• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SPINAL CORD INJURY

Rezky Sya’bani

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

(2)

A. PENGERTIAN

Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001)

Cidera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :

 komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)

 tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Cidera medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.

B. ETIOLOGI

Penyebab dari cidera medulla spinalis yaitu :

 kecelakaan otomobil, industri

 terjatuh, olah-raga, menyelam

 luka tusuk, tembak

 tumor.

C. PATOFISIOLOGI

Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).

(3)

Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla spinalis akut.

Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.

Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5

• Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian dari bokong.

• Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.

• Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.

• Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.

 Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

D. MANIFESTASI KLINIS

 nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena

 paraplegia

 tingkat neurologik

 paralisis sensorik motorik total

 kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)

 penurunan keringat dan tonus vasomoto

 penurunan fungsi pernafasan

 gagal nafas

(4)

E. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK

- Sinar X spinal

Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi

- Skan ct

Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural - MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi - Mielografi.

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).

• Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma, atelektasis)

• Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).

• GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi (Marilyn E. Doengoes, 1999 ; 339 – 340)

(5)

o Neurogenik shock. o Hipoksia. o Gangguan paru-paru o Instabilitas spinal o Orthostatic Hipotensi o Ileus Paralitik

o Infeksi saluran kemih

o Kontraktur

o Dekubitus

o Inkontinensia blader

o Konstipasi

G. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA MEDULLA SPINALIS PENGKAJIAN

a. Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).

b. Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.

c. Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi tanah /hematemesis.

d. Takut, cemas, gelisah, menarik diri. e. Makanan /cairan

f. Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik) g. Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)

h. Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).

i. Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal sembuh).

(6)

j. Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena karena pengaruh trauma spinal.

k. Nyeri /kenyamanan

l. Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral. m. Pernapasan

n. Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.

o. Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar). p. Seksualitas

q. Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur. (Marikyn E. Doengoes, 1999 ; 338-339)

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik dan sesorik.

3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan sensorik.

4. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih secara spontan.

5. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan autonomik.

6. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan alt traksi

(7)

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

Tujuan perencanaan dan implementasi dapat mencakup perbaikan pola pernapasan, perbaikan mobilitas, pemeliharaan integritas kulit, menghilangkan retensi urine, perbaikan fungsi usus, peningkatan rasa nyaman, dan tidak terdapatnya komplikasi.

INTERVENSI

1. Tujuan : Meningkatkan pernapasan yang adekuat

Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi napas normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35

– 7,45

Rencana Tindakan

a. Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret

R/ Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen berpengaruh terhadap kemampuan batuk.

b. Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret) R/ Menutup jalan nafas.

c. Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur R/ Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia. d. Lakukan suction bila perlu

R/ Pengambilan secret dan menghindari aspirasi. e. Auskultasi bunyi napas

(8)

R/ Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru. f. Lakukan latihan nafas

R/ mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret. g. Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi

R/ Mengencerkan sekret

h. Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah

R/ Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam darah. i. Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi

R/ Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.

2. Tujuan : Memperbaiki mobilitas

Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi, mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas. Rencana Tindakan

a. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam. R/ Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.

b. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien.

(9)

c. Beri papan penahan pada kaki R/ Mencegah terjadinya foodrop

d. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits R/ Mencegah terjadinya kontraktur.

e. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari R/ Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.

f. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien. R/ Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.

g. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti splints

R/ Memberikan pancingan yang sesuai. 3. Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit

Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.

Rencana Tindakan

a. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit

R/ Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder /bowel.

b. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam

(10)

c. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)

R/ Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas d. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis

R/ Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi meningkatkan sirkulasi darah.

e. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.

R/ Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit

f. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.

R/ Meningkatkan sirkulasi darah

g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein R/ Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan

h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari R/ Mempercepat proses penyembuhan

4. Tujuan : Peningkatan eliminasi urine

Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan seimbang Rencana tindakan

(11)

a. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih

R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih b. Kaji intake dan output cairan

R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder. c. Lakukan pemasangan kateter sesuai program

R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine

d. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari

R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ... e. Cek bladder pasien setiap 2 jam

R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia f. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas

R/ Mengetahui adanya infeksi

g. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam

R/ Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.

5. Tujuan : Memperbaiki fungsi usus

Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek, berbentuk. Rencana tindakan

(12)

a. kaji pola eliminasi bowel

R/ Menentukan adanya perubahan eliminasi b. Berikan diet tinggi serat

R/ Serat meningkatkan konsistensi feses

c. Berikan minum 1800 – 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi R/ Mencegah konstipasi

d. Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen R/ Bising usus menentukan pergerakan perstaltik e. Hindari penggunaan laktasif oral

R/ Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan f. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan

R/ Meningkatkan pergerakan peritaltik g. Berikan suppositoria sesuai program

R/ Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi h. Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi

(13)

6. Tujuan : Memberikan rasa nyaman

Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman, mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan individu.

Rencana tindakan

a. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 –

1-R/ Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya dada / punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer

b. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase, kompres hangat / dingin sesuai indikasi.

R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.

c. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi visualisasi, latihan nafas dalam.

R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping

d. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren (dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)

(14)

R/ Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.

EVALUASI

1. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat 2. Klien dapat memperbaiki mobilitas

3. Klien dapat mempertahankan integritas kulit 4. klien mengalami peningkatan eliminasi urine

5. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi 6. Klien menyatakan rasa nyaman

Referensi

Dokumen terkait

Yoghurt yang menggunakan starter biakan bakteri  Lactobacillus bulgaricus ini berhasil, namun ada kesalahan dalam memasaknya yaitu susu saat dimasak pecah dan terlalu lama

Nymph terlihat seperti kutu kepala dewasa, tetapi warna kuning buram dan tetap menempel pada batang rambut.. Nymph terlihat seperti kutu kepala dewasa,

Setelah tombol edit topic di klik akan muncul form isian (lihat gambar 9) untuk melakukan editing terhadap section name atau nama judul dari sesi topik,

Konsep bentuk bangunan menggunakan konsep bentuk simbolis, yaitu bentuk bangunan mampu mewakili esensi sebagai bangunan asrama mahasiswa dengan tema

Dalam konteks ini, mauquf ‘alaih tidak terbatas pada sasaran yang langsung dimanfaatkan sebagaimana pada wakaf konsumtif, tetapi seiring dengan perkembangan aset wakaf yang

Massa utama area penerimaan ini dipergunakan juga sebagai penghubung antara area medik inap dengan medik jalan dewasa dan lansia dengan diadakannya ruangan – ruangan yang sama

Selain itu Pemekaran daerah juga dapat diartikan sebagai pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya, pembentukan

Analisis data merupakan proses menganalisis data ke dalam kategori suatu kegiatan untuk meneliti, memeriksa, mempelajari, dan membandingkan data yang ada sehingga dapat