• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP ABORTUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASKEP ABORTUS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan, dan yang paling sering terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002). Terdapat beberapa macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, 2002).

Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang mengalami abortus spontan.

Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).

Menariknya pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang

(2)

sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini.

Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian abortus.

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada kehamilan patologis (aborsi) dengan kasus pasien abortus imminen

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat melakukan dan menerapkan asuhan keperawatan pada ibu dengan kejadian Abortus sesuai dengan konsep teori asuhan keperawatan

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami definisi abortus

2. Mengetahui dan memahami jenis – jenis abortus beserta tanda dan gejalanya.

3. Mengetahui dan memahami epidemiologi dari abortus

4. Mengetahui dan memahami etiologi dan web of causation abortus 5. Mengetahui dan memahami komplikasi dari abortus

6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari abortus

7. Mampu menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan abortus.

1.4. Manfaat

a. Mengetahui cara pemberian asuhan keperawatan pada kehamilan patologis (aborsi) dengan kasus pasien abortus imminen dengan efektif dan efisien.

(3)

1.5. Batasan Permasalahan

Pada pembahasan makalah ini dibatasi pada peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami aborsi secara efektif dan efisien.

(4)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau kurang, dari ibunya yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Moore, 2001).

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Liewollyn, 2002).

2.2. Epidemiologi

Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi Abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta Abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :

• 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura • antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia • antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina • antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand

Di perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di pedesaan Abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri.

(5)

Cara Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas prostaglandin / suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%).

Data dan lapangan menunjukkan bahwa ternyata sekitar 70-80% wanita yang meminta tindakan aborsi legal ternyata dalam status menikah, karena tidak menginginkan kehamilannya. Sisanya antara lain dan kalangan remaja puteri, yang walaupun lebih sedikit namun menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama di kota besar atau di daerah tertentu seperti di Sulawesi Utara dan Bali. Bila ditinjaulebih lanjut, penyebab kehamilan yang tidak diinginkan antara lain meliputi kegagalan KB, alasan ekonomi, kehamilan di luar nikah atau kehamilan akibat perkosaan dan insest.

Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu, disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis. Manajemen aktif kala III dalam persalinan normal dikatakan dapat mencegah sekitar 50% perdarahan postpartum,atau sekitar 17-20% kematian ibu. Dengan demikian, paket intervensi berupa pelayanan paska keguguran dan pertolongan persalinan yang bersih dengan manajemen aktif kala III dapat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu sampai sekitar 50%.

2.3.Klasifikasi Abortus : a. Abortus spontanea

Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi dengan sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi bulan kedua dan ketiga. Abortus spontan terdiri dari beberapa jenis yaitu:

(6)

1.

Abortus Imminen s

Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

Gejala-gejala abortus imminens antara lalin :

a) perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu.

b) nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.

Untuk pemeriksaan penunjang abortus imminen digunakan Sonografi vagina, pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (HCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Selain itu, juga digunakan tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup.

Jika konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ultrasonografi abdomen atau probe vagina dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase.

Penanganan abortus imminens meliputi : a) Istirahat baring.

(7)

Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.

b) Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular. Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.

c) Pemeriksaan ultrasonografi 2. Abortus Insipiens

Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

Gejala-gejala abortus insipiens adalah:

a) rasa mules lebih sering dan kuat

b) perdarahan lebih banyak dari abortus imminens.

c) Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan pembukaan.

Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.

Penanganan Abortus Insipiens meliputi :

1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual.

Jika evaluasi tidak dapat dilakukan, maka segera lakukan :

a). Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).

b). Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :

a). Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.

(8)

b). Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.

c). Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan

3. Abortus Inkompletus

Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.

Gejala-gejala yang terpenting adalah:

a) Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus.

b) Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus allienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan lama, cervix akan menutup.

Penanganan abortus inkomplit :

1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral.

2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :

a. Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam

(9)

sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.

b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).

3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:

a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi

b. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)

c. Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

d. Pastikan untuk tetap

memantau kondisi ibu setelah penanganan.

4. Abortus kompletus

Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.

Klien dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.

b. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)

Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum

(10)

mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.

1. Missed abortion

Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.

Gejala missed abortion adalah :

a. tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.

b. Gejala subyektif kehamilan menghilang, c. mamma agak mengendor lagi,

d. uterus tidak membesar lagi malah mengecil, e. tes kehamilan menjadi negatif

f. gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe berlangsung terus.

Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan. Tindakan pengeluaran janin, tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.

(11)

Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortus dengan oxitocin dan antibiotic. Setelah kematian janin dapat dipastikan

2. Abortus Habitualis

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

2.4. Etiologi

Sebab-sebab abortus tersebut antara lain: a. Etiologi dari keadaan patologis

Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan keguguran.Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebab-sebab abortus spontan yaitu :

1. Faktor Janin

Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab abortus adalah :

a. Kelainan kromosom

Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi terjadinya aborsi adalah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus trisemester pertama yang disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan pada monosomi X (45, X) merupakan kelainan kromosom tersering dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).

b. Mutasi atau faktor poligenik

Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi

(12)

karena adanya kelainan kromosom baik kelainan struktural kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor pendukung aborsi mungkin disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor ibu, dan beberapa faktor ayah serta kondisi lingkungan

(Williams,2006)

2. Faktort ibu

Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :

a) Infeksi yang terdiri dari :

1. Infeksi akut

a. Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.

b. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.

c. Parasit, misalnya malaria. 2 I nfeksi kronis

a. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.

b. Tuberkulosis paru aktif.

b)Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.

c) Penyakit kronis, misalnya :

- hipertensi  jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu, - nephritis

- diabetes  angka abortus dan malformasi congenital meningkat pada wanita dengan diabetes. Resiko ini berkaitan dengan derajat control metabolic pada trisemester pertama.

- anemia berat - penyakit jantung

- toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada plasenta

d) Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus

(13)

e) Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulkan abortus.

f) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus

g) Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola) 3. Pemakainan obat dan faktor lingkungan

a. Tembakau

merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat dobandingkan wanita yang tidak merokok.

b. Alkohol

abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan.

c. Kafein

konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak sedikit meningkatkan abortus spontan

d. Radiasi

e. Kontrasepsi

alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden abortus septik setelah kegagalan kontasepsi.

f. Toxin lingkungan

pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan tertentu di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus (barlow, 1982)

4. Faktor Imunologis a) Autoimun

b) Alloimun 5. Faktor ayah

Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus. (william,2006)

(14)

b. Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita yang bersangkutan

2.5. Patofisiologi

Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted Ovum”.

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

2.6. Pemeriksaan ginekologi : 1. Inspeksi Vulva

Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.

2. Inspekulo

Perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.

(15)

Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

2.7. Komplikasi

a. Perdarahan (haemorrogrie) b. Perforasi

c. Infeksi dan tetanus d. Payah ginjal akut

e. Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis)

f. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah

2.8. Pemeriksaan penunjang a. Tes Kehamilan

Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus

b. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion 2.9. Penatalaksanaan Abortus

Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a) Teknik bedah

1) Kuretose / dilatasi

Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok isinya disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan uterus dengan vakum disebut kuretase isap .

(16)

Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus.

3) Laporotomi

Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup significanpada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.

b) Teknik medis 1) Oksitosin 2) Prostaglandin 3) Urea hiperosomik

(17)

2.10. WOC ABORTUS

17

hubungan seksual yang

berlebihan ,trauma. Kelainan ovum

ABORTUS

Gangguan sirkulasi plasenta

kelainan pada ibu Kelainan kromosom, lingkungan,

teratogenik, kongenital, penyakit pada ibu

Rangsangan pada uterus perdarahan

Dilatasi serviks Kematian janin pada usia ≤ 20 minggu kehamilan Prostaglandin kelemahan anemia MK : Resiko syok hemorrhagic Hipovolemik nyeri Lepasnya PD dan plasenta ibu MK : Gangguan aktivitas MK : Gangguan rasa nyaman : nyeri kecemasan Psikologis ibu MK : Risti infeksi MK: anxietas

(18)

BAB 3 ANALISA KASUS

3.1 Kasus

Ny. R usia 20 tahun, sudah menikah dan hamil pertama usia 20 minggu. Beberapa hari lalu Ny. R merasa kram di perut, nyeri dan tiba-tiba mengalami perdarahan kemudian Tn. R melarikan Ny. R ke RS. Dr. Soetomo. Sesampainya di RS, diagnosa Ny. R adalah abortus. Anamnesa Ny. R menunjukkan suhu 39o, tekanan darah 60/40 mmHg, Nadi 50x/menit dan lemah, Ny. R juga mengalami syok, dengan akral dingin, CRT > 2 detik. Dari hasil laboratorium diketahui kadar Hb 5 gr/dL, leukosit 15.000.

