• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT KARAT PADA KEDELAI DAN CARA PENGENDALIANNYA YANG RAMAH LINGKUNGAN. Sumartini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYAKIT KARAT PADA KEDELAI DAN CARA PENGENDALIANNYA YANG RAMAH LINGKUNGAN. Sumartini"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT KARAT PADA KEDELAI DAN CARA

PENGENDALIANNYA YANG RAMAH LINGKUNGAN

Sumartini

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66 Malang 65101 Telp. (0341) 801468, Faks. (0341) 801496, E-mail: blitkabi@telkom.net.

Diajukan: 02 Oktober 2009; Diterima: 25 Mei 2010

K

ebutuhan kedelai di Indonesia makin meningkat. Pada tahun 2007, kebutuhan kedelai mencapai 2 juta ton dan baru terpenuhi 35–40% dari produksi dalam negeri (Tahlim dan Dewa 2007). Oleh karena itu, produksi kedelai perlu terus ditingkatkan.

Salah satu hambatan dalam upaya meningkatkan produksi kedelai adalah serangan penyakit karat yang disebabkan oleh Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat telah tersebar luas di sentra produksi kedelai di dunia. Di Indonesia, penyakit karat terdapat di sentra produksi

ke-delai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Teng-gara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi (Semangun 1991). Gambar 1 merupakan sketsa distribusi penyakit karat di dunia. Penyebaran penyakit dimulai dari Jepang dan Asia Timur pada tahun 1902, lalu masuk ke Asia Tenggara (Indonesia) dan

ABSTRAK

Penyakit karat yang disebabkan oleh cendawan Phakopsorapachyrhizi merupakan penyakit penting pada kedelai. Di Indonesia, penyakit ini telah tersebar di sentra produksi kedelai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Pada awalnya, penyakit karat hanya terdapat di Asia sehingga disebut sebagai penyakit karat Asia (Asian rust disease). Namun, akhir-akhir ini penyakit karat telah tersebar luas di seluruh sentra kedelai di dunia. Penyakit karat dapat menyebabkan kehilangan hasil 10–90%, bergantung pada varietas dan kondisi agroklimat setempat. Perkembangan penyakit karat membutuhkan kelembapan tinggi (> 95%) dan suhu optimal untuk proses infeksi, yang berkisar antara 15−28OC. Kisaran suhu tersebut umumnya terjadi pada musim kemarau sehingga penyakit karat banyak menyerang pertanaman kedelai pada musim kemarau. Penyakit menyebar dengan bantuan angin. Keberadaan tanaman inang selain kedelai berperan penting dalam penyebaran penyakit dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya pada saat tanaman kedelai tidak terdapat di lapangan. Beberapa jenis gulma dari famili Leguminosae dapat menjadi tanaman inang penyakit karat. Di Amerika Serikat, tanaman kudzu (sejenis gulma) merupakan tanaman inang cendawan tersebut pada musim dingin sehingga siklus penyakit akan berlangsung sepanjang tahun. Pengendalian penyakit karat yang ramah lingkungan meliputi penanaman varietas tahan serta penggunaan fungisida nabati minyak cengkih, bakteri antagonis Bacillus sp., dan cendawan antagonis

Verticillium sp.

Kata kunci: Kedelai, penyakit karat, Phakopsora pachyrhizi, pengendalian penyakit

ABSTRACT

Rust disease on soybean and its environmentally-friendly control measure

Rust disease caused by fungus Phakopsora pachyrhizi is an important disease on soybean. In Indonesia, rust disease has been spread on soybean production centers in Sumatra, Java, Bali, West Nusa Tenggara, Kalimantan, and Sulawesi. Initially, the disease was only found in Asia, so it is called as the Asian soybean rust. At present, the disease has been spread in almost all parts of the world. Yield losses due to the disease reached 10−90%, depending on the varieties used and local agroclimatic conditions. The development of the disease needs high humidity (> 95%) and optimal temperature for infection process, i.e. 15–28OC. This temperature range is commonly occurred in the dry season, therefore, rust disease is often attacked soybean in the dry season. The rust disease is spread by wind. The host plant of P. pachyrhizi plays an important role in spreading rust disease during the year around when the soybeans are not found in the field. Some leguminous weeds play as host plant for P. pachyrhizi. In subtropical countries, kudzu (a kind of weed) is a host plant for the fungus during the winter hence the disease is always available from season to season. Environmentally-friendly control methods of rust disease include planting soybean resistant varieties and using botanical fungicide made of oil clove, and Bacillus and Verticillium as antagonistic bacteria and fungus, respectively.

