• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU ABSTRAK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

29 POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA KEDELAI

DAN KACANG HIJAU

Sumartini

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kotak Pos 66, Malang. Telp (0341) 801468, Fax : 0341-801496

e-mail: balitkabi@litbang.deptan.go.id

ABSTRAK

Penyakit karat merupakan penyakit penting pada kedelai di musim kemarau. Sedangkan embun tepung dan bercak daun merupakan penyakit penting pada kacang hijau masing-masing di musim kemarau dan hujan. Penyemprotan minyak cengkeh (3 ml/l) yang dimulai pada umur 25 hari, dilakukan dengan frekuensi tujuh kali, dan interval waktu lima hari efektif menurunkan intensitas penyakit karat pada kedelai, sebesar 50%. Penyemprotan ekstrak lengkuas (2 – 5 ml/l) mampu menekan intensitas penyakit bercak daun pada kacang hijau sebesar 53%, sementara penyemprotan ekstrak mimba (1 ml/l) tujuh kali dimulai umur 25 hari dengan interval lima hari lebih efektif menurunkan intensitas penyakit embun tepung sebesar 38%. Tulisan ini merupakan ulasan hasil-hasil penelitian efektivitas minyak cengkeh, lengkuas, dan mimba terhadap masing-masing penyakit karat pada kedelai, bercak daun, dan embun tepung pada kacang hijau.

Kata kunci : Kedelai, kacang hijau, penyakit karat, bercak daun Cercospora, dan embun tepung

PENDAHULUAN

Bioekologi Penyakit karat pada kedelai, bercak daun, dan embun tepung pada kacang hijau.

Penyakit karat pada kedelai merupakan penyakit utama, disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi, yang menginfeksi daun-daun dan mengakibatkan daun-daun-daun-daun gugur sebelum waktunya, sehingga akan menghambat pembentukan polong dan akhirnya mengurangi hasil. Besarnya kehilangan hasil tergantung pada waktu pertama terjadinya infeksi. Jika infeksi terjadi lebih awal, maka kehilangan semakin tinggi.

(2)

Kehilangan hasil dapat mencapai 30 - 90% di Indonesia (Semangun 1991), dan 80% di Amerika Serikat.

Penyebaran penyakit karat dari musim ke musim karena spora karat dapat terbawa oleh aliran udara, dan dapat terpencar secara cepat pada jarak yang jauh. Penyakit karat pertama diketemukan di daratan China dan Asia Timur pada tahun 1902, kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan Australia pada 1914. Di Indonesia mulai terdapat laporan penyakit karat pada tahun 1949 yang penyebabnya diidentifikasi sebagai Uromyces sojae. Di India penyakit karat diketemukan pada tahun 1950. Selanjutnya dilaporkan bahwa penyakit karat juga terjadi di Uganda pada tahun 1996, penyakit kemudian menyebar secara cepat ke seluruh Afrika pada tahun 2002, selanjutnya ke seluruh pertanaman kedelai di Brazil, Paraguay, dan Bolivia, pada tahun 2001, akhir-akhir ini penyakit karat sudah terdapat di Amerika Serikat pada tahun 2004.

Selain kedelai penyakit karat mempunyai beberapa inang lain seperti Phachyrhizus erosus (bengkuang), Cajanus cajan (kacang gude), Canavalia gladiata (kara pedang), Calopogonium muconoides (kacang asu), Crotalaria spp. (eceng-eceng), Centrosoma pubescens, Pueraria phaseolides (tanaman penutup tanah), Phaseolus lunatus (kacang kratok), Phaseolus vulgaris (buncis), Psophocarpus tetragonolobus (kecipir), Vigna radiata (kacang hijau), Vigna umbellata (kacang uci), dan Vigna unguiculata (kacang panjang).

