• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODE PENELITIAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Kota ini merepresentasikan tingginya pertumbuhan penduduk sebagaimana kota-kota metropolitan lainnya. Pertumbuhan penduduk ini memicu laju perubahan penggunaan lahan RTHyang sangat pesat di perkotaan menjadi perumahan/permukiman, perdagangan, jasa, dan perindustrian. Penelitian dilaksanakan selama 12 bulan (Maret 2010 – Maret 2011), melalui tahapan: studi pustaka, survei lapangan, pengumpulan dan kompilasi data, analisis data dan sintesis, hingga penulisan disertasi.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan peralatan yang digunakan dalam pemetaan perubahan penggunaan lahan adalah :

1) Peralatan lapangan : GPS, Kompas, dan alat penunjang lainnya.

2) Citra satelit Landsat tahun 1989, 2000, 2005 dan ALOS AVNIR2+PRISM tahun 2009.

3) Peta Rupa Bumi Indonesia dari BAKOSURTANAL.

4) Peralatan laboratorium : perangkat keras komputer, dengan perangkat lunak GIS (ArcGIS) dan perangkat lunak pengolah citra (Er Mapper).

Bahan lainnya yang digunakan dalam kajian analisis regresi, analisis sistem dan analisis keputusan multi kriteria adalah: kuesioner; data jumlah penduduk Kota Bekasi, data penggunaan lahan terbangun (RTB) dan lahan bervegetasi, data pendapatan dan belanja daerah dan data lainnya; Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat komputer, alat tulis dan perangkat lunak

(Software). Perangkat lunak yang digunakan adalah software SPSS Statistics

17.0, software Powersim Constructor 2.5d dan Criterium decision plus 3.0.

Analisis sistem, digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dunia riil yang kompleks melalui konsep model simulasi sistem dinamis (Eriyatno, 1999).

Analytic Hierarchy Process (AHP), digunakan untuk pengambilan keputusan

(2)

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data primer dilaksanakan melalui wawancara mendalam dengan stakeholders berkaitan dengan arahan prioriras kebijakan. Data sekunder meliputi data kependudukan, sarana utilitas kota/ruang terbangun (RTB) dan RTH, suhu, kelembaban dan pendapatan daerah (APBD) dan data hasil olahan lainnya. Seluruh data tersebut digunakan untuk analisis regresi dan pola hubungan dinamis. Peubah yang digunakan dan sumber data disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Peubah dan sumber data

No Peubah Unit Sumber Data

1. ANALISIS SPASIAL (GIS)

a. Permukiman/bangunan ha Peta penggunaan lahan tahun 1989, 2000, 2005, 2009 (analisis citra landsat dgn resolusi 30 m) dan Peta RBI Skala 1: 25,000 / Peta RTRW b. Areal padang rumput, tegalan ha

c. Sawah irigasi dan tadah hujan ha

d. Areal semak belukar ha

e. Areal tanah terbuka ha

f. Areal tubuh air ha

2. ALOKASI RTH 2009 ha

Analisis citra ALOS (resolusi 10m) dan Peta RBI Skala 1: 25,000 /Peta RTRW

3. ANALISIS REGRESI BERGANDA

a. Perubahan luas lahan RTH RTH ha BPS, BAPPEDA, DPPKAD, BPLH, Dinas Catatan Sipil dan dinas terkait di lingkungan Pemerintah kota Bekasi b. Pertambahan areal

permukiman/bangunan

ha

c. Pertambahan jumlah penduduk Jiwa/tahun d. Pertambahan luas areal sarana

pendidikan

ha

e. Pertambahan luas areal pasar, hotel & penginapan

ha

f. Pertambahan fasilitas restoran ha g. Pertambahan luas areal industri ha 4. SISTEM DINAMIS a. Kependudukan Jumlah Penduduk Kelahiran Kematian Imigrasi Emigrasi Jiwa Jiwa/tahun Jiwa/tahun Jiwa/tahun Jiwa/tahun

BPS, BAPPEDA, Dinas Catatan Sipil

b. Lahan bervegetasi Pengurangan RTH Penambahan RTH Suhu dan kelembaban

ha/tahun ha/tahun 0

C dan %

BPS, BAPPEDA, BPN, Dinas Tata Ruang, Dinas P2B,BMKG

c. Pendapatan Daerah

APBD Hijau/Green Budgeting RTH Rupiah DPPKAD, BAPPEDA,

5. AHP

Data Primer Orang Kuesioner dan wawancara (15

responden)

(3)

3.4. Rancangan Penelitian

Secara umum penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu : 1) Tahap studi literatur

2) Tahapan pengumpulan data 3) Tahapan pengolahan data.

