• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga

Definisi Keluarga

Berdasarkan undang-undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang telah disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemelihara kebudayaan bersama.

Menurut Kertamuda (2011) bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat kecil yang penting dalam membentuk kepribadian serta karakter bagi para anggota keluarganya. Keluarga juga merupakan tempat seseorang untuk bergantung, baik secara ekonomi maupun dalam kehidupan sosial lainnya, serta berperan secara dominan dalam menentukan dan mengambil keputusan. Megawangi (1999) mengartikan keluarga sebagai sebuah sistem sosial yang memiliki tugas atau fungsi agar sistem tersebut dapat berjalan. Adapun tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas serta pemeliharaan keluarga. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi, sosialisasi atau pendidikan, peran seksual dan reproduksi.

Keluarga adalah suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang telah dipersatukan oleh kelahiran, adopsi, perkawinan, dan hidup bersama dalam sebuah rumah tangga (Saxton 1990). Menurut Knox (1985), keluarga merupakan karakteristik dari group sosial di suatu tempat tinggal umum (pasangan hidup bersama), kerja sama ekonomi (pasangan berbagi uang dan tugas-tugas), dan reproduksi seksual (pasangan memiliki atau mengadopsi anak). Burgess Locke (1960) menyatakan bahwa keluarga memiliki empat karaktyeristik keluarga yaitu (1) Keluarga disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi, (2) Seluruh anggota keluarga hidup bersama di bawah satu atap, (3) Keluarga saling berinteraksi dan berkomunikasi yang menghasilkan peran-peran sosial, dan (4) Keluarga merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum.

(2)

Pendekatan Teori Struktural-Fungsional

Pendekatan struktural fungsional merupakan salah satu pendekatan teori sosiologi yang telah diterapkan dalam institusi keluaraga. Selain pendekatan ini, adapula pendekatan teori lain seperti teori interaksi simbolik, teori pertukaran sosial, teori ekologi keluarga, teori sitem, teori konflik sosial, dan teori perkembangan keluarga (Klein and White 1996). Megawangi (1999) menyatakan bahwa pendekatan struktural fungsional merupakan pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam suatu institusi keluarga, Pendekatan ini telah mengakui banyaknya keragaman di dalam suatu kehidupan sosial. Keragaman ini adalah sumber yang utama yang merupakan bagian dari struktur masyarakat yang pada akhirnya muncullah keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Struktur dan fungsi ini dipengaruhi oleh budaya, norma, serta nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu.

Menurut Megawangi (1999), pendekatan teori ini mengakui adanya keragaman dalam suatu kehidupan sosial lalu diakomodasi kedalam fungsi yang sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Pada pendekatan struktural fungsional lebih menekankan pada kesimbangan sistem sosial dalam masyarakat serta keseimbangan sistem yang stabil dalam suatu keluarga. Pada konteks keluarga, penerapan teori struktural fungsional dalam konteks keluarga dapat terlihat dari struktur dan aturan yang telah diterapkan. Struktur di dalam sebuah keluarga dapat menjadikan institusi keluarga sebagai suatu sistem kesatuan. Maka dari itu, terdapat beberapa elemen penting dan utama dalam struktur internal keluarga yang saling berhubungan, diantaranya yaitu:

1. Status sosial: Keluarga inti memiliki tiga struktur utama yakni suami/bapak (pencari nafkah), istri/ibu (ibu rumahtangga), dan anak-anak (balita, anak sekolah, remaja, dll).

2. Fungsi sosial: Konsep dari peran sosial yaitu mendeskripsikan peran dari masing-masing individu atau kelompok berdasarkan status social.

3. Fungsi instrumental: Secara primer terdapat hubungan yang sangat berkaitan antara keluarga dengan situasi eksternal serta penetapan hubungan keluarga.

4. Fungsi ekspresif: Berkaitan dengan solidaritas keluarga, hubungan internal antar anggota keluarga, serta pemenuhan kebutuhan emosional-afeksional anggota keluarga.

(3)

5. Norma sosial: Sebuah peraturan yang menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku dengan sebaiknya dalam kehidupan sosial.