Penyakit bercak daun merupakan penyakit penting setelah penyakit embun tepung yang banyak terjadi pada musim hujan di lahan tegal, dengan intensitas serangan dari ringan sampai berat. Intensitas serangan bercak daun pada kacang hijau varietas Merak mencapai 58% pada saat tanaman berumur 38 hari, dengan diameter bercak terpanjang dapat mencapai 4 mm (Sumartini 1997). Penyakit bercak daun tersebar luas di seluruh Indonesia, juga banyak ditemukan di Malaysia, Filipina, Thailand, dan Kepulauan Pasifik (Semangun 1991). Kehilangan hasil di Filipina dilaporkan dapat mencapai 23% apabila 75% dari daun mati karena bercak daun Cercospora (Quebral 1978), sedangkan di Taiwan mencapai 58% (AVRDC 2005).

(3)

31

Penyakit bercak daun disebabkan oleh dua jenis cendawan yaitu Cercospora canescens dan Cercospora cruenta, tetapi di lapangan C. canescens lebih banyak di temukan (Semangun 1991). Mula-mula pada daun timbul gejala bercak kecil yang berwarna kecoklatan dengan bentuk tidak teratur, kemudian melebar. Beberapa bercak dapat menjadi satu sehingga membentuk bercak yang lebih besar. Bagian tengah bercak menjadi berwarna putih, bagian tersebut merupakan kumpulan spora dari cendawan penyebab penyakit. Serangan bercak daun lebih banyak terjadi pada fase generatif (Nuryanto et al. 1993).

Penyakit embun tepung termasuk penyakit penting pada kacang hijau, banyak ditemukan menyerang kacang hijau yang ditanam pada musim kemarau di lahan sawah. Penyakit embun tepung merupakan salah satu hambatan dalam peningkatan produksi kacang hijau di Indonesia (Semangun 1991; Hardaningsih et al. 1992). Penyakit tersebar di beberapa negara penghasil kacang hijau seperti India, Filipina dan Taiwan (Grewal 1978; Quebral 1978; Yang 1978). Penyakit embun tepung berkembang baik pada keadaan kering dan banyak angin. Sebaliknya apabila terjadi hujan terus menerus akan menghambat perkembangan penyakit. Oleh karena itu penyakit embun tepung banyak terjadi pada pertanaman kacang hijau di musim kemarau.

Penyakit embun tepung disebabkan oleh cendawan Oidium sp. Stadium sempurna perkembangan cendawan tersebut adalah Erysiphe polygoni. Pada umumnya serangan dimulai dari daun bagian bawah, selanjutnya terus berkembang menyerang daun-daun yang lebih atas. Gejala mula-mula timbulnya bercak berwarna putih pada daun. Warna putih tersebut merupakan miselium dari cendawan Oidium sp. Pada perkembangan lebih lanjut sebagian atau seluruh permukaan daun tertutup oleh miselium cendawan. Pada serangan yang berat daun menjadi kekuningan, kemudian kecoklatan dan gugur. Apabila seluruh permukaan terserang embun tepung pada saat berbunga, kerugian hasil dapat mencapai 21% (Quebral 1978). Prayogo dan Hardaningsih (1993) melaporkan bahwa kehilangan hasil pada varietas No. 129 yang sangat

(4)

rentan dapat mencapai 80%, apabila tanaman terinfeksi pada umur muda (14 hari setelah tanam).

PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN PATOGEN TANAMAN

Pengendalian penyakit karat daun dengan minyak cengkeh.

Pengendalian penyakit kedelai dan kacang hijau dapat dilakukan dengan menggunakan bahan nabati, karena murah daripada cara kimiawi. Selain itu bahan nabati mudah didapatkan di sekitar kita, mudah terdegrasi sehingga tidak mencemari lingkungan. Pengendalian penyakit-penyakit daun seperti karat telah dilakukan dengan menggunakan beberapa ekstrak nabati yang toksik terhadap patogen.

Hasil penelitian tahun 2005 menunjukkan bahwa ekstrak cengkeh mampu menekan jamur karat P. pachyrizi (Sumartini 2006). Cengkeh mengandung bahan anti cendawan antara lain eugenol. Kandungan eugenol di dalam ekstrak cengkeh berkisar antara 70 – 95% tergantung dari bagian tanaman dan varietas yang digunakan. Kisaran kandungan eugenol pada bunga, tangkai, dan daun berturut-turut adalah 82-87%, 83-95%, dan 90-95% (Guenther 1990). Selain eugenol cengkeh mengandung metil eugenol dan -caryophyllene. Eugenol merupakan senyawa volatil yang tidak dapat larut dalam air dan propylene glycol, tetapi dapat larut dalam alkohol, eter, chloroform dan aseton (Tombe 1999).