4) Tahap pembahasan hasil olahan data, merupakan tahap pembahasan dan perumusan hasil analisis untuk menjawab tujuan penelitian.

5) Tahap penulisan disertasi, pada tahap ini dilakukan penyusunan disertasi yang merupakan hasil akhir kegiatan yang dilakukan selama penelitian.

Pada tahapan butir 2, dilakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian berupa data sekunder dan data primer. Data primer dilakukan melalui wawancara kepada stakeholders, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan karena responden yang dipilih adalah responden yang memenuhi kriteria : 1) memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti; 2) memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang yang diteliti; 3) memiliki pengalaman dalam bidang kajian yang diteliti. Kriteria stakeholders tersebut diidentifikasi dengan rincian seperti tertera pada Tabel 8.

Tabel 8 Kriteria stakeholders, instansi, dan jumlah responden

No Kriteria

Stakeholder

Asal Institusi/Lembaga dan Bidang Keahlian

Jumlah Responden

1. LSM - One Centre 1

2. Kedudukan/ jabatan - Sekda Kota Bekasi - ASDA I Kota Bekasi

1 1

- Dinas Tata Ruang 1

- BAPPEDA 1

- DPPKAD 1

- DPRD 2

- BPLH 1

3. Pengalaman - Forum Koordinasi Tata Ruang Kota 1

Jumlah 10

Wawancara dan penyebaran kuesioner kepada stakeholders untuk menetapkan kriteria dan pemilihan prioritas kebijakan dengan model AHP.

(4)

Rancangan penelitian diawali dengan analisis spasial, analisis regresi dan pendekatan sistem dinamik, bagan alir penelitian ini disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Bagan alir penelitian

KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN

• Permukiman dan Bangunan

• Tambak/Situ

• Sawah/Tanaman Pangan

• Semak Belukar

CITRA LANDSAT/ALOS 1989, 2000, 2005, 2009

Overlay Peta RBI

Peta Penggunaan Lahan Tahun 1989, 2000, 2005, 2009

Pendefinisian RTH

ANALISIS SPASIAL RTRW Kota

Arahan RTH dalam RTRW Kota Pemetaan ketersediaan lahan RTH per kecamatan Analisis Regresi Berganda Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perubahan Luas Lahan

Bervegetasi (RTH) POWERSIM Simulasi Sistem AHP FGD Kumpulan Kebijakan Terpilih

STRATEGI PENGALOKASIAN RTH BERDASARKAN PENGANGGARAN DAERAH BERBASIS

LINGKUNGAN

 Pendapatan (APBD)

 Belanja RTH (%APBD)

 Suhu dan kelembaban udara Data Numerik: BPS, DPPKAD,BPLH  Jumlah Penduduk  Lahan RTH  Jumlah RTB (industri, permukiman, hotel dll) % perubahan penggunaan lahan Tahun 1989-2009

(5)

Rancangan penelitian dengan analisis spasial terhadap perubahan penggunaan lahan multiwaktu dari tahun 1989-2009, didapatkan dinamika dan polanya serta ketersediaan lahan RTH saat ini. Intisari masing-masing bagian yang meliputi tujuan penelitian, peubah, sumber data, teknik analisis dan output

yang diharapkan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Matriks rangkuman tujuan, jenis data, parameter, teknik analisis data