Selain itu, terdapat pula prasyarat dalam teori struktural fungsional yang sangat diperlukan untuk mencapai keseimbangan sistem baik dalam tingkat masyarakat maupun ditingkat keluarga. Menurut Levy (Megawangi, 1999), persyaratan struktural yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh keluarga agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yakni meliputi :

1. Diferensiasi peran, yakni pembagian atau pengalokasian tugas serta aktivitas yang harus dilakukan dalam sebuah keluarga. Terminologi diferensiasi peran dapat mengacu pada umur, generasi, gender, serta posisi status politik dan ekonomi dari masing-masing aktor.

2. Alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota keluarga berdasarkan cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan mendeskripsikan hubungan antar anggota. Misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relatif terhadap relasi lainnya. Misalnya hubungan antara bapak dan anak lelaki mungkin lebih utama daripada hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan.

3. Alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga. Diferensiasi tugas juga terdapat dalam hal ini terutama hal produksi, distribusi, serta konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga.

4. Alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan pendistribusian kekuasaan pada tingkat tertentu seperti distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga.

5. Alokasi integrasi dan ekspresi, yaitu meliputi teknik atau cara sosialisasi internalisasi serta pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku.  

(4)

Peran dan Fungsi Keluarga

Menurut Kammeyer (1987), peran merupakan persepsi tingkah laku interpersonal yang dikaitkan dengan pengakuan masyarakat akan diri seseorang. Peran juga diartikan sebagai aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan oleh seseorang yang sesuai dengan kedudukan atau jabatannya.

Setiap keluarga memiliki tujuan yang ingin dicapai agar dapat terwujudnya keluarga yang sejahtera baik sejahtera lahir ( fisik dan ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spritual, dan mental). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1996) mengemukakan ada delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yang terdiri atas fungsi:

a) Fungsi Keagamaan, keluarga diharuskan memberikan dorongan kepada seluruh anggota keluarga agar dalam kehidupan keluarga bersemai nilai-nilai agama dan nilai-nilai-nilai-nilai luhur budaya bangsa satu sama lain yang dapat membentuk diri menjadi insan-insan agamais yang bertakwa dan beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b) Fungsi Sosial Budaya yaitu dengan memberikan kesempatan keluarga dan seluruh anggotanya agar dapat mengembangkan kebudayaan dan kekayaan bangsa yang beraneka dalam satu kesatuan.

c) Fungsi Cinta Kasih, dimana keluarga dapat memberikan landasan yang kokoh terhada hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anaknya, anak dengan anaknya dan hubungan kekerabatan antar generasi sehingga menjadikan keluarga sebagai wadah yang paling utama bersemainya kehidupan yang dipenuhi rasa cinta kasih lahir serta batin. d) Fungsi Melindungi, bertujuan untuk menumbuhkan rasa kehangatan dan

rasa aman.

e) Fungsi Reproduksi adalah suatu mekanisme yang direncanakan untuk melanjutkan keturunan yang dapat menunjang terciptanya kesejahteraan umat manusia di dunia yang penuh iman dan takwa.

f) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, memiliki peran dalam keluarga untuk mendidik keturunan agar dapat menyesuaikan dengan alam kehidupan dimasa depan.

g) Fungsi Ekonomi, merupakan unsur pendukung ketahanan dan kemandirian keluarga.

(5)

h) Fungsi Pembinaan Lingkungan, memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis. Selain itu, menurut Kertamuda (2010) terdapat lima fungsi keluarga yaitu:

1. Mengatur aktivitas seksual.

2. Tempat bersoasialisasi (bermasyarakat) bagi anak. Keluarga merupakan sarana dan tempat pertama anak belajar bersosialisasi.

3. Jaminan dan keamanan secara ekonomi. Keluarga banyak berperan dalam pemenuhan kebutuhan baik kebutuhan keamanan serta kebutuhan finansial seperti makanan, pakaian, perlindungan serta sumber-sumber materi untuk kelangsungan hidup.

4. Pemberi dukungan emosional. Keluarga merupakan kelompok utama yang memiliki peranan penting karena dapat memberikan cinta, dukungan, dan kebutuhan emosional sehingga membuat anggota keluarga merasa terpenuhi kebutuhannya dan pada akhirnya dapat membuat mereka sehat, bahagia, serta aman.

5. Tempat status sosial. Kelas sosial dapat dikategorikan dengan tingkat dalam kemasyarakatan yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan, kekayaan, prestise dan sumber nilai-nilai.