Sebagai antibiotik eugenol digunakan untuk membunuh mikroorganisme seperti Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. yang menginfeksi bahan makanan. Selain itu eugenol juga dapat mematikan atau menekan perkembangan patogen tanaman antara lain Fusarium oxysporum, Phytophtora capsici, Rhizoctonia solani, dan Sclerotium rolfsii (Tombe et al. 1992).

Hasil penelitian tahun 2006 menunjukkan bahwa penyemprotan ekstrak cengkeh 100/1000 (w/v) pada konsentrasi 5, 10, atau 15% dapat menekan perkembangan penyakit karat. Konsentrasi 15% efektif menghambat perkembangan penyakit karat sampai 67,6%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak cengkeh semakin sedikit jumlah uredinia masing-masing sebesar 9,2; 5,6 dan 3,3. Dengan menaikkan konsentrasi ekstrak cengkeh 2

(5)

33

– 3 kali (dari 5% menjadi 10% dan 15 %) jumlah uredinia turun menjadi 39 - 64%. Namun demikian pengaruh penyemprotan tersebut terhadap hasil kedelai belum diketahui (Sumartini 2007).

Pengembangan penelitian selanjutnya digunakan formulasi minyak. Guna mengetahui sampai seberapa jauh minyak cengkeh dapat melindungi daun-daun kedelai dari infeksi penyakit karat, maka diamati intensitas serangan karat di rumah kaca dan lapangan. Intensitas penyakit karat di rumah kaca bervariasi 5 – 19% pada perlakuan, dan 73% pada tanpa bahan nabati. Sedangkan di lapangan 17 – 22% pada petak perlakuan, dan 34% pada petak tanpa perlakuan. Pada pengamatan intensitas serangan karat terakhir terdapat perbedaan nyata pada petak perlakuan dan kontrol. Sedangkan petak antar perlakuan tidak berbeda nyata, meskipun demikian di antara perlakuan terdapat kecenderungan baik di rumah kaca maupun di lapangan bahwa perlakuan lima hari mempunyai intensitas sedikit daripada perlakuan lainnya, dan dapat menghambat intensitas penyakit karat sebesar 53%. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyemprotan cengkeh akan efektif apabila dilakukan beberapa kali dengan interval waktu lima hari (Tabel 1). Fenomena tersebut membuktikan bahwa dalam tempo waktu setelah lima hari residu minyak cengkeh pada daun sudah berkurang.

Tabel 1. Intensitas serangan penyakit karat pada beberapa waktu penyemprotan di rumah kaca dan lapangan pada 2008. No

Urut Frekuensi Penyemprotan minyak cengkeh Intensitas serangan karat (%) Rumah kaca Lapangan

1. satu hari sekali 13,30 b 20,00 b

2. dua hari sekali 7,50 b 21,60 b

3. tiga hari sekali 15,00 b 19,20 b

4. empat hari sekali 19,15 b 18,20 b

5. lima hari sekali 5,00 b 16,60 b

6. enam hari sekali 14,15 b 17,80 b

7. tujuh hari sekali 8,30 b 19,60 b

8. Tanpa minyak cengkeh 73,30 a 33,60 a

LSD 0,05 14,78 7,328

Kk (%) 45,78 21,04

Sumber : Sumartini (2008)

(6)

Pengendalian penyakit bercak daun dengan lengkuas

Penyakit bercak daun mulai muncul pada saat tanaman berumur tiga minggu, kemudian berkembang. Pengamatan intensitas penyakit dilakukan pada saat tanaman berumur 44 hari. Bahan nabati lengkuas dan minyak cengkeh lebih efektif daripada larutan bawang putih, larutan serbuk biji mimba dan tanpa pengendalian. Dengan konsentrasi 3 – 5 ml mampu menekan penyakit bercak daun sebesar 53% (Tabel 2). Menurut Ginting (1999) lengkuas efektif menekan diameter koloni cendawan Phytophthora capsici penyebab busuk pangkal batang pada lada. Lengkuas mengandung bahan aktif sineol, pipena, kamfor, dan metil cinamat yang berperan sebagai antibiotik (Harris 1990).

