i
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN
COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Robertus Rudi Sasongko 048114014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN
COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Robertus Rudi Sasongko 048114014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iii Skripsi
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN
COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
Yang diajukan oleh: Robertus Rudi Sasongko
NIM : 048114014
telah disetujui oleh
Pembimbing
iv
Pengesahan Skripsi Berjudul
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN
COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
Oleh:
Robertus Rudi Sasongko NIM : 048114014
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 20 Oktober 2009
Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Dekan
Rita Suhadi, M.Si., Apt. Pembimbing Utama
Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. Panitia Penguji:
1. Sri Hartati Yuliani, M.Si, Apt.
2. Dewi Setyaningsih, M.Sc, Apt.
3. CM Ratna Rini Nastiti, M.Pharm, Apt.
……….
……….
v
”Terimakasih untuk tuntunan, bimbingan dan bantuan-Nya”
Akan kupersembahkan karyaku ini untuk Tuhanku
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas semua kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm). Dalam penyelesaian penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik bimbingan, dorongan, kritik maupun saran. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:.
1. Bapak, Ibu dan adikku untuk semua buat doa, dukungan (moral dan material) dan cinta kasihnya.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Sri Hartati Yuliani., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Staf Laboratorium: Pak Musrifin, Mas Wagiran, Mas Sarwanto, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Otok, Mas Sigit dan Mas Andri atas bantuan dan kerjasamanya.
6. Teman-teman angkatan 2004, untuk semua kebersamaannya selama ini. Semua kenangan yang telah kita lewati terlalu indah untuk dilupakan. 7. Teman-teman Dolan’erz : Ayu “Mami”, Yoyo, Coco, Lian, Rosa, Cicil,
Boris, Yudi “Cawaz”, Adit, Ari, Probo, Chandy, Tintus, Risky “Blangko”,
Edot, Felix dan Robert untuk semua kebersamaan dalam berbagi suka dan duka.
8. Teman-teman Darmoyuwono Singing Community
9. Teman-teman MPK dan Mudika YSN untuk semua semangat yang kita bangun bersama.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu untuk semua dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Harapan penulis skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua.
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, November 2009 Penulis
ix INTISARI
Penelitian ini tentang optimasi Span 80 dan Tween 80 dalam cold cream ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis) dengan menggunakan metode desain faktorial. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan faktor dominan dalam formula dan mendapatkan formula sediaan cold cream yang optimum.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi Span 80 dan Tween 80. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah respon sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan). Faktor dominan di dalam formula ditentukan menggunakan desain faktorial. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor (Span 80, Tween 80, interaksi keduanya) terhadap respon (viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas) dianalisis menggunakan analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil analisis desain faktorial menunjukkan bahwa Span 80 dominan mempengaruhi Stabilitas fase dan pergeseran viskositas, sedangkan viskositas dan daya sebar sediaan dominan dipengaruhi oleh Tween 80. Berdasarkan superimposed contour plot diperoleh area optimum formula cold cream yang diteliti yang memenuhi daya sebar 5 – 7 cm, viskositas sebesar 70-100 d.Pa.s, stabilitas fase lebih dari 97,5% dan pergeseran viskositas kurang dari 10%.
x
ABSTRACT
The study of optimation of span 80 and tween 80 in cold cream of binahong leave (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) extract using factorial design had been carried out. The aim of this study was to find the dominant factor in the formula and to get the optimum area of cold cream formula.
The research was pure experimental design involving multiple variables (factorial design). The free variables in this research were the low and the high level of span 80 and tween 80. The dependent variables in this research were physical characteristics responses (viscosity and spreadibility) and physical stability responses (viscosity shift over a month-storage). The significance effect of each factor (span 80, tween 80, the interaction of both) on the responses (viscosity, spreadibility, and viscosity shift) was analyzed statistically using Yate’s treatment followed by ANNOVA with 95% confident interval.
The result of factorial design analysis showed that the span 80 was dominant in determining the response of the phase stability and viscosity shift, while tween 80 predominantly affected the response viscosity and spreadibility. Based on the superimposed contour plot, optimum area of cold cream, which met the criteria of spreadibility (5-7 cm), viscosity (70-100 d.Pa.s), phase stability ( > 97,5%) and viscosity shift (<10%), was obtained.
xi DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I ... 1
PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan ... 5
PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Binahong ... 6
1. Klasifikasi tanaman binahong ... 6
2. Morfologi tanaman ... 6
2. Kandungan zat aktif dan khasiat secara empiris ... 7
3. Asam oleanolat ... 8
B. Ekstrak ... 8
C. Ekstraksi ... 9
D. Krim ... 10
1. Karakteristik Krim ... 10
2. Cold Cream ... 10
E. Surfaktan ... 11
F. Evaluasi Stabilitas dan Sifat Fisis sediaan Cold Cream ... 12
G. Bahan – Bahan ... 15
H. Desain Faktorial ... 18
H. Keterangan Empiris ... 20
BAB III ... 22
METODOLOGI PENELITIAN ... 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22
C. Bahan atau Materi Penelitian... 25
D. Alat atau Instrument Penelitian ... 25
1. Ekstraksi ... 26
2. Penyiapan Formulasi ... 26
3. Pembuatan Sediaan Cold Cream ... 27
F. Pengumpulan Data ... 28
G. Tatacara Analisis Hasil ... 30
BAB IV ... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Determinasi Tanaman ... 32
B. Pembuatan Ekstrak Daun Binahong ... 32
C. Formulasi Cold Cream ... 33
D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas... 35
E. Optimasi Formula ... 49
BAB V ... 56
KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 58
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Desain formula metode desain faktorial ... 19 Tabel II. Formula desain faktorial ... 27 Tabel III. Hasil perhitungan respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream
ekstrak daun binahong... 36 Tabel IV. Hasil perhitungan nilai efek menggunakan model desain faktorial .. 37 Tabel V. Hasil perhitungan Yate’s treatment daya sebar sediaan cold cream . 40 Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s treatment viskositas sediaan cold cream .. 42 Tabel VII. Perhitungan Yate’s treatment stabilitas fase sediaan cold cream ... 45 Tabel VIII. Perhitungan Yate’s treatment pergeseran viskositas sediaan cold
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur asam oleanolat (Moura-Letts dkk, 2006) ... 8
Gambar 2. Struktur Span 80 ... 15
Gambar 3. Struktur Tween 80 ... 16
Gambar 4. Sediaan cold cream secara mikroskopik ... 35
Gambar 4. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon daya sebar sediaan cold cream ... 39
Gambar 5. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon viskositas sediaan cold cream ... 41
Gambar 6. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon stabilitas fase sediaan cold cream ... 44
Gambar 7. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon pergeseran viskositas sediaan cold cream setelah 1 bulan ... 46
Gambar 8. Distribusi ukuran droplet formula 1 (8a), formula a (8b), formula b (8c), formula ab (8d) 48 jam dan 1 bulan setelah pembuatan ... 49
Gambar 9. Contour plot daya sebar sediaan cold cream ... 51
Gambar 10. Contour plot viskositas sediaan cold cream ... 52
Gambar 11. Contour plot stabilitas fase sediaan cold cream ... 53
Gambar 12. Contour plot pergeseran viskositas sediaan cold cream ... 54
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penentuan pH sediaan ... 61
Lampiran 2. Perhitungan Uji Sifat Fisis dan Stabilitas... 61
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Desain Faktorial ... 63
Lampiran 4. Persamaan Regresi ... 66
Lampiran 5. Yate’s Treatment ... 74
Lampiran 6. Dokumentasi ... 83
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan berbagai bahan alam. Banyak tumbuh – tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan obat tumbuh subur di Indonesia. Fenomena ‘back to nature’ di masyarakat semakin menambah keingintahuan masyarakat tentang khasiat suatu tanaman obat. Fenomena ini timbul karena mahalnya biaya pengobatan pada pengobatan modern.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Moura-Letts dkk. (2006) menunjukkan bahwa secara in-vivo ekstrak etanol Anredera diffusa mengandung asam oleanolat dan memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka. Alok Jha (2006) menuliskan bahwa penggunaan ekstrak etanol Anredera diffusa dilaporkan mampu mempercepat proses penyembuhan luka hingga 40% daripada keadaan normal.
