• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010

1

PENGGUNAAN SDS-PAGE UNTUK KARAKTERISASI FRAKSI PROTEIN

SEBAGAI ALTERNATIF METODE IDENTIFIKASI PENCAMPURAN DAGING BABI KE DALAM BAKSO

Edy Susanto

Dosen Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan, Jl.Veteran No.53A Lamongan Jawa Timur Abstrak

Besarnya konsumsi daging babi di Indonesia dan harganya yang relatif lebih murah menjadikan adanya pemalsuan daging melalui pencampuran daging babi pada produk olahan daging utamanya bakso. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi Analitis. Variabel yang diamati adalah karakteristik fraksi protein. Data yang diambil selama penelitian meliputi rekaman hasil pemotretan dari analisis dengan metode SDS-PAGE. Data dihitung dengan regresi linier dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa protein yang hilang akibat proses pembuatan bakso diantaranya : desmin, tropomiosin 1, myosin rantai

ringan (LC1), troponin 1 dan troponi T. Ada tiga pita protein yang yang terdeteksi tebal pada 100% bakso daging sapi namun hanya terdeteksi tipis saat disubstitusi daging babi. Pita protein tersebut adalah protein tak diketahui dengan BM 75,98 KD, aktin dengan BM 46,37 KD dan troponin T dengan BM 39,33 KD. Perbedaan spesifik pada bakso daging sapi adalah adanya protein troponin T yang terdapat dalam jumlah tebal (banyak), sedangkan pada tingkat substitusi daging babi 25%, 50% dan 100% protein tersebut terdeteksi tipis (sedikit). Kesimpulan penelitian ini bahwa adanya daging babi pada bakso bisa dideteksi dengan menggunakan SDS-Page. Keberadaan pita protein

troponin T akan semakin menurun pada tingkat substitusi daging babi 25%, 50% dan 100%. Kata-Kata Kunci : Bakso daging Babi, SDS-Page

PENDAHULUAN

Daging babi banyak dikonsumsi dalam bentuk daging olahan seperti steak, sosis, hamburger, nugget, bakso dan lain-lain. Bakso merupakan produk olahan daging yang paling banyak dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari anak-anak, orang dewasa hingga manusia lanjut. Rasanya lezat, bergizi tinggi dan dapat dikonsumsi dalam keadaan apapun serta sangat mudah diterima oleh siapa saja (Wibowo, 2001). Namun akhir-akhir ini banyak pemalsuan dengan cara mencampur daging babi kepada konsumen muslim hanya demi alasan komersial untuk mengambil lebih banyak untung. Identifikasi pemalsuan bakso dari daging babi selama ini lebih banyak dilakukan dengan uji imunologi dan DNA serta kromatografi. Teknik-teknik tersebut membutuhkan tingkat keterampilan dan biaya yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan alternatif metode yang lebih mudah dan murah, salah satunya adalah dengan penggunaan teknik SDS-PAGE.

SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel

Electrophoresis) merupakan metode yang digunakan untuk

memisahkan protein berdasarkan ukuran berat molekulnya (Davidson.org, , 2003). Sedangkan pengertian SDS menurut Dharmawati (1995) adalah detergen yang mempunyai muatan negatif yang sangat besar sehingga SDS akan mengikat muatan positif dari protein dan dengan demikian mengakibatkan pergerakan protein kearah elektroda positif. Teknik ini telah terbukti mampu mendeteksi fraksi protein dalam konsentrasi kecil.

Perlakuan panas pada daging dapat menyebabkan denaturasi protein daging yang juga berpengaruh terhadap fraksi protein didalamnya. Tingkat pemanasan yang berpengaruh terhadap protein myofibril berbeda-beda. Tingkat pemanasan yang berpengaruh terhadap protein myofibril berbeda-beda. Filamen tebal dan tipis serta jalur Z bereaksi pada kisaran 40oC - 80oC, α-aktinin bersifat labil dan insoluble pada kisaran 50oC, myosin pada kisaran 55oC, aktin pada kisaran 70oC – 80oC, tropomosin dan troponin lebih dari 80oC (Cheng and Parrish, 1972 ; Susilo, 2003). Denaturasi titin pada kisaran 73oC (Fritz et. al., 1992 ; Susilo, 2003) dan protein sarkoplasma pada kisaran 65oC (Laakkonen, 1973 ; Susilo, 2003) sedangkan nebulin stabil hingga suhu 80oC (Locker, 1984 ; Susilo, 2003). Perubahan kolagen mulai terjadi pada kisaran suhu 65oC (Laakkonen, 1973 ; Susilo, 2003). Titin mulai mengalami denaturasi pada kisaran 75,6oC (74,1 oC – 78,5 oC) (Edwards et. al., 2002 ; Susilo, 2003).