Fungsi keluarga mempengaruhi terwujudnya keluarga yang sehat, adapun tujuh fungsi instrumen keluarga menurut pandangan Soemarno dan Soedarsono (1997), yaitu

1. Fungsi ekonomi sangat penting demi tercapainya kelangsungan dan kesinambungan hidup suatu keluarga.

2. Fungsi sosialisasi dan pendidikan memberikan peran terhadap suatu keluarga untuk mendidik keturunan agar dapat melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan kehidupannya dimasa depan.

3. Fungsi keagamaan mendorong dan mengembangkan keluarga dan anggotanya dalam kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa agar menjadi insan-insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

4. Fungsi Sosial Budaya dapat memberikan kesempatan kepada keluarga dan anggotanya untuk mengembangkan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.

(6)

5. Fungsi cinta kasih dalam suatu keluarga akan memberikan landasan kokoh terhadap hubungan suami dengan istri, orangtua dan anaknya, anak dan anak serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan penuh cinta kasih lahir dan batin.

6. Fungsi melindungi untuk menumbuhkan rasa aman serta kehangatan. 7. Fungsi reproduksi yaitu sebuah mekanisme untuk melanjutkan

keturunan yang telah direncanakan yang dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan takwa.

8. Fungsi pembinaan lingkungan yaitu memberikan keluarga kemampuan agar dapat menempatkan diri secara selaras, serasi, dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

 

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan sebutan untuk warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam status hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun seringkali istilah TKI dikonotasikan sebagai pekerja kasar (Marzuki 2011). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Kerja dan Transmigrasi nomor KEP. 104A/MEN/ 2002 tentang penempatan TKI ke luar negeri adalah Warga Negara Indonesia (WNI) baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur tertentu.

Gender dan Peran Perempuan

Konsep Gender

Handayani dan Sugiarti (2002) mengatakan bahwa gender merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan persepsi serta kehidupan perempuan, membentuk kesadaran, keterampilannya, dan membentuk pula hubungan kekuasan antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah istilah dari psikologis atau budaya bukan konotasi biologis. Jika istilah yang tepat untuk sex adalah laki-laki dan perempuan, yang tepat untuk jenis kelamin adalah maskulin dan feminisme yang mungkin cukup independen dari sex (biologis). Berdasarkan

(7)

model teori Parsons dan Bales dalam Laswell dan Laswell (1987), laki-laki memperoleh memperoleh kekuasan melalui harta sedangkan perempuan memperoleh kekuasan melalui sex (hubungan intim). Konsep gender dari keperempuanan dan kejantanan dan memiliki tiga basis yaitu biologi, perilaku, dan identifikasi diri (Saxton 1990).

Menurut Puspitawati (2009), gender merupakan perbedaan peran, sifat, tugas, fungsi, serta tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang telah dibentuk, dibuat serta dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Konsep gender berdasarkan feminisme bukanlah suatu yang alami atau kodrat namun sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural yang berproses sepanjang sejarah manusia. Secara sosiologis, terdapat dua konsep yang mengakibatkan terjadinya perbedaan perempuan dan laki-laki yaitu pertama konsep nurture yang dimana perbedaan perempuan dan laki-laki merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya sehingga menghasilkan peran serta tugas yang berbeda dan kedua konsep nature yaitu perbedaan perempuan dan laki-laki merupakan kodrat dan harus diterima.

Dukungan Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial karena selalu membutuhkan pertolongan orang lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Ketika orang lain memberikan pertolongan hal tersebut dapat dikatakan sebagai dukungan sosial. Menjalin hubungan dengan orang lain adalah kunci dalam memperoleh dukungan sosial sebagai pemenuhan kebutuhan sosial ((Bowlby 1969, Weiss 1974), diacu dalam Cutrona 1996). Dukungan sosial dapat diperoleh melalui keluarga, masyarakat, maupun dari lembaga-lembaga masyarakat yang berada di lingkungan sekitar. Menurut Firestone dan Weinstein (2008) mengatakan bahwa dalam situasi tertentu keluarga memerlukan tambahan dukungan. Dukungan yang diberikan dapat membantu individu untuk mengelola perubahan yang terjadi pada keluarga mencakup pelayanan seperti bantuan perlindungan, perawatan, serta konseling dan pelatihan. Dukungan sosial merupakan tempat pertukaran pertukaran informasi pada tingkat interpersonal mencakup: (1)

Emotional support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya

dikasihi serta diperhatikan, (2) Esteem support, mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya dihargai dan bernilai, (3) Network support yaitu mengarahkan individu agar percaya bahwa dirinya sebagai bagian dari jaringan

(8)

komunikasi yang melibatkan kewajiban dan pemahaman bersama (Cobbs’s 1976 dalam McCubbin dan Thompson 1988).