Asam oleanolat merupakan suatu triterpenoid saponin yang jarang ditemukan pada tumbuhan monokotil. Triterpenoid saponin ini banyak ditemukan pada tumbuhan dikotil, terutama pada famili Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, dan Sapotaceae (Evan, 2002). Berdasarkan Bihrmann’s Taxonomy
Asam oleanolat diketahui memiliki aktifitas antiinflamasi (Liu J, 1995). Aktivitas antiinflamasi ini dapat mengurangi rasa nyeri pada luka. Tanaman binahong dapat digunakan untuk menyembuhkan memar karena terpukul, kena api, rheumatik, pegal linu dan nyeri urat (Manoi, B.F., 2009).
Masyarakat menggunakan tanaman binahong sebagai obat luka dengan cara menghaluskan daun binahong segar kemudian menempelkannya pada bagian kulit yang terluka. Cara penggunaan daun binahong sebagai obat luka tersebut dianggap kurang praktis. Dalam penelitian ini memilih bentuk sediaan krim sebagai alternatif pemanfaatan daun binahong untuk obat luka.
Krim merupakan suatu bentuk emulsi. Menurut Gennaro (2000), dalam suatu bentuk sediaan emulsi efek terapeutik dan daya sebar akan lebih baik dibandingkan bentuk sediaan cair. Selain itu absorbsi dan penetrasi dari zat aktif akan lebih mudah untuk dikontrol. Karena droplet-droplet yang terbentuk akan tersebar merata pada seluruh bagiaan sediaan emulsi. Dalam penelitian ini bentuk krim yang dipilih adalah sediaan cold cream. Bentuk sediaan cold cream dipilih karena mampu untuk memberikan efek rasa dingin.
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (Anonim, 1995). Stabiltas suatu emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah metode pembuatan emulsi, tipe surfaktan yang digunakan dan tipe minyak yang digunakan (Özer, Özgen dan Aydın, Burcu, 2006).
terpenoid, fenol maupun asam oleanolat. Untuk mempertahankan stabilitas senyawa-senyawa tersebut maka dipilih krim dengan tipe A/M.
Surfaktan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi. Penambahan surfakatan dapat mencegah terjadinya coalescence serta menurunkan tegangan permukaan antar fase (Anonim, 1995). Untuk setiap formula emulsi yang berbeda akan dibutuhkan komposisi komposisi surfaktan yang berbeda agar diperoleh emulsi yang stabil. Span 80 dan Tween 80 merupakan surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini. Tween 80 merupakan emulsifying agent larut air yang digunakan dalam sediaan kosmetik, yang mempunyai HLB 15 sehingga mampu membentuk emulsi tipe M/A. Span 80 merupakan emulsifying agent nonionik dengan HLB 4,3 karena gugus lipofilnya lebih dominan. Pada saat emulsifying agent yang bersifat larut air dicampurkan dengan emulsifying agent yang bersifat larut lemak mampu membentuk dan mempertahankan emulsi dengan lebih efektif dibandingkan penggunaan emulsifying agent tunggal (Zats and Kushla, 1996). Dengan penelitian ini, diharapkan diperoleh komposisi dan area optimum antara Span 80 dan Tween 80 dalam formulasi cold cream, serta mengetahui efek yang ditimbulkan oleh Span 80 dan Tween 80 serta interaksi keduanya terhadap sifat fisis sediaan.
1. Rumusan masalah
1. Apakah yang dominan menentukan sifat fisik cold cream, faktor Span 80, faktor Tween 80, atau interaksi keduanya?
2. Apakah diperoleh area optimum Span 80 dan Tween 80 yang diprediksi sebagai formula optimal sediaan cold cream dengan menggunakan metode desain faktorial?
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang diketahui penulis belum pernah dilakukan penelitian tentang optimasi formula Span 80 dan Tween 80 dalam sediaan cold cream ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) dengan metode desain faktorial.
3. Manfaat penelitian
Penelitian mengenai optimasi formula Span 80 dan Tween 80 dalam sediaan cold cream ekstrak daun binahong ini diharapkan memiliki beberapa manfaat antara lain:
a. manfaat teoritis ialah untuk melengkapi dan memperkaya teori yang telah ada mengenai interaksi antara Span 80 dan Tween 80 dalam pembuatan sediaan cold cream dan memberikan tambahan informasi tentang komposisi optimal Span 80 dan Tween 80 yang diprediksi sebagai formula optimal sediaan cold cream ekstrak daun binahong. b. manfaat praktis yang dapat diperoleh ialah dapat digunakan sebagai
B. Tujuan 1. Tujuan umum :
Untuk mendapatkan data tentang penggunaan campuran Span 80 dan Tween 80 sebagai surfaktan terhadap sifat fisik sediaan cold cream.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui yang dominan menentukan sifat fisik sediaan cold cream, faktor Span 80, faktor Tween 80, atau interaksi keduanya.
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Binahong
1. Klasifikasi tanaman binahong
Berdasarkan Bihrmann’s Taxonomy (2008) klasifikasi tanaman binahong yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subclass : Caryophyllidae Bangsa : Caryophyllales Suku : Basellaceae Marga : Anredera
Jenis : Anredera cordifolia
2. Morfologi tanaman
dan tanaman ini dapat dikembangbiakan baik dengan dipotong, dengan benih dan umbinya.