3.2. Analisis Data

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 S : -O :

- suhu 39o, hb 5 gr/dl - Px mengeluarkan banyak darah

- Darah yang keluar + 1 liter Perdarahan hipovolemik syok Resiko syok hemorrhagic 2 S : px merasa lemas O : - nadi lemah (50 x/menit), pasien terlihat pucat Perdarahan Anemia Kelemahan Gangguan aktivitas

(19)

Gangguan aktivitas 3 S : px mengeluh nyeri di perut Px merintih kesaki O : P= aborsi Q= severe pain R= abdomen S=(skala ± 8) T=current Keguguran janin Rangsangan pada uterus

Prostaglandin Dilatasi serviks Nyeri Gangguan rasa nyaman : nyeri 4 S : -O : leukosit 15.000, Suhu 39oC Keguguran janin Lepasnya buah kehamilan dari implantasinya Terputusnya pembuluh darah ibu Perdarahan Resiko terjadi infeksi

Resiko Tinggi infeksi

5 S : px mengatakan ketakutan tidak bias memberi keturunan O : px. Terlihat gelisah, akral dingin

Keguguran janin Terganggunya psikologis

ibu Kecemasan

(20)

3.3. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Abortus Immitens 3.3.1. Pemonitoran

a. Identitas klien

• Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Ibu hamil pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun rentang terjadi aborsi pada kandungannya. Pendidikan dan pekerjaan yang semakin berat akan meningkatkan resiko aborsi.

b. Keluhan utama

• Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan pasien pada umumnya adalah rasa nyeri pada bagian abdomen. Tingkat nyeri yang dirasakan dapat menunjukkan jenis aborsi yang terjadi.

c. Riwayat kesehatan

• Riwayat kesehatan yang dimonitor adalah riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu(faktor pendukung terjadinya aborsi misalnya mioma uteri) dan keluarga(faktor genetik), riwayat pembedahan ( seksio sesaria atau tidak), riwayat penyakit yang pernah dialami(misal : hipertensi, DM, typhoid, dll), riwayat kesehatan reproduksi, riwayat seksual, riwayat pemakaian obat(misalnya : obat jantung), pola aktivitas sehari – hari. 3.3.2. Pemeriksaan fisik

(21)

a. B1 (Breath)

- RR= 18 x/menit

- Tidak ada suara nafas tambahan

- Tidak menggunakan alat bantu pernafasan b. B2 (Blood) - Tekanan darah : 60/40 mmHg - Nadi : 50x/menit - Suhu : 39o C - Hb : 5 gr/Dl - Leukosit : 15.000 - Golongan darah : A - Akral dingin - CRT > 2 detik c. B3 (Brain)

- Stupor, tidak mengalami gangguan tidur

d. B4 (Bladder) :

-e. B5 (Bowel)

- Nyeri di daerah perut - Penurunan nafsu makan

- Frekuensi BAB 1 x/hari, berbau khas, konsistensi padat

f. B6 (Bone)

- Turgor kulit baik

- Pergerakan dalam batas normal g. Psikologis

(22)

- Ansietas h. Sosial

Hubungan dengan suami dan keluarga : baik 3.3.3. Pemeriksaan laboratorium

a. darah : leukosit naik 15.000 Hb : 5 gr/dL

3.3.4. Diagnosa keperawatan

a. Resiko syok hemorrhagic b.d perdarahan

b. Gangguan aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi

c. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri d. Resiko tinggi infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab

e. Cemas b.d kurang pengetahuan

3.3.5. Rencana asuhan keperawatan No Diagnosa

Keperawatan

(23)

1. Resiko syok hemorrhagic b.d Perdarahan Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas Mandiri : 1. Cek Airway, Breathing, and Circulation 2.Penderita dibaringkan dalam posisi trendelenburg, yaitu posisi telentang biasa dengan kaki sedikit tinggi 30 derajat

3.. Monitor kondisi TTV tiap 2 jam

4. Monitor input dan output cairan Kolaborasi : 1. Berikan sejumlah cairan pengganti harian(NaCl 0.9%, RL, Dekstran), plasma dan transfusi darah 2. Evaluasi status hemodinamika 1. Sebagai pertolongan pertama pada keadaan syok 2. Mencegah gangguan perfusi serebral dan untuk auto transfusi 3. Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi 4. Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal 1. Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif 2. Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik

(24)

BAB IV PEMBAHASAN

Pada kasus Ny. R dapat digolongkan pada abortus insipien. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala yang ada, diantaranya : usia kehamilan yang kurang dari 20 minggu, adanya perdarahan selama beberapa hari, nyeri berat pada perut.

