• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KEBUDAYAAN MUSIK BATAK TOBA: TRADISI DAN MODERNISASI. Apa yang dapat dilihat dan diamati mengenai lagu-lagu popular dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM KEBUDAYAAN MUSIK BATAK TOBA: TRADISI DAN MODERNISASI. Apa yang dapat dilihat dan diamati mengenai lagu-lagu popular dalam"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KEBUDAYAAN MUSIK BATAK TOBA: TRADISI DAN MODERNISASI

Apa yang dapat dilihat dan diamati mengenai lagu-lagu popular dalam kebudayaan Batak Toba, yang sebahagiannya mengadopsi lagu-lagu dari budaya musik pop daerah lain, nasional, bahkan global, khususnya music Barat, tidaklah terjadi begitu saja, namun memiliki sejarah yang panjang. Dalam hal ini perubahan dan kontinuitas berjalan bersama di dalam kebudayaan Batak Toba. Perubahan yang terjadi selain dari factor internal, juga factor eksternal berupa adopsi lagu-lagu dengan melodi yang seudah umum dikenal, dan dipandang sebagai bahagian dari identitas orang Batak dalam konteks globalisasi. Namun demikian, secara inovatif, para pencipta dan penyanyi membuat lirik lagunya yang khas Batak Toba. Untuk mengetahui, semua proses ini, alangkah baiknya dilihat terlebih dahulu bagaimana budaya tradisi Batak Toba, dan kemudian bagaiman proses modernisasinya, terutama yang berkait erat dengan musik popular Batak Toba yang melodinya diadopsi dari kebudayaan musik pop Barat.

2.1 Adat

Salah satu pendukung budaya tradisi Batak Toba, adalah apa yang disebut dengan adat. Di dalam kebudayaan Batak Toba, adat merupakan warisan yang diperoleh dari leluhurnya—dan wajib dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Secara kultural, adat dalam masyarakat Batak Toba ini menjadi pedoman kepada setiap individu dan kelompok, dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya. Di dalamadat

(2)

terdapat unsur hukum, aturan, norma, nilai, dan tata cara yang mengatur tentang hubungan manusia dan manusia, baik secara individu maupun kelompok.

Dalam persepsi budaya masyarakat Batak Toba, adat merupakan pemberian

Debata Mulajadi Na Bolon1

Selain itu, adatmerupakan kebiasaan (hasomalan) yang dapat diartikan sebagai aturan-aturan yang dibiasakan (yang berdimensi ide dan perilaku sekaligus). Pengertian lain dari istilah adat ini adalah kebiasaan di suatu tempat atau yang terdapat pada suatu kelompok marga(klen) yang diturunkan dari orang-orang tua dan diwariskan secara turun temurun, berupa pesan tentang aturan dan hukum yang tidak boleh diabaikan atau dilupakan. Seterusnya, hukum adat yang merupakan pemberian dari Debata Mulajadi Na Bolon sebagai perintah yang harus dituruti oleh segenap warga masyarakat Batak Toba, dimulai dari kebiasaan adat yang dilaksanakan oleh sekelompok masyarakat. Dampaknya adalah tertanam

yang harus dituruti oleh makhluk penciptan-Nya, dengan tujuan aman, damai, sentosa seluruh alam ini. Adat tersebut menjadi hukum (yang tidak tertulis) bagi setiap orang yang memberikan pengetahuan tentang cara kehidupan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, menurut standar kebudayaan Batak Toba.

1Dalam sistem religi tradisi masyarakat Batak Toba Lama,Debata Mula Jadi Na Bolon dipercayai memiliki kekuasaan di atas langit yang mencakup jiwa dan roh yaitu: tondi,sahala, dan begu. Yang dimaksud tondi dalam system kepercayaan ini,adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan. Oleh karena itu tondi memberikan nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang janin berada di dalam kandungan ibundanya. Jikalau tondi meninggalkan badan (raga) seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal dunia. Maka ketika tondi meninggalkan raga seseorang, dalam budaya Batak Toba selalu diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon (roh jahat) yang menawannya. Kemudian termonilogi sahala dapat diartikan sebagai jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Seterusnya, istilah sahala sama dengan kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. Begu adalah tondi orang telah meninggal yang perilakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

(3)

suatu kepercayaan pada setiap individu dalam masyarakat Batak Toba terhadap hukum adat tersebut. Orang-orang Batak Toba meyakini bahwa jikalau adat sebagai warisan utama itu diikuti dan dilaksanakan, maka orang tersebut dipercayai akan mendapat berkah, sedangkan orang yang tidak peduli dengan adat tersebut akan mendapat bala, berupa hukum tersirat maupun yang tersurat.

Selanjutnmya, secara teologis, adat adalah bentuk keseluruhan suatu sistem religi suku. Adat tersebut merangkum, meresapi, dan menentukan eksistensi suku atau bangsa dengan cara bagaimanapun. Kemudian, adat menghubungkan orang yang hidup dan kasat mata atau kelihatan dengan orang yang mati yang tidak kelihatan; selain itu adat mengatur tata tertib sosial untuk desa atau kelompok desa sebagai persekutuan hukum, persekutuan produksi, dan persekutuan religi. Selain itu, adat mempertahankan daya hidup mitos, dimana kekuatannya terdapat pada nomisme, yaitu sikap hukum yang alamiah dan tujuannya ialah untuk pencapaian kelanggengan dan keselarasan antara alam makrokosmos dan mikrokosmos. Di dalam keseluruhan aspek yang berkait dengan adat ini, dunia binatang dan tumbuh-tumbuhan diintegrasikan sepenuhnya sama seperti dunia alam dan angkasa. Adat mepunyai corak bermotif sebab ia mempunyai dasar dalam mitos yang merupakan konsep suatu bangsa untuk memahami dirinya. Oleh karena itu, adat merupakan bagian lahiriah serta pengembangan mitos dalam kehidupan bersama dan penerapannya dalam segala seluk belukn kehidupan (Pasaribu, 1986:61).

Adat memiliki asal-usul keilahian (ketuhanan) begitu pula merupakan seperangkat norma yang diturunkan dari nenek moyang, yang berulang-ulang atau yang teratur datang kembali. Selepas itu kembali menjadi suatu kebiasaan atau hal yang biasa (Schreiner, 1994:18). Pola-pola kehidupan yang Nampak dan dapat diamati dalam bentuk pergaulan sehari-hari, pembangunan rumah, upacara

(4)

perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara, dilaksanakan dan diatur berdasarkan adat (ibid, 1994:20).

Budaya Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya. Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat adalah bagian dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan. Di dalam praktik pelaksanaan adat Batak Toba, realitas di lapangan menunjukkan terdapat empat (4) katagori adat.

Yang pertama, masyarakat Batak Toba mempunyai sistem hubungan adat tersendiri. Menunjukkan bahwa setiap komunitas mempunyai tipologi adat masing-masing. Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat, di sisi lain masyarakat Batak Toba yang tinggal di perkotaan relatif lebih individualistis dalam konteks menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang membentuk pola pikir, disamping unsur teknologi yang mempengaruhi adat tersebut.

Yang kedua, adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar manusia Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam masyarakatnya. Peraturan perundang-undangan dan hukum religi yang banyak mengatur kehidupan normatif masyarakat secara rinci, memperkecil peranan adat dalam mengatur norma sosial dan kehidupan bermasyarakatnya. Selaras pula dengan aturan perundang-undangan dan hukum religi yang sudah membudaya, sering juga dipandang dan dianggap sebagai bagian dari adat istiadat Batak Toba sendiri.

(5)

Ketiga, Pola hubungan antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak Toba berubah secara terus menerus. Oleh karena itu, maka pelaksanaan adatnya juga mengalami perubahan sesuai kebutuhan tanpa melihat sisi ruang dan waktu.

Keempat, pandangan dan nilai yang diberikan terhadap adat itu juga mengalami perubahan, akibat dari pengaruh teknologi dalam penyebaranluasan informasi. Hal itu tampak dalam praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat pendukungnya.

Adat ini juga mengarahkan bagaimana orang-orang Batak Toba dalam menciptakan, mengkreasikan, menggubah, dan mempraktikkan kesenian-keseniannya termasuk dalam nyanyian. Kemudian aspek-aspek adat yang mentradisi ini diteruskan ke dalam konteks musik populer Batak Toba, termasuk juga bagaimana mengadopsi musik-musik dunia dalam kebudayaan batak Toba itu sendiri. Bagaimanapun, peran adat tetap berlanjut baik secara tradisi atau di era modernisasi dan globalisasi sekarang ini.

2.2 Religi: Dari Tradisi ke Agama Kristen

Apa yang terjadi dalam musik popular Batak Toba dengan fenomena adopsi beberapa lagu dari budaya dunia, khususnya peradaban Eropa, sebenarnya adalah ekspresi dari kontinuitas dan perubahan dari system religi yang dianut masyarakat Batak Toba. Awalnya mereka menganut religi tradisi, dengan berpusat pada penyembahan kepada Tuhan yang disebut Debata Mulajadi Nabolon, yang kemudian secara berangsur-angsur berpindah kepada system religi baru yaitu Kristen Protestan, terutama yang dibawa oleh zending Jerman, dimotori oleh Ingwer Ludwig Nommensen. Kontinuitas dan perubahan system religi ini, menurut penulis juga menjadi daya dorong bagi tumbuh dan berkembangnya kebudayaan

(6)

musik populer Batak Toba, yang di dalamnya mengandung unsure musik tradisi dan juga music Barat. Oleh karena itu perlu di sini diuraikan secara umum mengenai sistem religi tradisi dan kemudian peralihannya ke Kristen Protestan.