Adanya fraksi-fraksi protein dalam daging babi yang stabil terhadap panas dan tidak terdegradasi merupakan acuan dalam karakterisasi protein daging babi sebagai upaya mencegah timbulnya pemalsuan produk daging. Berdasarkan uraian tentang fraksi protein diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang fraksi protein daging babi pada pembuatan bakso.

(2)

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010

2

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Watu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium Sentral dan Teknologi Pangan Universitas Brawijaya Malang pada tanggal 2 Januari sampai 14 Pebruari 2004.

Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi dan daging babi segar yang diambil di bagian

longissimus dorsi yang diperoleh dari pasar besar kotamadya

Malang serta bakso daging yang dibuat dari daging sapi, daging babi, tapioka, sodium tripolyphospat (STTP), bawang putih, garam dan es batu.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis sampel adalah : 0,1M KCL, 0,04M Tris-base, 1% Triton X-100, Alkohol 70%, 1M Tris-HCL (pH 8,8), 1M Tris-HCL (pH 6,8), 30% bis acrilamid, Gliserol 50%, Glisin, 2-mercaptoetanol,

Bromophenol blue 1%, dd H2O, HCL, SDS 10%, TEMED, APS, Coomasie Blue Stain (R-250) dan marker protein produksi MBI Fermentans dengan BM : 116,0 KD, 66,2 KD, 45,0 KD, 35,0 KD, 25,0 KD, 18,4 KD dan 14,4 KD.

Alat-alat yang digunakan adalah : meat grinder, blender, kompor, panic, thermometer, waterbath, plastic, pisau, sendok makan, telenan, timbangan analitik, mortar porselin berpendingin, seperangkat alat elektroforesis Bio-Rad (7045) model mini-protein 112 – D cell, alat sentrifugasi Bench top

refrigerated microlitre centrifuge model Hettich mikro 22 R Sentrifuce, Spectrophotometers (Genesys TM 10 Series), Stirer, vortex, beaker glass 150 ml, tabung mikro merk eppendorf dan Hamilton Syringe 20 µl dan 50 µl.

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-eksperimental dengan rancangan Studi Analitis yaitu dengan mengukur variable-variabel dan menggunakan model seperti pada desain percobaan (Nazir, 1999). Perlakuan yang digunakan ; pertama adalah pemanasan 90oC selama 15 menit pada daging sapi dan daging babi segar untuk mengetahui perbandingan perubahan karakteristik fraksi protein yang terjadi, baik pada daging segar, setelah direbus dan pada saat disubstitusikan ke dalam bakso. Perlakuan kedua adalah substitusi daging babi dengan daging sapi kedalam bakso masing-masing adalah 0% : 100% (P1), 25% : 75% (P2), 50% : 50% (P3) dan 100% : 0% (P4). Variable yang diamati adalah karakteristik fraksi protein.

Prosedur Penelitian - Persiapan

Pengambilan sampel dilakukan di pasar besar Kotamadya Malang. Daging babi dan daging sapi yang akan diuji di ambil dibagian longissimus dorsi. Daging dibersihkan dari lemak dan kulit, kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Satu bagian pengujian sampel segar, satu bagian untuk sampel yang diberi pemanasan 90oC selama 15 menit dan satu bagian lagi untuk pencampuran dalam pembuatan bakso. - Pembuatan Bakso

Pembuatan bakso daging yang dilakukan dalam penelitian menurut Widyastuti (1999) yang telah dimodifikasi adalah sebagai berikut :

1. Penggilingan setengah halus dengan meat grinder 2. Daging giling ditambah dengan tapioca 15%, sodium

triphosfat 0,25%, bawang putih 2,25, garam 2% dan es batu 20%.