(2)

Australia pada tahun 1914, sementara di Asia sudah mencapai India pada tahun 1950 dan Hawai pada tahun 1994. Selan-jutnya, penyakit menyebar ke Afrika Sela-tan (1920) dan mencapai Uganda pada tahun 1996. Pada tahun 2001–2002, penya-kit karat terdapat di Amerika Selatan, dan pada tahun 2004 menyebar ke utara hing-ga Amerika Serikat (Monte et al. 2003).

Di Indonesia, penyakit karat meru-pakan penyakit penting pada kedelai, terutama pada pertanaman musim kemarau. Penyakit karat pertama kali ditemukan di Yogyakarta dan Surakarta, seperti yang dilaporkan Raciborski pada tahun 1900. Pada waktu itu, cendawan penyebabnya disebut Uromyces phaseoli. Pengamatan lebih intensif terhadap penyakit karat baru dilakukan pada tahun 1960-an.

Kehilangan hasil akibat penyakit karat di Indonesia mencapai 90% (Sudjono et al. 1985), dan di Thailand sekitar 10–40% pada varietas lokal, dan di Taiwan 23–50% (Sinclair dan Shurtleff 1980). Besarnya kehilangan hasil bergantung pada ber-bagai faktor, antara lain ketahanan tanam-an. Pada varietas Orba, kehilangan hasil mencapai 36%, sedangkan pada varietas TK 5 sebesar 81% (Sumarno dan Sudjono 1977).

Tulisan ini merupakan ulasan menge-nai penyakit karat yang meliputi gejala, penyebab, siklus penyakit, faktor-faktor yang memengaruhi penyakit, tanaman inang, dan pengendalian dengan varietas tahan, bahan nabati, dan agens hayati. Ulasan didasarkan pada hasil penelitian di Indonesia dan di luar negeri.

Gambar 1. Distribusi penyebaran penyakit karat kedelai di beberapa negara

(Bissonnette et al. 2003).

Gambar 3. Uredospora Phakopsora pachyrhizi dilihat dengan mikroskop elektron (Anonim 2008).

Gambar 2. Daun trifoliat pertama kedelai yang diinokulasi dengan spora penyakit karat (a) (foto: Sumartini), dan pustul atau uredium pada daun dilihat dari dekat (b) (World Intelectual Property Organization 2008).

BIOLOGI PENYAKIT KARAT

Gejala

Gejala awal penyakit karat pada kedelai ditandai dengan munculnya bercak klorotik kecil yang tidak beraturan pada permukaan daun. Pada umumnya gejala karat muncul pada permukaan bawah daun (Gambar 2a). Bercak tersebut kemudian berubah menjadi coklat atau coklat tua dan membentuk pustul (Gambar 2b). Pustul merupakan kumpulan uredium. Pustul yang telah matang akan pecah dan menge-luarkan tepung yang warnanya seperti karat besi. Tepung tersebut merupakan kantung-kantung spora yang disebut uredium dan berisi uredospora.

Penyakit karat menyebabkan daun menjadi kering dan rontok sebelum

waktunya. Stadium awal penyakit karat mungkin tidak dapat dibedakan dengan pustul bakteri atau embun bulu (downy mildew).

Penyebab Penyakit

Penyakit karat disebabkan oleh cendawan

P. pachyrhizi. Spora cendawandibentuk dalam uredium dengan diameter 25−50

µm sampai 5−14 µm. Uredospora ber-bentuk bulat telur, berwarna kuning keemasan sampai coklat muda dengan diameter 18−34 µm sampai 15−24 µm (Gambar 3). Permukaan uredospora bergerigi. Uredospora akan berkembang menjadi teliospora yang dibentuk dalam telia. Telia berbentuk bulat panjang dan berisi 2−7 teliospora. Teliospora berwarna coklat tua, berukuran 15−26 µm sampai 6−12 µm. Stadium teliospora jarang di-temukan di lapangan dan tidak berperan sebagai inokulum awal. Di Amerika Latin,

(3)

penyakit karat disebabkan oleh dua spesies, yaitu P. pachyrhizi yang sangat virulen dan P. meibomiae yang kurang virulen.

