• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Sikap Peduli Lingkungan

Sikap menurut (Ajzen, 1991) merupakan kepercayaan seseorang untuk bertindak. Sikap menurut Suwarto (2013) merupakan perasaan seseorang untuk setuju dan tidak setuju terhadap sesuatu yang akan selalu bersedia, belajar, menguasai serta berpengaruh dalam bertindak. Sikap merupakan kesadaran seseorang untuk bertindak yang berkaitan dengan lingkungan. Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup (termasuk manusia dan perilakunya) yang mempengaruhi kelangsungan perilaku disiplin dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (UU No. 32 Th. 2009 Pasal 1 Ayat 1). Sikap peduli lingkungan merupakan kesadaran setiap individu untuk menghormati dan melestarikan lingkungan supaya terhindar dari kerusakan. Sikap peduli lingkungan merupakan indikator dan komponen perilaku ramah lingkungan (Pane, 2013).

Teori AIDA (Awareness Interest Decision Action) menyatakan bahwa perilaku ramah lingkungan dibentuk melalui pengetahuan lingkungan yang membentuk sikap peduli lingkungan dan berperilaku ramah lingkungan pada saat yang tepat (Darnton, 2008). Theory of Reasoned Action/TRA (Fishbein dan Ajzen, 1975) dalam (Darnton, 2008) menyatakan bahwa perilaku dibentuk melalui kepercayaan seseorang kemudian berpikir tentang akibat yang ditimbulkan sehingga membentuk sikap, sikap membentuk perilaku dengan cara mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai. Theory of Planned

Behavior /TBA (Ajzen, 1991) menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh

sikap, norma, kontrol perilaku dan kewajiban moral yang akan mempengaruhi minat berperilaku dan membentuk perilaku. Sikap peduli lingkungan terhadap perilaku merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap perilaku ramah lingkungan. Perasaan mendukung dan tidak mendukung

(2)

lingkungan terjadi karena evaluasi atas perilaku yang telah dilakukan. Sikap, norma, kontrol perilaku dan kewajiban moral membentuk minat (Intention). Minat merupakan keinginan yang memotivasi seseorang berperilaku. Minat membentuk perilaku ramah lingkungan. Perilaku ramah lingkungan menurut (Kolmuss & Agyeman, 2002) dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi pengetahuan, perasaan, rasa takut, emosi, nilai dan sikap. Faktor eksternal meliputi sarana prasarana, politik, faktor sosial dan budaya, serta status ekonomi. Faktor internal saling mempengaruhi satu sama lain dan saling menghambat. Pengetahuan menghambat terbentuknya sikap karena pengetahuan berbeda dengan sikap. Sikap menghambat terbentuknya pengetahuan karena pengetahuan bertolak belakang dengan sikap.

Perilaku ramah lingkungan merupakan tindakan seseorang untuk membeli produk ramah lingkungan dan berusaha melindungi lingkungan (Fraj dan Martinez dalam Ali 2013). Perilaku ramah lingkungan dipengaruhi oleh keinginan pribadi untuk menjaga lingkungan dari kerusakan sehingga membutuhkan pengetahuan, sikap yang benar dan kemauan (Suwarto, 2013). Perilaku ramah lingkungan merupakan tindakan seseorang dalam melindungi lingkungannya dari kerusakan. Perilaku ramah lingkungan dipengaruhi oleh sikap peduli dan tidak terhadap lingkungan, keyakinan dan norma pribadi (Fatt, 2012). Perilaku ramah lingkungan dipengaruhi oleh sikap, keyakinan dan norma.

Sikap peduli lingkungan diukur menggunakan angket New Ecological

Paradigm (NEP). Skala NEP terdiri dari pandangan tentang ekologi yang

mendukung dan tidak mendukung kepada lingkungan, pandangan tersebut antara lain balance of nature, limits to growth, anti anthropocentrism,

anti-exemptionalism, dan eco-crisis (Dunlap, 2000). Limits to growth, menunjukkan

sikap siswa mengenai keterbatasan bumi dalam menyediakan sumber daya alam. Balance of nature, menunjukkan sikap siswa tentang keseimbangan alam yang mudah rusak. Anti anthropocentrism menunjukkan sikap siswa tentang ego terhadap sumber daya dan lingkungan. Anti-exemptionalism, menunjukkan

(3)

sikap siswa tentang tanggung jawab terhadap alam dan sumber daya yang ada.