dan output

No Tujuan Jenis data yang dikumpulkan Sumber Data

Teknik Analisis Data Output yang diharapkan 1 Menganalisis dinamika dan pola perubahan penggunan lahan periode tahun 1989, 2000, 2005 dan 2009 Data Penggunaan lahan tahun 1989, 2000, 2005 dan 2009 dan Peta RTRW Peta pengguna lahan tahun 1989, 2000, 2005 dan 2009 Berbasis SIG Overlay Peta Model spasial perubahan penggunaan lahan 2 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan bervegetasi permukiman, penduduk, industri, pasar, perkebunan, sarana pasar, restoran dan pendidikan Bapeda, BPS Kota Bekasi, Regresi Berganda Didapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan bervegetasi 3 Mendisain struktur model strategi pengalokasian RTH berbasis penganggaran daerah (green budgeting RTH) dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik. Lahan bervegetasi, Penduduk, Green Budgeting RTH BPS, DPPKAD, Bapeda, BPLH, Binamarga dan Pengairan , Dinas kependudukan pada Pemda Kota Bekasi Sistem Dinamik Disain pola hubungan antara penduduk, lahan RTH dan Green Budgeting RTH 4 Merumuskan arahan dan strategi pengalokasian RTH kota berdasarkan pendekatan penganggaran daerah berbasis lingkungan (green budgeting) Data Kuesioner dan Wawancara (Data Primer) Stakeholder (expert) 1. Dinas terkait/ Pemerintah 2. LSM 3. Tokoh masyarakat 4. Akademisi 5. Swasta / Asosiasi AHP dan FGD Skala prioritas penganggaran daerah dalam pengalokasian RTH Kota Bekasi

Pembahasan tentang strategi implementasi kebijakan pengalokasian RTH Kota Bekasi dalam penganggaran daerah berbasis lingkungan (green budgeting) dilakukan dengan melibatkan semua stakeholders utama (15 orang) secara partisipatif. Dari pihak pemegang kewenangan eksekutif (dinas teknis terkait) diharapkan dapat merepresentasikan analisis dan arahan prioritas kebijakan.

(6)

Dari kalangan legislatif, Komisi C DPRD Kota Bekasi yang membidangi anggaran dan belanja daerah juga diminta pendapatnya. Hal yang sama pendapat dari lembaga swadaya masyarakat khususnya yang memiliki visi kuat terhadap pembangunan lingkungan kota. Dukungan yang kuat dari kelompok pemerhati lingkungan menandai upaya mendorong komitmen politik penganggaran dalam agenda pembahasan APBD pemerintah daerah khususnya terkait strategi pengalokasian RTH. Validasi prioritas kebijakan dikuatkan dengan langkah-langkah strategi kebijakan melalui pendekatan kelompok diskusi terfokus. Hasil kajian dituangkan dalam bentuk tulisan dan konsep-konsep sintesa pemikiran sebagai bahan rekomendasi dari solusi masalah penelitian.

3.4.1. Terminologi

Guna menghindari pemahaman yang berbeda pada penelitian ini maka disusun batasan operasional sebagaimana diuraikan di bawah ini.

1) Lahan :

Lahan (land) merupakan lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2009). Benda yang memberi pengaruh pada lahan adalah unsur biotik yang melakukan intervensi. Dapat dikatakan lahan merupakan lingkungan fisik dan biotik yang berkaitan dengan daya dukung terhadap ekologi untuk menjamin perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Lingkungan fisik meliputi relief (topografi), iklim, tanah dan air serta vegetasi. Lingkungan biotik meliputi hewan, tumbuhan dan manusia dan organisma biotik lainnya.

2) Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota :

Bagian dari lahan terbuka kota yang ditumbuhi oleh tanaman atau tumbuhan secara alami (endemik) atau budidaya (introduksi), untuk berbagai kepentingan lingkungan perkotaan, seperti hutan kota, jalur hijau, pekarangan, lahan pertanian, ruang terbuka taman atau lapangan olahraga, semak belukar atau perkebunan.

3) RTH milik publik :

RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah atau publik/swasta dan untuk kepentingan publik dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan dan

(7)

kenyamanan warga kota. Pengalokasian RTH Publik dengan proporsi 20 persen dari luas wilayah kota menjadi tanggung jawab pemerintah kota sebagaimana amanat UU No. 26 Tahun 2007.

4) Perubahan penggunaan lahan RTH:

Adalah perubahan lahan RTH menjadi lahan terbangun. Dalam kajian analisis perubahan penggunaan lahan dapat dibedakan lahan RTHdalam 7 klaster yaitu kebun campuran, padang rumput / alang-alang, semak belukar, tegalan/ladang, lahan terbuka, sawah irigasi dan sawah tadah hujan.

5) Penganggaran daerah:

Mekanisme stakeholders untuk berkontribusi terhadap keputusan yang dibuat mengenai kebijakan penganggaran melalui tahapan pembahasan APBD secara partisipatif (bottom up planning).