Berdasarkan Swaziland's Alien Plants Database (2008), batangnya merambat, tipis dan sering kemerah-merahan. Daun subsessile atau dengan panjang tangkai daun 1-2 cm, umumnya terdapat akar umbi kecil pada ketiak daun. Halaian daun berukuran 2-11-(13) x 1.75-10-(11) cm, berbentuk oval dan lebar, agak berair sampai berair banyak mengikuti derajat pencahayaan, pangkal daun subcordate atau cordate; puncaknya tumpul. Racemes sederhana atau 2-4 cabang batang, panjangnya sampai 18 cm dan umumnya mengeluarkan ibu tangkai bunga, dengan sejumlah bunga-bunga putih kecil yang wangi. Tangkai bunga penjangnya 2-3 mm; daun pelindung panjangnya 1.5-1.8 mm, lanceolate-subulate. Daun tangkai terendah panjangnya 0.5-1 mm, cupulate; Daun tangkai
atas sampai 2-2.5 mm, suborbicular. Bunga panjangnya 2-3 mm, membujur elip sampai elips yang melebar. Tangkai sari berbentuk segitiga sempit, dan menyebar. Tangkai kepala putiknya satu, lebih pendek dari benang sari; bercabang 1/2-3/4 panjangnya; kepala putik clavate.
2. Kandungan zat aktif dan khasiat secara empiris
Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) memiliki kandungan zat aktif antara lain adalah flavonoid kalkon, yaitu retrochalcone, 2,4-dihydroxy-6-methoxy-5-formyl-3-methylchalcone (Calzada dkk., 2001). Menurut Moura-Letts
fenol dan saponin, serta mempunyai aktifitas antibakteri. Tshikalange (2004) menyatakan bahwa pada daun binahaong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) ditemukan kandungan antibakteri dan sitotoksik yang diteliti dengan menggunakan metode agar dilusi. Secara empiris, daun binahong berkhasiat untuk penyembuhan memar, pegal linu, rematik serta meningkatkan daya tahan tubuh (Anonim, 2007).
3. Asam oleanolat
Asam oleanolat merupakan senyawa triterpenoid yang diketahui memiliki sifat sebagai hepatoprotektif, antiinflamasi, dan antihiperlipidemik.
Gambar 1. Struktur asam oleanolat (Moura-Letts dkk, 2006)
Asam oleanolat memiliki berat molekul 456,71. Kristal asam oleanolat berwarna putih, memiliki titik leleh 308-310oC, tidak larut air, larut dalam etanol, eter, aseton dan kloroform (Anonim, 2009).
B. Ekstrak
Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Untuk ekstrak cair dengan penyari etanol, hasil akhir harus dibiarkan di tempat sejuk selama 1 bulan, kemudian disaring, sambil mencegah penguapan (Anonim, 1995).
C. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut air. Proses ekstraksi dipisahkan menjadi pembuatan serbuk, pembasahan, ekstraksi dan pemekatan. Secara umum ekstraksi tanaman obat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap (Anonim, 1986).
D. Krim 1. Karakteristik Krim
Krim adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Anonim,1995). Krim biasanya terdiri dari emulsi M/A atau emulsi A/M (Collett,1990). Menurut Ansel (1989), krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya digunakan dalam pemakaian obat pada permukaan kulit (topikal). Allen (1999) menyatakan bahwa krim merupakan cairan kental atau padatan lunak, tidak tembus cahaya yang ditujukan untuk pemakaian luar.
2. Cold Cream
Cold cream merupakan emulsi untuk komestik pertama yang tercantum
E. Surfaktan
Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofil dan lipofil sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada di permukaan cairan atau antar muka dua cairan dengan cara teradsorbsi. Pada antar muka udara/air, rantai-rantai lipofilik diarahkan ke atas masuk dalam udara, pada antar muka minyak/air mereka bergabung dalam fase minyak, maka molekul-molekul surfaktan membentuk suatu jembatan antar fase polar dan fase non polar yang menyebabkan terjadinya transisi antara kedua fase tersebut lebih baik. Untuk membuat agar surfaktan terkonsentrasi pada antar muka, maka surfaktan harus seimbang, dengan pengertian gugus-gugus yang larut dalam air harus seimbang dengan gugus-gugus yang larut dalam minyak. Jika molekulnya terlalu besar dan bersifat hidrofilik, maka ia akan tetap berada pada fase air. Sebaliknya, jika molekulnya terlalu bersifat lipofilik, maka ia akan melarut sempurna dalam fase minyak dan sedikit muncul pada antar muka (Moechtar, 1989).
misel-misel tersebut ukurannya terletak dalam jarak ukuran koloidal. Konsentrasi misel terbentuk dinamakan konsentrasi misel kritik (KMK) (Moechtar, 1989).
Menurut Aulton (1988), surfaktan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Golongan Anionik, contohnya : sabun, alkil sulfat, tioleil sulfat, sulfosuksinat.
2. Golongan Kationik, contohnya : alkoksialkilamin, benzalkonium klorida. 3. Golongan Amfoterik, contohnya : N-alkil asam amino, lesitin.
4. Golongan Nonionik, contohnya : ester-ester sorbitan, eter alkil/aril polioksietilen.
F. Evaluasi Sifat Fisis dan Stabilitas sediaan Cold Cream
1. Evaluasi Sifat Fisis a. Viskositas
b. Daya Sebar
Daya sebar (spreadibility) berkaitan dengan sudut kontak tetesan air atau sediaan semisolid pada substrat dan merupakan parameter dari lubricity, yang berkaitan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan faktor penting karena bertanggung jawab terhadap pemberian dosis yang tepat pada tempat aplikasi, kemudahan dalam aplikasi dan mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al., 2002). Daya sebar dipengaruhi oleh konsistensi dari formula, kecepatan dan lama pengaplikasian, temperatur permukaan substrat, viskositas, kecepatan penguapan pelarut dan peningkatan viskositas akibat penguapan pelarut tersebut (Garg, et al., 2002).
c. Tipe Emulsi
Menurut Voigt (1984), untuk menentukan tipe emulsi terdapat sejumlah cara pengujian yang dapat digunakan, antara lain:
1). Metode Warna
2). Metode pengenceran
Metode ini berdasar atas adanya kenyataan bahwa fase luar emulsi dapat diencerkan. Jika ke dalam sampel ditambahkan air, dan setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali sediaan yang homogen, maka emulsi bertipe m/a. Jika sampel dicampur minyak, maka hal ini akan menyebabkan pecahnya emulsi. Pada emulsi a/m akan diperoleh hasil yang sebaliknya.
3). Pengukuran Daya Hantar
Identitas tipe emulsi yang paling meyakinkan dapat dihasilkan melalui pengujian daya hantar. Jika dua kawat yang dihubungkan dengan baterai lampu senter dicelupkan ke dalam sampel emulsi, maka hanya emulsi m/a yang akan terjadi simpangan pada miliamperemeter. Hanya air sebagai fase luar yang dapat memberikan aliran listrik.
2. Stabilitas Sediaan
a. Analisis Ukuran Droplet
b. Stabilitas fase emulsi
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan tingkat creaming yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Caranya dengan membandingkan volume terjadinya creaming atau bagian yang memisah dari suatu emulsi dengan volume totalnya (Aulton, 1988)
c. Pergeseran viskositas
Viskositas merupakan parameter reologi yang penting dalam sediaan semisolid. Peningkatan viskositas dapat meningkatkan waktu retensi sediaan pada kulit (Garg et al., 2002). Creaming pada sediaan semisolid akan mempengaruhi pergeseran viskositas sediaan (Sinko, 2006).