Banyaknya dukungan sosial yang diterima anggota keluarga ketika krisis tergantung pada seberapa banyak dukungan yang telah mereka berikan dari satu orang ke orang lain terutama pada saat mengalami krisis. Pasangan yang telah memberikan sangat banyak dukungan pada anak mereka selama dalam proses pengasuhan akan mendapatkan lebih banyak bantuan saat mereka tua (Lee et

al. 1994 dalam Galvin et al. 2003). Komunikasi sebagai jalan penting yang

digunakan untuk berbagi serta menerima kenyamanan atau kesenangan hidup (Galvin et al. 2003), dan sebagai suatu cara dalam mendapatkan dukungan dari anggota kelompok (Cawyer et al. 1995 dalam Galvin et al. 2003).

Menurut McCubbin dan Thompson (1988) bahwa anggota keluarga memperoleh dukungan dari satu sama lain sedangkan unit keluarga dan anggotanya dapat memperoleh dukungan dari kerabat, teman, tetangga, asosiasi kerja, kelompok sosial serta jaringan yang lebih formal lain. Keluarga dan teman berperan dalam memberikan dukungan seoptimal mungkin saat individu membutuhkan dukungan yang lebih banyak. Seseorang yang merasa memiliki banyak dukungan lebih baik dalam penanggulangan terhadap stress, sakit, serta pengalaman yang menyulitkan lainnya (Antonnucci 2001).

Fungsi Dukungan Sosial

Terdapat enam fungsi yang berbeda dari hubungan antara sesama manusia yang disebut “the social provision scale” (Weiss 1974 dalam Cutrona 1996), yaitu :

1. Emotional attachment

Hubungan yang dekat atau karib menyediakan perlindungan serta keamanan.

2. Sosial integration

Perasaan saling memiliki dalam suatu kelompok atau masyarakat yang memiliki kesamaan ketertarikan dan perhatian.

3. Reassurance of worth

Pengenalan keahlian serta kecakapan dari seseorang.

4. Guidance

(9)

5. Reliable alliance

Pengetahuan mengenai orang lain dapat menawarkan bantuan tanpa syarat ketika dibutuhkan.

6. Opportunity to provide nurturing

Perasaan dibutuhkan untuk kesejahteraan orang lain.

Bentuk Dukungan Sosial

Bentuk dukungan sosial yang dibutuhkan menurut Kaplan (Cutrona 1996) terdiri dari:

1. Dukungan Emosional (Emosional Support), seperti rasa cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang berada di sekitar individu.

2. Dukungan Instrumen (Instrumental Support). Bentuk dukungan ini berupa bantuan langsung seperti bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu.

3. Dukungan Penghargaan (Esteem Support). Dukungan ini seperti pujian, penilaian positif terhadap ide-ide orang lain, menghargai perasaan, pikiran, serta tingkah laku orang lain.

4.

Dukungan Informasi (Informational Support) seperti informasi mengenai nasihat, kenyataan, serta penilaian terhadap situasi. Adanya dukungan informasi membuat individu dapat memperoleh dan memiliki pengetahuan dari orang lain.

Komunikasi dan Interaksi

Definisi Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau bisa juga merupakan interaksi antara dua individu atau lebih. Komunikasi dapat dikatakan juga sebagai jembatan penghubung antar individu sehingga dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas kerja Surbakti (2008). Komunikasi yang terbuka dan jelas di antara dua orang dalam suatu hubungan tergantung pada beberapa kualitas. Pola dasar dari mendengarkan dan ekspresi mempengaruhi keterbukaan, kepercayaan, kemampuan untuk percaya, empati dan kemampuan mendengarkan (Laswell dan Laswell 1987). Komunikasi antar manusia dapat didefinisikan satu orang pengirim pesan dan yang lain menerima pesan (Rice 1983). Komunikasi diperlukan dalam lingkungan masyarakat tertentu untuk dapat bertahan hidup karena adanya perubahan dan stabilitas. Komunikasi mengacu

(10)

pada pengirim dan penerima pesan baik melalui kata-kata dan perilaku non verbal yang terjadi dalam konteks sosial (Smart dan Smart 1980). Komunikasi diperlukan dalam suatu keluarga. Proses pengambilan keputusan dan interaksi dalam suatu keluarga sangat memerlukan komunikasi yang baik (Muladsih 2011). Guhardja et al. (1989) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan, dari sipemberi pesan kepada sipenerima pesan dengan cara mempengaruhi individu untuk saling mengerti satu dengan yang lain.