Menurut sistem kepercayaan orang-orang Batak Toba dalam mitologinya, persoalan kehidupan selalu ada sangkut pautnya dengan ketuhanan yang dipercaya sebagai karya dariMula Jadi Nabolon. Mite yang mirip dengan mitologi dalam kepercayaan Hindu dalam cerita turun temurun masyarakat Batak Toba ini, yaitu adanya tiga oknum dewa masing-masing Batara Guru, Soripada,dan Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi Nabolon yang memiliki otoritas di bumi untuk mengatur kehidupan manusia (Situmorang, 2009:21).

Dalam beberapa literature budaya, konsep mitologi ini berbeda dengan konsep yang diungkapkan oleh Sitor Situmorang tentang “tri tunggal” Dewa orang Batak. Dalam tulisan lain, Tampubolon menyebut ketiga Dewa tersebut bukanlah implisit dari jelmaan Mula Jadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang berdiri secara sendiri-sendiri yaitu:(1) Mulajadi Nabolon, ( 2) Debata Asi-asi,dan (3) Batara Guru yang sesuai dengan pekerjaannya di bumi.

Debata Mulajadi Nabolon diyakini sebagai pencipta alam semesta alam yang besar (Nabolon), dan menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah. Debata Asi-asi sebagai dewa yang menurunkan berkat dan kAsi-asih melalui oknum perantara (roh leluhur, roh penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang memberi ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu gaib, pengobatan dan penangkalan roh-roh jahat. (Tampubolon, 1978:9-10).

Mitologi Batak Toba pada umumnya disampaikan melalui cerita dari mulut ke mulut (tradisi lisan), biasanya pemberitaan seperti ini sukar untuk dipercaya. Hal ini terbukti dari banyaknya beredar cerita-cerita dongeng di kalangan

(7)

sukuBatakToba. Selanjutnya, Warneck mengemukakan bahwa hampir semua suku bangsa di dunia memiliki dongeng, yang tidak memiliki hubungan satu sama lain. Masing-masing berdiri sendiri (Hutauruk, 2006:8)2

2

Dongeng ini masuk ke dalam sebuah kajian yang disebut secrita rakyat atau folklor. Danandjaya (1994:3) mengemukakan Sembilan ciri folklor yaitu: (1) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan. (2) Folkor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif atau dalam bentuk standar dalam waktu yang lama minimal dua generasi. (3) Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman sehingga oleh proses lupa folklore mudah mengalami perubahan. (4) Folklor bersifat anonim, nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi. (5) Biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat bisanya selalu mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari.” (6) Folklor mempunyaikegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam. (7) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan ligika umum. Ciri folkor ini berlaku bagi folklor lisan dan sebagain lisan. (8) Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak ada sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. (9) Folklor umumnya bersifat polos dan lugu,sehingga sering terlihat kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proteksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

Ajaran religi Batak Toba yang terdapat dalam mitologi ini, diperjelas oleh Batara Sangti, yang menyebutkan ketiga dewa (sama dengan versi Situmorang) sebagai pemilik otoritas kedewaan dengan konsep pekerjaan ketiga dewa tersebut mengatur tata kehidupan manusia. Dalam legenda Siboru Deak (Deang) Parujar dalam tonggo-tonggo (doa) yang disampaikan pada Mula Jadi Nabolon disebutkan sebagai Debata Natolu, Natolu Suhu, Naopat Harajaon. BataraSangti menguraikan pekerjaan dan tugas keempat oleh Debata Asi-asi yaitu menolong manusia dengan bersusah payah dan berkorban. Dewa ini berfungsi sebagai: naso pinele jala naso sinomba (yang tidak disaji dan tidak disembah) sebagai tugas keempat dimaksud dari na opat harajaon (Sangti, 1977:279).

(8)

Dari beberapa versi cerita lisan yang terdapat kehidupan orang Batak Toba dapat disimpulkan, bahwa orang Batak Toba pada zaman keberhalaan sudah mempercayai adanya Tuhan yang satu yang disebut Mulajadi Na Bolon yang menjadi sumber dari segala yang ada. Orang Batak kala itu percaya ada kekuatan besar Debata yang menjadikan langit dan bumi dan segala isinya. Ia juga memelihara kehidupan secara terus menerus. Debata Mulajadi Na Bolon adalah sebagai Tuhan yang tidak bermula dan tidak berakhir. Dia adalah awal dari semua yang ada. Kepercayaan terhadap dewa-dewa ini, kemudian berubah menjadi kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, seiring datangnya agama Kristen Protestan ke Tano Batak, yang dibawa oleh Ingwer Ludwig Nommensen.

Ben M. Pasaribu mengatakan tentang konsep menyatunya antara agama dan adat pada masyarakat Batak Toba sebagai berikut.

... dalam masyarakat Batak Toba, yang mayoritas beragama Kristen dan Katolik, terdapat beberapa organisasi agamaniah yang berdasar kepada sistem kepercayaan Batak asli, yang dijalankan menurut persepsi dari pendiri-pendiri oraganisasi-organisasi tersebut dan beberapa persentuhan dengan agama wahyu.

Hubungan antara organisasi agamaniah yang tradisi dengan organisasi gereja Kristen merupakan suatu hubungan yang bervariasi sekali, tergantung kepada perkembangan situasi masa yang mempengaruhi persepsi Kristen terhadap unsur kebudayaan tersebut. ... Sehingga selain gereja Kristen Protestan yang menghadirkan acara margondang dalam beberapa peristiwa gereja, gereja Katolik juga mengadakan suatu misa yang didasari oleh beberapa sekwen-sekwen dalam acara margondang dari organisasi agamaniah tersebut. Misalnya, GondangElek-elek sebagai kyre, daupa sebagai evangelium, GondangSanti sebagai offertorium, TortorUlubalang sebagai agnusdei, GondangPuji-Pujian sebagai sanctus

Etnik Batak Toba adalah salah satu etnik natif Sumatera Utara, yang daerah kebudayaannya berada di seputar danau Toba, yang kini adalah sebagai salah satu pusat industri pariwisata di Indonesia. Etnik Batak Toba pada masa sekarang ini

dan sebagainya (Ben M. Pasaribu 1986:53-54).

(9)

daerah budayanya meliputi empat Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten: (a) Tapanuli Utara, (b) Toba Samosir, (c) Samosir, dan (d) Humbang Hasundutan. Mereka memiliki berbagai kesenian, seperti sastra, tari (tortor), musik (gondang), dan rupa (gorga), dan lain-lain.

Masyarakat Batak Toba ini sejak abad ke-19 telah berinteraksi secara pesat dengan peradaban Eropa dan agama Kristen Protetan khususnya dari organisasi Reinische Mission Gesselschaft (RMG) yang kemudian berubah menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM).

Penyebaran agama Kristen, awalnya dimulai oleh Pendeta Burton dan Ward dari Gereja Baptis Inggeris tahun 1824. Kedua pendeta ini mencoba memperkenalkan Injil di kawasan Silindung (sekitar Tarutung sekarang). Kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba. Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat, mengirimkan dua orang pendeta, yaitu Munson dan Lymann. Kedua misionaris ini dibunuh oleh penduduk di bawah pimpinan Raja Panggalamei, di Lobupining, sekitar Tarutung, pada bulan Juli 1834. Tahun 1849, Kongsi Bibel Nederland mengirim ahli bahasa Dr. H.N. van der Tuuk untuk menyelidiki budaya Batak. Ia menyusun Kamus Batak-Belanda, dan menyalin sebahagian isi Alkitab ke bahasa Batak. Tujuan utama Kongsi Bibel Nederland ini adalah merintis penginjilan ke Tanah Batak melalui budaya. Tahun 1859, Jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Witeveen mengirim pendeta muda G. Van Asselt ke Tapanuli Selatan. Ia tinggal di Sipirok sambil bekerja di perkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh para pendeta dari Rheinische Mission Gesellschaft (RMG), pada masa sekarang menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM), dipimpin Dr. Fabri. Penginjilan sampai saat ini berjalan lambat. Kemudian tahun 1862 datanglah pendeta RMG, yang kemudian diterima oleh

(10)

masyarakat Batak Toba, yaitu Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Di bawah pimpinannya misi penginjilan terjadi dengan pesat. Sampai dekade-dekade awal abad kedua puluh, sebagian besar etnik Batak Toba telah menganut agama Kristen Protestan. Berdasarkan rapat pendeta pada 3 Februari 1903, penginjilan diperluas ke daerah Simalungun dan Karo, dan ternyata berhasil dengan baik (Nestor Rico Tambunan 1996:58-60).

2.3 Gambaran Umum Kesenian Batak Toba

Kesenian yang ada dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di antaranya adalah: sastra, tortor (tari), gorga (rupa), dan gondang (musik).

(1) Seni sastra yang terdapat dalam budaya Batak Toba merupakan ekspresi dari mitologi-mitologi, pelipur lara, norma-norma sosial, dan lainnya, yang muncul sesuai dengan alam pikiran manusianya yang menjadi bahan teladan dalam kehidupan. Oleh karena itu sastra ini berdasar kepada konsep budaya masyarakat Batak Toba pada umumnya. Di antara seni sastra Batak Toba itu adalah sebagai berikut: (a) tabas-tabas, yaitu semacam doa yang diucapkan oleh datu atau dukun; (b) tudosan, yaitu perumpamaan suatu benda terhadap kehidupan, dengan membandingkan pada perasaan hati; (c) turi-turian, yaitu cerita yang berbentuk legenda, misalnya legenda Siboru Deak Parujar, Tunggal Panaluan, dan lainnya; (d) umpama, yaitu sejenis pantun yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma sosial dan keteladanan; (e) umpasa yaitu penyajian sastra yang bermakna sebagai ucapan syukur atau berkat, dan mengandung unsur pantun; (f) andung-andung yaitu penyajian untuk meratapi jenazah orang yang dikasihi; (g) huling-hulingan atau hutinsa yaitu penyajian sastra yang berbentuk teka-teki, jika ia berbentuk teka-teki cerita maka disebut dengan torhan-torhanan.