6) Penganggaran daerah berbasis lingkungan dalam pengalokasian RTH (APBD Hijau/green budgeting RTH):

Adalah aktivitas perencanaan penganggaran lingkungan yang menjadi kewajiban pemerintah dan parlemen agar memperhatikan dan mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup khususnya RTH kota.

3.4.2. Kajian Pola Perubahan Penggunaan Lahan

Kajian ini dilakukan dengan analisis distribusi spasial untuk menentukan alokasi lahan yang dapat dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau di Kota Bekasi. Analisis dan evaluasi yang dilakukan meliputi:

1. Evaluasi laju perubahan penggunaan lahan

2. Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau secara proporsional pada tingkat wilayah kecamatan.

3. Melakukan overlay pada setiap peta tematik digital kemudian melakukan analisis spasial guna mendapatkan zona pengembangan ruang terbuka hijau. 4. Zona pengembangan yang telah disusun disesuaikan dengan kondisi

(8)

3.4.2.1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi digunakan melalui analisis citra dengan menggunakan citra Landsat

tahun liputan 1989, 2000, 2005 dan citra ALOS tahun liputan 2009.

3.4.2.2. Variabel dan Parameter yang diamati

Dinamika tata ruang bersumber pada dinamika penduduk beserta aktivitas sosial dan ekonomi. Aktivitas penduduk perkotaan direpresentasikan dengan semakin tingginya permintaan ruang terbangun (RTB). RTB dalam klaster ini direpresentasikan dengan sebutan permukiman baik untuk kepentingan perumahan, industri, pendidikan dan sarana terbangun lainnya. Setiap aktivitas tersebut mengakibatkan perubahan tata ruang dari waktu ke waktu. Sampai pada tingkat tertentu, aktivitas sosial dan ekonomi pada akhirnya akan dibatasi oleh kemampuan daya dukung biofisik kawasan. Variabel dalam kajian ini adalah perubahan penggunaan lahan terhadap rencana jenis penggunaan lahan dalam peta penggunaan lahan Kota Bekasi mewakili sembilan klaster yaitu:

1) klaster 1, dicirikan oleh luas areal kawasan permukiman; 2) klaster 2, dicirikan oleh luas areal kebun campuran; 3) klaster 3, dicirikan oleh luas areal sawah irigasi; 4) klaster 4, dicirikan oleh luas areal sawah tadah hujan;

5) klaster 5, dicirikan oleh luas areal padang rumput / alang-alang; 6) klaster 6, dicirikan oleh luas areal semak belukar;

7) klaster 7, dicirikan oleh luas areal lahan terbuka; 8) klaster 8, dicirikan oleh luas areal tubuh air; 9) klaster 9, dicirikan oleh luas areal tegalan/ladang.

4.3.2.3. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan analisis tumpang tindih (overlay) digital menggunakan teknik perhitungan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Proses analisis spasial meliputi proses digitasi dan proses-proses koreksi geometrik lain yang dilakukan dengan menggunakan Software ArcView 3.3 dan perangkat lunak pengolah citra (Er Mapper) terhadap peta-peta yang telah disiapkan. Proses digitasi dilakukan terhadap peta-peta

(9)

agar dapat dilanjutkan ke dalam proses-proses overlay untuk menghasilkan peta perubahan penggunaan lahan.

3.4.2.4. Analisis dan Arahan Alokasi Pengembangan RTH Kota Bekasi

Dalam analisis ini, kenampakan penggunaan lahan bervegetasi (lahan RTH) di overlay dengan peta arahan penggunaan lahan berdasarkan RTRW. Penggunaan lahan yang dianalisis adalah penggunaan lahan tahun 2009, yang diinterpretasi dari citra ALOS beresolusi 10 m. Melalui analisis ini, dapat terdeteksi lahan yang benar-benar terbuka, yang sudah dialokasikan sebagai RTH, dan lahan yang masih memungkinkan untuk pengalokasian RTH. Pada skala yang lebih kecil, analisis ini juga dilakukan dengan menggunakan citra

Landsat beresolusi 30 m, pada tahun-tahun sebelumnya (1989, 2000, dan 2005).

Dengan demikian, perubahan RTH dapat dianalisis dalam periode tersebut, pada skala yang lebih kecil.