Siklus Penyakit

Dua tipe spora telah diketahui pada P. pachyrhizi. Uredospora adalah tipe spora yang sering ditemukan dari musim ke musim. Uredospora sangat mudah terbawa angin dan percikan air hujan sehingga cepat tersebar dan siklus akan berkali-kali terjadi dari musim ke musim (Gambar 4). Tipe spora yang kedua adalah teliospora. Di Indonesia, teliospora jarang ditemukan, tetapi di negara-negara yang beriklim subtropis, teliospora ditemukan pada tanaman terinfeksi pada akhir musim tanam atau di rumah kaca. Pada kondisi laboratorium, teliospora dapat berke-cambah membentuk basidiospora. Jika tidak dijumpai tanaman inang, siklus penyakit akan terhenti. Jika cuaca me-nguntungkan, uredospora akan ber-kecambah dan menginfeksi tanaman sehat. Menurut Sudjono (1979), sampai saat ini belum diketahui bahwa cendawan P. pachyrhizi dapat bertahan dalam biji.

Proses infeksi dimulai dengan per-kecambahan uredospora membentuk tabung kecambah tunggal yang menem-bus permukaan daun 5–400 µm melalui bagian tengah sel epidermis, sampai terbentuk apresorium (hifa infeksi).

Berbeda dengan cendawan karat yang lain, pada cendawan ini penetrasi apre-sorium ke sel-sel epidermis daun langsung melalui kutikula, jarang melalui stomata. Jika melalui stomata, umumnya apresorium masuk melalui sel penjaga, bukan melalui sel pembuka. Proses penetrasi pada cendawan ini bersifat unik; cendawan mampu melakukan penetrasi secara lang-sung. Proses penetrasi tersebut memudah-kan P. pachyrhizi mendapatkan inang yang luas (Monte et al. 2003).

Uredium akan berkembang 5–8 hari setelah proses infeksi. Uredospora baru terbentuk 9 hari setelah infeksi, dan pembentukan dapat berlanjut sampai 3 minggu, sedangkan uredium berkembang sampai 4 minggu. Uredium generasi kedua akan tumbuh pada bagian pinggir dari tempat infeksi pertama, dan hal ini dapat berlangsung terus-menerus sampai 8 minggu (Monte et al. 2003).

Uredospora berkembang sangat cepat dan dapat dibentuk dalam jumlah yang sangat banyak. Jika satu bercak rata-rata memproduksi lebih dari 12.000 uredospora dalam 4−6 minggu maka dari 400 bercak akan terjadi serangan yang berat.

Suhu, kelembapan, dan cahaya sangat memengaruhi perkembangan penyakit karat. Keberhasilan proses infeksi ber-gantung pada kelembapan pada permu-kaan tanaman, dengan waktu optimum 6 jam dan maksimum 10–12 jam. Suhu optimum untuk infeksi berkisar antara 15–28°C (Monte et al. 2003). Menurut

Sudjono (1979), penjemuran daun kedelai yang terinfeksi di bawah sinar matahari dengan intensitas cahaya 700 lux dapat menurunkan daya kecambah uredospora sehingga uredospora hanya mampu berta-han selama 6 jam. Selain itu, sinar ultra violet juga menurunkan daya kecambah uredospora.

Tanaman Inang

Cendawan P. pachyrhizi merupakan parasit obligat. Jika di lapangan tidak terdapat tanaman kedelai, spora hidup pada tanaman inang lain. Spora hanya bertahan 2 jam pada tanaman bukan inang. Spora tidak dapat bertahan pada kondisi kering, jaringan mati atau tanah. Jika tidak ada tanaman kedelai, gulma yang termasuk ke dalam famili Leguminosae dapat men-jadi tanaman inang alternatif. Dari 27 jenis tanaman Leguminosae yang diuji, tujuh di antaranya menunjukkan reaksi hiper-sensitif sehingga infeksi pada tanaman tersebut tidak menghasilkan spora. Sudjono (1979) menyatakan bahwa dari 17 jenis tanaman kacang-kacangan selain kedelai yang diinokulasi secara buatan, tiga di antaranya menunjukkan gejala yang bersporulasi, yaitu kacang asu, kacang kratok, dan kacang panjang. Oleh karena itu, keberadaan tanaman tersebut perlu diwaspadai.