(11)

(2) Seni tortor dalam kebudayaan Batak Toba merupakan gambaran dari kehidupan, yaitu tentang tubuh manusia, norma-norma, penyembahan, dan lainnya. Secara etimologis, tortor berasal dari kata martortor (bergetar), yaitu dari suara getaran rumah adat. Rumah adat Batak Toba tidak dipaku dengan paku dari besi, tetapi diikat dengan rotan. Jadi kalau berjalan di dalam rumah sambil menghentak-hentak akan kedengaran getaran (martortor) kayu (M. Hutasoit 1976:15).

M. Hutasoit (1976:15-22) dalam bukunya yang bertajuk Gondang dohot Tortor Batak, membagi tortor ke dalam dua bagian besar: (1) Tortor Hatopan, yaitu tortor umum yang ditandai dengan karakteristik semua gerakan penari adalah sama. Gerakan tortor ini telah diketahui orang ramai. Tortor Hatopan in dibagi dua: (a) Tortor Hatopan Baoa (tortor yang dilakukan oleh kaum pria saja), (b) Tortor HatopanBoru (tortor yang dilakukan oleh kaum wanita saja); (2) Tortor Hapunjungan, yaitu tortor khusus yang tidak semua orang bebas menarikannya, karena sudah ditentukan kelas-kelasnya. Misalnya Tortor Naposo adalah khusus untuk muda-mudi, Tortor Raja khusus untuk raja atau orang yang diagungkan. Tortor Hapunjungan terbagi dua: (a) Tortor Hapunjungan Baoa adalah jenis teraian lelaki, yang terdiri dari Tortor: Naposo, Nasiar-siaran; Situan Natorop, Mejan, Raja, Dalan, Sibaran, Joa-joa, Monsak, dan Hoda-hoda; (b) Tortor Hapunjungan Boru adalah jenis tarian wanita, yang terdiri dari Tortor: Naposo, Soripada, Siboru, Sibaran, Haro-haro, Siar-siaran, Sihutur Sanggul, Tumba, dan lainnya.

Dalam budaya Batak Toba terdapat seni gorga. Mengenai seni gorga ini, Baginda Sirait (1980:17) menjelaskan bahwa bermula adalah seorang raja yang kaya mencari dukun untuk mengobati anak kesayangannya. Sudah banyak dukun dan datu yang mencoba mengobati tetapi tidak ada yang berhasil. Dengan tidak diduga datanglah seorang tua (natua-tua) memberikan tafsir berupa kaji diri, bahwa

(12)

penyakit anak itu akan sembuh kalau roh jahat yang menguasai anak yang sakit itu diusir. Untuk mengusir roh jahat itu maka dibawalah si anak ke rumah. Mula-mula di atas tanah dibuat gambar yang berbentuk raksasa dan untuk menimpa garis-garisnya maka dipotonglah ayam sambil menumpahkan darah ayam itu mingikuti garis raksasa tadi. Melalui sembahyang dan menghadirkan gambar tadi maka sembuhlah penyakit si anak. Atas permintaan raja maka dipanggillah tukang untuk memahatkan gambar seperti gambar pengobatan tadi di atas pintu rumahnya.

Lebih lanjut B. Sirait mengemukakan bahwa pada umumnya gorga yang terdapat di Batak Toba adalah mengandung nilai-nilai spiritual dan estetika tinggi. Jenis gorga dibagi dalam dua bagian besar yang dibedakan dengan warnanya: (a) gorga silinggom adalah gorga yang didominasi warna hitam, (b) gorga sipalang atau sigara ni api didominasi warna merah. Menurut garisnya terdiri dari gorga: (a) si tompi yaitu lambang ikatan kekeluargaan, (b) dalihan na tolu melambangkan kekerabatan, (c) simeol-meol melambangkan kegembiraan, (d) simeol-meol masialoan sama seperti simeol-meol cuma motifnya berhadap-hadapan, (e) si tagan lambang peringatan agar tidak sombong dan congkak, (f) si jonggi lambang keperkasaan, (g) si lintong lambang kesaktian, (h) simarogung-ogung lambang kejayaan dan kemakmuran, (i) ipon-ipon lambang kemajuan, (i) iran-iran lambang kecantikan, (j) hariara sundung di langit melambangkan terciptanya manusia, (k) hoda-hoda lambang kebesaran, (l) simataniari lambang kekuatan hidup, (m) desa na ualu adalah melambangkan perbintangan untuk menentukan saat-saat baik bagi manusia untuk bertani, menangkap ikan, dan lainnya, (n) janggar atau jorngom melambangkan penjaga keamanan, (o) gaja dompak melambangkan kebenaran, (p) ulu paung berupa raksasa setengah manuasia dan setengah hewan melambangkan keperkasaan untuk menjaga setan-setan dari luar kampung, (q)

(13)

singa-singamelambangkan keadilan hukum dan kebenaran, (r) boraspati (cecak) melambangkan kekuatan pelindung manusia dari bahaya dan memebri tuah serta harta kekayaan kepada manusia; (s) susu (payudara wanita) melambangkan kesuburan (B. Sirait 1980:18-36).

2.4 Musik vokal

Budaya musikal masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian besar, yaitu musik vokal dan musik alat musiktal. Musik vokal pada masyarakat Batak Toba disebut dengan ende. Dalam musik vokal tradisional, pengklasifikasiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat berdasarkan liriknya. Ben Pasaribu (1986:27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :

1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak (lullaby).

2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Biasanya dinyanyikan pada waktu senggang saat menjelang pernikahan.

3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dan daam waktu senggang, biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya endetumba ini dilakukan oleh para muda-mudi atau remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

(14)

5. Ende sibaran, adalah musik vokal yang menggambarkan cetusan penderitaan seseorang yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, dan biasanya dinyanyikan di tempat yang sepi.

6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkaitan dengan pemberkatan, dan berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh para orang tua kepada keturunannya.

7. Endehata, adalah musik vokal berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan secara monoton, seperti metricspeech. Liriknya berupa rangkaian pantun dengan bentuk pola “aabb” yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan anak-anak yang dipimipin oleh seseorang yang lebih dewasa atau orang tua.

8. Endeandung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, yang disajikn pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung alunan melodi biasanya muncul secara spontan sehingga penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan terampil dalam sastra yang menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.

Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Ritha Ony membagi kelompok musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Endenamarhadohoan, yaitu musik vokal yang diyanyikan untuk acara-acara namarhadodoan (resmi)

2. Endesiriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari.

3. Endesibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

(15)

Tetapi apabila dikaji lebih rinci dari banyaknya jenis musik vokal pada masyarakat Batak Toba, maka dibuat pengklasifikasian yang lebih mendetail terhadap nyanyian-nyanyian tersebut sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Berikut ini adalah pembagian jenis musik vokal Batak Toba oleh Jan Harold Brunvand yang dikutip oleh Ritha Ony (1983:13). Jenis musik vokal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Nyanyian kelonan (lullaby), yakni musik vokal yang mempunyai irama halus, tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih sayang sehingga dapat membangkitkan rasa kantuk bagi sianak yang mendengarkan. Contoh : mandideng.

2. Nyanyian kerja (worksong), yaitu musik vokal yang mempunyai irama dan kata-kata yang bersifat menggugah semangat,sehingga dapat menimbulkan rasa gairah untuk bekerja. Contoh : luga-luga solu.

3. Nyanyian permainan (playsong), yakni musik vokal yang mempunyai irama gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan. Contoh : sampele-sampele.

4. Nyanyian yang bersifat kerohanian atau keagamaan, yaitu musik vokal yang teksnya berhubungan dengan kitab Injil, legenda-legenda keagamaan, atau pelajaran-pelajaran keagamaan. Contoh : metmet ahu on

5. Nyanyian nasehat, yaitu musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang bagaimana pola bertingkah laku yang baik. Contoh : siboruadi.

6. Nyanyian mengenai hubungan berpacaran dan pernikahan, yaitu musik vokal yang liriknya biasanya mengungkapkan kebiasaan muda-mudi yang sedang bercinta dan akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Contoh : madekdek ma gambiri.

(16)

2..5 Musik alat musiktal

Musik alat musiktal masyarakat Batak Toba dibagi menjadi dua kategori berdasarkan bentuk penyajiannya, yakni ada yang lazim digunakan dalam bentuk ensambel, dan ada yang disajikan dalam bentuk permainan tunggal baik dalam kaitannya dengan upacara adat, religi/kepercayaan, maupun sebagai hiburan. Secara umum, pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yakni : gondanghasapi dan gondangsabangunan. Selain dalam bentuk ensambel, ada juga alat musik yang disajikan secara tunggal.

2.6 Gondang Hasapi

Komposisi alat musik pada gondanghasapi terdiri dari alat-alat music, yang dapat diuraikan seperti berikut ini:

1. Hasapi ende (pluckedlute), atau kadang kala disebut dengan hasapiinang atau hasapitaganing, yaitu sejenis sebuah lute berleher pendek yang dimainkan dengan cara dipetik dan memiliki dua buah senar. Alat musik ini merupakan pembawa melodi dan dianggap sebagai alat musik utama dalam ensambel gondanghasapi.

