1
PERAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT
KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI
IFRS PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA
(BUMN) YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK INDONESIA (BEI)
Meiflowerina1,Yeasy Darmayanti 1, Popi Fauziati 2 1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta 2
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta email: [email protected]
ABSTRACT
In Indonesia, the level of compliance with mandatory disclosure in the State-Owned Enterprises still low. The low level of compliance of mandatory disclosure convergence of IFRS would indicate a lack of application of the principles of corporate governance in State-Owned Enterprises in Indonesia. Thus this study aims to examine how the role of corporate governance on the level of compliance with mandatory disclosure convergence of IFRS on
State-Owned Enterprises in Indonesia. Measuring the level of convergence of IFRS mandatory disclosure compliance in this study using the Deloitte IFRS Presentation and Disclosure Checklist. By using purposive sampling technique, the sample used 6 that State-Owned Enterprises listed on the Indonesia Stock Exchange in 2008-2012. The average level of mandatory disclosure compliance at 70,6%. The results indicate that the number of commissioners and the number of audit committee members have effect on the level of compliance with mandatory disclosure of IFRS convergence, while the proportion of independent commissioner, education background of president commissioner and the proportion of women commissioners are not effect on the level of compliance with mandatory disclosure convergence of IFRS.
Key words: Corporate Governance, the Level of Compliance, Mandatory Disclosure, Convergence of International Reporting Standards, Board Commissioner, Audit Committee
1. Pendahuluan
Mandatory disclosure atau pengungkapan wajib adalah pengungkapan yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya peraturan tentang standar
pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum untuk perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7/1995 tentang Pedoman
Penyajian dari Laporan Keuangan dan
Peraturan No. VIII.G.2/1995 tentang
Laporan Tahunan.
Peraturan ini, diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995 setelah itu diganti dengan keputusan Ketua Bapepam No. Kep-38/PM/1996 yang berlaku untuk seluruh
perusahaan yang telah melakukan
2
Dalam melindungi kepentingan pemegang saham dalam suatu perusahaan, diperlukan
peraturan tentang mandatory disclosure
(pengungkapan wajib). Dengan tanpa peraturan ini, perusahaan tersebut bisa suatu saat menyembunyikan informasi yang paling penting yang seharusnya mereka ungkapkan.
Di Indonesia, tingkat kepatuhan
mandatory disclosure di perusahaan BUMN masih rendah. Rendahnya tingkat
kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS akan menunjukkan kurangnya penerapan dari prinsip-prinsip
corporate governance oleh BUMN di Indonesia (Nafisah, 2011). Mengingat perusahaan BUMN merupakan pemegang peranan yang penting dan berpengaruh terhadap kinerja perekonomian nasional, maka BUMN perlu dikelola secara efektif
melalui prinsip-prinsip Good Corporate
Governance. Pada saat ini, prinsip dari
Good Corporate Governance belum
diterapkan seluruhnya di perusahaan
BUMN.
Pemerintah, dalam hal ini menteri
BUMN, cukup responsif dalam
menghadapi permasalahan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan ditetapkannya Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002
tentang Penerapan Praktik Good Corporate
Governance pada BUMN. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi
Presiden No.5 tahun 2004 yang
menganjurkan agar BUMN mengimple- mentasikan tata kelola perusahaan yang baik (Effendi, 2009). Bagi keberhasilan
implementasi Good Corporate Governance
maka diperlukan struktur dari Corporate
Governance yang diantaranya adalah
jumlah anggota dewan komisaris
(Prawinandi, 2012), proporsi komisaris independen (Nabila dan Daljono, 2013), latar belakang pendidikan komisaris utama
(Suhardjanto.et.al, 2012), proporsi
komisaris wanita (Kaczmarek.et.al, 2012),
dan jumlah anggota komite audit
(Permatasari, 2009).
Dengan adanya stuktur dari
corporate governance diharapkan tata kelola perusahaan akan lebih baik sehingga
tingkat kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari
peran corporate governance yang terdiri
dari jumlah anggota dewan komisaris,
proporsi komisaris independen, latar
belakang pendidikan komisaris utama, proporsi komisaris wanita serta jumlah anggota komite audit terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS pada BUMN yang terdaftar di BEI.