Komunikasi dalam Keluarga

Menata komunikasi dalam kehidupan keluarga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Pendekatakan komunikasi dibedakan menjadi empat komponen yang saling berhubungan dan menunjang keharmonisan suatu keluarga, yaitu: (1) Komunikasi pribadi dengan Tuhan. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang beriman dan bertaqwa, menjalin komunikasi yang baik dengan Tuhan merupakan suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan setiap waktu dan dimanapun dalam menjalani kehidupan keluarga. Komunikasi dengan Tuhan merupakan dasar utama dan penting dalam membentuk dan menata keluarga yang sakinah; (2) Komunikasi antar anggota keluarga inti. Keluarga terdiri dari anggota keluarga (ayah, ibu, anak, dan kerabat), fasilitas (rumah, makanan, minuman, kendaraan, uang, dll) serta ajaran agama yang telah dianut secara turun-temurun dari keluarga sebelumnya; (3) Komunikasi antar keluarga besar. Salah satu dari bentuk komunikasi keluarga yang harus terus dipertahankan yaitu menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan anggota keluarga besar. Hal itu perlu dilakukan agar hubungan keluarga inti dengan keluarga besar semakin erat dan harmonis; dan (4) Komunikasi dengan masyarakat luas. Hubungan komunikasi tidak hanya terbatas kepada hubungan komunikasi antar anggota keluarga saja tetapi adapula hubungan komunikasi dengan masyarakat yang ada di sekitar keluarga. Hubungan komunikasi ini sangat kompleks karena melibatkan banyak orang yang dimana memiliki karakteristik yang sangat beragam. Hubungan komunikasi dengan masyarakat dapat terjalin harmonis apabila suatu keluarga dapat memahami karakteristik serta memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Keharmonisan yang terjadi dalam masyarakat bergantung pada keharmonisan yang terjadi dalam keluarga (Sauri 2008).

Guhardja et al. (1989) menyatakan bahwa keluarga memiliki sistem jaringan interaksi yang bersifat hubungan interpersonal sebab masing-masing

(11)

anggota keluarga memiliki intensitas hubungan satu sama lain dan saling tergantung. Komunikasi yang efektif memberikan kontribusi besar dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari dan pemecahan masalah serta dalam mengambil keputusan.

Interaksi Suami dan Istri

Komunikasi yang terjalin dengan baik antara suami dan istri adalah elemen penting dari kualitas perkawinan. Terdapat tiga jenis komunikasi yang sangat penting dalam hubungan suami-istri yaitu: (1) Open and Honest

Communication, dimana pasangan mengekspresikan perasaan secara tepat

serta tidak mencampuradukkan pesan. Komunikasi dengan tipe ini berkontribusi terhadap hubungan kualitas perkawinan, (2) Supportiveness, yaitu memperlakukan orang yang sedang berbicara dengan memberikan perhatian penuh dan respect. Komunikasi dapat berjalan dengan baik tergantung pada jenis dukungan dan konfirmasi (merespon secara positif), dan studi menunjukkan ketika pasangan yang sudah menikah memperhatikan kualitas komunikasi mereka, kepuasan serta kualitas pernikahan mereka lebih besar (Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987); (3) Self- Disclosure, self-disclosure sama dengan

open and honesty, namun terdapat beberapa elemen perasaan serta emosi yang

lebih kuat. Berbicara mengenai ketakutan, harapan, serta keinganan kepada orang lain merupakan inti dari self-disclosure (Kammeyer 1987). Penelitian Hendrick (1981) dalam Kammeyer (1987) menyatakan bahwa secara umum adanya hubungan positif antara self-disclosure dengan kepuasan perkawinan. Terdapat suatu kesepakatan, yang didukung oleh banyak bukti penelitian, bahwa komunikasi yang baik antara suami dan istri merupakan sebuah elemen penting dalam menentukan kualitas sebuah pernikahan. Sejumlah peneliti telah menunjukan bahwa komunikasi yang efektif mengarah pada kualitas pernikahan yang lebih baik (Lewis and Spanier 1979 dalam Laswell dan Laswell 1987). Pasangan yang memiliki kecakapan berkomunikasi yang baik dapat memerbaiki hubungan mereka. Seiring hubungan yang membaik, pasangan tersebut akan lebih termotivasi untuk memerbaiki komunikasi mereka (Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987).