2. Hasapi doal (pluckedlute), alat musik ini sama bentuknya dengan hasapiende, perbedaannya hanya terletak pada peranan musikalnya yakni hasapidoal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan.

3. Sarune etek (shawn), yakni sejenis alat tiup berlidah tunggal (singlereed) yang juga berfungsi sebagai pembawa melodi. Alat musik ini tergolong ke dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lobang nada (empat di atas

(17)

dan satu di bawah),dan dimainkan dengan cara mangombusmarsiulakhosa (meniup secara sirkular tanpa berhenti) yang dalam istilah musiknya disebut dengan circularbreathing.

4. Garantung (xylophone), yaitu alat musik berbilah yang terbuat dari kayu dan umumnya memiliki lima buah bilah nada. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritem pada lagu-lagu tertentu. Dimainkan dengan cara mamalu.3

5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi yang terbuat dari plat besi atau botol kaca yang berperan sebagai pembawa tempo atau ketukan dasar.

Gondang hasapi dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil. Penggunaannya terbatas pada ruang yang lebih kecil dan tertutup, dimainkan oleh lima orang walaupun jumlah pemusik ini dapat juga bervariasi. Jika mengacu pada praktek pertunjukan gondang hasapi di komunitas parmalim4,saruneetek kadangkala bisa terdiri dari dua alat yang masing-masing dimainkan oleh satu orang pemain. Begitu juga dengan jumlah orang yang memainkan hasapiende atau pun hasapi doal. Dengan kata lain, jumlah pemusik keseluruhan dalam gondang hasapi yang terdapat pada kelompok parmalim bisa mencapai enam hingga delapan orang.5

3

Mamalu dapat diartikan dengan memukul, memainkan atau membunyikan. Contoh

mamalu hasapi (membuyikan hasapi), mamalu garantung (membunyikan garantung) dan lain-lain. Palu-palu merupakan alat pemukul berupa stik yang digunakan untuk memukul alat musik.

4

Sebuah aliran kepercayaan tradisional/agama suku Batak Toba yang berkembang di Huta Tinggi, Laguboti, Sumatera Utara.

5

Dikutip dari Buku yang berjudul “Gondang Batak Toba” oleh Ritha Ony dan Irwansyah Harahap.

(18)

2.8 Gondangsabangunan

Ensambel gondangsabangunan mempunyai beberapa istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan atau gondang bolon. Komposisi alat-alat musiknya adalah seperti uraian berikut ini:

1. Sarune bolon (shawm, oboe), yaitu sejenis alat tiup berlidah ganda (double reed) yang berperan sebagai pembawa melodi dan dimainkan dengan cara mangombusmarsiulakhosa. Alat musik ini tergolong kepada kelompok aerophone.

2. Taganing (single headed drum), yaitu seperangkat gendang bernada bermuka satu yang tersusun atas lima buah gendang, yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga pembawa ritem variabel untuk lagu atau repertoar tertentu. Kelima gendang tersebut dibedakan sesuai dengan namanya masing-masing, yakni odap-odap, paiduaniodap, painonga, paiduani ting-ting, dan ting-ting. Alat musik ini tergolong ke dalam kelompok membranophone.

3. Gordang bolon (single headed drum), yakni sebuah gendang-bas bermuka satu yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai pembawa ritem konstan dan ritem variabel. Insrumen juga sering disebut sebagai bass dari ensambel gondang sabangunan. Klasifikasi alat musik ini termasuk kepada kelompok membranophone.

4. Ogung (gong), yaitu seperangkat gong yang terdiri dari empat buah dengan ukuran yang berbeda-beda. Keempat buah gong tersebut diberi nama oloan, ihutan, doal, dan panggora. Masing-masing ogung sudah memiliki ritem tertentu dan dimainkan terus menerus secara konstan/tidak berubah-ubah. Alat musik ini tergolong kepada kelompok idiophone.

(19)

5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi berupa plat besi, botol, atau benda lainnya yang dapat menghasilkan bunyi tajam untuk dijadikan sebagai pembawa tempo. Alat musik ini tergolong kepada idiophone.

6. Odap (double headed drum), yakni sejenis gendang kecil bermuka dua (dua sisi selaput gendang) yang berperan sebagai pembawa ritem variabel. Alat musik ini biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu. Alat musik ini tergolong kepada kelompok membranophone.

Gondangsabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara yang berhubungan dengan adat ataupun religius. Gondang sabangunan berperan sebagai media untuk menghubungkan manusia dengan penciptanya (secara vertikal) dan menghubungkan manusia dengan sesama (secara horizontal).

Penggunaan odap dalam ensambel gondang sabangunan jarang ditemukan saat ini. Beberapa musisi tradisional Batak seperti Marsius Sitohang, Guntur Sitohang, dan S.Sinurat mengatakan bahwa penggunaan alat ini sangat terbatas dan hanya diperuntukkan dalam upacara-upacara tertentu, dan biasanya hanya parmalim yang masih tetap melestarikan alat musik tersebut. Namun, berkaitan dengan peran dan bunyi musikalnya, pada zaman sekarang ini teknik permainan odap sudah banyak ditransformasikan oleh taganing yang juga mampu berperan sebagai pembawa ritem variabel. Mungkin hal ini juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan odap sudah semakin jarang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ensambel gondangsabangunan pada umumnya dimainkan oleh tujuh orang, yakni satu orang memainkan sarunebolon, satu orang memainkan taganing dan odap, satu orang memainkan gordangbolon, satu orang memainkan ogungoloan dan ihutan, satu orang memainkan ogungdoal, satu orang memainkan

(20)

ogungpanggora, dan satu orang memainkan hesek. Namun, formasi dan jumlah pemusik ini sedikit berbeda dengan apa yang terdapat di dalam upacara parmalim. Dalam konteks tersebut, umumnya pemusik berjumlah delapan orang, dimana alat musik ogungoloan dan ihutan masing-masing dimainkan oleh satu orang. Kadang-kadang juga bisa ditemukan pemain sarunebolon berjumlah dua orang pada beberapa upacara parmalim tertentu. Pada masyarakat Batak Toba secara umum di luar parmalim, formasi pemusik dalam formasi ensambel semacam ini jarang terjadi pada kebanyakan pertunjukan gondangsabangunan.

2.9 Alat-alat Musikyang Disajikan Tunggal

Di dalam kebudayaan Batak Toba, dahulu kala alat musik (alat musik) tunggal diartikan sebagai alat musik yang dimainkan secara tunggal dan tidak boleh digabungkan ke dalam ensambel gondanghasapi maupun gondangsabangunan, sebab pada dasarnya sudah ditetapkan berbagai alat musik tertentu yang boleh dimainkan ke dalam kedua ensambel tersebut. Dalam hal ini, penggunaannya hanya dikaitkan ke dalam kedua ensambel tersebut karena berdasarkan sejarah, dahulu hanya ada dua ensambel dalam musik adat masyarakat Batak Toba yakni gondanghasapi dan gondangsabangunan.

Alat musik tunggal biasanya hanya digunakan pada waktu senggang untuk mengisi kekosongan atau menghibur diri. Alat musik ini juga tidak pernah dimainkan dalam upacara-upacara adat yang bersifat ritual layaknya alat musik-intrumen yang ada pada ensambel gondangsabangunan atau gondanghasapi. Namun jika diartikan secara lebih luas dan terkait perkembangan berbagai musik Batak Toba pada masa kini, alat musik tunggal pada dasarnya bukan hanya alat musik yang tidak boleh dimainkan bersama dengan ensambel

(21)

gondanghasapimaupun gondangsabangunan saja, melainkan juga pada berbagai ensambel atau format musik yang lain.

Selain sulim, ada berbagai intrumen Batak Toba yang termasuk ke dalam alat musik tunggal seperti uraian berikut ini:

1. Saga-saga (jew’s harp) yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara menggetarkan lidah alat musikt tersebut dengan bantuan hentakan tangan dan rongga mulut berperan sebagai resonator. Alat musik ini tergolong ke dalam keompok ideophone.

2. Jenggong (jew’sharp) yang terbuat dari logam dan mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga. Juga termasuk ke dalam kelompok ideophone.

3. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut dengan salohat atau tulila, yaitu alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara meniup dari samping. Mempunyai empat lobang nada yakni dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan, sedangkan lobang tiupan berada di tengah. Alat musik diklasifikasikan ke dalam kelompok aerophone.

4. Sordam (up blown flute) yang terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan cara meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada ujung alat musik yang diposisikan secara diagonal. Alat musik ini memiliki lima lobang nada, yakni empat di bagian atas dan satu di bagian bawah, sedangkan lobang tiupan berada pada ujung atas nya. Alat musik ini juga termasuk ke dalam kelompok aerophone.

5. Tanggetang (bamboo ideochord), yaitu alat musik yang terbuat dari batang bambu besar dan memiliki senar yang dibentuk dari badan bambu itu sendiri dan badan bambu tersebut berperan sebagai resonator. Prinsip pembuatan, cara memainkan dan karakter bunyi alat musik ini hampir sama dengan

(22)

keteng-ketengyang ada pada masyarakat Batak Karo, dimana alat musik ini bersifat ritmis dan gaya permainannya seakan mengimitasikan karakter bunyi ogung (gong Batak Toba). Alat musik ini termasuk kelompok yang dipadukan antara ideophone dengan chordophone sehingga disebut dengan ideochordophone 6. Mengmung juga merupakan alat musik sejenis ideochordophone yang mirip

dengan tanggetang, hanya saja senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu dijadikan sebagai resonator.