3
Teori Agensi
Teori keagenan didasarkan pada konsep pemisahan antara pemilik dan manajemen perusahaan, baik pemilik ataupun manajemen berusaha memaksi- malkan kepentingannya sendiri (LKDI, 2008). Hal ini menekankan pentingnya pemilik perusahaan yang menyerahkan pengelolaan suatu perusahaan kepada tenaga profesional yang lebih paham tentang bisnis. Teori agensi muncul setelah
fenomena terpisahnya kepemilikan
perusahaan dan pengelolaan khususnya untuk perusahaan yang modern.
Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS
Menurut Anggrahini (2009), ada 2 jenis pengungkapan yaitu pengungkapan
wajib (mandatory disclosure) dan
pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure). Pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (Suwardjono, 2005).
Menurut Suwardjono (2005), secara
konseptual pengungkapan merupakan
bagian integral dari pelaporan keuangan, sedangkan secara teknis pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam
bentuk seperangkat penuh statemen
keuangan. Peraturan tentang pengung-
kapan wajib (mandatory disclosure) telah
diungkapkan dalam Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor:
Kep-134/Bl/2006 Tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik serta
Keputusan Ketua BAPEPAM dan
Lembaga Keuangan No: Kep-
346/BL/2011, tentang Penyampaian
Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik.
Secara umum, tujuan pengung- kapan wajib adalah menyajikan informasi yang di pandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda (Suhardjanto & Yulianingtyas, 2011).
Didalam standar akuntansi
internasional IFRS terdapat peraturan
mengenai pengungkapan wajib (mandatory
disclosure). IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman
penyusunan laporan keuangan yang
diterima secara global, dengan tahap adopsi dari tahun 2008-2011 meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke
PSAK, persiapan infrastruktur serta
evaluasi. Serta tahap implementasi pada tahun 2012 yang berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi
4
terhadap dampak penerapan PSAK secara komprehensif (Martha, 2012).
Corporate Governance
Menurut Sutedi (2011), Corporate
Governance dapat didefenisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan
oleh organ perusahaan (Pemegang
Saham/Pemilik Modal, Komisaris / Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkat- kan keberhasilan usaha dan akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai
pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan UU dan nilai-nilai etika. Sistem
dari Corporate Governance yang baik
dapat memberikan perlindungan yang efektif kepada para pemegang saham
stakeholder dan dapat mengelola bisnis
secara efisien agar mencapai suatu
keberhasilan dalam suatu perusahaan serta menciptakan pola manajemen yang bersih (Effendi, 2009). Oleh karena itu, cakupan
dari corporate governance yang digunakan
adalah:
Jumlah Anggota Dewan Komisaris
Peran dewan komisaris sangat penting dan menentukan keberhasilan dari
implementasi corporate governance dan
diperlukannya komitmen penuh dari dewan komisaris agar implementasi GCG dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan
harapan (Effendi, 2009). Penelitian Kharis dan Soeharjanto (2012), Prawinandi (2012) tidak berpengaruh dengan pengungkapan
wajib (Mandatory Diclosure). Sedangkan
menurut penelitian Nafisah (2011), jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh
positif terhadap kepatuhan mandatory
disclosure. Berdasarkan temuan para peneliti di atas, maka peneliti mengajukan
hipotesis mengenai hubungan kedua
variabel dengan rumusan sebagai berikut:
H1: Jumlah anggota dewan komisaris
berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) kovergensi IFRS.
Proporsi Komisaris Independen
Sebagian kita ketahui bahwa
masalah dari independensi dan kapabilitas komisaris merupakan suatu yang sifatnya
mendasar (fundamental). Lemahnya dari
kompetensi dan integritas komisaris
independen terjadi karena pengangkatan komisaris biasanya hanya didasarkan penghargaan , hubungan keluarga atau
hubungan dekat lainnnya (Nepotisme)
(Effendi, 2009).
Berdasarkan penelitian Kharis dan
Soeharjanto (2012), Utami (2012),
proporsi komisaris independen tidak
berpengaruh dengan pengungkapan wajib (Mandatory Diclosure), sedangkan
5
penelitian Prawinandi (2012), menyatakan bahwa proporsi komisaris independen
berpengaruh positif terhadap
pengungkapan wajib. Maka diajukan hipotesis sebagai berikut :
H2: Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap pengung-
kapan wajib (Mandatory Diclosure)
Konvergensi IFRS.