3.4.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan RTH (RTH)

Data yang digunakan adalah data Bekasi Dalam Angka tahun 2003-2009 (BPS, 2003-2009) dan hasil analisis citra 2000, 2005 dan 2009. Variabel perubahan luas lahan RTH tersebut dalam analisis ini dijadikan sebagai variabel

dependent. Komponen lahan RTH meliputi: kebun campuran, tegalan, semak

belukar termasuk sawah kecuali ruang terbangun dan badan air.

Variabel pertambahan areal permukiman, pertambahan jumlah penduduk, dan pertambahan jumlah bangunan pendidikan, industri, hotel dan penginapan sebagai variabel independent. Struktur data tersebut sudah sesuai dengan jumlah kecamatan sebanyak 12 kecamatan. Data tahun-tahun sebelumnya tidak konsisten karena terjadi perubahan struktur organisasi wilayah akibat pemekaran kecamatan. Perubahan administratif wilayah kecamatan tidak diikuti secara cepat dengan agenda pencatatan administrasi pemerintahan, sehingga dokumen kependudukan dan potensi wilayah masih berada pada induk wilayah kecamatan sebelum pemekaran.

(10)

Analisis regresi berganda

Analisis regresi berganda (multiple regression) adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh dari variabel penduga

(independent variable) terhadap variabel tujuan (dependent variable). Sasaran

dari metode regresi berganda adalah penggunaan variabel penduga untuk memprediksi variabel tujuan (Hair, et al., 1998). Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi:

a. E (ei) = 0, untuk setiap i ; dimana i = 1,2,…,n; artinya rata-rata galat adalah nol.

b. Kov (ei,ej) = 0, i≠j; artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat pengamatan yang satu dengan galat pengamatan yang lain.

c. Var (ei2) = σ2; untuk setiap i, dimana i = 1,2,…,n; artinya setiap galat pengamatan memiliki ragam yang sama.

d. Tidak ada multikolinearitas; artinya tidak ada hubungan linear yang terjadi antara variabel-variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas. e. Ei ~N (0; σ), galat pengamatan menyebar normal dengan rata-rata nol dan

ragam σ2.

Persamaan model yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah: Y= A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + … + AnXn

dimana :

Y : Variabel tak bebas (dependent variable) yaitu perubahan lahan RTH A : Koefisien Regresi

X : Variabel bebas (independent variable)

Uji Serempak (Uji F) pada Model Regresi Berganda

Uji serempak dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Santoso, 2009). Langkah-langkah dalam menguji hipotesis dengan distribusi F disajikan dibawah ini.

1. Perumusan hipotesis

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, berarti secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam konteks penelitian ini, dapat dinyatakan bahwa variabel perubahan penggunaan lahan RTH (RTH) tidak

(11)

dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel sosial ekonomi dan biofisiknya (penduduk, bangunan/pemukiman, perluasan infrastruktur kota, dan sebagainya)

H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0, berarti secara bersama-sama terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

2. Penentuan taraf nyata/ level of significance= α

Taraf nyata / derajat keyakinan yang digunakan sebesar α = 10%.

Derajat bebas atau degree of freedom (df) dalam distribusi F ada dua, yaitu : dbregresi = dbr = db1 = k – 1

dbgalat/error = dbg = db2 = n – k dimana:

df = degree of freedom / derajad bebas (db)

n = Jumlah sampel dan k = banyaknya koefisien regresi

3. Penentuan daerah keputusan, yaitu daerah dimana hipotesis nol diterima atau tidak.

H0 diterima apabila F hitung ≤ F tabel, artinya semua variabel bebas secara bersama-sama bukan merupakan variabel penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.

H0 ditolak apabila F hitung > F tabel, artinya semua variabel bebas secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. 4. Penentuan uji statistik nilai F

Bentuk distribusi F selalu bernilai positif 5. Pengambilan keputusan

Keputusan bisa menolak Ho atau menerima Ha. Nilai F tabel yang diperoleh dibandingkan dengan nilai F hitung. Apabila F hitung lebih besar dari F tabel, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent.

Uji Parsial (Uji t) pada Model Regresi Berganda

Uji parsial pada dasarnya menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.

(12)

Tujuan dari uji t adalah untuk menguji koefisien regresi secara individual (Santoso, 2009).

Hipotesis Nol = H0

H0 adalah satu pernyataan mengenai nilai parameter populasi. H0 merupakan hipotesis statistik yang akan diuji hipotesis nihil.