G. Bahan – Bahan 1. Span 80
Span 80 adalah campuran ester sorbital dengan satu mol anhidrida asam oleat. Pemerian : cairan kental seperti minyak dengan bau khas, berwarna kuning muda sampai kecoklatan (Reynolds dan James, 1996). Span 80 larut pada minyak dan tidak larut pada air.
2. Tween 80
Tween 80 adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol.
Pemerian : cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklat tua, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat (Anonim, 1995).
(COCH2)6
Gambar 3. Struktur Tween 80
3. Lanolin
4. Beeswax
Komponen utama beeswax adalah myricyl palmitate, suatu ester dari alkohol rantai panjang. Selain itu beeswax juga mengandung sedikit ester dari kolesterol dan asam serotik bebas yang dapat digunakan untuk membentuk sabun. Beeswax bukan merupakan emulgator yang baik namun senyawa ini berguna
sebagai stabilisator dari krim A/M karena beeswax dapat memfasilitasi pencampuran dengan air (Collet, 1990).
5. Vitamin E
Vitamin E adalah bentuk dari alfa tokoferol (C29H50O2). Termasuk d-
atau di-alfa tokoferol (C29H50O2), d- atau di-alfa tokoferol asetat (C31H52O3), d-
atau di-alfa tokoferol asam suksinat (C33H54O5). Mengandung tidak kurang dari
96,0% dan tidak lebih dari 102,0% masing-masing C29H50O2, C31H52O3, atau
C33H54O5 (Anonim, 1995). Alfa tokoferol merupakan bentuk vitamin E yang
paling aktif pada manusia. Bentuk ini memiliki aktifitas sebagai antioksidan. Bentuk alfa tokoferol asetat merupakan alfa tokoferol yang dilindungi aktifitasnya sebagai antioksidan (Anonim, 2008a).
6. Borax
Boraks (borax) mengandung sejumlah Na2B4O7- yang setara dengan
tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 105,0% Na2B4O7.10H2O. Pemerian
H. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel babas. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan (Bolton, 1997).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, efek, dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt, 1984). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level rendah dan level tinggi (Bolton, 1997).
Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dikuantitatifkan (Bolton,1990). Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut :
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12 XAXB ...(1)
Y = respon hasil yang diamati.
XA, XB = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimal
b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan.
b0 = rata-rata dari semua percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat formula (2n= 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor), yaitu formula (1) A dan B masing-masing pada level rendah, formula (a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, formula (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, dan formula (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1997). Desain keempat formula tersebut ditampilkan pada tabel I.
Tabel I. Desain formula metode desain faktorial Formula Faktor A Faktor B Interaksi
(1) - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan:
- = level rendah
+ = level tinggi
Formula (1) = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah Formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah Formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi Formula ab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah
Efek faktor A =
Secara in-vivo senyawa asam oleanolat memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Moura-Letts dkk, 2006). Penggunaan senyawa asam oleanolat ini mampu mempercepat proses penyembuhan luka hingga 40% daripada keadaan normal (Jha, 2006).
Asam oleanolat merupakan suatu triterpenoid saponin yang banyak ditemukan pada tumbuhan dikotil terutama pada famili Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, dan Sapotaceae (Evan,2002). Tanaman binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) termasuk pada famili Caryophyllaceae dan secara empiris digunakan untuk mempercepat pemulihan luka. Selain asam oleanolat, daun binahong juga mengandung senyawa flavonoid, fenol, maupun saponin yang dapat membantu proses penyembuhan luka.
merupakan suatu emulsi sehingga efek terapeutik dan daya sebar lebih baik daripada bentuk sediaan liquid yang lain.
Pada penelitian ini, sediaan cold cream campuran Span 80-Tween 80 digunakan sebagai emulgator. Dalam penelitian ini Span 80 dicampur pada fase minyak dan Tween 80 dicampur pada fase air.
Sifat fisik dan stabilitas fisik formula dapat dilihat dari formula yang mempunyai viskositas tertentu yang mempunyai konsistensi semi padat pada penyimpanan dan mempunyai daya sebar yang baik sehingga menjamin pemerataan dosis. Oleh karenanya perlu adanya penelitian untuk mengetahui komposisi optimum Span 80-Tween 80 sebagai emulgator, yang menghasilkan formula sediaan cold cream dengan sifat-sifat fisik yang dikehendaki.
I. Hipotesis
22 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat eksploratif dengan metode desain faktorial 2 faktor dan 2 level. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Teknologi Sediaan Semi Solid Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas
Sebagai variabel bebas adalah komposisi Span 80 – Tween 80. b. Variabel tergantung
Sebagai variabel tergantung adalah sifat fisis dan stabilitas fisik sediaan cold cream ekstrak daun binahong.
c. Variabel pengacau terkendali
c. Variabel pengacau tak terkendali
Sebagai variabel pengacau tak terkendali adalah temperatur dan kelembaban ruangan pada saat penyimpanan cold cream.
2. Definisi Operasional
a. Sediaan cold cream adalah krim ekstrak daun binahong yang dibuat
dari ekstrak daun binahong sesuai dengan formula yang telah ditentukan pada penelitian ini.
b. Ekstrak daun binahong adalah ekstrak yang diperoleh dengan cara mengekstraksi daun binahong secara maserasi menggunakan larutan penyari etanol 96 %.
c. Surfaktan adalah suatu zat yang memiliki gugus hidrofil dan lipofil sekaligus dalam molekulnya.
d. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu Tween 80 dan Span 80. e. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini
terdapat dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah Tween 80 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1 g sedangkan level tinggi sebanyak 3 g. Level rendah Span 80 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 3 g dan level tinggi sebanyak 7 g.
(ukuran partikel, viskositas dan daya sebar) dan stabilitas krim (stabilitas fase emulsi).
g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level rendah dan rata-rata respon pada level tinggi.
h. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat
fisis dan stabilitas krim.
i. Superimposed contour plot adalah grafik area pertemuan yang
memuat semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimal.
j. Daya sebar optimal adalah diameter penyebaran krim dengan nilai 5 – 7 cm pada pengukuran massa krim 1 g yang diberi beban 125 g selama 1 menit.
k. Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim diisikan ke dalam wadah, kemudahan dikeluarkan saat penggunaan, dan memilki pemerataan yang baik saat diaplikasikan. Nilai viskositas optimal yang diharapkan pada penelitian ini adalah 70-100 d.Pa.s.
Stabilitas fase emulsi = x100%...(1) h
h
o u
Keterangan : hu = tinggi emulsi stabil (cm)
ho = tinggi emulsi mula – mula (cm)
Nilai stabilitas fase emulsi optimal yang diharapkan pada penelitian ini adalah lebih dari 97,5%.
l. Pergeseran viskositas adalah prosentase selisih viskositas sediaan cold cream setelah penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas
rata-rata 48 jam setelah pembuatan terhadap viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan. Nilai pergesaran viskositas optimal yang diharapkan pada penelitian ini kurang dari 10%.