Kualitas Perkawinan

Menurut Tati (2004), perkawinan adalah perwujudan formal antara pasangan laki-laki dan perempuan yang akan membina suatu rumah tangga dan

(12)

merupakan kodrat yang alami antara dua insan manusia yang berlawanan jenis, serta adanya ketertarikan satu sama lain untuk tujuan. Selain itu perkawinan juga merupakan suatu komitmen terhadap tugas kewajiban dan hak yang harus dilaksanakan oleh suami atau istri. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1, perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai pasangan suami istri dengan tujuan membentuk dan membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia serta kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan merupakan proses institusional dimana secara seremonial laki-laki dan perempuan saling memberi, dan umumnya mempertahankan, hubungan timbal balik yang cocok untuk tujuan mendirikan dan mempertahankan keluarga (Hoult 1969 dalam Laswell dan Laswell 1987). Perkawinan menyiratkan upacara, suatu persatuan dengan sanksi sosial, pengakuan kewajiban kepada masyarakat diasumsikan oleh mereka memasuki hubungan (Burgess dan Locke 1960). Schwartz dan Scott (1994) dalam Tati (2004) mengemukakan bahwa perkawinan sebagai kontrak hukum yang dimana perkawinan diartikan dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dalam konteks hukum dan konteks sosial. Secara hukum, perkawinan adalah perjanjian yang diikat secara hukum atau suatu hubungan kontrak antara dua orang yang telah diakui serta disahkan oleh hukum agama dan hukum Negara. Sedangkan secara sosial, perkawinan adalah hubungan pasangan yang berperilaku untuk hidup bersama tanpa menikah dan sepakat atau setuju menikah yang dimana esensinya sama dengan perkawinan secara hukum.

Kualitas Perkawinan. Elder et al. (1991), menilai kualitas perkawinan dalam batas-batas kepuasan dan kebahagiaan serta ketidakstabilan perkawinan dalam batasan pemikiran, perceraian atau aksi. Kualitas perkawinan dibagi ke dalam tiga bagian, yakni kebahagiaan yang diukur dari besarnya rasa cinta, pengertian, serta hubungan seksual. Kedua, interaksi diukur berdasarkan banyaknya interaksi yang dilakukan bersama pasangan, misalnya makan malam bersama, berekreasi, mengunjungi teman, dan berbelanja. Ketiga, diukur dari konflik yang ada, berkenaan dengan pertengkaran yang terjadi serta disebabkan frekuensi ketidaksepakatan, jumlah aktivitas fisik yang dilakukan pasangan ketika marah (tamparan, dorongan, pukulan), serta tidak adanya pembagian kerja dalam rumahtangga. Maka dari itu, dimensi kualitas perkawinan dibedakan berdasarkan proses dan tujuan.

(13)

Konsep dari dimensi kualitas perkawinan itu sendiri yaitu perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing individu yang perlu disesuaikan, yang dimana penyesuaian dilakukan untuk mencapai keharmonisan. Apabila keharmonisan telah tercapai maka asumsi kebahagiaan tercapai. Dengan kata lain, penyesuaian dan keharmonisan merupakan proses dalam mencapai satu tujuan perkawinan yaitu kebahagiaan dalam kehidupan perkawinan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan perkawinan yaitu latar belakang masa kanak-kanak, usia saat menikah, persiapan yang kosong, kematangan emosional, munculnya kepentingan dan nilai, pertunangan yang panjang, dan pendidikan seks yang memadai. Selain faktor-faktor tersebut, yang mempengaruhi keberhasilan perkawinan juga yaitu faktor yang homogen dan beragam (ras, kelompok etnis, kelas sosial, dominasi, penyerahan, dll) semua berhubungan dengan keberhasilan perkawinan (Saxton 1990).