Tabel 2. Intensitas penyakit bercak daun pada kacang hijau di Desa Daleman, Kec. Kedondong, Kab. Sampang, Madura pada umur 44 hari setelah tanam.

No Perlakuan Intensitas

bercak daun (%)

Penghambatan (%)

1. Penyemprotan dengan minyak

cengkeh 17,0 bc 37

2. Penyemprotan dengan larutan

bawang putih 21,4 ab 21

3. Penyemprotan dengan larutan

lengkuas 12,8 c 53

4. Penyemprotan dengan larutan

serbuk biji mimba 21,4 ab 21

5. Tanpa penyemprotan bahan nabati

27,0 a -

6. Penyemprotan dengan fungisida

difenoconazol 2,0 d 92

BNT 5% 5,413 -

Sumber : Sumartini (2011)

Keterangan : hst = hari setelah tanam, tn = tidak nyata

Berat polong kering secara statistik tidak berbeda (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh banyak biji yang berkecambah sebelum dipanen karena hujan terjadi terus menerus selama penelitian (Gambar 1). Biji kacang hijau varietas Sampeong berukuran kecil, umumnya untuk produk kecambah.

(7)

35

Tabel 3. Berat polong isi dan berat kering biji kacang hijau. Desa Daleman, Kec. Kedondong, Kab. Sampang, Madura.

No Perlakuan (gram/50 tanaman) Berat kering polong

1. Penyemprotan dengan minyak cengkeh 82,83

2. Penyemprotan dengan larutan bawang putih 70,60

3. Penyemprotan dengan larutan lengkuas 69,12

4. Penyemprotan dengan larutan serbuk biji mimba 63,74

5. Tanpa penyemprotan bahan nabati 91,70

6. Penyemprotan dengan fungisida hexaconazol 92,00 tn Sumber : Sumartini (2011)

Keterangan: tn = tidak nyata.

Gambar 1. Fluktuasi curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Sampang selama bulan Januari sampai Juli 2010.

Pengendalian penyakit embun tepung dengan mimba

Hasil penelitian tahun 2009 di Kudus disajikan pada Tabel 3, bahwa intensitas penyakit embun tepung bervariasi dari 0 sampai 37,40 %. Intensitas serangan embun tepung pada petak perlakuan berbeda nyata

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Jan Feb Mrt Aprl Mei Jn Jl

Bulan/Th 2010 C u ra h h u ja n ( m m ) 0 5 10 15 20 25 H a ri h u ja n Crh hujan Hr hujan

(8)

dengan petak tanpa perlakuan. Perlakuan fungisida hexaconazol 1 ml/liter dilanjutkan dengan difenoconazol 1 ml/liter lebih efektif daripada hanya aplikasi secara tunggal. Pada petak yang disemprot dengan hexaconazol pada pengamatan umur 44, dan 51 hari tidak ditemukan embun tepung. Tabel 3. Intensitas serangan penyakit embun tepung (Erysiphe poligoni)

pada kacang hijau di Kudus. Tahun 2009. Perlakuan Intensitas embun

tepung pada umur (%) Penghambatan (%) Berat Kering Polong (kg/plot) Hasil yang dapat diselamatkan (%) 44 hari 51 hari 1. P-1 0, 00 a 0,00 a 100 1, 799 c 52 2. P-2 17,60 c 8,00 b 75 2,173 e 83 3. P-3 12,60 b 0,00 a 100 2,138 e 80 4. P-4 0,00 a 20,00 c 38 2,007 de 70 5. P-5 24,60 d 22,00 c 31 1,416 b 19 6. P-6 37,40 e 32,00 d - 1,188 a - Kk (%) 23 37 37 BNT 0,05 0,21 2,09 0,108 Sumber : Sumartini (2011) Keterangan :