C. Bahan atau Materi Penelitian
Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), Virgin Coconut Oil (VCO), Beeswax, Lanolin, Borax, Vitamin E, Span 80, Tween 80, Air, Parfum, Reagen methylen blue, Reagen sudan III
D. Alat atau Instrument Penelitian
Alat-alat gelas (Iwaki TE-32 Pirex® Japan Under lic.), neraca analiitik
(Precise 2000C – 2000D1), waterbath, mixer (Cucina Philips® dan Power Supply
IC Regulated model ad 01), Viscotester Rion seri VT 04 (RION-JAPAN), Objek
E. Jalannya Penelitian 1. Ekstraksi
Daun segar binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) dihaluskan dan dimaserasi dengan etanol 96 % pada suhu kamar dengan bantuan shaker. Setelah itu, diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental daun binahong.
2. Penyiapan Formulasi
Formula standar sediaan cold cream (Wilkinson, 1982)
R/ Beeswax 10
Mineral Oil 20
Lanolin 3
Borax 0.7
Hydrogenated Vegetable Oil 25
Antioxidant 0.5
Sorbitan stearate 5
Polysorbate 60 2
Water 33.8
Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula sebagai berikut.
R/ Beeswax 15 Gram
VCO 30 Gram
Lanolin 5 Gram
Borax 2,5 Gram
Vitamin E 1,5 Gram
Span 80 3-7 Gram
Tween 80 1-3 Gram
Akuades 30 Gram
Parfum 1 Gram
Ekstrak daun binahong 15 Gram
Tabel II. Formula desain faktorial
Formula 1 A b ab
Beeswax 15 15 15 15
VCO 30 30 30 30
Lanolin 5 5 5 5
Borax 2,5 2,5 2,5 2,5
Vitamin E 1,5 1,5 1,5 1,5
Span 80 3 7 3 7
Tween 80 1 1 3 3
Air 30 30 30 30
Parfum 1 1 1 1
Ekstrak daun binahong 15 15 15 15
3. Pembuatan Sediaan Cold Cream
parfum) dipanaskan pada suhu 70oC. Akuades dipanaskan pada suhu 70oC dan dituang dalam fase air dan dicampur dengan mikser. Ekstrak daun binahong dimasukkan ke dalam fase air dicampur dengan mikser hingga homogen, kemudian fase air dimasukkan dalam fase minyak, dicampur dengan mikser hingga homogen.
F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan selama periode waktu tertentu, yaitu selama 4 minggu dengan mengamati perubahan stabilitas fisik sediaan cold cream. Pengamatan stabilitas fisik yang dilakukan meliputi:
a. Analisis Ukuran Droplet
Mikroskop dipersiapkan dan lensa dikalibrasi. Tiap formula dipreparasi di objek gelas. Ukuran droplet diukur dan diklasifikasikan sesuai range ukuran droplet yang telah ditentukan dari hasil pengukuran 500 droplet. Pengamatan terhadap ukuran droplet dilakukan segera setelah pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan.
b. Daya Sebar
c. Pergeseran viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04. Tiap formula dimasukkan dalam wadah dan dipasang
pada portable viscotester. Viskositas sediaan cold cream diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Pengukuran viskositas dilakukan segera setelah pembuatan serta 1 bulan setelah penyimpanan.
d. Tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi ditetapkan dengan menambahkan reagen methylen blue dan sudan III secara mikroskopik. Sediaan cold cream dipreparasi di
objek gelas, kemudian tipe emulsi diamati di bawah mikroskop. Jika reagen methylen blue medium dispers berwarna biru merata maka emulsi bertipe m/a, sebaliknya jika dengan reagen sudan III medium dispers berwarna oranye merata maka emulsi bertipe a/m.
e. Stabilitas Fase Emulsi
Emulsi dimasukkan untuk tiap-tiap formula ke dalam 6 tabung berskala. Pada awal pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan diamati pemisahan fase yang terjadi. Hasil pemisahan fase dinyatakan dengan persentase emulsi stabil dengan rumus:
% emulsi stabil = ho hu
x 100%
G. Tatacara Analisis Hasil
Data sifat fisis dan stabilitas yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode desain faktorial. Dibuat profil sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas (pergeseran viskositas dan stabilitas fase emulsi) krim berdasarkan persamaan desain faktorial (Bolton, 1997).
Dengan menggunakan perhitungan metode desain faktorial, dapat dihitung besarnya efek/pengaruh Span 80, Tween 80 dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream. Dari persamaan regresi desain faktorial dapat dibuat countour plot yang selanjutnya dapat ditentukan area optimal dari masing-masing respon, sesuai dengan sifat fisis yang kita inginkan. Masing-masing area optimal kemudian digabung menjadi superimposed contour plot. Area optimal formula dapat ditentukan berdasarkan superimposed contour
plot. Area yang diperoleh selanjutnya diprediksi sebagai area komposisi yang
optimum terbatas pada level yang diteliti.
Analisis Yate’s treatment digunakan untuk menentukan apakah faktor-faktor yang diteliti mempengaruhi respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream secara bermakna menurut statistic (Bolton, 1997). Hipotesis alternatif (H1)
menyatakan faktor (Span 80 dan Tween 80) mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan respon serta ada interaksi keduanya, sedangkan hipotesis nol (H0) menyatakan faktor tidak mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan
respon serta tidak ada interaksi keduanya. H1 diterima dan H0 ditolak apabila
Fhitung lebih besar daripada Ftabel, yang berarti faktor tersebut memberikan
kepercayaan 95%. Sebagai nominator (v1) adalah faktor dan interaksi dengan
derajat bebas 1. Sebagai denominator (v2) adalah kesalahan percobaan
32 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran jenis tanaman yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini dengan cara membandingkan ciri-ciri tanaman yang digunakan dengan literatur. Determinasi ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan sampel. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel tanaman yang digunakan adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.
Sampel daun binahong diambil dari daerah Sumbersari, Moyudan, Sleman, Yogyakarta pada bulan Maret 2008. Keterangan ini dicantumkan karena kandungan kimia yang terkandung di dalam tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor tempat dan waktu pemanenan.
B. Pembuatan Ekstrak Daun Binahong
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Metode maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari (Anonim, 1986). Asam oleanolat yang dikandung dalam daun binahong merupakan senyawa yang bersifat polar. Proses maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 96% karena pelarut ini merupakan pelarut semi polar sehingga diharapkan senyawa asam oleanolat akan mudah terlarut di dalam etanol (Moura-Letts dkk., 2006). Dengan penggunaan etanol diharapkan senyawa-senyawa lain, yakni flavonoid, terpenoid, saponin dan fenol, yang mendukung dalam penyembuhan luka akan ikut tersari.