3. Homogenisasi daging giling dengan menggunakan

blender

4. Adonan dicetak bulat-bulat kemudian direbus pada 90oC masing-masing selama 25 menit.

Komposisi bakso daging yang dibuat pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Komposisi bakso daging

Bahan Jumlah (gram)

P1 P2 P3 P4 Daging sapi 60,7 45,525 30,35 0 Daging babi 0 15,175 30,35 60,7 Tapioka 15 15 15 15 STTP 0,25 0,25 0,25 0,25 Bawang Putih 2,25 2,25 2,25 2,25 Garam 2 2 2 2 Air es 20 20 20 20 Jumlah 100 100 100 100

Sumber : Widyastuti (1999) yang dimodifikasi

Pengujian Sampel

Bakso yang telah dibuat akan diuji sebagai berikut :

1. Isolasi Protein Myofibril : dilakukan dengan menggunakan metode ektraksi (Djagal, 1990)

2. Karakteristik fraksi protein : sampel dianalisis dengan menggunakan SDS-PAGE (Widyarti, 2003)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan adanya fraksi protein pada masing-masing sampel. Pola protein yang terbentuk baik pada sampel daging segar, rebus maupun pada bakso dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

(3)

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010

3

Keterangan :

Kolom 1 : Daging Sapi segar 1 Kolom 5 : Daging Sapi Rebus 1 M : Marker Kolom 2 : Daging Sapi segar 2 Kolom 6 : Daging Sapi Rebus 2

Kolom 3 : Daging Babi segar 1 Kolom 7 : Daging Babi Rebus 1 Kolom4 : Daging Babi segar 2 Kolom 8 : Daging Babi Rebus 2

Gambar 1. Elektroforegram sampel daging

Keterangan :

Kolom 1 : 100% Bakso sapi 1 Kolom 5 : 25% babi : 75% sapi (1) M : Marker Kolom 2 : 100% Bakso sapi 2 Kolom 6 : 50% babi : 50% sapi (1)

Kolom 3 : 100% Bakso Babi 1 Kolom 7 : 25% babi : 75% sapi (2) Kolom4 : 100% Bakso Babi 2 Kolom 8 : 50% babi : 50% sapi (2)

Gambar 2. Elektroforegram sampel bakso daging

116.0 KD 66,2 KD 45.0 KD 35.0 KD 25.0 KD 18.4 KD M 8 7 6 5 4 3 2 1 116.0 KD 116.0 KD 60.2 KD 45.0 KD 35.0 KD 25.0 KD M 1 2 3 4 5 6 7 8

(4)

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010

4

Perbedaan pola protein pada masing-masing sampel yang diteliti baik daging dalam keadaan segar, setelah perebusan maupun setelah dibuat menjadi bakso dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tingkat ketebalan maupun jumlah pita-pita protein yang muncul. Berdasarkan gambar 1, jumlah protein yang muncul pada sampel daging sapi segar (kolom 1 dan 2) sebanyak 15, sampel daging babi segar (kolom 3 dan 4 ) sebanyak 14, sampel daging sapi rebus (kolom 5 dan 6) sebanyak 11 dan sampel daging babi rebus (kolom 7 dan 8) sebanyak 11 pita protein. Berdasarkan gambar 2, jumlah protein yang muncul pada masing-masing sampel bakso adalah 5 pita protein. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembuatan bakso, sebagian protein miofibril hilang akibat dari proses penghancuran daging serta panas yang dihasilkan.

Karakteristik fraksi protein daging sapi dan babi segar maupun rebus

Berat molekul (BM) protein dari masing-masing sampel yang berupa daging segar maupun rebus dapat diketahui dengan menentukan kurva standar protein dan nilai Rf. Berdasarkan BM yang telah diketahui, maka perkiraan fraksi protein yang terkandung dalam masing-masing sampel daging sebelum diolah menjadi bakso dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perkiraan fraksi protein pada sampel daging sapi dan babi segar serta setelah mengalami perebusan

Keterangan :

- : tidak terdeteksi ++ : terdeteksi tebal + : terdeteksi tipis +++ : terdeteksi sangat tebal

Table 2 menunjukkan bahwa fraksi protein yang diperoleh mempunyai berat molekul (BM) dibawah 120 kilo Dalton (KD). Hal ini menunjukkan bahwa protein yang terdeteksi adalah protein myofibril yang terdapat dalam filamen tipis. Raharjo (1999) menyatakan bahwa filamen tipis tersusun tiga macam protein yaitu aktin, tropomiosin dan troponin.