Tanaman inang berperan sangat penting dalam terjadinya penyakit selama setahun, dari satu musim tanam ke musim tanam berikutnya, jika tanaman kedelai tidak ada di lapangan. Beberapa jenis gulma dapat menjadi tanaman inang P. pachyrhizi. Di Amerika Serikat, tanaman kudzu (sejenis gulma) merupakan tanaman inang cendawan tersebut pada musim dingin sehingga siklus penyakit akan berlangsung sepanjang tahun. Selanjut-nya dilaporkan bahwa 31 spesies dari 17 genus tanaman kacang-kacangan dapat terinfeksi P. pachyrhizi, di antaranya

kacang merah (Phaseolus vulgaris), kacang hijau (Phaseolus radiatus), kacang krotok (Phaseolus lunatus),

kacang tunggak (Vigna linguata), dan kacang lupin (Lupinus hirsitus) (Monte

et al. 2003).

PENGENDALIAN

Pengendalian penyakit karat dianjurkan dilakukan dengan memadukan beberapa

(4)

komponen pengendalian yang ramah lingkungan untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Komponen pengendalian penyakit karat meliputi penanaman varietas tahan serta penggunaan bahan nabati dan hayati.

Varietas Tahan

Sebelum melakukan tindakan pengen-dalian, perlu dilakukan pemantauan. Penyakit karat termasuk penyakit yang cepat perkembangannya (dengan periode laten 9 hari). Spora dapat terbawa oleh angin, air atau serangga sehingga penyakit dapat menyebar ke segala arah, yang didukung dengan cuaca yang sesuai sepanjang tahun. Pemantauan penyakit karat dimulai pada saat tanaman kedelai berumur 3 minggu. Pengendalian penyakit dilakukan apabila intensitas serangan telah mencapai 5% untuk varietas unggul tahan karat. Untuk varietas rentan, keberadaan satu bercak saja dalam areal pertanaman kedelai sudah harus dilakukan upaya pengendalian.

Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengen-dalian yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Mena-nam varietas tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein 1979). Ketahanan suatu varietas terhadap suatu penyakit umumnya tidak berlangsung selamanya. Jika muncul ras baru yang lebih virulen, ketahanan varietas tersebut akan patah. Oleh karena itu, adanya varietas-varietas baru kedelai yang tahan terhadap pe-nyakit karat sangat dibutuhkan dalam upaya mengendalikan penyakit ter-sebut.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi)

telah melepas beberapa varietas unggul kedelai dengan ketahanan terhadap penyakit karat yang bervariasi. Sejak tahun 1999, telah dilepas empat varietas unggul kedelai dengan kategori agak tahan, satu varietas toleran, sedangkan dua varietas lainnya tidak diketahui ketahanannya terhadap penyakit karat (Tabel 1). Hasil uji ketahanan yang dilakukan di Bogor menunjukkan bahwa dari 50 galur dan varietas kedelai yang diuji, tidak satupun yang menunjukkan reaksi tahan, 4% agak tahan, 60% agak rentan, dan 36% rentan (Santosa 2003).

Penelitian untuk mengetahui hubung-an hubung-antara karakter morfologi dhubung-an keta-hanan kedelai terhadap penyakit karat telah dilakukan di Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran pada bulan Januari−Juni 1995. Penelitian mengguna-kan rancangan acak kelompok dengan perlakuan 92 genotipe, diulang dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter jumlah stomata, jumlah bulu daun, dan luas daun tidak berkorelasi nyata dengan intensitas penyakit karat kedelai. Intensitas penyakit karat kedelai yang makin tinggi akan menurunkan jumlah polong, bobot biji per tanaman, dan jumlah biji bernas per polong, serta meningkatkan jumlah biji tidak bernas per polong (Masnenah et al. 2004).

Varietas yang toleran dapat terinfeksi patogen karat, tetapi masih dapat meng-hasilkan biji. Varietas dengan kategori agak tahan memiliki ketahanan terhadap penyakit karat yang berada antara tahan dan agak rentan. Apabila menanam varietas yang agak tahan, perlu dipadukan dengan cara pengendalian lain, misalnya dengan fungisida nabati.

Fungisida Nabati

Pengendalian dengan fungisida nabati mempunyai keunggulan karena tidak mencemari lingkungan, bahannya tersedia di lingkungan sekitar, dan lebih murah daripada fungisida sintetis (Kardinan 1998). Menurut Zadoks dan Schein (1979), jumlah inokulum awal berperan penting dalam memicu terjadinya ledakan penya-kit. Oleh karena itu, pengendalian dengan fungisida nabati dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal.