Dari keseluruhan intrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba, sulim adalah alat musik yang masih tetap eksis dan paling sering digunakan hingga pada saat ini. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sulim merupakan alat musik tiup yang lebih kompleks dengan frekuensi nada serta jangkauan nada yang lebih luas dibandingkan alat musik tunggal yang lainnya, sehingga berbagai jenis lagu atau repertoar dapat dimainkan pada alat musik tersebut.

Sementara alat musik tunggal yang lain sudah sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari bahkan ada orang yang mengatakan bahwa beberapa di antaranya sudah hampir punah keberadaannya seperti saga-saga, jenggong, tanggetang dan mengmung. Sebab pada umumnya, keempat alat musik ini sudah sangat jarang kelihatan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan mungkin hanya satu dua orang yang masih melestarikan alat musik ini, dan itu pun kemungkinan jika siempunya masih hidup atau alat musik tarsebut masih tetap diwariskan secara turun temurun.

(23)

2.10 Musik Populer Batak Toba sebagai Ekspresi Modernisasi 2.10.1 Konsep Musik Populer

Konsep budaya populer (popular culture) dan seni populer (art culture) digunakan dengan secara meluas di Barat selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pendidikan populer, meluasnya kapitalisme, dan peristiwa proses modernisasi dan urbanisasi. Budaya populer memberikan pengertian yang sama dengan budaya massa (Gans 1974:10). Konsep budaya massa berasal dari bahasa Jerman masse dan kultur. Masse ialah golongan rakyat (nonaristokrasi) yang tidak berpendidikan, yang merujuk juga pada istilah lower-middle class atau kelas pekerja yang miskin. Kultur juga bermakna sebagai budaya tinggi, yang tidak saja melingkupi seni, musik, kesusastraan, dan penghasilan simbolis lain yang diminati oleh golongan elit yang berpendidikan dalam masyarakat, tetapi juga corak pemikiran dan perasaan golongan itu yang dikatakan golongan yang berbudaya. Jadi, budaya massa adalah hasil simbolis yang diminati golongan mayoritas berbudaya itu. Ada pula para pengkaji yang menganggap penggunaan istilah budaya massa adalah lebih tepat dari budaya populer karena dikatakan penghasilan unsur-unsur budaya seperti itu ialah untuk masyarakat ramai (Donald 1968:12). Konsep budaya massa dipergunakan karena hubungan dengan pengeluaran unsur-unsur budaya secara besar-besaran (massive scale), penggunaannya pula adalah meluas dan bagi kepentingan masyarakat manusia (Lohisse 1973:17).

Munculnya budaya populer mempunyai sejarah perkembangan tersendiri. Perubahan politik feodal ke arah demokrasi, perkembangan teknologi, dan usaha perdagangan sistem kapitalis menjadi titik tolak munculnya budaya populer ini. Menurut Donald sistem politik demokrasi dan pelajaran yang semakin meluas

(24)

meruntuhkan monopoli golongan kelas atas terhadap unsur budaya (Donald 1968:12). Perkembangan teknologi yang lebih baik dapat mengeluarkan bentuk hiburan dengan harga murah. Ia berpendapat teknologi modern seperti piringan hitam dan film sesuai bagi pengeluaran dan penyebaran hiburan yang meluas. Jadi usaha menawarkan hiburan menjadi lapangan bisnis yang menguntungkan.

Budaya populer bukanlah sebuah fenomena baru, ia merupakan kontinuitas dari budaya rakyat yang menjadi milik rakyat. Seni rakyat (folk art) adalah hasil budaya ekspresif rakyat yang disesuaikan dengan kehendak golongan mereka, berbeda dari budaya populer yang disebut sebagai imposed from above (Donald 1968:13). Orang-orang yang ahli dalam lapangan tertentu, seperti artis-artis menerima bayaran dari pihak penyelenggara. Penyelenggara bertujuan mencari untung dan menggunakan bahan budaya sebagai barang dagangan. Penonton merupakan pengguna sementara unsur-unsur budaya menjadi barang pengguna. Penawaran unsur-unsur budaya seperti itu senantiasa berubah-ubah bergantung kepada perubahan citarasa pengguna.

Seni rakyat pada mulanya terpisah dari budaya tinggi (hoc cultuur) tetapi kemudian budaya populer memainkan peranan penting dalam menyambungkan antara dua budaya itu (Donald 1968:13). Perkembangan budaya populer Barat bukanlah masalah baru tetapi paling tidak telah muncul abad ke-17 (Lowenthal 1961:14-28). Persoalan dan perdebatan ahli-ahli agama yang menganggap bahwa hiburan yang bertujuan melarikan individu dari kenyataan merusakkan dan membawa keburukan kepada moral anggota masyarakat, bertentangan dengan ahli-ahli filsafat yang menganggap hiburan sebagai kepentingan dasar sebagaimana kepentingan dasar lainnya yang mempunyai fungsi tertentu dalam kehidupan masyarakat.

(25)

Budaya populer dikatakan bersifat seragam atau homogen karena pengeluarannya yang besar-besaran dan tidak statis. Apa yang dianggap budaya tinggi pada masa lalu adalah hak milik golongan elit yang bertujuan menyampaikan nilai dan menggunakan unsur budaya untuk menyebarkan pengajaran kepada khalayak ramai. Golongan elit menggunakan unsur-unsur budaya untuk mengukuhkan kedudukan mereka. Sementara itu budaya populer tersebar kepada masyarakat awam dan menentukan the image of a centripetal force rather than a centrifugal force (Lohisse 1973:35).

Konsep budaya populer meliputi aktivitas-aktivitas yang diminati orang ramai yang bertujuan memberi hiburan, seperti musik, film, buku, dan lainnya yang selalu dikaitkan dengan apa yang disalurkan melalui media massa (Winston 1973:54). Budaya populer atau budaya massa ini boleh dilihat melalui sifat-sifatnya yang tersebar secara meluas dan dapat menarik perhatian kelas pekerja industri, dan produksinya dibuat secara besar-besaran (Quail 1969:22).

Budaya populer memegang peranan penting dalam menaikkan citra budaya. Munculnya budaya populer yang boleh dikatakan sebagai sebuah revolusi dalam perkembangan budaya telah dapat merapatkan jurang pemisah antara golongan elit dan rakyat biasa (Donald 1968:15). Munculnya budaya populer kadang-kadang menimbulkan kekeliruan. Rosenberg menerangkan beberapa kekeliruan atau anggapan orang ramai yangkurang tepat tentang budaya populer. Orang selalu mengaitkan kemunculan budaya populer dengan kapitalisme, yang berawal di Amerika Serikat, dan berasal dari sistem politik demokrasi (Rosenberg 1960:11). Anggapan seperti itu tidak disetujui Rosenberg karena ia percaya bahwa pengaruh perkembangan teknologi pertumbuhan budaya populer adalah besar sekali. Perkembangan ekonomi dan perkembangan politik tidak dapat dianggap sebagai

(26)

akibat langsung sebagaimana yang berlaku dalam revolusi industri yang berkembang di Eropa abad ke-19.

Masyarakat umumlah yang menentukan nilai dan selera atau kehendak masyarakat (Gans 1974:12). Selera masyarakat umum ini penting dalam menentukan corak budaya populer, misalnya dalam menentukan tema, pertunjukan, dan sejenisnya. Nilai anggota masyarakat adalah manifestasi terhadap bentuk budaya populer dalam suatu zaman.

Proses urbanisasi merupakan faktor penting dalam pertumbuhan budaya populer. Setelah bergulirnya revolusi industri di Barat pada abad ke-19, banyak golongan petani pindah dan bekerja di kota sebagai pusat industri. Golongan ini, yang dijuluki proletariat dan petty bourgeois, belajar membaca dan menulis dengan tujuan memperbaiki kedudukan dan menambahkan keahlian mereka dalam pekerjaan baru serta menyesuaikan diri dengan kehidupan kota. Hiburan diperlukan untuk mengisi masa lapang mereka. Untuk itu di pasar dimunculkan bahan-bahan erstz culture atau kitsch yang dapat memenuhi masa lapang, dan mengurangi keletihan mereka setelah bekerja. Kitsch adalah hasil revolusi industri yang menyebabkan rakyat mengalami proses urbanisasi dan perkembangan sistem pendidikan (Howe 1960:497).

Pertumbuhan budaya populer berkaitan dengan aspek seni yang menimbulkan pula konsep seni populer. Seni populer adalah kontinuitas dari seni tradisional. Seni populer, seperti musik, tari, dan teater disalurkan melalui media massa hingga menyebabkan orang menganggap media massa juga sebagai seni populer. Media massa bukanlah seni, tetapi alat komunikasi yang bisa mempengaruhi pertumbuhan seni. Media massa menyiarkan penerangan tetapi

(27)

dilakukan dalam bentuk hiburan untuk masyarakat ramai. Konsep seni populer muncul selaras dengan pertumbuhan budaya populer abad ke-19 (Bigsby 1973:16).

Seni populer dalam keadaan tertentu mengambil alih seni tradisional dengan berbagai cara: ada yang muncul sebagai tiruan dan kontinuitas dari seni tradisional, ada pula yang muncul dalam bentuk baru. Seni rakyat juga menjadi seni populer dalam konteksnya tersendiri (Kaplan 1967:317). Kadang-kadang bentuk seni populer disesuaikan dengan kesadaran dan kehendak masyarakat umum. Seperti halnya dalam musik populer Batak Toba yang menjadi kajian dalam tulisan ini.