Ny. R berusia 20 tahun tergolong dalam perempuan yang masih muda dalam suatu kehidupan rumah tangga. Setelah mengalami pemeriksaan yang lebih spesifik pada Ny. R di dapatkan data-data obyektif berupa suhu tubuh diatas normal sebesar 39o, jumlah leukosit lebih dari 10.000, hipotensi, dan nadi 50x/menit menunjukkan salah satu permasalahan Ny. R yaitu infeksi. Permasalahan lainnya yaitu syok hipovolemik. Data yang mendukung permasalahan ini adalah akral Ny. R dingin, CRT > 2 detik dan juga perdarahan yang dialami oleh Ny. R yang tidak kunjung berhenti menyebabkan kadar Hb turun dari normal sebesar 8 gr/dL. Selain itu, keadaan Ny. R juga kemungkinan besar mengalami kelemahan secara fisik karena jumlah darah yang keluar dari tubuh sangat banyak. Kondisi ini akan membatasi aktivitas Ny. R. Secara psikologis Ny. R juga beresiko mengalami anxietas, disebabkan keguguran dari kehamilan pertamanya.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan masalah keperawatan yang diperoleh dari kasus Ny. R antara lain : devisit volume cairan, gangguan aktivitas, gangguan rasa nyaman atau nyeri, resiko tinggi infeksi, dan cemas.

(25)

BAB V

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang kami temukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan kasus abortus yaitu:

1) Pemantauan secara teratur pada ibu hamil pertama (primigravidarum), terutama pada trimester I kehamilan sangatlah penting. Mengingat ibu primigravida cenderung mengalami gangguan dalam proses kehamilannya seperti misalnya abortus dalam kehamilan yang akan sangat berpengaruh terhadap psikologis ibu yang tentunya sangat berharap keselamatan bayinya dapat dipertahankan.

2) Asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan abortus hendaknya dilakukan secara komprehensif meliputi seluruh aspek bio – psiko – sosial dan spiritual karena kenyamanan psikologis ibu sangat berpengaruh terhadap kondisi janin yang dikandungnya.

3) Dalam masa kehamilan sebaiknya Ibu selalu melakukan konsultasi kepada dokter kandungan terkait dengan perkembangan janin dan nutrisi serta aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan. Hal ini bisa mengurangi terjadinya abortus.

1.2 Saran

1) Sebagai seorang perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan benar sesuai dengan konsep teori keperawatan.

2) Penuhi asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan pada masa kehamilan karena nutrisi berperan penting dalm pembentukan dan perkembangan janin.

3) Berikan edukasi yang benar tentang abortus kepada masyarakat, sehingga bisa memperkecil angka terjadinya abortus.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC: Jakarta.

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius : Jakarta.

Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : Jakarta Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2.

Jakarta ; EGC.

Normahendi, W.A. 2007. Abortus. http://fkuii.org/tiki download_wiki_attachment.php?attId=964&page=Wulan%20Asih

%20Normahendri. 23 September 2009 pada pukul 14.27

---.2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien Abortus. http://mediadankomputer.co.cc//?p=424 23 September 2009 pada pukul 14.30

Referensi

Dokumen terkait

 KMS that support these knowledge workers range from Internet search engines and expert systems, to Web-based computer-aided design and sophisticated data management

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan dokumentasi. Agar hasil penelitian dapat dipercaya,

Berdasarkan indikasi-indikasi yang ada, maka judul yang penulis ambil adalah ”Analisis Kualitas Produk Dan Harga Dalam Meningkatkan Loyalitas Melalui Kepuasan Pelanggan Pada

Seperti halnya di Damaskus, di tempat- tempat lain di Dunia Islam, seperti di Mesir dan Hijaz dengan tokoh utamanya Salahuddin Al-Ayyubi juga didirikan madrasah sebagai

untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya

Etnis Cina mempunyai cara tersendiri dalam menyusun anggaran keuangan keluarganya, anggaran keluarga bagi etnis cina merupakan hasil pengumpulan dan perangkuman semua

Dari data empirik menyatakan melalui penerapan metode Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia materi menceritakan kembali isi cerpen

konseling adalah pelayanan farmasi klinik yang sangat pokok untuk pasien rawat.. jalan sehingga peneliti ingin mengetahui penerapan standar