Eco-crisis, menunjukkan sikap siswa tentang kerusakan lingkungan.

2. Education for Sustainable Development

Sikap peduli lingkungan sudah digagas dunia tahun 1992 Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada program aksi dunia untuk pembangunan berkelanjutan yang disebut sebagai Agenda 21. Hasil agenda 21 terdiri dari empat bagian yaitu sosial ekonomi, pengelolaan sumber daya dan pencemaran, penguatan kelompok utama dan pengembangan sarana (Kuswartojo, 2002). Bab 36 bagian IV rumusan tersebut menyebutkan tentang

promoting environmental education and public awareness and training.

Pendidikan formal dan nonformal diharapkan turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan. Berdasarkan hasil Agenda 21 tahun 2005 sampai 2014 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan program dekade pendidikan untuk pengembangan berkelanjutan (Decade of education for Sustainable

Development/DESD). Program yang dilaksanakan salah satunya melalui

pendidikan. Pendidikan berperan menjaga lingkungan disebut Education for

Sustainable Development (EfSD). EfSD dilakukan di pendidikan formal dan

informal. Strategi yang dapat dilakukan dalam melaksanakan EfSD menurut Scoullus (2010) adalah mengenalkan pembangunan berkelanjutan dalam pembelajaran, formal, nonformal dan informal; memberikan bekal kepada pengajar supaya memasukkan pembangunan berkelanjutan dalam pembelajaran; memastikan adanya perangkat dan materi yang cukup untuk mengakses EfSD.

Pendidikan lingkungan merupakan proses mengenali nilai dan menggunakan konsep untuk mengembangkan kemampuan dan sikap untuk membuat keputusan dalam berperilaku ramah lingkungan (Tilbury, 2002). Pendidikan lingkungan merupakan upaya mengubah perilaku dan sikap supaya berperan aktif melestarikan lingkungan (Gunamantha, 2010). Pendidikan lingkungan mengembangkan kemampuan dan sikap supaya berperilaku ramah lingkungan. Pendidikan lingkungan memberi pengetahuan dan membentuk

(4)

kemampuan dalam pembangunan berkelanjutan, sehingga mengutamakan kesehatan dan keseimbangan lingkungan dalam bertindak. Peraturan dan tanggung jawab masyarakat dalam pendidikan lingkungan menurut Scoullus (2010) pemerintah mendukung pengenalan dan memfasilitasi pendidikan lingkungan, pendidik dari sekolah formal, informal dan nonformal mengimplementasi pendidikan lingkungan, pemegang kebijakan menetapkan prioritas dan mengawasi pelaksanaan pendidikan lingkungan.

Pelaksanaan pendidikan lingkungan didukung oleh semua pihak mulai dari pemerintah, pendidik dan pemegang kebijakan. Pihak yang bersangkutan bekerja sama melaksanakan pendidikan lingkungan. Pendidikan lingkungan membentuk generasi yang menjaga kelestarian lingkungan dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Prinsip pelaksanaan pendidikan lingkungan pada mata pelajaran sains menurut Palmer dan Neal (1994) adalah mengembangkan kemampuan metode penelitian, memahami fenomena biologi, fisika dan sosial berhubungan ilmu alam, menyeimbangkan antara kemelimpahan dan keterbatasan dari sumber daya dan aktivitas manusia, dan memperbaiki sikap terhadap lingkungan.