Dengan perkembangan sistem komunikasi, seni dapat tersebar dengan meluas dan diminati. Oleh sebab itu sebagian pihak menganggap nilainya turut jatuh, citarasa umum dianggap mediocre, dan norma kitsch diterima. Namun jika kita menganalisis keadaan baru yang mendatangkan kesan kepada seni, kita tidak dapat membuktikan bahwa dengan meluasnya peminat atau penonton nilai sebuah budaya semakin berkurang. Ada pula orang yang menganggap bahwa nilai seni itu tinggi apabila penghasilannya sedikit (Duvignand 1972: 130).

Musik populer Batak Toba tampaknya mengikuti konsep-konsep seperti yang telah diuraikan di atas. Musik populer Batak Toba umumnya mengikuti format ensambel band yang ada pada budaya musik Barat, namun elemen-elemen tradisional Batak Toba juga menjiwainya. Musik populer Batak Toba adalah bagian dari kebudayaan massa (cultural mass) Batak Toba, yang dibentuk oleh golongan rakyat dalam budaya Batak Toba.

Selain itu, terjadinya pergantian sistem politik feodal ke arah demokrasi, perkembangan teknologi, dan usaha perdagangan sistem kapitalis menjadi titik tolak munculnya budaya musik populer Batak Toba ini. Awalnya masyarakat Batak Toba menganut sistem feodalisme terutama saat kekuasaan politik tradisional

(28)

sistem kerajaan yang mengatur ekonomi rakyat, terutama yang paling jelas adalah pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, dimana para tengkulak menguasai bisnis pertanian dan perikanan yang mengatur kehidupan rakyat Batak Toba. Kemudian setelah merdeka, mulailah beralih ke sistem demokrasi Pancasila, rakyat memiliki hak untuk berpolitik dan mengatur sendiri kehidupannya. Demikian pula dengan sistem perdagangan bebas turut menumbuhkembangkan kebudayaan massa, termasuk musik populer Batak Toba. Mereka sudah melakukan distribusi kaset rekaman dalam industri yang diatur oleh sistem liberalisme.

Budaya musik populer Batak Toba pula merupakan kontinuitas dari budaya rakyat yang menjadi milik rakyat. Hal ini dapat dibuktikannya berbagai elemen musik rakyat atau tradisi rakyat tetap dilanjutkan dalam musik populer Batak Toba. Yang jelas adalah penggunaan teks-teks berbahasa Batak Toba yang mengikuti tradisi seni sastra Batak Toba, begitu pula berbagai konsep musik gondang yang ditransformasikan ke dalam musik populer Batak Toba, juga teknik bermainnya, judul lagu, dan lain-lainnya, yang bukan suatu kreativitas yang terputus dari tradisinya.

Budaya populer dikatakan bersifat seragam atau homogen karena pengeluarannya yang besar-besaran dan tidak statis. Kenyataan ini dapat dilihat dari sistem produksi budaya musik populer Batak Toba yang biasanya dilakukan secara besar-besaran melalui bentuk kaset tape, video compact disk, compact disk, dan lainnya.

Seni populer dalam keadaan tertentu, mengambil alih seni tradisional dengan berbagai cara: ada yang muncul sebagai tiruan dan kontinuitas dari seni tradisional, ada pula yang muncul dalam bentuk baru. Hal ini juga berlaku dalam musik populer Batak Toba. Ada yang mengambil unsur musik tradisional, tetapi tak

(29)

jarang pula muncul dalam bentuk baru (kreativitas), umumnya setelah adanya persinggungan dengan budaya musik Barat, beragai elemen baru ini masuk ke dalam musik populer Batak Toba.

Dengan perkembangan sistem komunikasi, seni dapat tersebar dengan meluas dan diminati. Setelah ditemukannya media komunikasi seperti radio, televisi, dan internet, maka seni musik populer Batak Toba meluas persebarannya. Sampai kini, bahkan seni ini diminati baik oleh masyarakat Batak Toba sebagai pendukungnya, maupun masyarakat bukan Batak Toba yang juga turut mendukung keberadaannya atau minimal sebagai peminat musik populer Batak Toba. Demikian sekilas konsep musik populer secara umum dan musik populer Batak Toba secara khusus. Selanjutnya kita uraikan secara umum musik populer Barat dan pengaruhnya bagi musik populer Batak Toba.

Kemudian selaras dengan perkembangan teknologi, budaya musik populer Barat juga masuk ke Indonesia, termasuk Batak Toba. Mereka dengan didasari oleh pengalaman kultural sebelumnya dengan antusias mencipta lagu-lagu (musik) populer Batak Toba, dengan berbagai kreativitas dan akulturasinya dengan budaya Barat. Pada paruh pertama abad ke-20, muncullah berbagai komponis ternama dari etnik Batak Toba ini, bahkan beberapa di antaranya adalah komponis lagu-lagu nasional Indonesia, di antaranya adalah Cornel Simanjuntak, di samping itu ada Ismail Hutajulu, Nahum Situmorang, Tilhang Gultom, dan lain-lainnya. Selepas itu muncul pula berbagai komponis musik populer Batak Toba seperti Sidik Sitompul (S. Dis), Buntora Situmorang. Sementara itu muncul pula berbagai kelompok musik populer Batak Toba seperti: Trio Ambisi, Trio Amsisi, Trio Lasidos, Panjaitan Bersaudara, Nainggolan Sisters, dan lain-lain. Dalam pertunjukannya, mereka melakukan akulturasi antara budaya Barat dan Batak Toba,

(30)

yang diadun sedemikian rupa menjadi budaya populer. Musik populer Batak Toba itu berkembang dengan masuknya pengaruh budaya asing dan berinteraksi dengan budaya Batak Toba. Awalnya musik populer Batak Toba dipengaruhi oleh musik gereja, yang dapat ditelusuri melalui penggunaan tangga nada diatonis (diatonic scale) nampak di dalam melodi-melodi yang diciptakan dan digunakan dalam berbagai peristiwa budaya.

Seiring perkembangan zaman dan teknologi, masyarakat dan para pemusik Batak Toba banyak mendengar berbagai jenis irama, dengan media utamanya adalah radio, tape recorder, video compact disk, dan televisi. Karena seringnya mendengar musik dalam berbagai irama, para pemusik mendapatkan wawasan secara musikal, alhasil timbul keinginan para pemusik membuat sesuatu yang baru di dalam musik populer Batak Toba yang membawa musik Batak Toba itu kepada perkembangan-perkembangan.

Menurut Panggabean (1994:30-39) musik Batak Toba dapat dibuat penggolongannya kepada empat masa, yaitu: (a) tradisi, (b) transisi, (c) modernisasi, dan (d) konstilasi. Masa tradisi merupakan corak asli dari musik Batak Toba secara melodis, karena belum ada variasi-variasi dalam melodi yang dipengaruhi tradisi asing. Apabila dibandingkan dengan struktur harmoni musik Barat, lagu-lagu pada masa tradisi ini terasa lebih spesifik disebabkan oleh wilayah nada bagi melodi yang dihasilkan oleh alat musik dan tangga nada diatonis belum digunakan.

Masa transisi dalam lagu-lagu Batak Toba terjadi perkembangan dengan adanya perubahan gaya. Hal ini disebabkan masuknya pengaruh gereja, yaitu lagu-lagu di dalam gereja mengiringi saat kebaktian adalah menggunakan harmoni Barat, walaupun lirik lagunya dalam bahasa Batak Toba. Sistem harmoni Barat itu

(31)

dibawa oleh para misionaris ke dalam gereja Batak. Pengaruh gereja tersebut sangat kuat di dalam lagu-lagu populer Batak Toba, hal ini dapat dilihat pada wilayah nada yang sudah berkembang pada masa ini apabila dibandingkan dengan masa sebelumnya.

Masa modernisasi merupakan masa perkembangan musik Batak Toba yang semakin maju. Salah satu faktor penyebabnya adalah semakin majunya teknologi termasuk media massa seperti radio dan piringan hitam. Hadirnya radio siaran yang resmi berdiri tanggal 16 Juli 1925 di Batavia (sekarang Jakarta), sangat menunjang perkembangan musik di tanah air termasuk musik populer Batak Toba. Musik populer Batak Toba mulai diperde-ngarkan di radio pada mulanya direkam pada bentuk piringan hitam. (Panggabean 1994:34).

Sejak maraknya musik populer dalam berbagai irama pada siaran radio, masyarakat dan pemusik Batak Toba sering mendengar berbagai macam irama seperti: chacha, jazz, rumba, waltz, tango, seriosa, dan lain-lain. Hal ini merupakan faktor pendorong bagi pemusik Batak Toba untuk membuat musik Batak Toba menjadi sesuatu yang baru, dan mencoba membuat musik Batak Toba dengan berbagai irama seperti tersebut di atas.

Masa konstelasi merupakan sebuah hasil interaksi antara corak gaya sebelumnya dengan gaya baru, corak yang sedang ada pada masa ini dalam musik populer secara umum). Masa ini muncul sejumlah pemusik baru yang mencoba memunculkan dan membuat lebih baru dari masa sebelumnya. Masa ini dapat dikatakan suatu trend baru dalam blantika musik populer Batak Toba, dikarenakan pada masa sebelumnya ada lagu-lagu yang diciptakan komponis Batak Toba saat ini, penggarapannya digabung secara tradisi dan teknologi modern. Misalnya lagu Sinanggar Tullo digarap oleh Andolin Sibuea ke dalam irama remix akan tetapi

(32)

menggunakan alat musik tradisional seperti sulim Batak dan taganing (drum chime) dipadukan dengan alat alat musik modern (berasal dari kebudayaan Barat) seperti seperangkat alat band dan program keyboard synthesizer. O Tano Batak lagu ini digarap oleh Vicky Sianipar dengan bentuk rock dan dimasukkan unsur-unsur orkestra Barat.