Hipotesis alternatif = H1

H1 adalah satu pernyataan yang diterima jika data sampel memberikan cukup bukti bahwa hipotesis nol adalah salah.

Langkah-langkah dalam menguji hipotesis dengan distribusi t 1. Merumuskan hipotesis

H0 : βi = 0, artinya variabel bebas bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. Dalam konteks penelitian ini, dapat dinyatakan bahwa variabel sosial ekonomi dan biofisiknya (penduduk, bangunan/pemukiman, perluasan infrastruktur kota, dan sebagainya) secara sendiri-sendiri bukan merupakan penjelas/berpengaruh secara signifikan terhadap variabel perubahan penggunaan lahan RTH g(RTH).

H1 : βi ≠ 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.

2. Menentukan taraf nyata/ level of significance= α

Taraf nyata / derajat keyakinan yang digunakan sebesar α = 10% dengan: Derajat bebas (db) atau df = n – k

dimana:

df = degree of freedom / derajat bebas (db) n = Jumlah sampel

k = banyaknya koefisien regresi + konstanta

3. Menentukan daerah keputusan, yaitu daerah dimana hipotesis nol diterima atau tidak.

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria sebagai berikut. H0 diterima apabila t (α / 2; n – k) atau t-tabel ≤ |t hitung|, artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

(13)

H0 ditolak apabila |t hitung|> t (α / 2; n– k) atau t-tabel, artinya ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

4. Menentukan uji statistik (rule of the test) 5. Mengambil keputusan

Keputusan bisa menolak H0 atau menerima H0.Nilai t tabel yang diperoleh dibandingkan nilai t hitung, bila t hitung lebih besar dari t tabel, maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independent

berpengaruh pada variabel dependent. Apabila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independent tidak berpengaruh terhadap variabel dependent.

Variabel-variabel Analisis Regresi Berganda

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam analisis regresi berganda adalah: perubahan luas lahan RTH sebagai variabel dependen, dan pertambahan areal bangunan/permukiman (RTB) terdiri atas: pertambahan jumlah penduduk, permukiman, pertambahan fasilitas pendidikan, industri, restoran, hotel dan penginapan. sebagai variabel independent. Matriks variabel regresi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Matriks variabel regresi dan definisinya

No Variabel Definisi Satuan

1. perubahan luas lahan

RTH Perubahan lahan RTH dari tahun 2003 s.d. tahun 2009

ha

2. pertambahan jumlah pendidikan

variabel ini adalah areal lahan terbangun untuk sarana pendidikan tahun 2003-2009

unit

3. pertambahan jumlah penduduk

Jumlah penduduk tahun 2003-2009 jiwa

4. pertambahan jumlah permukiman

Jumlah luas permukiman tahun 2003-2009 sebagai variabel lahan terbangun

unit

7. pertambahan jumlah restoran

Jumlah luas fasilitas restoran tahun 2003-2009 sebagai variabel lahan terbangun

unit 8. 9. pertambahan jumlah industri pertambahan jumlah hotel dan penginapan

Jumlah luas fasilitas industri tahun 2003-2009 sebagai variabel lahan terbangun

variabel ini adalah areal lahan terbangun untuk hotel dan penginapan tahun 2003-2009

unit

(14)

3.4.4. Penyusunan Disain Model Pengalokasian RTH Berbasis Penganggaran Daerah (green budgeting RTH).

Disain model ini dimaksudkan dalam rangka menjaga proporsi RTH kota mengantisipasi cepatnya perubahan penggunaan lahan sebagai akibat tekanan penduduk dan kegiatan ekonomi kota. Dengan model ini diharapkan akan diperoleh keseimbangan aspek-aspek ekologi, ekonomi, dan sosial untuk mendukung keberlanjutan pembangunan kota.

3.4.4.1. Analisis Pemodelan Sistem Dinamik

Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam rangka mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Tahapan analisis dengan metode pendekatan sistem meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi, serta implementasi/opreasi sistem. Untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem, dilakukan melalui tahapan yang diilustrasikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Tahapan pengelolaan RTH kota dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik

Perubahan Penggunaan Lahan BervegetasiRTH Parameter Biofisik Parameter Sosial Parameter Ekonomi Kebutuhan Ruang Terbangun (RTB) Penduduk dan kenyamanan lingk. Dukungan Penganggaran RTH (APBD Hijau)

Kondisi RTH Kota Saat Ini Isu Pemanfaatan RTH

Skenario Strategi Green Budgeting RTH Kota Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem Validasi Analisis Kebijakan Implementasi Penataan RTH Kota Pengembangan Modeling Simulasi pesimis, moderat, optimis Verifikasi

(15)

Permasalahan yang diselesaikan dengan pendekatan sistem seyogyanya memenuhi kriteria: 1) kompleks, dalam arti interaksi antar elemen cukup rumit; 2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; 3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999).