Indonesia negara yang melaksanakan EfSD. Indonesia melaksanakan pendidikan lingkungan hidup. Pada tanggal 3 Juni 2005 terjadi kesepakatan antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional yang disebut nota kesepahaman, sehingga pada tahun 2006 pemerintah mencanangkan Program Adiwiyata. Program Adiwiyata merupakan wujud dari peran serta pendidikan dalam menjaga lingkungan (Afandi, 2013). Sekolah adiwiyata merupakan tempat memperoleh pengetahuan, norma dan etika untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Sekolah Adiwiyata bertujuan mendorong dan membentuk sekolah peduli dan berbudaya lingkungan yang mampu berpartisipasi dan melaksanakan pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan (Ngalawiyah, 2014).

(5)

3. Subject Spesific Pedagogy

Subject Specific Pedagogy merupakan pengemasan materi bidang studi

menjadi perangkat pembelajaran (Arifanni, 2013). SSP merupakan perangkat mengajar yang spesifik untuk materi tertentu yang berkaitan dengan penggunaan strategi, pendekatan, model, media, cara penilaian, dan bahan ajar. SSP merubah semua komponen pembelajaran yang disesuaikan dengan materi peduli lingkungan. SSP efektif untuk meningkatkan ranah afektif siswa dan dapat juga berpengaruh pada kognitif siswa. Komponen SSP terdiri dari: pendahuluan, inti, penutup, penilaian, pengajaran remidi, pengayaan/ penerapan dan multimedia.

Menurut Susilowati, et all (2013) Subject berkaitan dengan sasaran materi yang akan disampaikan yaitu materi pencemaran lingkungan. Spesific berlaku hanya untuk materi yang disampaikan. Pedagogy merupakan cara menyampaikan materi. SSP merupakan perangkat mengajar yang digunakan mengajarkan materi berkaitan dengan penggunaan srategi, pendekatan, model, media, cara penilaian, bahan ajar dan lain sebagainya. SSP terdiri dari silabus, RPP, modul, LKS, dan evaluasi.

a. Silabus

Silabus merupakan rencana pembelajaran yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/alat/ bahan belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (Soehendro, 2006). Silabus merupakan rencana yang mengatur kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas dan evaluasi hasil belajar (Jutmini, et all, 2007). Silabus merupakan rencana pembelajaran berisi kompetensi pembelajaran dan dijabarkan melalui materi, kegiatan dan penilaian pembelajaran. Kompetensi pembelajaran terdapat pada standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kompetensi dikembangkan menjadi materi pembelajaran yang akan dicapai. Materi pembelajaran dikembangkan

(6)

menjadi kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi. Penilaian dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai bertujuan mengetahui kompetensi yang dicapai. Silabus berisi kompetensi yang harus dicapai siswa, cara membentuk kompetensi dan cara mengetahui siswa telah memiliki kompetensi yang diinginkan.

Menurut Jutmini,et all (2007) silabus bermanfaat sebagai pedoman dan petunjuk guru yang berisi tujuan dan ruang lingkup materi, silabus menerangkan kegiatan pembelajaran, media dan penilaian. Guru yang berpedoman pada silabus diharapkan mengajar lebih baik, tidak keluar tujuan, materi, strategi pembelajaran dan penilaian. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008) silabus bermanfaat sebagai pedoman pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kelas dan penilaian. Silabus bermanfaat dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, pengelolaan kelas dan penilaian. Silabus bermanfaat sebagai pedoman menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan alokasi waktu baik satu standar kompetensi maupun satu kompetensi dasar. Silabus bermanfaat sebagai pedoman pengelolaan kelas saat kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan belajar secara praktikum atau tradisional, kelompok atau individu. Silabus bermanfaat sebagai pedoman menyusun penilaian disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator pada silabus.