Selain lagu-lagu lama digarap dengan bentuk komposisi baru muncul juga lagu-lagu baru di mana sistem penggarapannya mengadopsi beberapa elemen, estetika, harmoni dan juga alat musik sehingga munculnya suatu rasa baru yang lebih dinamis salah satunya alat musik saksofon, hal seperti ini dinamakan perpaduan antara beberapa kebudayaan atau cultural contact. Pengambilan elemen-elemen budaya asing dan mencoba menggabungkan dengan budaya sendiri sehingga terjadi suatu interaksi yang menghasilkan model baru dan rasa yang lebih dinamis.

Masyarakat Batak Toba umumnya memiliki rasa musikalitas dalam kehidupannya, yang dalam penciptaan musik baru tanpa perlu terlalau jauh meninggalkan tradisi nenek moyangnya. Orang Batak Toba umumnya terkenal memiliki suara yang baik, yang dapat dilihat melalui kebiasaannya yang hobi bernyanyi pada saat-saat berkumpul dan juga dalam mengadakan upacara-upacara adat Batak, selalu menghadirkan musik. Misalnya pada upacara kematian, perkawinan, dan lainnya. Dalam pengertian yang luas musik vokal Batak Toba memiliki berbagai fungsi sosial, baik yang sifatnya sekuler, maupun ritual. Hal ini juga dideskripsikan oleh Hilman Situmorang (1988:151): “Rap adong do kesenian marende dohot marandung di halak Batak, alai gumondang ma ummalo marende sian na malo mangandung.” Artinya adalah bahwa kesenian menyanyi dan

(33)

bersenandung bersamaan kelahirannya pada masyarakat batak Toba, tetapi lebih banyak orang yang lebih pandai menyanyi dari pada bersenandung (mangandung).

Remy Silado atau Yapi Tambayong (1992), seorang kritikus musik ternama Indonesia juga memberikan pandangannya terhadap rasa musikalitas orang Batak Toba.

Sederet nama para komposer dan pemusik yang berasal dari Batak Toba, yaitu Amir Pasaribu, Cornel Simanjuntak, Liberty Manik, E.L. Pohan, Tilhang Gultom, Nahum Situmorang, dan Nortir Simanungkalit. Ini membuktikan bahwa orang Batak Toba memiliki musikalitas yang baik. Bahkan setiap orang dari masyarakat tersebut memiliki kemampuan bernyanyi dan sangat respek terhadap musik.

Musik alat musiktal Batak Toba secara ensambel dapat dibagi dua yaitu: (a) ensambel gondang sabangunan, dan (b) ensambel gondang hasapi atau uning-uningan. Ensambel gondang sabangunan terdiri dari alat musik: (a) taganing, terdiri dari lima gendang satu sisi berbentuk konis dan pembawa melodi (drum chime) dan satu gordang juga gendang satu sisi berbentuk konis membawa ritmik, satu sarune bolon (shwm), empat gong yang disebut ogung (oloan, ihutan, panggora, dan doal), serta satu simbal yang disebut hesek. Alat-alat musik pembawa melodi adalah taganing dan sarune bolon, pembawa ritme konstan adalah ogung dan hesek, pembawa ritme variatif adalah gordang.

Gondang hasapi adalah ensambel musik tradisional Batak Toba yang terdiri dari alat-alat musik: garantung (wooden xylophone), sulim (side blown flute), sarune etek (shawm), hasapi ende (short neck lute melody), hasapi doal (short neck lute appergiation), dan hesek (symbals). Alat-alat musik yang berfungsi pembawa melodi adalah garantung, sulim, sarune etek, dan hasapi ende. Sebagai pembawa ritme variatif adalah hasapi doal, dan sebagai pembawa ritme konstan adalah hesek.

(34)

Kedua ensambel ini, turut memberikan kontribusi terhadap masuknya alat musik saksofon dan teknik bermainnya dalam musik populer Batak Toba. Teknik permainan sarune bolon yang terdapat dalam ensambel gondang sabangunan dan sarune etek dalam ensambel gondang hasapi, secara eksplisit diteruskan oleh para pemain saksofon yang berlatar belakang budaya musik Batak Toba. Demikian sekilas mengenai kesenian termasuk musik tradisi Batak Toba. Selanjutnya diuraikan tentang konsep budaya (musik) populer.

2.10.2 Musik Populer Barat dan Pengaruhnya pada Musik Populer Batak

Pada asasnya perhatian ke arah dunia musik diawali dengan timbulnya kegoncangan di dunia perdagangan internasional dan juga dalam bidang moneter internasional yang tidak hanya terjadi di negara-negara maju (developed countries) tetapi pengaruhnya juga dirasakan pula oleh negara-negara berkembang, seperti halnya Indonesia (Sindhunata 1983:96), sebagai upaya mengatasi situasi ekonomi akibat rendahnya pendapatan negara melalui sektor minyak dan gas bumi, sehingga sektor non migas merupakan alternatif yang berpeluang baik untuk dikembangkan. Tidak hanya produksi ekonomi saja yang diindustrikan, tetapi semua kejadian dalam masyarakat, terjadilah industri kebudayaan, seni, pemikiran, dan lain-lain (Sumitro Djojohadikusumo 1975:76-110).

Pada tahun 1920 terjadi suatu perkembangan besar dalam musik populer. Beberapa perkembangan penting yang bersifat teknis bertambah dengan didirikannya stasiun radio komersial yang berkaitan erat dengan perkembangan teknologi, media elektronika seperti radio, televisi, piringan hitam, kaset video, film musikal, laser disc serta perkembangan proses rekaman yang sangat berperan dalam penyebarluasan musik populer di seluruh dunia. Dengan adanya penemuan

(35)

media elektronika, musik populer menjadi komoditas industri yang baru untuk kepentingan komersial. Pesatnya penjualan produksi musik populer didukung oleh pemutaran-pemutaran film atau sinetron musikal, yang memberikan akses kepada masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan musik populer di gedung-gedung bioskop, atau hanya dengan memegang remote control di rumah melihatnya melalui televisi. Masyarakat umum adalah bahagian utama sebagai konsumen dari musik populer ini.

Puncak penjualan industri musik populer Barat (dan dunia) tercatat pada tahun 1955 ketika pemusik Bill Halley memperkenalkan musik rockn’ roll dalam film musikal yang bertajuk Arround the Clock. Selanjutnya bermunculan kelompok musik baru yang juga bergaya rockn’ roll yang menguasai pasaran musik dunia melalui piringan hitam, kaset rekaman atau pertunjukan musik, dan pemutaran film musik.

Tokoh-tokoh musik populer dunia di antaranya adalah Elvis Presley (1935-1977), disusul kelompok musik The Beatles (anggotanya John Lennon, Ringgo Star, George, Paul McCartney), dan Bee Gees. Selain grup musik populer tersebut, masih banyak lagi grup musik dan penyanyi populer lainnya yang bermunculan seperti: Queen, Abba, Scorpion, Michael Jackson, Stevie Wonder, Elton Jhon, Sting, Roxeete, Prince, Debbie Gibson, Mariah Carey, Bobby Brown, Tommy Page, Christina Aguilera, Madonna, dan lainnya.

Jenis-jenis musik populer yang berkembang dalam kebudayaan Barat, dalam hal ini Eropa dan Amerika telah berpengaruh besar kepada perkembangan musik Indonesia. Tidak ketinggalam termasuk juga pengaruhnya kepada musik populer Batak Toba.

(36)

Jenis-jenis musik Barat itu di antaranya adalah musik kaum budak (slave music), yang merupakan lagu-lagu kaum budak yang dibawa dari Afrika ke Amerika. Teks-teks nyanyian itu banyak mengambil isi Alkitab, yang mencerminkan penderitaan lahir dan batin, serta kerinduan akan pembebasan sistem perbudakan.

Jenis lainnya adalah jazz, yang berasal dari kota New Orleans, bagian selatan Amerika tahun 1619 orang negro mulai datang ke Amerika, di daerah Virginia. Pada awalnya, kaum negro belum bekerja sebagai budak belian. Hal ini baru mulai dengan berkembangnya abad ke-19. Bagian Amerika Utara dikuasai oleh masyarakat Inggris beragama Kristen yang bersikap puritan menentang ritual kaum negro, sedangkan di Amerika Selatan di bawah pengaruh agama Katholik, tradisi lama lebih mudah ddipertahankan. Musik jazz yang pada awalnya diciptakan oleh orang kulit hitam dalam masa perbudakan selama Perang Dunia Kedaua kemudian membuat orang kulit hitam dan kulit putih bermain bersama dalam ensambel jazz, sehingga ada percampuran antara corak musik yang disebut Afro-Jazz. Musik jazz ditandai penerapan teknik improvisasi secara dominan yang dijalin dengan permainan irama yang singkopik. Gaya permainan ini bermula tahun 1914 di area perkebunan New Orleans, sebagai perpaduan antara musik orang-orang negro asal Afrika dengan peralatan sistem nada dan melodi-melodi Marcia bangsa Creole Perancis. Sesudah tahun 1960 keluar dari Amerika dan menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan berbagai ragam dan gaya. Hal ini ditunjang oleh kemampuan irama ini berpadu dengan jenis musik lain seperti populer, rock, dan klasik. Tokoh-tokoh jazz di antaranya adalah Louis Armstrong, Benny Goodman, Lester Young, dan lain-lain.