P1 = hexaconazol 1 cc/liter (14, 21, dan 28 hst + difenoconazol 1 cc/liter (35 dan 42 hst)

P2 = hexaconazol (Anvil*) 1 ml/liter (14, 21, dan 28 hst) P3 = difenoconazol (Score*) 1 ml/liter (30, 37, dan 42 hst) P4 = ekstrak biji mimba 1 ml/liter (25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 hst) P5 = minyak cengkeh 1ml/liter (25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 hst) P6 = air, seminggu sekali

Kk = koefisien kovarian BNT = beda nyata terkecil

Hasil penelitian juga menyatakan bahwa bahan nabati mimba lebih efektif menekan penyakit embun tepung daripada cengkeh. Tanpa tindakan pengendalian perkembangan penyakit embun tepung cepat sekali, terlihat pada petak tanpa pengendalian pada pengamatan umur 44 hari intensitas penyakit tertinggi mencapai 37,40%, namun akibat penyemprotan air kelembaban agak tinggi sehingga perkembangan penyakit embun tepung agak terhambat. Kondisi lingkungan selama penelitian berlangsung cukup mendukung perkembangan penyakit embun tepung. Sumber inokulum berlimpah, suhu rata-rata pada pagi hari 20-220C, dan suhu maksimum

(9)

26-37

270C, sangat sesuai bagi perkembangan penyakit embun tepung. Menurut

Ilag (1978) perkembangan penyakit embun tepung meningkat pada suhu 22-260C, dengan kelembaban nisbi 80-88%.

Pada petak yang disemprot mimba pada awalnya intensitas penyakit belum terlihat (0%), namun seiring dengan perkembangan tanaman, penyakit berkembang dan dengan konsentrasi 1 ml/liter tidak mampu menekan perkembangan penyakit embun tepung. Penyemprotan mimba mampu menurunkan intensitas embun tepung sebesar 38%. Selain itu kehilangan berat kering polong yang dapat dicegah sebesar 70% (Tabel 2). Hal lain terjadi pada petak yang disemprot cengkeh, meski disemprot dengan minyak cengkeh perkembangan penyakit embun tepung tetap cepat. Dengan menaikkan konsentrasi sampai 3 ml/l air (masih ekonomis) kemungkinan dapat menekan perkembangan penyakit embun tepung.

Mimba berbahan aktif azadirachtin, salamin, miliantriol, dan nimbin biasanya digunakan untuk pengendalian hama dengan mekanisme kerja penolakan makan, sehingga semakin lama hama akan mati kelaparan (Sudarmadji 1993). Namun mimba juga dapat menurunkan perkecambahan spora dan jumlah pustul pada penyakit karat daun kedelai (Sumartini 2002).

Cengkeh berbahan aktif eugenol efektif mengendalikan beberapa macam penyakit antara lain karat daun kedelai (Sumartini 2007), penyakit tular tanah yang disebabkan oleh cendawan-cendawan Fusarium oxysporum, Phytophthora capsici, Rhizoctonia solani, dan Sclerotium rolfsii (Tombe et al. 1992). Intensitas penyakit embun tepung pada perlakuan dengan ekstrak mimba dan minyak cengkeh di bawah perlakuan fungisida, namun kedua bahan nabati tersebut mempunyai keunggulan tidak mencemari lingkungan dan tidak memicu timbulnya ras-ras baru. Konsentrasi minyak cengkeh masih bisa ditingkatkan menjadi dari 3 ml/l, sedangkan untuk larutan serbuk biji mimba 5 ml/l. Lebih dari konsentrasi tersebut terjadi fitotoksis atau merusak jaringan daun (Sumartini 2007).

KESIMPULAN

Penyemprotan minyak cengkeh efektif terhadap penyakit karat pada kedelai, dilakukan dengan interval waktu lima hari.