Landasan pengembang silabus diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 menyebutkan perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan hasil belajar. Pembuatan silabus yang baik perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembuatan silabus menurut Supinah (2008) adalah ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel dan menyeluruh. Ilmiah berarti keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat

(7)

dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Relevan berarti cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan peserta fisik, intelektual, sosial, emosional dan spiritual peserta didik. Sistematis berarti komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Konsisten berarti ada hubungan yang konsisten antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan evaluasi. Memadai berarti cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan evaluasi cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Aktual dan kontekstual berarti cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar dan evaluasi memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi. Fleksibel berarti keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasikan keragaman siswa, pendidik serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Menyeluruh berarti komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Komponen yang terdapat pada silabus adalah identitas, kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pokok, pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, media alat dan bahan. Identitas mencakup satuan pendidikan dan kelas. Empat kompetensi inti yang meliputi aspek spiritual, kognitif, afektif dan psikomotorik. Kompetensi inti dijabarkan menjadi kompetensi dasar sesuai materi yang disampaikan. Materi pokok terdiri dari indikator pencapaian kompetensi sesuai dengan materi yang disampaikan. Pembelajaran merupakan rencana proses pembelajaran yang dilakukan memuat langkah-langkah pembelajaran sesuai keterampilan proses sains. Penilaian digunakan melihat kompetensi yang dimiliki siswa setelah proses pembelajaran. Alokasi waktu merupakan lamanya pembelajaran yang dilakukan pada materi tersebut. Media, Alat dan bahan yang digunakan dicantumkan didalam silabus.

(8)

Silabus menurut (Soehendro, 2006) dibuat melalui beberapa tahapan-tahapan. Pertama, mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar berdasarkan kompetensi inti. Kedua, mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Ketiga, mengembangkan kegiatan pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar dalam rangka pencapaian kompetensi. Keempat, merumuskan indikator pencapaian kompetensi berdasarkan karakteristik siswa dan mata pelajaran yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kelima, penentuan jenis penilaian berdasarkan indikator dilakukan dengan tes dan non tes dalam bentuk tertulis, lisan, atau tugas untuk mengukur kompetensi yang dimiliki siswa. Keenam, menentukan alokasi waktu untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Ketujuh, menentukan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi.

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana prosedur pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar (Supinah, 2008). RPP merupakan realisasi silabus dan gambaran kompetensi yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran. RPP merupakan rancana prosedur pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. RPP mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri dari satu indikator atau lebih untuk satu kali pertemuan. Komponen RPP menurut Supinah (2008) adalah kolom identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, materi/kompetensi prasyarat, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian dan sumber belajar.

RPP disusun sistematis, utuh dan menyeluruh dengan kemungkinan penyesuaian saat pembelajaran nyata. RPP berfungsi mengefektifkan proses pembelajaran sesuai yang telah direncanakan (Jutmini, 2007). Penyusunan

(9)

RPP untuk pembentukan kompetensi siswa menurut Supinah (2008) dan Jutmini (2007) melalui beberapa tahapan. Pertama, menuliskan identitas mata pelajaran yang meliputi satuan pendidikan, kelas/semester, mata pelajaran dan jumlah pertemuan. Kedua, menuliskan kompetensi inti yang terdiri dari aspek spiritual, afektif, kognitif dan psikomotorik. Ketiga, menuliskan kompetensi dasar disesuaikan dengan setiap aspek kompetensi inti. Keempat, menuliskan indikator yang merupakan penjabaran kompetensi dasar. Kelima, menentukan metode pembelajaran yang berpedoman pada materi. Keenam, menuliskan media, alat dan bahan yang digunakan pada pembelajaran. Ketujuh, menuliskan materi prasyarat yang harus dikuasai siswa. Kedelapan, merumuskan kegiatan pembelajaran yang terdiri dari kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Kesembilan, penilaian hasil belajar. Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi.

c. Lembar Kerja Siswa (LKS)

LKS merupakan sumber belajar yang dikembangkan guru untuk mendukung pembelajaran (Sugianto, 2013). LKS merupakan lembar kerja berisi pedoman melakukan kegiatan bagi siswa yang dapat mengukur keterampilan dan pengetahuan siswa (Firdaus, 2008). LKS merupakan stimulus pembelajaran bagi siswa secara tertulis dan membutuhkan media grafis dalam penulisannya supaya siswa tertarik (Fannie & Rohati, 2014). LKS merupakan pedoman siswa melakukan penyelidikan dan kegiatan pembelajaran meliputi keterampilan dan pengetahuan. Penggunaan LKS diharapkan pembelajaran menjadi efektif dan efisien terhadap pencapaian hasil belajar siswa. LKS dapat disesuaikan dengan kebutuhan dikelas untuk mempermudah pembelajaran dan membantu siswa dalam pengembangan potensi siswa (Rahmawati, 2013). LKS dapat memperjelas materi yang disampaikan guru. LKS memiliki berbagai fungsi yang mendukung pembelajaran menurut Sugianto(2013) yaitu alternatif guru mengarahkan pembelajaran dan memperkenalkan kegiatan yang dilakukan, mempercepat