Minyak cengkih mengandung bahan aktif eugenol (Guenther 1990) yang berkhasiat menghambat perkembangan beberapa mikroorganisme penyebab penyakit, seperti Fusarium oxysporum

pada vanili, serta Phytophthora capsici,

Rhizoctonia solani, dan Sclerotium rolfsii

pada lada (Tombe et al. 1992). Balitkabi telah melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas minyak cengkih dalam melindungi tanaman kedelai dari infeksi penyakit karat. Intensitas serangan karat pada tanaman tanpa perlakuan minyak cengkih cukup tinggi; pada pengamatan umur 65 hari setelah tanam (hst) di rumah kaca dan pada umur 78 hst di lapangan, intensitas serangan karat berturut-turut sebesar 73% dan 34%. Intensitas serangan karat dengan per-lakuan minyak cengkih bervariasi dari 5% hingga21,60% (Tabel 2).

Interval waktu penyemprotan minyak cengkih terendah, baik untuk pertanaman di rumah kaca maupun di lapangan, adalah 5 hari. Hal ini mengisyaratkan bahwa pe-nyemprotan minyak cengkih akan efektif apabila dilakukan beberapa kali dengan interval waktu minimum 5 hari sekali.

Daun tanaman kedelai yang diberi perlakuan minyak cengkih secara visual tampak sehat dan tidak terdapat atau sedikit gejala penyakit karat, sedangkan daun tanpa perlakuan minyak cengkih terdapat gejala penyakit karat (Gambar 5). Dinding sel spora yang diberi perlakuan minyak cengkih mengalami lisis sehingga isi sel tersebar ke luar sel. Spora tanpa minyak cengkih memiliki dinding sel yang tetap utuh dan dapat membentuk tabung kecambah. Hal ini menunjukkan bahwa spora masih hidup (Gambar 6).

Pengendalian dengan Agens

Hayati

Pengendalian dengan agens hayati dimaksudkan mengaplikasikan

mikro-Tabel 1. Beberapa varietas unggul baru kedelai dan ketahanannya terhadap penyakit karat.

Tahun

Nama varietas Ketahanan terhadap penyakit

pelepasan karat

1999 Burangrang Toleran

2001 Sinabung Agak tahan

2001 Kaba Agak tahan

2001 Tanggamus Agak tahan

2001 Anjasmoro Agak tahan

2003 Ijen Belum diketahui

2003 Panderman Belum diketahui

(5)

antagonis, yaitu teduh dan agak lembap. Pada ekosistem pertanaman kedelai yang terik panas, penggunaan mikroorganisme antagonis mungkin keberhasilannya rendah. Namun, kondisi yang demikian dapat diantisipasi melalui cara aplikasinya, misalnya diaplikasikan pada sore hari. Waktu sore sampai pagi hari berikutnya memberi peluang kepada mikroorganisme antagonis untuk masuk ke dalam jaringan tanaman. Selanjutnya, setelah aplikasi agens hayati, tanah diairi agar lingkungan menjadi lembap. Penggunaan bakteri sebagai agens antagonis juga berpeluang untuk pengendalian penyakit karat karena bakteri masuk ke dalam jaringan tumbuh-an dtumbuh-an mengikuti trtumbuh-ansportasi cairtumbuh-an di dalam sel tanaman sehingga tidak terkena panas matahari secara langsung.

Beberapa jenis formulasi seperti Ballad buatan Amerika Serikat telah dipasarkan. Ballad mengandung Bacillus pumulis dan gula amino. Gula amino berfungsi 1) meng-hambat pembentukan sekat antarsel dan dinding sel baru, 2) merusak kesatuan sel, 3) mematikan sel-sel patogen, dan 4) bakteri itu sendiri merupakan pembatas bagi patogen untuk membentuk spora pada permukaan tanaman (Grath 2009).

KESIMPULAN

Penyakit karat merupakan penyakit pen-ting pada kedelai. Penyakit tersebut dapat dikendalikan dengan memadukan berba-gai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan, penyemprotan minyak cengkih, dan aplikasi bakteri organisme antagonis dari penyebab

penyakit. Menurut Zadoks dan Schein (1979), cara pengendalian tersebut dapat meminimalkan jumlah inokulum awal dan mengurangi perkembangan penyakit. Keunggulan cara pengendalian tersebut adalah tidak mencemari lingkungan dan dengan satu kali aplikasi, efek residunya dapat bertahan lama, sampai beberapa musim tanam.