Latar Belakang Pendidikan Komisaris Utama
Suhardjanto dan Afni (2009) dalam Prawinandi (2012) menjelaskan bahwa latar belakang pendidikan komisaris utama
akan mempengaruhi keputusan dan
masukan yang diberikan kepada dewan direksi. Salah satu keputusan yang dibuat oleh dewan direksi adalah keputusan
tentang mandatory disclosure yang akan
dilakukan oleh perusahaan. Dalam
penelitian Prawinandi (2012), latar
belakang pendidikan komisaris utama tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib sedangkan pada penelitian Kharis dan Soeharjanto (2011), latar belakang pendidikan komisaris utama berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib. Dari uraian diatas maka dapat diturunkan hipotesis:
H3: Latar Belakang Pendidikan Komisaris Utama berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) konvergensi IFRS.
Proporsi Komisaris Wanita
Penelitian akademis menunjukkan bahwa menunjuk komisaris wanita dengan harapan dapat mendatangkan perubahan dalam keragaman bukan hanya dari segi
jumlah tetapi juga karena direktur
perempuan lebih mungkin untuk memiliki latar belakang di luar area bisnis , memiliki level derajat pendidikan, dan untuk lebih cepat menjadi anggota dewan lainnya
dibandingkan dengan komisaris pria
(Hillman et al , 2007). Pada penelitian
Prawinandi (2012), berkesimpulan bahwa
proporsi komisaris wanita tidak
berpengaruh terhadap tingkat mandatory
disclosure. Sedangkan menurut penelitian
dari Kaczmarek .et,al (2012), pentingnya
kesetaraan jender akan mendatangkan perubahan dalam keragaman bukan hanya dari segi jumlah tetapi juga karena memiliki latar belakang di luar area bisnis. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak komisaris wanita, maka
semakin tinggi kinerja perusahaan
sehingga dalam tata kelola perusahaan diperlukan. Dari penjelasan di atas maka, hipotesis yang diajukan adalah:
H4: Proporsi Komisaris Wanita
berpengaruh terhadap tingkat
6
(mandatory disclosure) kovergensi IFRS.
Jumlah Anggota Komite Audit
Komite audit adalah komite yang bekerja secara kolektif yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional dan independen kepada dewan komisaris mengenai laporan atau hal-hal lain yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris (Effendi, 2009).
Pada penelitian Kharis dan
Soeharjanto (2011), jumlah anggota komite
audit tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan wajib. dan pada penelitian
Prawinandi (2012), variabel jumlah
anggota komite audit berpengaruh positif
terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H5:Jumlah Anggota Komite Audit
berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan pengungkapan wajib
(mandatorydisclosure) kovergensi IFRS.
2. Metodologi Penelitian
Populasi dan sampel penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun
2008 sampai dengan 2012 yaitu sebanyak 21 perusahaan.
Sedangkan perusahaan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini harus bedasarkan pertimbangan apabila cara pengambilan sampel dilakukan sedemikian
rupa dengan kriteria tertentu (purposive
sampling), yaitu Perusahaan tergolong
sebagai perusahaan BUMN yang
menyampaikan laporan tahunannya ke
BEI, laporan keuangan tahunannya telah diaudit serta laporan keuangan tahunan perusahaannya berisi tentang informasi mengenai Dewan Komisaris, Komisaris Independen, Latar Belakang Pendidikan Komisaris utama, Komisaris Wanita dan Komite Audit.
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari laporan tahunan (Annual
Report) BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode
2008-2012. Laporan tahunan (Annual Report)
tersebut diperoleh dari website BEI (www.idx.co.id).
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Dependen
Dalam penelitian ini variabel dependen menggunakan tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) konvergensi IFRS pada laporan keuangan tahunan yang diterbitkan
7
oleh suatu perusahaan. Untuk item pengungkapan wajib ini dapat meng-
gunakan Deloitte IFRS . Dalam item dari
checklist ini, di lihat dari PSAK yang berlaku di Indonesia pada periode 2008 dan 2012.