Kebahagiaan Perkawinan. Kebahagiaan merupakan keadaan subyektif pikiran, perasaan, kondisi serta pengalaman personal. Kebahagiaan perkawinan akan tumbuh terhadap pasangan suami istri apabila dilandasi dengan adanya perasaan cinta dari kedua pasangan, saling menghargai dan menghormati, kasih sayang, adanya kebersamaan, serta adanya pengorbanan untuk pasangan dan keluarga (Ritongga 2007). Olson (2002) mengatakan bahwa kebahagiaan terdiri dari dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi kecocokan, komunikasi, kepribadian, seksualitas dan penyelesaian masalah atau konflik. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi sikap religius, waktu luang, anak, teman, keuangan dan kecenderungan stress.

Susmayanti (1995) menyatakan bahwa skor kebahagiaan perkawinan akan meningkat seiring dengan meningkatnya alokasi pribadi serta waktu luang di dalam keluarga sehingga terdapat perbedaan kebahagiaan perkawinan antara istri yang tidak bekerja dengan istri yang bekerja. Istri yang bekerja sebagai buruh relatif kurang bahagia dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja. Namun, istri yang bekerja di bidang jasa relatif lebih bahagia dibandingkan dengan istri yang tidak bekerja.

Kepuasan Perkawinan. Menurut Duvall dan Miller (1985), karakteristik kepuasan perkawinan meliputi: (1) Ekspresif afeksi yang terbuka satu sama lain, (2) Komunikasi yang bebas dan terbuka antara pasangan, (3) Terjalinnya rasa saling percaya, (4) Tidak ada dominasi antara satu terhadap yang lain, keputusan dibuat bersama (bermusyawarah), (5) Tempat tinggal relatif stabil, (6)

(14)

Hubungan intim yang saling terbuka antara pasangan, (7) Melakukan kegiatan bersama dalam hal aktivitas di luar rumah, dan (8) Penghasilan yang memadai. Rifai mengatakan bahwa adanya pandangan lain yang menyatakan keluarga yang bahagia merupakan keluarga yang memiliki iklim hidup psikologis yang telah memberikan nilai-nilai kepuasan yang sangat mendalam kepada para anggota keluarga, sehingga dirasakan bahwa kepuasan itu diperolehnya dalam situasi yang penuh kehangatan, kegembiraan, nyaman serta penuh rasa aman dan merasa terlindung. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa jika kepuasan terpenuhi maka kebahagiaan pun dapat tercapai (Tati 2004). Tingkat pendapatan dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan karena semakin tinggi pendapatan akan membuat semakin tinggi pula kepuasan perkawinan. Lebih lanjut, semakin tinggi konflik yang terjadi dalam suatu keluarga maka akan semakin menurunkan tingkat kepuasan yang dicapai keluarga (Fitasari 2004).

Referensi

Dokumen terkait

NABI YUNUS NIOME BAU BETE YUNUS DITELAN IKAN BESAR Bahasa Da’a Sultawesi Tengah... NABI YUNUS NIOME BAU BETE YUNUS DITELAN IKAN BESAR Bahasa Da’a Edisi Pertama

Elemen Lembaga yang terlibat dalam sub-elemen kunci adalah Pengusaha perkebunan, hasil elaborasi ini memberikan makna bahwa peran pengusaha perkebunan sangat besar

Progressive Tool atau perkakas tekan adalah perkakas yang dirancang untuk melakukan sejumlah operasi pemotongan atau pembentukan dalam beberapa stasiun kerja pada setiap

wisatawan muda asal Eropa dan Australia tersebut terkadang mem- bawa akibat yang kurang baik bagi wisatawan. Keamanan mereka temyata kurang terjamin. Beberapa pengalaman

Didapati stres kerja memiliki pengaruh negatif atau tinggi tingkat stess yang dialami karyawan semakin menurun kinerja yang dihasilkan begitu juga sebaliknya,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) model problem based instruction dan mind mapping memberikan hasil belajar yang baik (2) ada tidaknya perbedaan hasil

Setelah melakukan penelitian maka peneliti mendapat kesimpulan bahwa praktik jual beli yang terjadi di CV Lintang Semesta Surakarta sudah sesuai dengan hukum Islam jika

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara serum seng dengan jumlah CD4 pada lansia yang tinggal di Panti Jompo, serta untuk mencari prevalensi