Mikroorganisme antagonis yang sering digunakan untuk mengendalikan penyakit karat adalah bakteri Bacillus dan cendawan Verticillium. Menurut Baker dan Cook (1974), mekanisme pengenda-lian dengan antagonis dikategorikan menjadi tiga, yakni: 1) antibiosis, yaitu mengeluarkan senyawa kimia yang dapat mematikan penyebab penyakit, 2) hiper-parasit, yaitu antagonis memarasit penye-bab penyakit, dan 3) kompetisi, yaitu persaingan makanan atau tempat hidup antara antagonis dan penyebab penyakit. Laporan dari Amerika Serikat menye-butkan bahwa Verticillium psalliotae

memarasit uredospora karat kedelai.

Gambar 6. Spora cendawan karat yang diberi minyak cengkih, dinding spora lisis (a), dan tanpa minyak cengkih, bisa berkecambah (b).

Pengkajian perkembangan cendawan mikoparasit tersebut dengan menggu-nakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa banyak spora yang rusak berat tanpa disertai miselium V. psalliotae di dalamnya (Saksirirat dan Hope 1989). Selanjutnya dinyatakan bahwa degradasi sel uredospora cendawan karat disebab-kan adanya sekresi enzim litik yang di-keluarkan oleh V. psalliotae. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang membandingkan antara mekanisme pe-ngendalian V. lecanii dan V. psalliotae.

Selama pertumbuhan, V. lecanii menge-luarkan sedikit enzim β-1,3 glukonase dan protease, tanpa aktivitas khitinase, se-dangkan V. psalliotae mengeluarkan 10 macam asam amino dan 5–7 asam amino lain yang tidak teridentifikasi; asam amino yang disebut terakhir tidak dihasilkan oleh V. lecanii (Saksirirat dan Hope 1990). Di Indonesia, cara pengendalian dengan antagonis berhasil diaplikasikan pada tanaman perkebunan, seperti kakao dan kopi, karena ekosistemnya menun-jang untuk perkembangan mikroorganisme

Tabel 2. Intensitas serangan penyakit karat di rumah kaca dan Kebun Percobaan Jambegede, Malang, musim kemarau kedua 2008.

Frekuensi penyemprotan Intensitas serangan karat (%)

minyak cengkih Di rumah kaca Di lapangan

Interval 1 hari 13,30 20,00 Interval 2 hari 7,50 21,60 Interval 3 hari 15,00 19,20 Interval 4 hari 19,15 18,20 Interval 5 hari 5,00 16,60 Interval 6 hari 14,15 17,80 Interval 7 hari 8,30 19,60

Tanpa minyak cengkih 73,30 33,60

hst = hari setelah tanam. Sumber: Sumartini (2009).

Gambar 5. Daun kedelai dengan dan tanpa minyak cengkih .

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Phakopsora pachyrhizi. http:// w w w. p a t h p o r t . v b i . v t . e d u / p a t h i n f o / pathogens/Pp.html. [19 Juny 2008]. Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian). 2007. Des-kripsi Varietas Unggul Utama Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. 37 hlm.

Baker, K.F. dan R.J. Cook. 1974. Biological Control of Plant Pathogen. W.H. Friman & Company. San Fransisco. 433 pp. Bissonnette, Bowman, Malvick, and

Mont-gomery. 2003. Map of Soybean Rust Dis-tribution. University of Illinois Extention, USA.

Grath. 2009. Product for Managing Diseases in Organic Vegetables. mtm3@cornell.edu. [13 Juli 2009].

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid IVB (Pe-nerjemah S. Ketaren). Universitas Indonesia, Jakarta. hlm. 480–494.

Kardinan, A. 1998. Prospek penggunaan bahan nabati di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 17(1): 1−8. Masnenah, E., H.K. Murdaningsih, R.

Setiami-hardja, dan W. Astika. 2004. Korelasi bebe-rapa karakter morfologi dengan ketahanan kedelai terhadap penyakit karat. Zuriat 15(1): 40–46.

Monte, R.M., D.F. Reid, and G.L. Hartman. 2003. Soybean Rust: Is the US soybean crop

at risk?. http://www.apsnet.org/online/ feature/rust/. [22 July 2008].

Saksirirat, W. and H.H. Hope. 1989. Light and scanning electron microscopic on the deve-lopment of the mycoparasite Verticillium psalliotae on uredospores of soybean rust (Phakopsora pachyrhizi). Phytopathology 128(4): 340–344.