(10)

Penyemprotan ekstrak mimba (1 ml/l) tujuh kali dimulai umur 25 hari dengan interval 5 hari lebih efektif terhadap penyakit embun tepung daripada minyak cengkeh (1 ml/l).

Penyemprotan hexaconazol 1 ml/liter pada umur 14, 21, dan 28 hari setelah tanam, dilanjutkan dengan difenoconazol 1 ml/liter pada umur 35 dan 42 hari setelah tanam lebih efektif mengendalikan penyakit embun tepung daripada hanya hexaconazol atau difenoconazol saja.

Efektivitas fungisida kimia (hexaconazol dan difenoconazol) lebih tinggi dibandingkan fungisida asal bahan nabati.

Bahan nabati lengkuas lebih efektif daripada minyak cengkeh, larutan bawang putih, ekstrak biji mimba dan tanpa pengendalian, dengan konsentrasi 3 – 5 ml mampu menekan intensitas penyakit bercak daun sebesar 52,6%.

DAFTAR PUSTAKA

Asian Vegetable Research and Development Centre. 2005. Powdery mildew and Cercospora leaf spot of mungbean.

http://www.avrdc.org/L.C/mungbean/production/disease (diakses pada 27-Sept-2005).

Ginting, C., D.R.J. Sembodo, H. Susanto, dan M. Prama Yudi. 1999. Kemampuan beberapa tepung tumbuhan dalam menekan pertumbuhan Phytophthora capsici dari tanaman lada. Hal : 512 – 518. Dalam. Soedarmono (Penyunting). Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.

Grewal, J.S. 1978. Diseases of mungbean in India. In. The First International Mungbean Symposium August 16-19, 1977 at the University of the Philippines at Los Banos. p: 165-168.

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid IVB (Penerjemah : S. Ketaren). Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 480 – 494.

Hardaningsih, S., Y. Baliadi dan N. Saleh. 1993. Penyakit kacang hijau dan Penanggulangannya. Edisi 2. Dalam. T. Adisarwanto, Sigiono, Sunardi, dan Achmad Winarto. (Penyunting). Kacang Hijau. Monograf Balittan Malang No. 9. Hlm: 97-115.

Harris, R. 1990. Tanaman Minyak Atsiri, Cetakan ke III. Penebar Swadaya. Jakarta. 172 hlm.

(11)

39

Ilag, L.L. 1978. Mungbean disease in the Philippines. In. The First International Mungbean Symposium August 16-19, 1977 at the University of the Philippines at Los Banos. p: 154-156.

Nuryanto, B., Suparyono, dan Sudir. 1993. Periode kritis kacang hijau terhadap penyakit bercak daun (Cercospora canescens). Hal. 587 – 594. Dalam. Risalah Kongres dan Seminar Ilmiah Nasional XII Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta.

Prayogo, Y. dan S. Hardaningsih, 1993. Inokulasi jamur embun tepung (Erysiphe polygoni) pada berbagai umur kacang hijau varietas No. 129. Dalam. Sumardiyono, Y. B. (Penyunting). Risalah Kongres XII dan Seminar Ilmiah Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Yogyakarta. Hal. 581 – 586.

Quebral, F.C. 1978. Powdery mildew and Cercospora leaf-spot of mungbean in the Philippines. In. The First International Mungbean Symposium August 16-19, 1977 at the University of the Philippines at Los Banos. p: 147-148

Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hlm.

Sudarmadji, D. 1994. Prospek dan kendala dalam pemanfaatan nimba sebagai insektisida nabati. Hal. 222 – 2229. Dalam . Djiman Sitepu (Penyunting). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor. 1-2 Desember 1993.

Sumartini. 1997. Reaksi beberapa genotip kacang hijau terhadap penyakit bercak daun (Cercospora canescens). Hal. 373 – 375. Dalam. Risalah Kongres dan Seminar Ilmiah Nasional PFI XIV. Jilid 2. Palembang. Sumartini. 2006. Keefektivitas ekstrak cengkeh untuk pengendalian

penyakit karat pada kedelai. Laporan Teknis tahun 2006. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan.