(37)

Genre lainnya adalah musik rockn’roll, yang pada masa-masa awal perkembangannya memakai unsur dixiland (musik jazz yang berawal dari kerangaka country) dan ragtime (Japi Tambayong 1992:56). Merupakan gaya permainan musik jazz klasik, sifatnya ceria dan ragtime adalah irama musik tario bangsa negro Amerika yang populer abad ke-19, menggunakan nada-nada singkopatis, khususnya pada alat musik musik piano. Berdasarkan jenisnya adalah: hard rock dan heavy metal.

Genre lainnya adalah blues, yaitu jenis lagu ratapan dari masyarakat negro Amerika. Berkembang mulai tahun 1911, sebagai perintis musik jazz. Dalam pertunjukan vokalnya umum dilakukan secara solo yang lambat. Namun dalam alat musiktal nampaknya lebih leluasa, kesenduannya terasa oleh penurunan nada ke-3 dan ke-7. Jenis lagu ini juga memiliki bentuk khusus yang terdiri dari 12 birama.

Genre lainnya country dan western adalah musik Eropa yang berasal dari imigran Irlandia (Inggris) yang dimainkan di kalangan masyarakat kulit putih. Di Amerika nyanyian ini dimainkan dengan menggunakan progresi harmoni dan tonalitas.

Genre lain adalah musik alternatif, yang timbul karena adanya kejenuhan terhadap aturan-aturan komposisi yang dianggap hanya membatasi kreativitas pemusik. Para pemusik jenis alternatif ini berkarya tanpa terlalu terikat dengan hukum komposisi atau penggunaan alat-alat musik. Jenis musik ini merupakan lanjutan dari punk yang populer pada dekade 1970-an. Grups musik alternatif di antaranya adalah: Red Hot Chili Peppers, Spin Doctors, Pearl Jam, Car Cars, dan lain-lain.

Berikutnya adalah genre soul, yang berasal dari lagu-lagu spiritual yang berkembang menjadi musik gospel, yaitu musik yang dipertunjukkan di luar gereja.

(38)

Kemudian dibangun suatu tempat bagi penyanyi kulit hitam melalui rekaman pada piringan hitam. Gaya mereka disebut rhytm and blues (R&B) yang kemudian berkembang menjadi gaya yang berjalan sendiri, misalnya solo dengan iringan paduan suara. Larik lagu umumnya beertema cinta, kebebasan, dan kehidupan sosial. Kebanyakan penyanyi soul berkulit hitam, seperti: James Brown, natalia Colie, Tina Turner, Diana Ross, Stevie Wonder, Whitney Houston, Michael jackson, Tony Braxton, Tony Toni Tone, dan lain-lain.

Genre lainnya disco, yang merupakan akronim dari kata disc jockey (DJ) yaitu pemain piringan hitam di tempat-tempat dansa. Corak musik dansa yang paling populer sekali pada paruh kedua dasawarsa 1970-an, sebagai lanjutan dari rock dasawarsa 1950-an. Penyanyi musik disco antara lain: Donna Summer, Barry White, Peter Brown, Linda Clifford, Karen Young, Madonna, Janet jackson, dan lain. Sedangkan grup disco antara lain: Disco Trex, Sister Sledge, dan lain-lain.

Genre lain funk, yang merupakan perkembangan dari musik soul. Funk biasa juga disebut funky. Pada jenis musik ini terdapat unsur jazz, rock dan ritme dari musik soul. Ciri khas funk antara lain ritmenya berjalan terus menerus seperti seorang yang berbicara progresi akord berjalan bebas dan tidak memeiliki aturan tertentu. Penyanyi funk di antaranya: Funkadelic, Commodores, Kool and the Funky Bunch, Fith no More, dan lain-lain.

Genre lain adalah rap, yang merupakan perkembangan akhir dari soul. Ciri musik rap tidak memiliki aturan yang jelas, dan mengutamakan kebebasan. Liriknya seperti bertutur atau bercerita sambil penyanyinya menari tanpa henti. Tema lagu berkisah tentang kehidupan sosial, politik, kebebasan, keadilan, dan lainnya. Jenis musik ini menggunakan alat-alat seperti: drum, bunyi piringan

(39)

hitam, bass, keyboard, dan lainnya. Penyanyian di antaranya: Bobby Brown, Gypsy, kematau Das, The Fatback Band, dan lain-lain.

Jika kita lihat lagu-lagu populer Batak Toba, maka unsur-unsur musik populer Barat masuk ke dalamnya. Misalnya slow rock terdapat dalam lagu-lagu Dunghuon Hutanda Ho, Endengkon Di Radio Bege, Satongkin Do. Jenis lagu blues dapat dilihat pada lagu Tumagon Nama Mate. Selain jenis lagu, irama (jenis pola-pola ritme tertentu) dari budaya musik Barat juga mempengaruhi irama musik Batak Toba.

Sebagai contoh adalah irama fox-trot, yaitu jenis irama dan pola tari dari Amerika Serikat yang muncul tahun 1912. tarian dalam birama biner ini akrab dengan genre musik jazz, namun dalam perkembangannya menjadi dua macam, langkah cepat (quick step) dan yang bertempo lambat (slow foxtrot). Dalam lagu-lagu populer Batak Toba, irama ini digunakan dalam lagu-lagu: Marhappy-happy Tung So Boi, Modom Ma Damang Unsok, O Tao Toba, Rura Silindung, Dengke Julung-julung, Nahinali Bangkudu, Napinalu Tulila, Sapata Ni Napuran, Beha Padundung Bulung, Ala Dao, dan lain-lain.

Berkutnya irama calypso, yangmerupakan irama dansa yang berasal dari Trinidad yang sangat populer pada dasawarsa 1950-60-an. Contoh lagu pada irama ini adalah pada lagu Sitogol, Alama Dogema, Pulo Samosir, Dana Tiniptip Sanggar, Luahon Damang, Marombus-ombus, Luat Pahae Nauli, dan Dorma Sijunde Do Sihabiaran.

Irama rumba, adalah jenis irama pengiring tarian rumba yang berasal dari Kuba. Bertempo cepat dengan ciri utama singkopatik dalam birama 2. berhasil terangkat sebagai tari ballroom dan juga ke dalam musik jazz di Amerika sekitar tahun 1930-an. Contoh irama ini pada musik populer Batak Toba adalah pada lagu:

(40)

E,e Ndang Maila, Ketabo-Ketabo, Nungga Lao Nungga Lao, Tumba Goreng, Sisingamangaraja, dan lain-lain.

Irama lainnya adalah tango, yaitu yang digunakan untukmengiringi tarian tango dari Amerika Selatan, tepatnya di pinggiran kota Buenos Aires, Argentina. Berkembang ke seluruh penjuru Amerika tahun 1910, mungkin dibawa oleh budak-budak negro asal Afrika. Contohnya dalam musik populer Batak Toba, pada lagu-lagu: Anak Sasada Tading Manetek, Di Jou Au Mulak Tu Rura Silindung, Malala Rohangki, dan lainnya.

Chacha adalah irama musik iringan tariyang populer tahun 1950-an, berasal dari Amerika Latin dan dikenalkan oleh Perez Prado. Irama dansa ini menjadi topik penting dalam pembahasan kebudayaan Indonesia jaman Sukarno. Contohnya dalam musik populer Batak pada lagu: Sai Ga Ma Ho, Sai Tudia Ho Marhuta, dan Situmorang Nabonggal.

Bolero sebagai irama iringan tari, merupakan ritme dasar drum dalam bentuk sajian cressendo. Tekniknya mirip seperti kebanyakan lagu tarian rakyat Spanyol, yang dilakukan alat musik tiup bukan vokal. Dengan birama 3/4 yang biasa dihiasi dengan bunyi kastanet oleh komponis Perancis M. Ravel. Contoh irama ini pada musik populer Batak Toba adalah pada lagu: Dao Pe Ho Marhutasada dan Holong Ni Roham Do Sinta-sinta Di Au.

Irama lainnya adalah samba, yang berasal dari Afrika dibawa ke Brasilia, dengan banyak variasi meter dupel dan berciri khas kunci-kunci mayor. Merupakan irama dan tarian nasional yang diperlombakan tahunan pada perayaan karnaval. Berbirama dua dengan gerak-gerak singkopatik dan tempo moderato. Contohnya pada musik populer Batak adalah pada lagu: Tumbarudekdek dan Nungga Tarhirim.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Kabupaten Bantul tentang Lokasi Desa Program Peningkatan

[r]

Pasar kuliner jaman dulu ini memiliki prospek yang baik karena selain karena makanan dan minuman merupakan kebutuhan dasar manusia serta sasaran usia konsumen yang luas, pasar ini

“Beliau (Megawati) juga menyam- paikan sebagai hubungan baik kedua negara, Presiden Joko Widodo sudah enam kali melakukan per temuan dengan PM Jepang Yang Mulia Sinzho Abe

Namun pertambahan penduduk yang semakin tinggi, berdampak pada keberadaan ruang terbuka yang semakin sulit didapat serta kebutuhan ekonomi yang terus meningkat, mendorong

[r]

Sebagai arsitek yang banyak berkarya Kisho N Kurokawa memiliki konsistensi dalam menghasilkan setiap karya-karyanya, oleh karena itu kiranya menarik untuk melihat karya-karya

[r]