Tingkat pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) IFRS dapat diukur
dengan menggunakan teknik scoring, jika
item tersebut diungkapkan dalam annual
report maka diberikan skor 1 dan skor 0
diberikan jika item tersebut tidak
diungkapkan dalam annual report. Untuk
metode pengukuran menggunakan indeks pengungkapan yaitu dengan cara membagi jumlah skor pengungkapan yang dilakukan
oleh perusahaan dengan total item
pengungkapan yang diwajibkan secara keseluruhan.
Total item pengungkapan yang diwajibkan secara keseluruhan berjumlah 78 item yang telah dicocokan dengan
Cheklist Deloitte IFRS. Pengukuran penelitian ini, mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Prawinandhi (2012).
Analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.
Variabel independen
Jumlah Anggota Dewan Komisaris
Jumlah anggota dewan komisaris adalah jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan baik
yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan (independen) (Nafisah, 2011). Untuk variabel jumlah anggota dewan
komisaris dapat diukur berdasarkan
penelitian Dewayanto (2010), Nafisah
(2011), Prawinandi (2012), Kharis & Suhardjanto (2012) yaitu:
Proporsi Komisaris Independen
Proporsi Komisaris Independen adalah perbandingan dari antara anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dengan seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan (Suhardjanto.
et.al, 2012). Untuk variabel proporsi
komisaris independen dapat diukur
berdasarkan penelitian Wulandari (2006),
Sahabinu (2011), Suhardjanto.et.al (2012),
Prawinandi (2012), Kharis & Suhardjanto (2012), Utami (2012), Nabila & Daljono (2013) yaitu sebagai berikut:
Latar Belakang Pendidikan Komisaris Utama
Latar Belakang Pendidikan
Komisaris Utama adalah lulusan
pendidikan komisaris utama yang berasal dari ekonomi atau diluar ekonomi seperti
hukum, Teknik Mesin , dan lain-lain.
Indikator penelitian yang digunakan adalah sesuai dengan penelitian Suhardjanto &
PKI = ∑ Komisaris Independen
∑ Dewan Komisaris x 100%
8
Permatasari (2010), Kharis & Suhardjanto (2012), Prawinandi (2012). Untuk variabel latar belakang pendidikan komisaris utama dapat diukur dengan menggunakan cara
dummy, melihat apakah latar belakang komisaris utama berasal dari ekonomi maka diberi point 1, selain lulusan
ekonomi diberi point 0 (Kusumastuti et al,
2007).
Proporsi Komisaris Wanita
Proporsi komisaris wanita adalah perbandingan jumlah anggota komisaris anggota komisaris wanita dengan jumlah
seluruh anggota dewan komisaris
(Prawinandi, 2012). Untuk variabel
proporsi komisaris wanita dapat diukur berdasarkan penelitian Kaczmarek (2012),
Prawinandi (2012), Suhardjanto .et,al
(2012) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Jumlah Anggota Komite Audit
Jumlah komite audit adalah
seberapa banyak jumlah anggota komite audit yang ada dalam suatu perusahaan. Untuk variabel jumlah anggota komite audit dapat diukur berdasarkan penelitian Permatasari (2009), Prawinandi (2012), Elyanto dan Syafruddin (2013) yaitu
dengan menghitung jumlah dari anggota komite audit dalam perusahaan tersebut.
Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah statistik
deskriptif dan pengujian hipotesis.
Persamaan regresi berganda untuk
pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Keterangan:
MD = Tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS β0 = Konstanta
β1- β5 = Koefesien Regresi X1 = Jumlah Anggota Dewan
Komisaris
X2 = Proporsi Komisaris Independen X3 = Latar Belakang Pendidikan
Komisaris Utama
X4 = Proporsi Komisaris Wanita X5 = Jumlah Anggota Komite Audit
e = Error
3. Hasil dan Pembahasan Statistik Deskriptif
Sebelum menjelaskan regresi, maka terlebih dahulu akan disajikan statistik deskriptif yang terlihat pada tabel berikut ini:
PKW = ∑ Komisaris Wanita ∑ Dewan komisaris x 100%
9
Tabel 1: Statistik Deskriptif
Var N Min Max Mean Std
Dev. Y 30 0,58 0,76 0,706 0,051 X1 30 2,00 8,00 5,300 1,317 X2 30 0,33 0,66 0,474 0,101 X3 30 0,00 1,00 0,667 0,479 X4 30 0,10 1,00 0,257 0,225 X5 30 2,00 8,00 4,133 1,382
Sumber: hasil pengolahan data dengan SPSS
Berdasarkan hasil pengujian
statistik deskriptif dari penelitian ini,
bahwa pada variabel mandatory disclosure
(Y) rata-rata tingkat kepatuhan mandatory
disclosure sebesar 70,6%, dengan nilai minimum 58,0% , serta nilai maksimum sebesar 76,0%. Rata – rata tingkat
kepatuhan mandatory disclosure konver-
gensi IFRS ini, masih dikatakan rendah apabila dibandingkan menurut BAPEPAM, pengungkapan wajib harus diungkapkan 100%. Jika dibandingkan menurut penelitian Prawinandhi (2012), rata-rata
tingkat kepatuhan mandatory disclosure
sebesar 69,9%, sedangkan penelitian
Nafisah (2011), rata-rata tingkat
pengungkapan wajib sebesar 54,1%. Hal
ini berarti tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS pada BUMN dari tahun 2008-2012 sedikit meningkat.