Proses maserasi dilakukan dilakukan selama 5 hari dan diaduk berulang-ulang dengan menggunakan maserator (Anonim, 1986). Tujuan pengadukan adalah untuk memperluas bidang kontak antara cairan penyari dengan daun binahong sehingga hasil maserasi akan lebih optimal. Setelah dilakukan maserasi, maserat kemudian disaring dengan menggunakan corong Buchner dan diuapkan untuk memperoleh ekstrak kental daun binahong. Ekstrak yang diperoleh merupakan cairan yang berwarna hijau gelap. Warna ini disebabkan klorofil tidak dihilangkan terlebih dahulu pada prose maserasi.
C. Formulasi Cold Cream
Formula sediaan cold cream yang dibuat berasal dari formula standar cold cream beeswax-borax dari buku Harry’s Cosmeticology 7th Edition. Formula
Beeswax dan borax akan bereaksi membentuk sabun sodium palmitate yang berfungsi sebagai emulgator in situ dan menghasilkan gliserol sebagai produk sampingan yang berfungsi sebagai humektan. Emulgator in situ yang terbentuk ini akan meningkatkan stabilitas dari sediaan cold cream. Sabun sodium palmitate tersusun dari dua bagian hidrokarbon (palmitate) dan ujung ion (Na+). Bagian hidrokarbon bersifat hidrofobik dan larut pada zat-zat non polar (minyak), sedangkan bagian ujung ion bersifat hidrofilik dan larut pada air.
Tween 80 dan Span 80 ditambahkan pada formula untuk menurunkan tegangan permukaan fase minyak dan fase air. Dengan demikian diharapkan fase air dapat terdispersi dalam fase minyak sehingga terbentuk emulsi tipe A/M.
4a 4b
4c 4d (perbesaran 200 kali)
Gambar 4. Sediaan cold cream secara mikroskopik formula 1 (4a), formula a (4b), formula b (4c), dan formula ab (4d)
D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas
Parameter sifat fisis yang diamati adalah respon daya sebar dan respon viskositas segera setelah pembuatan. Parameter stabilitas yang diamati adalah perubahan distribusi ukuran droplet, pergeseran viskositas sediaan cold cream 1 bulan setelah pembuatan dan stabilitas fase emulsi. Perubahan distribusi ukuran droplet ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran viskositas sediaan cold cream. Sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream perlu untuk diamati karena kedua faktor ini merupakan faktor yang penting dalam sediaan cold cream. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi efikasi dan penerimaan konsumen.
penentuan ukuran droplet dilakukan secara mikroskopik. Pengukuran daya sebar dilakukan untuk menjamin sediaan cold cream mampu menyebar merata pada saat diaplikasikan pada kulit. Respon daya sebar yang diinginkan adalah 5 sampai 7 cm (Garg et al., 2002). Pengukuran viskositas dilakukan dua kali yaitu 48 jam setelah pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan. Pengukuran viskositas 48 jam setelah pembuatan dilakukan untuk menunjukkan respon viskositas sediaan cold cream. Pengukuran viskositas setelah 1 bulan dilakukan untuk
memperkirakan stabilitas sediaan cold cream setelah penyimpanan dan menunjukkan respon pergeseran viskositas. Pengamatan stabilitas fase emulsi dilakukan dengan membandingkan tinggi emulsi yang stabil setelah penyimpanan terhadap tinggi emulsi mula-mula. Pengamatan stabilitas fase emulsi ini digunakan untuk melihat stabilitas emulsi yang dibuat.
Hasil perhitungan respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream ekstrak daun binahong ditampilkan pada tabel III dan IV.
Tabel III. Hasil perhitungan respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream ekstrak daun binahong
Formula Daya sebar (cm) Viskositas (dPa.s) Stabilitas fisik emulsi (%) Pergeseran viskositas (%)
1 3,48±0,29 125,83±5,85 100 5,86±2,95
A 4,05±0,27 121,67±6,06 99,67±0,82 8,13±3,38
B 5,53±0,30 94,17±4,92 100 6,06±3,71
Ab 4,13±0,10 120,83±3,76 90±1,79 17,87±3,85
pengaruh masing-masing faktor secara individu terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream dan analisis secara Yate’s treatment.
Perhitungan nilai efek dengan menggunakan metode desain faktorial dilakukan untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi stabilitas sediaan cold cream. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan 2 level dan 2 faktor yaitu level rendah dan level tinggi serta faktor Span 80 dan Tween 80. Metode ini dapat digunakan untuk mengamati adanya interaksi antara 2 faktor yang diteliti serta dapat diamati arah perubahan responnya akibat dari faktor atau interaksinya. Peningkatan respon ditunjukkan dengan nilai positif pada perhitungan nilai efek dengan menggunakan model desain faktorial. Sedangkan penurunan respon ditunjukkan dengan nilai negatif pada perhitungan dengan model desain faktorial.
Tabel IV. Hasil perhitungan nilai efek menggunakan model desain faktorial
Faktor daya sebar viskositas Stabilitas fisik emulsi
Pergeseran viskositas Tween 80 1,067 | -16,250 | | -4,833 | 4,976
Span 80 | - 0,417 | 11,250 | -5,167 | 7,038 Interaksi | - 0,983 | 15,417 | -4,833 | 4,770
Analisis desain faktorial kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik
Yate’s treatment. Tujuan analisis statistik ini adalah untuk mengetahui apakah pengaruh yang ditimbulkan oleh masing-masing faktor terhadap respon bermakna secara statistik. Hubungan pengaruh yang ditimbulkan oleh masing-masing faktor dan interaksinya terhadap sifat fisik dapat diamati dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan (Fhitung) dengan nilai F tabel (Ftabel).
Analisis statistik dengan menggunakan metode Yate’s treatment digunakan untuk menentukan apakah faktor-faktor yang diteliti mempengaruhi respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream secara bermakna menurut statistik. Hipotesis alternatif (H1) menyatakan faktor (Span 80 dan Tween 80)
serta interaksi keduanya mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan respon, sedangkan hipotesis nol (H0) menyatakan faktor tidak mempunyai
pengaruh bermakna dalam menentukan respon. H1 diterima dan H0 ditolak apabila
Fhitung lebih besar daripada Ftabel, yang berarti faktor tersebut memberikan
pengaruh yang bermakna terhadap respon. Dalam penelitian ini digunakan taraf kepercayaan 95%. Sebagai nominator (v1) adalah faktor dan interaksi dengan
derajat bebas 1. Sebagai denominator (v2) adalah kesalahan percobaan
(experimental error) dengan derajat bebas 15. Nilai F0,05 (1,15) adalah 4,5431.
1. Daya Sebar
Tween 80 menyebabkan terjadinya peningkatan nilai daya sebar (nilai efek positif). Profil pengaruh Span 80 (Gambar 4a) dan Tween 80 (Gambar 4b) terhadap daya sebar ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
hubungan span 80 terhadap daya sebar
0
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan tween 80 terhadap daya sebar
0
Level rendah span 80 Level tinggi span 80
Gambar 4a Gambar 4b
Gambar 4. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon daya sebar sediaan cold cream
Pada gambar 4a dapat dilihat bahwa semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah Tween 80 akan menyebabkan nilai daya sebar semakin meningkat. Sedangkan semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai daya sebar semakin berkurang. Pada gambar 4b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah maupun level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai daya sebar semakin bertambah. Peningkatan nilai daya sebar akan lebih besar terjadi pada level rendah Span 80. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar/berpotongan.
Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon daya sebar ditampilkan pada tabel V.
Tabel V. Hasil perhitungan Yate’s treatment daya sebar sediaan cold cream
Source
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 0,875 0,175
Hasil perhitungan harga Fhitung yang diperoleh dari Yate’s treatment yang
ditampilkan pada tabel V menunjukkan bahwa Fhitung faktor Span 80, Tween 80
dan interaksi keduanya terhadap respon daya sebar lebih besar daripada nilai Ftabel.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua faktor (Span 80 dan Tween 80) serta interaksi keduanya secara statistik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap respon daya sebar.
efek yang ditimbulkan menurunkan daya sebar namun faktor ini kurang dominan untuk mempengaruhi daya sebar bila dibandingkan dengan faktor Tween 80. Dengan demikian dengan sedikit penambahan Tween 80 akan sangat mempengaruhi peningkatan daya sebar dari sediaan cold cream.
2. Viskositas
Berdasarkan perhitungan nilai efek yang ditunjukkan pada tabel IV, faktor Span 80 dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 menyebabkan terjadinya peningkatan respon viskositas (nilai efek positif). Sedangkan faktor Tween 80 menyebabkan terjadinya penurunan respon viskositas (nilai efek negatif). Profil pengaruh Span 80 (Gambar 5a) dan Tween 80 (Gambar 5b) terhadap viskositas ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
hubungan span 80 terhadap viskositas
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan tween 80 terhadap viskositas
Level rendah span 80 Level tinggi span 80
Gambar 5a Gambar 5b
Gambar 5. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon viskositas sediaan cold cream
cold cream, pada level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai respon viskositas
semakin bertambah. Pada gambar 5b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah maupun level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai respon viskositas semakin berkurang. Penurunan nilai respon viskositas lebih besar terjadi pada level rendah Span 80. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan grafik yang lebih curam pada saat level rendah Span 80 daripada penurunan yang terjadi pada level tinggi Span 80. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar (berpotongan).
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan Span 80, Tween 80 atau interaksi keduanya terhadap nilai respon viskositas. Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon viskositas ditampilkan pada tabel VI.
Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s treatment viskositas sediaan cold cream
Source
Interaksi 1 1426,042 1426,042 71,551 Bermakna Experimental
error 15 298,958 19,931
Total 23
Hasil perhitungan harga Fhitung yang diperoleh dari Yate’s treatment yang
ditampilkan pada tabel VI menunjukkan bahwa Fhitung faktor Tween 80, Span 80
dan Tween 80) serta interaksi keduanya secara statistik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap respon viskositas.
Berdasarkan perhitungan nilai efek secara desain faktorial (tabel IV) dan hasil perhitungan Yate’s treatment (tabel VI) dapat diketahui bahwa faktor dominan yang secara statistik bermakna mempengaruhi respon viskositas sediaan cold cream adalah faktor Tween 80. Berdasarkan hasil perhitungan efek Tween 80
bernotasi negatif yang berarti faktor ini memberikan efek menurunkan viskositas. Sedangkan hasil perhitungan efek menunjukkan bahwa Span 80 dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 memiliki notasi positif yang menunjukkan efek yang ditimbulkan meningkatkan viskositas namun faktor ini kurang dominan untuk mempengaruhi viskositas sediaan cold cream. Dengan demikian dengan sedikit penambahan Tween 80 akan sangat berpengaruh untuk menurunkan viskositas dari sediaan cold cream.
3. Stabilitas fisik emulsi
Gambar 6a Gambar 6b
Gambar 6. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon stabilitas fisik emulsi
Profil pengaruh Span 80 yang ditunjukkan pada gambar 6a dapat dilihat bahwa semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream, pada level rendah maupun level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai respon stabilitas fase setelah 1 bulan semakin berkurang. Penurunan nilai respon stabilitas fisik emulsi setelah 1 bulan lebih besar terjadi pada level tinggi Tween 80. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan grafik yang lebih curam pada saat level tinggi Tween 80 daripada penurunan yang terjadi pada level rendah Tween 80. Pada gambar 6b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah Span 80 tidak akan menyebabkan perubahan nilai respon stabilitas fisik emulsi. Sedangkan pada level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai respon stabilitas fisik emulsi setelah 1 bulan semakin berkurang. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar (berpotongan).
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan Span 80, Tween 80 atau interaksi keduanya terhadap nilai
hubungan span 80 terhadap stabilitas fisik emulsi
88
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan tween 80 terhadap stabilitas fisik emulsi
88
respon stabilitas fisik emulsi. Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment
dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon viskositas ditampilkan pada tabel VII.
Tabel VII. Hasil perhitungan Yate’s treatment stabilitas fisik emulsi
Source
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 6,833 1,367
4,543
Treatment 3 440,500
Tween 80 1 140,167 140,167 168,200 Bermakna
Span 80 1 160,167 160,167 192,200 Bermakna
Interaksi 1 140,167 140,167 168,200 Bermakna
Experimental
error 15 12,500 0,833
Total 23
Hasil perhitungan harga Fhitung yang diperoleh dari Yate’s treatment yang
ditampilkan pada tabel VII menunjukkan bahwa Fhitung faktor Tween 80, Span 80
dan interaksi keduanya terhadap respon stabilitas fisik emulsi lebih besar daripada nilai Ftabel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua faktor (Span 80
dan Tween 80) serta interaksi keduanya secara statistik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap respon stabilitas fisik emulsi.
dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 juga memiliki notasi negatif yang menunjukkan efek yang ditimbulkan menurunkan stabilitas fisik emulsi namun faktor ini kurang dominan bila dibandingkan dengan faktor Span 80.
Penambahan Span80 dan Tween 80 dapat menyebabkan perubahan nilai HLB. Nilai HLB sediaan akan berubah sehingga tidak sesuai dengan RHLB yang dibutuhkan untuk membuat sediaan cold cream yang stabil. Hal inilah yang menyebabkan dengan adanya penambahan surfaktan (Span 80 dan Tween 80) dapat menyebabkan penurunan stabilitas sediaan.
4. Pergeseran viskositas
Berdasarkan perhitungan nilai efek yang ditunjukkan pada tabel IV, faktor Span 80, Tween 80 maupun interaksinya menyebabkan terjadinya peningkatan respon pergeseran viskositas (nilai efek positif). Profil pengaruh Span 80 (Gambar 7a) dan Tween 80 (Gambar 7b) terhadap pergeseran viskositas ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
hubungan span 80 terhadap pergeseran viskositas
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan span 80 terhadap pergeseran viskositas
Level rendah span 80 Level tinggi span 80
Gambar 7a Gambar 7b
Profil pengaruh Span 80 yang ditunjukkan pada gambar 7a dapat dilihat bahwa semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream, pada level rendah maupun pada level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai respon pergeseran viskositas. peningkatan nilai respon pergeseran viskositas lebih besar terjadi pada level tinggi Tween 80. Pada gambar 7b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah maupun level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai respon viskositas setelah 1 bulan semakin meningkat. Peningkatan nilai respon viskositas setelah 1 bulan lebih besar terjadi pada level tinggi Span 80. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar (berpotongan).