Sumartini. 2007. Efektivitas ekstrak bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat (Phakopsora pachyrhizi) pada kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian. Mapeta 9: 70 – 75. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Surabaya.

Sumartini. 2009. Retensi minyak cengkeh dalam pengendalian penyakit karat pada kedelai. Laporan Teknis tahun 2008. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan.

(12)

Sumartini. 2011. Efektivitas bahan nabati untuk pengendalian penyakit embun tepung dan bercak daun pada kacang hijau. Prosiding Seminar Nasional Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan menuju Kemandirian Pangan Nasional. Fakultas Pertanian Univ. Muhammadyah Purwokerto.

Sumartini dan Y. Prayogo. 2002. Identifikasi bahan nabati untuk pengendalian penyakit karat pada kedelai. Hal. 101 – 104. Dalam. Agus Purwantara, Djiman Sitepu, Ika Mustika, Karden Mulya, Mas Sudjadi Sudjono, Muhamad Machmud, Sri Hendrastuti Hidayat, Supriadi, Widodo. (Penyunting). Prosiding Kongres XVI dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor.

Tombe M., K. Kobayashi, Ma’mun, Triantoro, dan Sukamto. 1992. Eugenol dan daun cengkeh untuk pengendalian penyakit tanaman industri. Makalah disampaikan pada Seminar Review Hasil penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 8 hlm.

Tombe, M. 1999. Pengenalan dan Peranan Fungisida Nabati Dalam Pengendalian Penyakit Tanaman. Hal. 16 – 23. Dalam. Pemanfaatan Pestisida Nabati. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol.11. No. 2. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 65 hlm.

Yang, C.Y. 1978. Mungbean disease and control. In. The First International Mungbean Symposium August 16-19, 1977 at the University of the Philippines at Los Banos. p: 141-146.

Pertanyaan/komentar Supriadi (Balittro):

T: Pestisida nabati tidak hanya untuk organisme penyebab penyakit saja, oleh karena itu sebaiknya efektifitasnya terhadap serangga hama juga diamati.

J: Kami melibatkan peneliti hama serangga dalam kegiatan ini dan mengembangkan untuk pengendalian terpadu (PHT).

Gambar

Tabel 1.  Intensitas serangan penyakit karat pada beberapa waktu  penyemprotan  di rumah kaca dan lapangan pada  2008
Tabel  2.    Intensitas  penyakit  bercak  daun  pada  kacang  hijau  di  Desa  Daleman, Kec
Tabel 3.  Berat polong isi dan berat kering biji kacang hijau.  Desa Daleman,  Kec. Kedondong, Kab

Referensi

Dokumen terkait

Mengenai pengelompokan pelanggan, terdapat beberapa alasan mengenai adanya perbedaan penerapan tarif jual beli air PDAM Surya Sembada di Pondok Benowo Indah Kecamatan

Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian penulisan hukum ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu yaitu suatu cara yang digunakan

DAPATAN KAJIAN DAN PERBINCANGAN Pendahuluan Latar Belakang Demografi Objektif 1: Tahap Kejayaan Kerjaya Ahli Akademik di Universiti Penyelidikan Tahap Kejayaan Kerjaya Ekstrinsik

Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini dapat: (a) Bagi tokoh PNPM Mandiri dapat menjadi informasi agar mampu membimbing ibu rumah tangga untuk mengembangkan,

Juragan merupakan kumpulan yang terlibat secara langsung dengan aktiviti pengeluaran ikan, pemilik alat pengeluaran, mempunyai modal yang besar dan menggunakan teknologi

Zakat merupakan suatu landasan bagi tumbuh dan berkembangnya kekuatan sosial ekonomi dan kehidupan umat Islam. Sebagaimana rukun Islam yang lain, ajaran zakat memiliki dimensi

Berhubungan dengan luasnya lingkup permasalahan dan waktu serta keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan, maka peneliti membatasi pada variabel penelitian dan

kepatuhan masyarakat pada Protokol Covid- 19 dalam pembatasan sosial fisik di Kelurahan Oi Fo’o Kota Bima, baik hindari berinteraksi dengan orang yang