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Menurut Ghozali (2011) pengujian normalitas bertujuan untuk mengetahui
pola dari keragaman variance yang
mendukung masing-masing variabel
penelitian. Dalam proses pengujian
normalitas dapat dilakukan dengan
menggunakan One-sample
Kolmogrov-Smirnov. Pengujian normalitas yang dilakukan ini dikatakan berdistribusi normal jika nilai signifikannya diatas 0,05. Setelah dilakukannya pengujian, dapat disimpulkan bahwa dari kelima variabel tersebut berdistribusi secara normal kecuali
variabel yang menggunakan variabel
dummy.
Menurut Ghozali, untuk menentu- kan adanya multikolinearitas dilihat dari nilai VIF lebih kecil dari 10 atau memiliki
angka tolerance diatas 0,10. Hasil dari
pengujian ini disimpulkan bahwa
pengujian tersebut tidak terdapat
multikolinearitas yang hasilnya
menunjukkan tidak adanya hubu- ngan antar variabel bebas (independen).
Untuk uji autokorelasi, dapat
menggunakan uji Durbin-watson dengan
mengambil kriteria dari pengambilan keputusan apabila angka D-W berada diantara -2 sampai +2 yang berarti tidak adanya autokorelasi (Ghozali, 2011). Dari
hasil pengujian nilai dari Durbin-Watson
sebesar 1.846 dan dapat disimpulkan model regresi ini bebas dari autokorelasi.
Model regresi yang baik adalah yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi
10
heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada- nya heteroskedastisitas, dilakukan dengan uji glejser (Ghozali, 2011). Hal ini terlihat pada probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 0,05. Dengan begitu dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya Heteroskedastisitas.
Hasil Uji Hipotesis
Tabel 2 : Hasil Uji Regresi Berganda
Variabel Koefesien Regresi t-test Sig Konstanta -0,776 -5,622 0,000 X1 0,040 2,827 0,009 LnX2 -0,125 -1,396 0,175 X3 -0,040 -1,791 0,086 LnX4 0,024 0,936 0,358 LnX5 0,126 2,085 0,048
R²=0,464 Fhitung=6,017 Fsig=0,001 Sig=0,05
Sumber: hasil pengolahan data dengan SPSS
Dari tabel 2 diatas, diperoleh hasil
uji R² sebesar 0,464 dilihat dari hasil
Adjusted R Square yang berarti variabel independen hanya dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 0,464 atau 46,4%. Dan sisanya sebesar 53,6% yang dijelaskan oleh variabel lain yang akan diteliti dalam penelitian ini. Dan hasil dari pengujian secara simultan bahwa nilai
Fhitung bernilai 6,017 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,001 yaitu lebih kecil dari α 0,05 jadi dapat disimpulkan bahwa
adanya pengaruh antara variabel
independen dan dependen secara simultan.
Hasil Pengujian Hipotesis Pertama
Padatabel 2, menjelaskan variabel
X1 (jumlah anggota dewan komisaris) yang diketahui bernilai β (0,040) memiliki pengaruh positif dan signifikan dimana nilai signifikansi 0,009 lebih kecil dari α 0,05. Dari hasil pengujian tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa hipotesis
pertama (H1) diterima atau adanya
pengaruh dari banyaknya jumlah anggota dari dewan komisaris.