(10)

pembelajaran dan menghemat waktu penyajian topik dan alat bantu pembelajaran terbatas.

LKS yang baik dapat meningkatkan minat belajar siswa dan penentu keberhasilan pembelajaran. Langkah-langkah mengembangkan LKS pertama adalah menetapkan kompetensi yang akan dicapai, judul dan tujuan pembelajaran. Kedua, merumuskan indikator pencapaian kompetensi, menetapkan prosedur, jenis dan alat penilaian. Ketiga, menetapkan kegiatan pembelajaran. Keempat, menetapkan alat, bahan, media dan sumber yang sesuai karakteristik siswa dan fasilitas sekolah, kemudian menyusun LKS lengkap.

d. Modul

Modul merupakan panduan siswa belajar untuk mencapai tujuan belajar yang dirancang dan direncanakan secara sistematis bertujuan meningkatkan efisiensi dan keefektivan pembelajaran (Maulida, 2013). Modul merupakan alat untuk menuntun siswa belajar mandiri tanpa bantuan orang lain (Mirantika, Ertikanto, & Wahyudi, 2015). Modul merupakan rancangan yang berisi materi digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan keefektivan pembelajaran. Siswa yang pintar dapat belajar melalui modul secara cepat sehingga menentukan kemampuan belajar siswa. Modul dapat mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi. Modul memungkinkan siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar secara optimal sesuai dengan tingkat kemampuannya dan kemajuan yang diperoleh selama proses belajar. Keunggulan modul menurut (Pratiwi, 2014) adalah penggunaan modul lebih melihat kemampuan siswa untuk bekerja mandiri dan adanya kontrol terhadap hasil belajar siswa. Kelemahan modul adalah cendurung membosankan karena siswa hanya membaca dan menghafal materi yang ada di modul.

(11)

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan proses sistematis untuk menentukan kualitas berdasarkan pertimbangan dan kriteria sebagai keputusan (Arifin, 2012). Evaluasi menggunakan tes maupun non tes untuk mengetahui kemampuan siswa terkait afektif, kognitif dan psikomotorik. Evaluasi bertujuan mengetahui keefektivan pembelajaran berkaitan dengan pencapaian kompetensi siswa. Manfaat pelaksanaan evaluasi adalah memperoleh hasil pembelajaran dan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran untuk meningkatkan kualitas siswa. Tahapan pelaksanaan evaluasi pembelajaran menurut Jutmini (2007) adalah menentukan tujuan sesuai kompetensi yang ingin dicapai. Menentukan desain evaluasi mencakup rencana proses evaluasi dan pelaksanaan evaluasi. Penyusunan instrumen evaluasi untuk memperoleh informasi deskriptif yang berwujud lembar pengamatan atau kuesioner. Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan secara objektif dan terbuka untuk memperoleh informasi yang berguna meningkatkan mutu pembelajaran. Analisis dan interpretasi, analisis berwujud diskriptif sedangkan interpretasi berwujud penafsiran terhadap hasil analisis. Tindak lanjut berguna meningkatkan kualitas pembelajaran.