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan Span 80, Tween 80 atau interaksi keduanya terhadap nilai respon pergeseran viskositas. Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon daya sebar ditampilkan pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pergeseran viskositas sediaan
cold cream
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 96,3739 19,2748
4,543
Treatment 3 582,3241
Tween 80 1 148,5699 148,5699 15,1456 Bermakna
Span 80 1 297,2427 297,2427 30,3017 Bermakna
Interaksi 1 136,5115 136,5115 13,9163 Bermakna Experimental
error 15 147,1415 9,8094
Hasil perhitungan harga Fhitung yang diperoleh dari Yate’s treatment yang
ditampilkan pada tabel VIII menunjukkan bahwa Fhitung faktor Tween 80, Span 80
dan interaksi keduanya terhadap respon respon pergeseran viskositas lebih besar daripada nilai Ftabel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua faktor
(Tween 80 dan Span 80) dan interaksinya secara statistik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap respon pergeseran viskositas.
Berdasarkan perhitungan nilai efek secara desain faktorial (tabel IV) dan analisis statistik secara Yate’s treatment (tabel VIII) dapat diketahui bahwa faktor dominan dan yang secara statistik bermakna mempengaruhi respon pergeseran viskositas sediaan cold cream adalah faktor Span 80. Hasil perhitungan efek menunjukkan bahwa faktor Span 80 memiliki notasi positif yang menunjukkan efek yang ditimbulkan meningkatkan pergeseran viskositas.
Pergeseran viskositas yang terjadi setelah 1 bulan disebabkan karena berkurangnya rigiditas dari lapisan batas antarmuka droplet. Adanya coalescence menyebabkan ukuran droplet semakin besar dan lapisan emulgator menjadi rusak dan tidak rigid (Salager, 2000). Penurunan rigiditas lapisan antarmuka droplet merupakan penyebab terjadinya penurunan viskositas sediaan krim.
Formula 1
Gambar 8. Distribusi ukuran droplet formula 1 (8a), formula a (8b), formula b (8c), formula ab (8d) 48 jam dan 1 bulan setelah pembuatan
Berdasarkan pengamatan distribusi ukuran droplet yang ditampilkan pada gambar 8 dan perhitungan ukuran partikel rata-rata (tabel IX) dapat diamati bahwa terjadi perubahan ukuran droplet kearah yang lebih besar pada semua formula. Perubahan ukuran droplet ini yang menyebabkan terjadinya pergeseran viskositas antara 48 jam dan 1 bulan setelah pembuatan.
E. Optimasi Formula
dari bentuk sediaan. Optimasi yang dilakukan terhadap sediaan cold cream meliputi sifat fisis (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas sediaan.
Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit saat pengeluaran sediaan dari pengemasan saat akan digunakan. Sedangkan viskositas yang terlalu rendah akan menyebabkan kesulitan saat sediaan diaplikasikan di kulit. Daya sebar yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi dapat mempengaruhi pemerataan sediaan pada saat aplikasi. Hasil optimasi diharapkan sediaan cold cream memiliki viskositas yang cukup dan daya sebar yang baik saat diaplikasikan pada kulit.
Hasil pengukuran dan perhitungan persamaan desain faktorial sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream dapat dibuat contour plot. Berdasarkan contour plot yang diperoleh tersebut dapat ditentukan aera optimum yaitu area yang memenui standar respon yang diinginkan. Area tersebut kemudian digabungkan dalam superimposed contour plot sehingga akan dapat ditentukan area optimum sediaan cold cream yang memberikan respon yang optimal.
1. Daya Sebar
area komposisi optimum cold cream untuk memperoleh respon daya sebar seperti yang dikehendaki, terbatas pada level bahan yang diteliti.
Gambar 9. Contour plot daya sebar sediaan cold cream
Dari grafik contour plot daya sebar dapat ditentukan area optimum yang mempunyai daya sebar 5 – 7 cm. Pada gambar 9, dari wilayah yang diarsir terlihat bahwa pada area tersebut memenuhi persyaratan daya sebar 5 – 7 cm. Diharapkan dengan diameter penyebaran 5 – 7 cm mempunyai karakteristik yang baik, sehingga mudah saat diaplikasikan dan nyaman saat digunakan oleh konsumen.
2. Viskositas
optimum cold cream untuk memperoleh respon viskositas seperti yang dikehendaki, terbatas pada level bahan yang diteliti.
Gambar 10. Contour plot viskositas sediaan cold cream
Dari grafik contour plot viskositas dapat ditentukan area optimum yang mempunyai viskositas kurang dari 100 d.Pa.s. Pada gambar 10, dari wilayah yang diarsir terlihat bahwa pada area tersebut memenuhi persyaratan viskositas kurang dari 100 d.Pa.s. Diharapkan dengan viskositas kurang dari 100 d.Pa.s sediaan akan lebih mudah saat diaplikasikan.
3. Stabilitas Fase
ditentukan area komposisi optimum sediaan cold cream untuk memperoleh respon stabilitas fase seperti yang dikehendaki, terbatas pada level bahan yang diteliti.
Gambar 11. Contour plot stabilitas fase sediaan cold cream
Dari grafik contour plot stabilitas fase dapat ditentukan area optimum yang mempunyai stabilitas lebih dari 97,5%. Pada gambar 10, dari wilayah yang diarsir terlihat bahwa pada area tersebut memenuhi persyaratan stabilitas lebih dari 97,5%. Diharapkan dengan stabilitas lebih dari 97,5% sediaan akan lebih stabil dalam penyimpanan.
4. Pergeseran viskositas
pergeseran viskositas seperti yang dikehendaki, terbatas pada level bahan yang diteliti.
Gambar 12. Contour plot pergeseran viskositas sediaan cold cream
Dari grafik contour plot pergeseran viskositas dapat ditentukan area optimum yang mempunyai pergesaran viskositas < 10%. Pada gambar 10, dari wilayah yang diarsir terlihat bahwa pada area tersebut memenuhi persyaratan pergeseran viskositas < 10%.
5. Contour plot superimposed
Gambar 13. Superimposed contour plot sediaan cold cream
Melalui superimposed contour plot sifat fisik sediaan cold cream, dapat diperkirakan area komposisi optimum sediaan cold cream untuk mendapatkan formula cold cream dengan respon sifat fisik sediaan cold cream yang dikehendaki dalam jumlah bahan yang diteliti. Area optimum pada superimposed contour plot ini cenderung terletak pada level rendah Span 80 dan level tinggi