Saksirirat, W. and H.H. Hope. 1990. Degradation of uredospores of the soybean rust fungus (Phakopsora pachyrhizi) by cell free culture filtrates of the mycoparasite Verticillium psalliotae. Phytopathology 132(1): 33–45. Santosa, B. 2003. Penyaringan galur kedelai terhadap penyakit karat daun isolat Arjasari di rumah kaca. Buletin Plasma Nutfah (1): 26–32.

Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanam-an PTanam-angTanam-an di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 449 hlm. Sinclair and Shurtleff. 1980. Compendium of

Soybean Diseases. The American Phyto-pathological Society, USA. 69 p.

Sudjono, M.S. 1979. Ekobiologi Cendawan Karat Kedelai dan Resistensi Varietas Kedelai. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 60 hlm.

Sudjono, M.S., M.M. Amir, dan M. Roechan. 1985. Penyakit karat dan penanggulang-annya. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismu-nadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung

dan Yuswadi (Ed). Kedelai. Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 331−356. Sumarno and S. Sudjono. 1977. Breeding for

soybean rust resistance in Indonesia. p. 66– 70. Report of Workshop on Rust of Soybean - Problem and Research Needs. Manila, March 1977.

Sumartini. 2009. Retensi minyak cengkih untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai. Prosiding Seminar dan Kongres Perhim-punan Fitopatologi Indonesia, Di Makassar.

Inpress.

Tahlim, S. dan K.S.S. Dewa. 2007. Ekonomi kedelai di Indonesia. hlm: 1−27. Dalam

Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim(Ed). Kedelai: Teknologi Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.

Tombe, M., K. Kobayashi, Ma’mun, Triantoro, dan Sukamto. 1992. Eugenol dan daun cengkih untuk pengendalian penyakit tanam-an industri. Makalah disampaiktanam-an pada Seminar Review Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 8 hlm.

World Intelectual Property Organization. 2008. Clove Oil as Plant Fungicides. http:// w w w . w i p o . i n t / p c t d b / e n / w o . j s p ? wo=1996039846&IA=WO1996039846 &DISPLAY=DESC. [8 August 2008]. Zadoks, J.C. dan R.D. Schein. 1979.

Epide-miology and Plant Disease Management. Oxford Univ Press. New York. 427 pp. (Bacillus) dan cendawan (Verticillium)

antagonis. Faktor-faktor yang memenga-ruhi perkembangan penyakit karat adalah

suhu, kelembapan, cahaya matahari, dan tanaman inang. Varietas kedelai yang tergolong agak tahan terhadap penyakit

karat adalah Sinabung, Kaba, Tanggamus, dan Anjasmoro.

Gambar

Gambar 2. Daun trifoliat pertama kedelai yang diinokulasi dengan spora penyakit karat (a) (foto: Sumartini), dan pustul atau uredium pada daun dilihat dari dekat (b) (World Intelectual Property Organization 2008).
Gambar 6. Spora cendawan karat yang diberi minyak cengkih, dinding spora lisis (a), dan tanpa minyak cengkih, bisa berkecambah (b).

Referensi

Dokumen terkait

Empat studi kasus sebagai contoh materi ajar yang mengeksploitasi peran analogi yang akan dibahas dalam artikel ini antara lain: (1) analogi antara gaya gravitasi dengan

Ucapan selamat atas kelahiran Isa (Natal), manusia agung lagi suci itu, memang ada di dalam Al-Quran, tetapi kini perayaannya dikaitkan dengan ajaran Kristen yang ke- yaki nannya

1) Arus kas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prediksi arus kas masa depan. Hal ini berarti bahwa prediksi arus kas masa depan tidak

Sedangkan analisis dengan X-Ray Diffraction (XRD) untuk menentukan struktur dan ukuran kristal yang terbentuk dan scanning electron microscopy (SEM) untuk

penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara umur, pendidikan, penghasilan, self care, dan depresi terhadap kualitas hidup pasien heart failure ( p value <

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pupuk kandang ayam terhadap serapan fosfor tanaman kubis bunga pada Oxic Dystrudeptes Lemban Tongoa, maka dapat

Objective function of this model is minimizing total expected cost consisting machinery depreciation cost, operating costs, inter-cell material handling cost, intra-cell

dalam kehidupan manusia, bahkan membaca merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan keberhasilan akademik sese- orang. Sebagaimana diketahui bahwa seba- gian