4. Model Problem Based Learning

Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang membuat siswa aktif dengan cara memberikan masalah kepada siswa dan siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah. Masalah digunakan untuk menggabungkan antara rasa ingin tahu, analisis dan kreatif siswa terhadap materi pembelajaran. Model Problem Based Learning merupakan model yang melibatkan siswa aktif memecahkan masalah, meningkatkan rasa ingin tahu dan motivasi belajar siswa (Gunantara, Suarjana, & Riastini, 2014). Model

Problem Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut

melakukan penyelidikan dan menghubungkan dengan teori untuk memecahkan masalah (Sanjaya,2006). Model Problem Based Learning merupakan cara pembelajaran dengan menggunakan masalah yang menuntut siswa

(12)

memecahkannya. PBL mampu meningkatkan pengetahuan lingkungan dan sikap siswa (Al-Balushia & S.Al-Aamri, 2014). Tahapan PBL dapat menghubungkan konsep lingkungan dengan masalah lingkungan (Lewinsohn, 2014).

Model Problem Based Learning menekankan pada proses penyelesaian masalah. Menurut Sanjaya (2006: 214) ada 3 karakteristik utama Model

Problem Based Learning. Pertama, PBL merupakan rangkaian aktifitas

pembelajaran yang membuat siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan menyimpulkan. Kedua, aktifitas pembelajaran untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir ilmiah.

Model Problem Based Learning dapat digunakan dalam pembelajaran lingkungan. Siswa dituntut memahami pengetahuan tentang lingkungan untuk menyelesaikan masalah. Model Problem Based Learning meningkatkan kognitif dan afektif siswa. Kognitif dalam pemahaman pengetahuan lingkungan. Afektif dalam hal penyelesaian masalah, penyelesaian masalah mengubah sikap siswa untuk peduli lingkungan. Model Problem Based

Learning menyajikan permasalahan nyata yang merangsang siswa belajar.

Model Problem Based Learning memiliki beberapa tahapan pembelajaran menurut Tan (2003) yang terdapat pada Tabel 2.1.

(13)

Tabel 2.1.Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap PBL Kegiatan Pembelajara

Tahap 1

Meeting the problem

Siswa menemukan masalah berdasarkan pengamatan yang dilakukan. Siswa menyampaikan fakta-fakta yang dapat dijadikan permasalahan. Siswa termotivasi untuk memecahkan masalah. Tahap 2

Problem analysis and learning issue

Siswa memahami permasalahan dan membagi tugas belajar.

Tahap 3

Discovery and reporting

Siswa melakukan penelitian secara berkelompok, mengumpulkan informasi, dan menyelesaikan masalah.

Tahap 4

Solution presentation and reflection

Siswa mempresentasikan hasil pemecahan masalah.

Tahap 5

Overview, integration and evaluation

Siswa mengintegrasi konsep penting dari pengetahuan baru dan mengevaluasi setiap fase selama proses pembelajaran.

Sumber: Tan(2003)

Model Problem Based Learning baik untuk pembelajaran Biologi. Model

Problem Based Learning memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari

Model Problem Based Learning menurut Sanjaya (2006) adalah Problem

Based Learning dapat membuat siswa lebih memahami informasi tentang

materi pembelajaran. Problem Based Learning mengarahkan siswa menemukan pengetahuan baru. Problem Based Learning membuat siswa aktif.

Problem Based Learning dianggap menyenangkan. Problem Based Learning

mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

Kelemahan model Problem Based Learning menurut Sanjaya (2006) adalah siswa cenderung menyerah pada masalah yang sulit. Siswa tidak mendapat pengetahuan apabila tidak melakukan pemecahan masalah. Waktu yang dibutuhkan relatif lebih lama.

(14)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Al-Anwari, Amirul Mukminin (2014) Strategi Pembentukan Karakter Peduli Lingkungan di Sekolah Adiwiyata Mandiri. Tujuan penelitian mengetahui strategi yang digunakan untuk membangun karekter peduli lingkungan dan perilaku peduli lingkungan siswa terhadap sekolah. Kesimpulan penelitian adalah strategi yang dapat membangun karakter peduli lingkungan siswa dibedakan menjadi empat yaitu proses pembelajaran oleh guru, budaya sekolah, ekstrakulikuler dan dukungan dari orangtua. Perilaku peduli lingkungan dapat membuat lingkungan sekolah tetap bersih.