Adanya pengaruh yang signifikan dari jumlah anggota dari dewan komisaris
terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS kemungkinan diduga semakin banyak jumlah anggota
dari dewan komisaris dalam suatu
perusahaan tersebut semakin efektif
kinerjanya dalam mengembangkan suatu
perusahaan sehingga corporate governance
semakin meningkat.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Nafisah (2011), yang
menyimpulkan bahwa jumlah dewan komisaris berpengaruh positif terhadap
tingkat kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS. Hal ini dikarenakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah perusahaan akan
memberikan pengawasan yang lebih
optimal terhadap proses pelaksanaan
11
akan melakukan pengungkapan wajib dengan lebih baik, lengkap, dan informatif.
Hasil Pengujian Hipotesis Kedua
Berdasarkan tabel 2, menjelaskan bahwa variabel LnX2 (proporsi komisaris independen) diketahui bahwa nilai
signifikansi 0,175 lebih besar dari α 0,05
dan nilai β (-0,125) . Dari hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis ketiga (H2) ditolak atau tidak
adanya pengaruh dari proporsi komisaris independen terhadap tingkat kepatuhan
mandatory disclosure konvergensi IFRS.
Tidak adanya pengaruh dari
proporsi komisaris independen terhadap
tingkat kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS, mungkin diduga komisaris independen dianggap hanya
sebagai kekuatan penyeimbang
(conterveiling power) saja dan tidak
berkuasa penuh dalam pengambilan
keputusan dibanding dewan komisaris yang berasal dari dalam perusahaan.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian Kharis & Suhardjanto (2012) dan Utami (2012), hal ini dikarenakan meskipun peran komisaris independen sangat penting namun dalam praktik selama ini yang terjadi di Indonesia, terdapat kecenderungan bahwa mereka seringkali melakukan intervensi terhadap
direksi dalam menjalankan tugasnya
(Effendi, 2009).
Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga
Berdasarkan pengujian hipotesis, menjelaskan variabel X3 (latar belakang pendidikan komisaris utama) yang diketahui dimana nilai signifikansi 0,086 lebih besar dari α 0,05 dan nilai β (-0,040) . Dari hasil pengujian tersebut, maka dapat
disimpul- kan bahwa hipotesis ketiga (H3)
ditolak atau tidak adanya pengaruh dari latar belakang pendidikan komisaris utama
terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS.
Tidak adanya pengaruh signifikan dari latar belakang pendidikan komisaris
utama terhadap tingkat kepatuhan
mandatory disclosure konvergensi IFRS, diduga karena karena adanya kemungkinan latar belakang pendidikan komisaris utama pada perusahaan BUMN hanya ditujukan untuk komisaris yang berlatar belakang pendidikan ekonomi sehingga mereka tidak bisa mengelola perusahaannya sesuai dengan bidang dan tamatannya masing-masing.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian Prawinandhi (2012),
yang mengemukakan secara statistik
bahwa latar belakang pendidikan komisaris
12
terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS. Hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan yang digunakan dalam perusahaan ini hanya ekonomi dan bisnis padahal jika mereka berlatar belakang sesuai bidang industrinya itu lebih baik lagi.
Menurut Kusumastuti, et al (2007),
dewan komisaris yang memiliki latar pendidikan bisnis dan/atau ekonomi akan memiliki pengetahuan lebih banyak di bidang bisnis dan ekonomi sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengelola bisnis dan mengambil keputusan bisnis perusahaan.
Hasil Pengujian Hipotesis Keempat
Berdasarkan tabel 2, hasil peng-
ujian hipotesis keempat menjelaskan
variabel LnX4 (proporsi komisaris wanita) yang diketahui nilai signifikannya 0,358 lebih besar dari α 0,05 dan nilai β (0,024) . Dari hasil pengujian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H4)
ditolak atau tidak adanya pengaruh dari proporsi komisaris wanita terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure konver-
gensi IFRS.