Aktin mempunyai berat molekul sekitar 70 KD (Lawrie,

1995). α-aktinin mempunyai BM 102 KD, troponin dengan BM 40 KD dan tropomiosin dengan BM 34 KD – 35 KD (Koohmarie, 1999 ; Kerth, 2002).

Miosin yang merupakan filamen tebal tidak terdeteksi. Berat

molekul (BM) protein miosin adalah sekitar 500 kilo dalton (KD). Oleh karena pada penelitian ini konsentrasi separating

gel yang dipakai adalah 10% maka protein tersebut tidak

terdeteksi. Neurath, et. al, (1975) menyatakan bahwa konsentrasi 10% gel akrilamid baik digunakan untuk separasi fraksi yang mempunyai BM 10 – 70 KD.

Miosin rantai ringan (LC1) dengan BM 25,34 KD terdeteksi

tebal pada masing-masing sampel segar. Sedangkan pada sampel rebus, protein tersebut terdeteksi tipis. Belum ada penelitian yang menunjukkan pada kisaran suhu berapa protein ini dapat terdenaturasi, Cheng and Parrish (1972) dalam Susilo (2003) menyatakan bahwa filamen tebal dan tipis seta jalur Z terdenaturasi pada kisaran 40oC – 80oC. Miosin rantai ringan (LC1) merupakan polipeptida dengan

BM 16 – 21 KD yang menyusun bagian kepala miosin (Raharjo, 1999).

Fraksi protein daging sapi dan babi segar

Pola protein pada gambar 1, kolom 1-4 menunjukkan bahwa daging babi segar mempunyai ciri protein yang spesifik dibandingkan dengan daging sapi segar. Hal ini dapat dilihat dari ketebalan dan jumlah protein yang muncul pada masing-masing sampel. Pita-pita protein pada daging babi terlihat lebih tebal dari pita protein daging sapi. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pita protein yang terbentuk pada sampel daging babi segar mempunyai ketebalan tinggi, sapi mempunyai ketebalan sedang dan kambing mempunyai ketebalan kurang (Dharmawati, 1995).

Berdasarkan pola protein pada gambar 1, kolom 1-2 dapat diketahui bahwa diantara fraksi protein yang terdeteksi tebal pada sampel daging babi segar namun tipis pada sampel daging sapi segar adalah protein tak diketahui dengan BM 116,47 KD, desmin dengan BM 54,45 KD dan Troponin T dengan BM 40,67. Perbedaan pita protein dapat terlihat juga dari jumlah pita protein yang terdeteksi pada masing-masing sampel. Pada sampel daging babi segar terdapat protein tak diketahui yang mempunyai BM 112,13 KD yang itu tidak terdeteksi pada sampel daging sapi segar. Hal ini dapat dilihat dari pola protein pada gambar 1, kolom 3-8.

Fraksi protein daging sapi dan babi rebus

Gambar 1 memperlihatkan bahwa secara umum jumlah dan ketebalan pita protein berkurang setelah dilakukan perebusan pada daging. Perebusan yang dilakukan menyebabkan protein terdegradasi hingga terlarut dalam air hasil rebusan. Pada sampel daging rebus, terdapat pita protein tak diketahui dengan BM 116,47 KD yang semula terdeteksi pada sampel daging babi segar namun tidak terdeteksi lagi pada sampel daging babi rebus. Pita protein tersebut terdegradasi dan terlarut pada perebusan suhu 90oC selama 15 menit. Hal ini berarti pita protein tersebut hanya spesifik membedakan antara daging babi dan daging sapi dalam keadaan segar.

No Protein BM

(KD)

Sampel segar Sampel rebus Sapi Babi Sapi Babi 1. Unknown Protein 112,13 - ++ - - 2. α-aktinin 102,05 +++ +++ ++ + 3. Desmin 54,45 + +++ - + 4. Aktin 44,74 +++ +++ + ++ 5. TroponinT 40,67 ++ +++ + + 6. Tropomiosin 1 36,31 +++ +++ + - 7. Tropomiosin 2 33,39 +++ +++ ++ ++ 8. (LC1) 25,34 +++ +++ ++ + 9. Troponin I 24,19 ++ ++ ++ + 10. Troponin C 20,99 +++ +++ + +

(5)

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010

5

Pola protein pada gambar 1, kolom 7-8 menunjukkan bahwa daging babi rebus mempunyai ciri spesifik yaitu terdapatnya pita protein desmin yang mempunyai BM 54,45 KD. Pita protein tersebut tidak terdeteksi pada daging sapi rebus. Lawrie (1995) menyatakan bahwa desmin merupakan protein yang terlibat dalam pembentukan kisi-kisi garis-Z dan bertanggungjawab dalam memelihara kelurusan

sarkomer yang berdekatan. Protein pada garis-Z terdenaturasi oleh panas pada kisaran suhu 40oC – 80oC (Cheng and Parrish, 1972 ; Susilo, 2003).