2. Nahadi, et all (2014) Implementasi Model Pembelajaran Lingkungan Hidup Berbasis Konteks Berpendekatan Education for Sustainable

Development dan Pengaruhnya terhadap Penguasaan Konsep dan Sikap

Siswa. Tujuan penelitian adalah untuk mengatahui sejauh mana efektivitas model pembelajaran yang dikembangkan dan pengaruhnya terhadap pengetahuan dan sikap siswa terhadap lingkungan nyata yang ada disekitarnya. Hasil implementasi model menunjukkan bahwa model yang digunakan efektif untuk meningkatkan pengetahuan siswa pada empat tema yang dikembangkan, dan meningkatkan sikap siswa baik dalam pembelajaran maupun dalam hal kepedulian terhadap lingkungan. 3. Primarinda, et all (2014) Pengembangan Modul Berorientasi Problem

Based Learning (PBL) pada Materi Pencemaran untuk Memberdayakan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Peduli Lingkungan Siswa SMA Negeri 1 Karanganyar. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) pengembangan modul berorientasi Problem Based Learning (PBL) pada materi pencemaran untuk memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan sikap peduli lingkungan siswa SMA Negeri 1 Karanganyar., 2) kelayakan modul berorientasi PBL pada materi pencemaran untuk memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan sikap peduli lingkungan siswa SMA Negeri 1 Karanganyar, 3) keefektivan modul berorientasi PBL pada

(15)

materi pencemaran untuk memberdayakan kemampuan berpikir kritis siswa SMA Negeri 1 Karanganyar, 4) keefektivan modul berorientasi PBL pada materi pencemaran untuk memberdayakan sikap peduli lingkungan siswa SMA Negeri 1 Karanganyar. Kesimpulan penelitian ini yaitu: 1) modul berorientasi PBL pada materi pencemaran untuk memberdayakan kemampuan berpikir kritis dan sikap peduli lingkungan siswa dikembangkan merujuk pada Borg & Gall yang dimodifikasi menjadi sembilan tahapan yaitu penelitian dan pengumpulan informasi, perencanaan, desain produk awal, uji coba awal, revisi terhadap produk awal, uji coba lapangan terbatas, revisi produk, uji lapangan operasional, dan revisi produk akhir, 2) Kelayakan modul berorientasi PBL pada materi pencemaran berdasarkan penilaian dari ahli, praktisi dan respon siswa yang secara keseluruhan memberikan kategori sangat baik pada produk pengembangan dan layak digunakan di SMA Negeri 1 Karanganyar, 3) Pengembangan modul berorientasi PBL pada materi pencemaran efektif memberdayakan kemampuan berpikir kritis siswa ditunjukkan dengan adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan setelah diterapkan modul dengan rata-rata kenaikan dalam kategori tinggi, 4) pengembangan modul berorientasi PBL pada materi pencemaran efektif memberdayakan sikap peduli lingkungan siswa ditunjukkan dengan adanya perbedaan sikap peduli lingkungan siswa sebelum dan setelah diterapkan modul dengan rata-rata kenaikan dalam kategori rendah.

4. Rohmah, et all(2014) Penerapan Pendekatan SALINGTEMAS dengan Penggunaan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Peduli Lingkungan pada Siswa Kelas X MAN 2 Tulungagung. Tujuan penelitian meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap peduli lingkungan siswa dengan menerapkan pendekatan SALINGTEMAS dengan menggunakan model

PBL. Hasil penelitian menunjukkan pendekatan SALINGTEMAS

(16)

berpikir kritis dan sikap peduli lingkungan siswa kelas X-C MAN 2 Tulungagung.