Tidak adanya pengaruh dari
proporsi komisaris wanita terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS, mungkin dikarenakan selama ini wanita dianggap lemah dan tidak bisa memimpin serta mengendalikan
suatu perusahaan atau organisasi,
sedangkan pria dianggap lebih layak dan efektif dalam memimpin suatu perusahaan atau organisasi tersebut. Pada hasil statistik deskriptif dapat disimpulkan bahwa jumlah komisaris wanita pada perusahaan BUMN umumnya hanya memiliki satu komisaris wanita saja sehingga jumlah tersebut dikatakan rendah dilihat dari setiap perusahaan tersebut serta dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan dalam pengungkapan wajib.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Prawinandhi (2012) yang menyatakan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan antara proporsi
komisaris wanita terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS, disebabkan karena pria dianggap berkemampuan tinggi dalam hal kecerdasan, sedangkan wanita dianggap lebih karena disebabkan hanya faktor keberuntungan saja (Crawford, 2006).
Hasil Pengujian Hipotesis Kelima
Berdasarkan tabel dari hasil uji
regresi, menunjukkan variabel LnX5
(jumlah anggota komite audit) diketahui nilai signifikannya 0,048 lebih kecil dari α 0,05 dan nilai β (0,126). Dari hasil
pengujian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H5)
13
anggota komite audit terhadap tingkat
kepatuhan mandatory disclosure
konvergensi IFRS.
Hasil pengujian dari koefesien
regresi menyimpulkan bahwa adanya
pengaruh jumlah dari komite audit
terhadap tingkat kepatuhan mandatory
disclosure konvergensi IFRS, hal ini diduga karena pada perusahaan BUMN ini kebanyakan memiliki 3 orang komite audit. Semakin sedikit jumlah anggota yang dimiliki komite audit akan menjamin bahwa komite audit mampu bekerja secara efektif dan efesien. Selain itu, jika terlalu banyak jumlah komite tersebut, mereka dapat kehilangan fokus serta kurang
berkontribusi dalam melaksanakan
tugasnya.Kurangnya kontribusi serta fokus
yang dimiliki oleh anggota komite audit dapat menyebabkan komite audit bekerja secara tidak efektif sehingga dapat
menyebabkan perusahaan mengalami
financial distress (Elyanto & Syafruddin, 2013).
4. Kesimpulan dan saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan,
bahwa peran corporate governance dalam
jumlah anggota dewan komisaris dan jumlah anggota komite audit berpengaruh
positif terhadap tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib konvergensi IFRS,
sedangkan proporsi komisaris independen , latar belakang pendidikan komisaris utama dan proporsi komisaris wanita tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib konvergensi IFRS. Selain itu Rata-rata tingkat kepatuhan
pengungkapan wajib (mandatory disclo-
sure) konvergensi IFRS pada BUMN yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebesar 70,6%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) konvergensi IFRS
masih rendah dikarenakan masih
kurangnya prinsip penerapan corporate
governance di perusahaan BUMN di Indonesia.
Keterbatasan
Meskipun penelitian ini sudah
dikembangkan berdasarkan penelitian
terdahulu, tetapi masih adanya terdapat beberapa keterbatasan untuk penelitian ini. Keterbatasan tersebut antara lain: Untuk
mengukur tingkat kepatuhan mandatory
disclosure sudah di analisis berdasarkan item pengungkapan wajib namun masih belum di golongkan yang mana termasuk properti investasi, persediaan, aset tetap, sewa dan biaya pinjaman. Dan ada
keterbatasan dalam hal jumlah
pengambilan sampel yang digunakan yaitu hanya 30 perusahaan. Serta cakupan
corporate governance dari variabel independen yang digunakan masih sedikit.
14
Saran
Berdasarkan keterbatasan yang
dimiliki, maka untuk penelitian yang akan datang diharapkan penelitian berikutnya
untuk mengukur tingkat kepatuhan
mandatory disclosure sudah berdasarkan item pengungkapan wajib dan sudah
digolongkan berdasarkan kelompok
itemnya. Dan diharapkan menggunakan
sampel yang lebih banyak selain
perusahaan BUMN tetapi juga
menggunakan perusahaan lainnya misalnya non BUMN, perusahaan swasta dan
lain-lain. Serta diharapkan menggunakan
cakupan corporate governance dari
variabel independen yang digunakan lebih banyak, karena masih banyak variabel
yang dapat diteliti tentang corporate
governance tersebut misalnya jumlah rapat komite audit dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini,Erny.http://ernyanggrahini.blo gspot.com/2011_12_01_archive.h tml.
Bursa Efek Indonesia http//www.idx.co.id
Dewayanto, Totok. 2010. Pengaruh
Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan Nasional. Fokus Ekonomi Vol. 5 No. 2 Desember ,
Halaman : 104 – 123.