Perbedaan lainnya adalah tidak terdeteksinya protein

tropomiosin 1 dengan BM 36,31 KD pada sampel daging

babi rebus, sedangkan pada daging sapi rebus, protein tersebut terdeteksi tipis. Hal ini dapat dilihat sesuai dengan pola protein pada gambar 1, kolom 5-6. Tropomiosin meliputi 8-10 persen dari protein myofibril yang mengandung asam amino yang bersifat asam dan basa dalam jumlah tinggi (Soeparno, 1992). Raharjo (1999) menyatakan bahwa tropomiosin bergabung dengan F-aktin membentuk

helik. Protein ini terdenaturasi oleh panas pada suhu diatas

80oC (Fritz, et. al., 1992 ; Susilo, 2003). Kedua protein tersebut dapat dijadikan penanda untuk membedakan antara daging babi dan daging sapi yang telah mengalami proses perebusan. Perbedaan yang terdeteksi pada penelitian ini hanya bersifat kualitatif.

Karakteristik Fraksi Protein Bakso Daging

Pada penelitian sampel bakso, konsentrasi akrilamid (separating sel) yang digunakan adalah 12,5%. Hal ini dilakukan setelah melihat hasil pita protein yang terbentuk pada konsentrasi 10% ternyata tidak cukup jelas. Sumitro (1996) menjelaskan bahwa konsentrasi separating gel 10-15% optimum digunakan pada berat molekul yang berkisar 10 KD – 80 KD.

Semakin tinggi konsentrasi gel yang digunakan maka pori-pori yang terbentuk pada gel poliakrilamid semakin kecil. Protein yang dapat melewatinya adalah protein yang mempunyai berat molekul lebih kecil, artinya protein daging yang terdapat di dalam sampel bakso secara umum mempunyai berat molekul lebih kecil dari pada daging dalam bentuk segar sebelum diolah. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh proses penghancuran daging pada pembuatan bakso yang menyebabkan sebagian protein daging mengalami kerusakan dan hilang serta kelarutannya yang meningkat pada saat direbus. Pola protein pada sampel bakso yang didapat dari penelitian kali ini dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2 menunjukkan adanya perbedaan ketebalan pita-pita protein yang terdapat pada masing-masing sampel bakso yang disubstitusi daging babi, namun belum menunjukkan adanya perbedaan jumlah pita-pita protein yang terdeteksi. Berat molekul pada masing-masing sampel dapat diketahui dengan menentukan kurva standar protein dan nilai Rf. Perkiraan protein yang tekandung dalam sampel bakso berdasarkan BM nya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perkiraan fraksi protein pada sampel daging sapi dan babi serta campuran keduanya

Keterangan :

- : tidak terdeteksi ++ : terdeteksi tebal + : terdeteksi tipis +++ : terdeteksi sangat tebal

Pola protein pada gambar 2 yang secara rinci dideskripsikan pada table 2 menunjukkan bahwa ada 3 pita protein yang terdeteksi banyak pada sampel 100% bakso daging sapi namun hanya terdeteksi tipis pada sampel bakso yang disubstitusi daging babi. Pita protein tersebut antara lain : pertama adalah pita protein tak diketahui yang mempunyai BM 75,98 KD, pita protein ini terdeteksi tipis pada tingkat substitusi 50% dan 100% daging babi. Kedua adalah aktin dengan BM 46,37 KD, protein ini terdeteksi tipis pada substitusi 25% dan 100% daging babi sedangkan pada substitusi 50% sampel satu protein tersebut terdeteksi tebal. Ketiga adalah troponin T, perbedaan terlihat jelas pada tingkat ketebalan masing-masing sampel. Pita protein ini terdeteksi tipis seiring dengan peningkatan substitusi daging babi sebesar 25%, 50% dan 100%. Hal ini menunjukkan bahwa troponin T hanya terdapat banyak pada bakso daging sapi. Cheng and Parrish (1972) dalam Susilo (2003) menyatakan bahwa troponin terdenaturasi oleh panas pada suhu lebih dari 80oC. troponin mengandung asam amino aromatik dan protein dalam jumlah tinggi dan berfungsi meningkatkan daya ikat aktin-tropomiosin (Soeparno, 1992). Penelitian ini tidak menunjukkan adanya akumulasi protein pada substitusi daging babi ke dalam bakso daging sapi. Protein-protein yang semula terdeteksi pada sampel daging segar dan rebus tidak terdeteksi lagi pada sampel bakso daging. Protein-protein tersebut adalah desmin, tropomiosin