5. Yulianti (2014) Pengembangan Modul Berbasis Problem Based Learning Materi Pencemaran Lingkungan untuk Membiasakan Sikap Peduli Lingkungan Siswa SMP Negeri 1 Bulu Sukoharjo. Tujuan penelitian mengetahui 1) prosedur pengembangan modul berbasis Problem Based

Learning materi pencemaran lingkungan untuk membiasakan sikap

peduli lingkungan siswa SMP Negeri 1 Bulu Sukoharjo, 2) kelayakan pengembangan modul berbasis Problem Based Learning materi pencemaran lingkungan untuk membiasakan sikap peduli lingkungan siswa SMP Negeri 1 Bulu Sukoharjo, 3) keefektivan pengembangan modul berbasis Problem Based Learning materi pencemaran lingkungan untuk membiasakan sikap peduli lingkungan siswa SMP Negeri 1 Bulu Sukoharjo. Hasil penelitian 1) modul berbasis Problem Based Learning materi pencemaran lingkungan untuk membiasakan sikap peduli lingkungan siswa dikembangkan merujuk pada desain Borg & Gall yang dimodifikasi; 2) kelayakan modul berbasis Problem Based Learning materi pencemaran lingkungan berdasarkan penilaian dari ahli, praktisi, dan respon siswa yang secara keseluruhan memberikan kategori baik pada produk pengembangan modul dan layak digunakan di SMPN 1 Bulu Sukoharjo 3) keefektivan modul berbasis Problem Based Learning materi pencemaran lingkungan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam membiasakan sikap peduli lingkungan siswa dan berdasarkan rumus N-gain ternormalisasi peningkatan yang terjadi sebesar 0,12 dalam kategori rendah.

6. Husna, et all (2013) Penerapan Model Problem Based Learning pada Konsep Perusakan dan Pencemaran Lingkungan untuk Meningkatkan Sikap Peduli Lingkungan Siswa SMA Negeri 1 Sabang. Tujuan penelitian mengetahui peningkatan sikap peduli lingkungan siswa melalui penerapan model PBL. Hasil penelitian menunjukkan model PBL dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa dengan persentase

(17)

gain ternormalisasi sebesar 61,42% untuk kelas eksperimen dalam kategori sedang dan 40,13% untuk kelas kontrol dalam kategori sedang. Kesimpulan penelitian yaitu model pembelajaran PBL secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa dibandingkan model pembelajaran konvensional.

(18)

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Diagram Kerangka Berpikir

Sikap peduli lingkungan merupakan indikator dan komponen perilaku ramah lingkungan (Pane, 2013)

Sikap peduli lingkungan perlu ditanamkan sebagai bekal mengelola lingkungan

Hasil angket NEP menunjukkan 4,42% nilai tinggi, 83,82% nilai cukup dan 11,76% nilai rendah

Sikap peduli lingkungan dikuatkan melalui pembelajaran

Desain Pembelajaran Spesifik untuk menguatkan sikap peduli lingkungan

PBL mampu meningkatkan pengetahuan lingkungan dan sikap siswa (Al-Balushia & S.Al-Aamri,

2014)

Penguatan pengetahuan lingkungan dan sikap peduli lingkungan siswa kelas X IPA SMA Negeri 1 Teras Penerapan Subjek Spesifik Pedagogiberbasis

Problem based learning dalam pembelajaran

Pengembangan Subjek Spesifik Pedagogi berbasis Problem based learning

Gambar

Tabel 2.1.Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Gambar 2.1. Diagram Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu profil dari senyawa dalam ekstrak air dan ekstrak etanol herba sambiloto menggunakan KLT, KCKT, KG-SM dengan

P2 : Jika harga kebutuhan pokok tidak naik, maka ongkos angkutan tidak naik Kesimpulan yang sah dari dua premis di atas adalah ….. Jika ongkos naik, maka harga bahan

Melalui superimposed contour plot sifat fisik sediaan cold cream, dapat diperkirakan area komposisi optimum sediaan cold cream untuk mendapatkan formula cold cream

TIM penyusun mengambil tema Intensitas Berwirausaha, Kemandirian, Tanggung Jawab, dan Kedisiplinan dengan tujuan siswa SMK mampu mengembangkan potensi diri melalui

Prinsip kerja dari arus searah adalah membalik phasa tegangan dari gelombang yang mempunyai nilai positif dengan menggunakan komutator, dengan demikian arus yang

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Ada berbagai faktor yang dapat menguatkan kesejahteraan subjektif yang dikemukakan oleh Diener & Suh (dalam Rizqia, 2008) yaitu kesehatan yang baik, pendidikan yang