Effendi, Arief .M. 2009.The Power of
Good Corporate Governance: Teori dan implementasi. Jakarta :Penerbit Salemba Empat.
Elyanto & Syafruddin. 2013. Analisis Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial
Distress. Journal accounting
Volume 2, Nomor 2,: Halaman 1.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hillman, A. J.,Christine S., & Cannella, A.
2007.Organizational Predictors of
Women on Corporate Boards.
Journal of Management Volume 50, Nomor 4:Halaman 941–952.
Kaczmarek, S.M., Kimino, S.T., & Pye, A.N. 2012. Antecedents of Board
Composition:The Role of
Nomination Committees. Journal
Corporate Governance:An International Review, 20(5): 474– 489.
Keputusan Menteri BUMN No.
Kep-117/M-MBU/2002 Tentang “
Penerapan Praktek Good
corporate Governance Pada Badan
Usaha Milik Negara
(BUMN)”.http://www.bumn.go.id/
84867/catatan- menteri/manufacturing-hope-30- garuda-yang-kalahkan-mas-dan-batantek-yang-mengasia/).
Keputusan Ketua BAPEPAM dan
Lembaga Keuangan No: Kep-
346/BL/2011, tentang
Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten Atau Perusahaan Publik.
Kharis, Abdul & Suhardjanto, Djoko (2012). Corporate Governance
dan Ketaatan Pengungkapan
Wajib Pada Badan Usaha Milik Negara. Jurnal Keuangan Dan
Perbankan. Jurnal Keuangan dan
15 hlm. 37–44. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah.
Kusumastuti et al. 2007. Pengaruh Board
Diversity Terhadap Nilai
Perusahaan dalam Perspektif
Corporate Governance. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, vol. 9, no. 2, nopember 2007: 88-98. Universitas Kristen Petra.
LKDI . 2008. Good Corporate Governance
“Konsep, Prinsip dan Praktik”.
Martha , K.S. 2012 . Analisis Kualitas
Implementasi PSAK 1 (Revisi 2009) di Indonesia.
Nabila, Afifa & Daljono. 2013. Pengaruh
Proporsi Dewan Komisaris
Independen, Komite Audit, Dan
Reputasi Auditor Terhadap
Manajemen Laba. Diponegoro
Journal Of Accounting Volume 2, Nomor 1, , Halaman 1-10.
Semarang.
Nafisah, Umi. 2011. Peran Corporate
Governance Dalam Kepatuhan Pengungkapan Wajib: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara. Skripsi: Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Permatasari, Dian. (2009). Pengaruh
Corporate Governance ,Etnis dan Latar Belakang Pendidikan Enviromental Disclosure. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Prawinandhi, Wardani. (2012). Peran
corporate governace dalam tingkat kepatuhan mandatory diclosure korvegensi IFRS.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sahabinnu, Andi. (2011). Pengaruh
Reputasi Auditor, Proporsi Dewan Komisaris
Independen, Leverage Terhadap Manajemen Laba.
Sudrajat, Agus. 2013. Pengungkapan
Informasi (Disclosure). http;// www. pengungkapan-informasi-disclosure.
Suhardjanto, Djoko & Yulianingtyas, Renarukmita. 2011 . Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kepatuhan Pengung- kapan Wajib Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Jurnal Akuntansi & Auditing Volume 8/No. 1/November 2011: 1-94. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Suhardjanto et.al. 2012 . Peran Corporate
Governance Dalam Praktik Risk Disclosure pada Perbankan Indonesia. Universitas Negeri Sebelas Maret.
Suhardjanto & Permatasari, Novita Dian .
2010. Pengaruh Corporate
Governance, Etnis, dan Latar Belakang Pendidikan Terhadap
Environmental Disclosure. Jurnal
Bisnis dan Ekonomi 14 (2):
151-164. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Sutedi, Adrian . 2012. Good Corporate
Governance. Jakarta: Sinar Grafika.
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi:
Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Utami, Wulan.D. 2012 .Investigasi Dalam
Konvergensi IFRS Di Indonesia:
Tingkat Kepatuhan
Pengungkapan Wajib Dan Kaitannya Dengan Mekanisme Corporate Governance.Surakarta: Universitas Sebelas Maret.