1, myosin rantai ringan (LC1), troponin I dan troponi C.

protein desmin yang semula hanya terdeteksi pada daging sapi rebus ternyata tidak terdeteksi lagi pada sampel bakso yang telah disubstitusi. Demikian juga dengan tropomiosin 1 yang semula hanya terdeteksi pada daging babi rebus ternyata tidak terdeteksi lagi pada sampel bakso yang telah disubstitusi.

Protein-protein tersebut terdegradasi pada saat penggilingan daging. Wibowo (2001) menyatakan bahwa penggilingan daging bertujuan memecah dinding sel serabut otot sehingga

aktin dan miosin yang merupakan pembentuk tekstur bakso

dapat diambil sebanyak mungkin. Perubahan struktur fisik daging yang menjadi lebih terbuka akibat prosessing menyebabkan protein myofibril khususnya protein pengatur

No Protein BM (KD) 100% Sapi 100% Babi 25% Babi : 75% Sapi 50% Babi : 50% Sapi 1. Unknown Protein 129,45 ++ ++ ++ ++ 2. α-aktinin 105,9 ++ ++ ++ ++ 3. Unknown Protein 75,98 ++ + ++ + 4. Aktin 46,37 ++ + + ++ 5. Troponin T 39,33 ++ + + +

(6)

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010

6

akan mudah larut ke dalam rebusan. Hal ini juga merupakan penyebab jumlah fraksi protein myofibril yang terdeteksi pada sampel bakso lebih sedikit bila dibandingkan pada sampel daging segar dan daging rebus.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Daging babi segar mempunyai pita protein lebih tebal

dari pada daging sapi segar dan terdapat pita protein tak diketahui dengan berat molekul (BM) 112,13 KD yang tidak terdapat pada daging sapi segar.

2. Pemanasan pada suhu 90oC selama 15 menit menyebabkan penurunan ketebalan dan hilangnya beberapa pita protein pada maasing-masing sampel. Daging babi rebus mempunyai ciri spesifik yaitu terdapatnya pita protein desmin dangan BM 54,45 KD yang tidak terdeteksi pada sampel daging sapi rebus. Perbedaan kedua adalah tidak terdapatnya pita protein

tropomiosin 1 dengan BM 36,31 KD pada daging babi

rebus, sedangkan pada daging sapi rebus, protein tersebut terdeteksi.

3. Beberapa protein yang hilang akibat proses pembuatan bakso adalah desmin, tropomiosin 1, myosin rantai ringan (LC1), troponin I dan troponin T. Perbedaan

spesifik pada bakso daging sapi murni adalah adanya protein troponin T yang terdapat dalam jumlah banyak, sedangkan pada tingkat substitusi daging babi 25%, 50% dan 100% protein tersebut terdeteksi sedikit. Hal ini berarti adanya daging babi pada bakso dapat dilihat dari tingkat ketebalan pita protein troponin T yang menurun seiring dengan peningkatan substitusi daging babi pada bakso tersebut.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencoba metode ini pada sampel makanan selain bakso seperti steak, sosis,

hamburger, nugget dan lain nya.

REFERENSI

Davidson, org., 2003. SDS-PAGE (Polyacrylamide Gel Electroforesis).

http://www.davidson/edu/academic/biology/SDSPAG E.html. diakses : 24 april 2007.

Dharmawati, ayu, A.A., 1995. Membedakan protein daging sapi, babi, kambing, unggas segar dan rebusannya dengan metode SDS PAGE. Makalah seminar Nasional XII Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler Indonesia, Denpasar 17-18 Nopember.

