Y1maupun Y2. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tersebut tidak terjadi permasalahan multikolinearitas. Berdasarkan pengujian heteroskedastisitas terlihat bahwa nilai signifikansi dari kedua variabel > 0,05 baik untuk model Y1maupun Y2, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari

masalah heteroskedastisitas.

4.4 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis bertujuan untuk menguji apakah kualitas DIPA (X1) dan akurasi

perencanaan kas (X2) berpengaruh terhadap kualitas penyerapan anggaran. Pengujian terhadap

kualitas penyerapan anggaran ini dilakukan dengan menggunakan dua model yakni tingkat penyerapan anggaran (Y1) dan proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode (Y2). Hal ini

dilakukan karena kualitas penyerapan anggaran diukur dengan menggunakan dua proksi yakni tingkat penyerapan anggaran dan proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode. Hasil uji hipotesis untuk kedua model dapat dilihat pada tabel 6 dan 7.

Tabel 6

Hasil Uji Hipotesis Model Y1

(Tingkat Penyerapan Anggaran)

Variabel Coefficient T-test R R Square

t Sig.

(Constant) 33,213 2,937 0,004

0,257 0,066

(8)

X2 -0,007 0,862 0,391

Sumber: Data primer (diolah)

Tabel 7

Hasil Uji Hipotesis Model Y2

(Proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode)

Variabel Coefficient T-test R R Square

t Sig.

(Constant) 62,905 4,654 0,000

0,255 0,065

X1 -1,214 -2,329 0,016

X2 0,002 -2,527 0,815

Sumber: Data primer (diolah)

Pengujian hipotesis I bertujuan untuk menguji apakah kualitas DIPA (X1) berpengaruh terhadap

tingkat penyerapan anggaran (Y1). Hasil uji hipotesis pada tabel 6 menunjukkan bahwa angka

signifikansi dari uji T untuk variabel X1 adalah sebesar 0,017. Angka 0,017 lebih kecil dari 0,05, maka

dapat disimpulkan bahwa kualitas DIPA berpengaruh terhadap tingkat penyerapan anggaran. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto dan Rahayu (2010) yang menunjukan bahwa aspek dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi ikut memiliki andil yang besar terhadap tingkat penyerapan anggaran. Selain itu, hasil pengujian hipotesis ini juga didukung oleh Murtini (2009) yang telah membuktikan bahwa faktor revisi dokumen pelaksanaan anggaran dan adanya tanda blokir berpengaruh terhadap rendahnya penyerapan realisasi anggaran pada Departemen Perindustrian Republik Indonesia periode tahun 2008.

Pengujian hipotesis II bertujuan untuk menguji apakah kualitas DIPA (X1) berpengaruh

terhadap proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode (Y2). Hasil uji hipotesis pada tabel 7

menunjukkan bahwa angka signifikansi dari uji T untuk variabel X1 adalah sebesar 0,016. Angka

0,016 lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas DIPA berpengaruh terhadap proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto dan Rahayu (2010) yang menunjukan bahwa aspek dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi ikut memiliki andil yang besar terhadap penumpukan penyerapan anggaran pada akhir tahun.

Pengujian hipotesis III bertujuan untuk menguji apakah akurasi perencanaan kas (X2)

berpengaruh terhadap tingkat penyerapan anggaran (Y1). Hasil uji hipotesis pada tabel 6 menunjukkan

bahwa angka signifikansi dari uji T untuk variabel X2adalah sebesar 0,391. Angka 0,391 lebih besar

dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa akurasi perencanaan kas tidak berpengaruh terhadap tingkat penyerapan anggaran. Hasil ini bertentangan dengan kesimpulan dari workshop Perencanaan Kas yang diadakan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara dan Direktorat Transformasi Perbendaharaan, Ditjen Perbendaharaan di Yogyakarta yang mengungkapkan bahwa semakin meningkatnya akurasi perencanaan kas maka semakin baik kualitas penyerapan anggaran.

Pengujian hipotesis IV bertujuan untuk menguji apakah akurasi perencanaan kas (X2)

berpengaruh terhadap proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode (Y2). Hasil uji hipotesis

pada tabel 7 menunjukkan bahwa angka signifikansi dari uji T untuk variabel X2adalah sebesar 0,815.

Angka 0,815 lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa akurasi perencanaan kas tidak berpengaruh terhadap proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Haryanto dan Wihascaryo (2011) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa tingkat akurasi penarikan dana yang rendah akan menyebabkan penumpukan anggaran yang tidak dicairkan tepat pada waktunya.

Hasil yang bertolak belakang ini dapat terjadi karena selama ini perencanaan kas belum dilakukan secara optimal oleh satker. Sebagian besar satker mengirimkan perkiraan penarikan dana ke KPPN hanya sebatas untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak menekankan pada keakuratan dari perkiraan tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kesadaran satker-satker akan pentingnya perencanaan kas yang akurat serta belum adanya sanksi bagi satker yang tidak melaksanakan perencanaan kasnya dengan baik.

(9)

SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN

5.1 Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas DIPA berpengaruh positif terhadap kualitas penyerapan anggaran, baik dari segi tingkat penyerapan anggaran maupun proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode. Kualitas DIPA yang baik akan mendukung kelancaran serta ketepatan waktu dalam pelaksanaan anggaran sehingga penyerapan anggaran dapat lebih berkualitas.

Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa akurasi perencanaan kas tidak berpengaruh terhadap kualitas penyerapan anggaran baik dari segi tingkat penyerapan anggaran maupun proporsionalitas penyerapan anggaran antar periode. Hal ini dapat dijelaskan oleh pelaksanaan perencanaan kas yang belum optimal sehingga kualitas penyerapan anggaran yang diharapkan belum dapat tercapai.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang diajukan oleh peneliti, yaitu:

1. Satker diharapkan dapat lebih meningkatkan akurasi perencanaan kas sehingga mereka memiliki pedoman yang tepat kapan suatu anggaran belanja akan direalisasikan.

2. KPPN dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan harus berperan aktif dengan melakukan sosialisasi dan pembinaan pada satker-satker dengan memberikan pemahaman akan pentingnya perencanaan kas yang akurat sehingga kualitas penyerapan anggaran menjadi lebih baik.

3. Perlu adanya suatu peraturan yang bersifat memaksa satker untuk melaksanakan dan menyusun perencanaan kas dengan akurat, misal dengan memberikan sanksi penundaan penerbitan SP2D bagi pengajuan SPM satker yang melebihi perencanaan kas yang dibuat oleh mereka.

4. Penelitian ini hanya menguji pengaruh dari dua faktor penyebab permasalahan penyerapan anggaran. Penelitian berikutnya dapat diperluas dengan menguji pengaruh dari faktor-faktor lainnya terhadap penyerapan anggaran.

5.3 Keterbatasan

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya menguji dua faktor penyebab permasalahan penyerapan anggaran. Padahal berdasarkan survey Direktorat Jenderal Perbendaharaan masih terdapat banyak faktor penyebab lainnya, seperti permasalahan pengadaan barang/jasa, mekanisme pembayaran, persiapan pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dan force majeur.

2. Beberapa instrumen penelitian untuk mengukur variabel kualitas DIPA dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan survey penyerapan anggaran yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

DAFTAR PUSTAKA

___. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

___. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 03/PB/2010 tentang Perkiraan Penarikan Dana Harian Satuan Kerja dan Perkiraan Pencairan Dana Harian KPPN.

Akadira, Tora. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran di Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.

Haryanto, J. Dodik & Wihascaryo, Adithya Bayu. 2011. Evaluasi Penerapan Perencanaan Kas di Tingkat Satuan Kerja. Jakarta: Sub Bagian Pengembangan Sekretariat Direktorat Jenderal

(10)

Perbendaharaan.

Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.

Murtini. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Penyerapan Realisasi Anggaran Departemen Perindustrian Republik Indonesia Periode 2008. Tesis. Jakarta: Universitas Bina Nusantara. Online. (http://thesis.binus.ac.id), diakses tanggal 9 Februari 2012.

Redaksi Media Keuangan. 2011. Realisasi Penyerapan Anggaran Capai 56,51 Persen. Media Keuangan Vol. VI No. 50.

Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis. Terjemahan Yon, Kwan. 2007. Jakarta: Salemba Empat.

Sihombing, Pram Wibawa. dan Widhiyanto, Iman. 2008. Modul Perencanaan Kas: Revisi 3. Jakarta: Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Singarimbun, Masri, dan Effendi, Sofyan. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: PT Pustaka LP3ES

Siswanto, Adrianus Dwi dan Rahayu, Sri Lestari. 2010. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010. Online. (http://www.fiskal.depkeu.go.id), diakses tanggal 20 September 2011.

Suhartono. 2011. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan dalam Pelaksanaan Anggaran Belanja Negara (Solusi Penyerapan Anggaran Belanja Negara yang Efisien Efektif dan Akuntabel). Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Supranggono, Linggo. 2009. Evaluasi terhadap Penyerapan Anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga. Skripsi. Jakarta: STAN Jakarta

Yudhiyanto, Hendy S. 2011. Akuratnya Perencanaan Kas, Berkualitasnya Penyerapan Anggaran. Online. (www.perbendaharaan.go.id), diakses tanggal 11 September 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis tentang tipe-tipe klausa relatif di atas dipertegas dengan teori Klingenman (1987) yang mengungkapkan bahwa dalam bahasa Indonesia frasa nomina yang berfungsi sebagai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar menendang dengan kaki bagian dalam dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student

Salah satu penelitian yang membahas wanprestasi dalam pelaksaan perjanjian sewa-menyewa adalah penulisan hukum yang ditulis oleh Rachel Ulitinawati pada tahun 2013

Terbatasnya lahan sebagai sumber hijauan pakan ternak, maka pola pengembangan usaha ternak kambing dapat dilakukan melalui pendekatan integrasi dengan sistem usaha perkebunan

Jadi dapat disimpulkan bawha kecerdasan emosional adalah kemampuan emosi yang ada didalam setiap individu untuk mampu merasakan menggunakan ataupun mengelola

Ketidakhadiran anak pada pasangan dewasa madya memang menjadi dambaan setiap pasangan, namun ketidakhadiran anak tidak selalu memberikan dampak negatif, melainkan dapat

pengetahuan yang lebih komprehensif tentang plastik, fakta-fakta dari produksi plastik, tentang masalah daur ulang ini, apa bahaya saat kita melakukan hal yang salah

Setelah peneliti melakukan penelitian terhadap opini tahun sebelumnya, kondisi keuangan, profitabilitas dan likuiditas (variabel independent) atas pengaruh terhadap