Djagal, W. M., 1990. Studies on keeping Quality and Freshness of the marine products. Thesis, Faculty of Applied Biological Sciendes Hiroshima University. Japan.

Kerth, Crish, 2002. Muscle food and applied muscle biology. www.ag.auburn.edu/-ckerth. Diakses : 29 maret 2007. Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Edisi kelima. Diterjemahkan oleh Parakkasi, A. UI-Press. Jakarta. Nazir, M., 1999. Metode Penelitian. Cetakan ke empat.

Ghalia Indonesia. Jakarta.

Neurath, H. Hill, Robert, I. and Boeder, C. L., 1975. The Proteins. Third edition; Volume 1. Academic Press. New York-San Fransisco-London.

Raharjo, S. 1999. Struktur otot dan perubahan otot setelah postmortem. Handout mata kuliah Teknologi Daging dan Ikan. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sumitro, S. B., dkk, 1996. Kursus Teknik-Teknik Dasar Analisis Protein dan DNA. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. Malang.

Soeparno, 1992. Ilmu Daging. UGM-Press. Yogyakarta. Susilo, A., 2003. Karakteristik Fisik, Ultrastruktur, dan

Komposisi Kimia Daging Beberapa Bangsa Babi. Tesis. Fakultas Peternakan Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

, 2003. Pengenalan Beberapa Teknik Identifikasi Daging. Makalah Seminar dan Diklat Nasional Daging Halal 2003. BEM Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Swatland, H. J. 1984. Structure and development of meat animal. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Wibowo, S., 2001. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Cetakan kedelapan. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Widyastuti, E. S, 1998. Morfologi dan tekstur bakso daging sapi dengan bahan pengisi tapioka dan pati kentang modifikasi. Tesis. Fakultas Peternakan Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang.

Widyarti, S., 2003. Petunjuk Praktikum Biokimia Teknik, Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. Malang.

(7)

JURNAL TERNAK Vol. 01 No.01 Th.2010

7

Soedarsan, A. M., A. Rifai, 1975. Lima Puluh Gulma di Perkebunan. Lembaga Biologi Nasional. Gabungan Perusahaan Perkebunan Jawa Timur Bekerjasama dengan Balai Perkebunan Bogor.

Soetanto, H dan I. Subagio, 1981. Ilmu Tanaman Makanan Ternak Bagian Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Brawijaya, Malang.

‘t Mannetje. L. 1978. Measurement of Grassland Vegetation and Animal Production Bulletin 52. Commewealth Bureau of Pastures and Vield Crops, Wurley, Berkshire, England.

Gambar

Tabel 1. Komposisi bakso daging
Gambar 1. Elektroforegram sampel daging
Tabel  2.  Perkiraan  fraksi  protein  pada  sampel  daging  sapi  dan babi segar serta setelah mengalami perebusan
Gambar  2  menunjukkan  adanya  perbedaan  ketebalan  pita- pita-pita protein yang terdapat pada masing-masing sampel bakso  yang  disubstitusi  daging  babi,  namun  belum  menunjukkan  adanya  perbedaan  jumlah  pita-pita  protein  yang  terdeteksi

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan untuk membuat minuman serbuk instan terdiri dari.. bahan dasar dan

Berdasarkan hasil dari penelitian dapat dijelaskan bahwa terdapat pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap return saham yang dibuktikan dengan hasil dari

[r]

Penelitian ini menjelaskan tentang propaganda Amerika Serikat terhadap Tiongkok melalui film Contagion.Tiongkok sebagai negara yang memiliki hegemoni yang besar di

Nakakasira ng katawan ang patuloy ng pag-inom ng alak lalo na sa mga kabataan. Ito ay paglaki ng tiyan o tinatawag na beer belly. Madalas na umiinom ng alak ang mga kabataan dahil

Ditinjau dari perbaikan sifat fisika dan kimia tanah serta hasil biji kering kedelai, aplikasi formula pembenah tanah alternatif Biochar SP50 Submikron dan Volkanorf K424

Kekhawatiran kedua istri ini sebenarnya tidak perlu ada, karena aturan hukum yang berlaku di Indonesia sudah menjelaskan bahwa “bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang,

Fluktuasi yang terjadi di atas pada bank Mega Syariah tentunya bukan karena bank tidak produktif tetapi fluktuasi tersebut terjadi karena beberapa faktor yang