3.4.4.1.1 Analisis Kebutuhan (Need Analysis)

Tahap awal yang harus dilakukan dalam pengkajian menggunakan pendekatan sistem adalah analisis kebutuhan. Analisis ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan stakeholders yang berpengaruh terhadap sistem yang dikaji. Penentuan responden dilakukan dengan cara purposive sampling.

Stakeholders yang terlibat dalam arahan strategi penganggaran daerah berbasis

lingkungan terhadap RTH adalah :

1. Pemerintah Daerah, yaitu badan dan dinas-dinas pada pemerintahan daerah Kota Bekasi yang terkait dengan upaya penganggaran dan pengendalian pemanfaatan RTH;

2. Masyarakat, yaitu orang-orang yang tinggal dikawasan padat pemukiman dan kurang tersedianya lahan ruang terbuka hijau;

3. Pengusaha, yaitu orang-orang yang berkontribusi dalam program-program pembangunan di Kota Bekasi dalam hal ini yang masuk dalam keanggotaan Kadin Kota Bekasi;

4. Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu lembaga dibentuk oleh masyarakat yang perduli dengan masalah tata ruang kota;

5. Perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang peduli dan meneliti masalah perencanaan dan pembangunan kota .

Analisis kebutuhan stakeholders terhadap upaya pengelolaan manajemen RTH kota dari pendekatan penganggaran daerah adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah Daerah: Arahan dan strategi pengalokasian RTH berdasarkan penganggaran daerah berbasis lingkungan dengan melibatkan partisipasi

stakeholders.

2. Masyarakat: Pengelolaan pemanfaatan RTH kota yang berkeadilan, melalui penyediaan ruang terbuka hijau secara proporsional bagi aktivitas sosial, kegiatan rekreatif dan resapan air dan paru-paru kota;

(16)

3. Pengusaha: Berkontribusi dalam pembiayaan RTH kota yang tepat sasaran dan berkelanjutan;

4. Lembaga Swadaya Masyarakat: Pengendalian pemanfaatan RTH kota yang melibatkan partisipasi masyarakat secara transparan dan akuntabel;

5. Perguruan tinggi: Pengelolaan RTH kota yang efektif dan efisien sesuai peruntukkan lahan berdasarkan perspektif akademis.

3.4.4.1.2 Formulasi Permasalahan

Dalam tahap ini, situasi atau isu yang ada digambarkan dan dibatasi oleh studi identifikasi. Ini adalah langkah pertama yang biasa dilakukan pada sebagian besar pendekatan untuk menyelesaikan masalah. Strukturisasi masalah dari tahap ini terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut (Maani dan Cavana, 2000):

1. Mengidentifikasi isu kebijakan yang menjadi fokus penelitian yaitu marginalisasi RTH dan pengelolaannya. Tahap ini memerlukan kepastian dalam menentukan sasaran hasil, mempertimbangkan sudut pandang

stakeholders.

2. Mengumpulkan informasi awal dan data termasuk laporan evaluasi kinerja RTH kota, sejarah dinamika lahan, catatan statistik, dokumen kebijakan, studi sebelumnya, dan wawancara stakeholders.

Formulasi masalah ditentukan atas dasar penentuan informasi melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno, 1999). Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan antar stakeholders

dalam sistem manajemen pengelolaan RTH kota di Kota Bekasi, maka dapat diformulasikan masalah sebagai berikut : belum adanya perencanaan dan strategi manajemen penataan RTH kota yang efektif dalam perspektif green

budgeting RTH.

3.4.4.1.3 Identifikasi

Tahap kedua adalah mengetahui dan mendefinisikan permasalahan RTH Kota, sebagai bahan rujukan untuk kebijakan dalam menyelesaikan masalah. Beberapa hal yang perlu diungkapkan, yaitu pertama pola historis atau pola

(17)

hipotetis yang menggambarkan perilaku persoalan penting terkait RTH multi waktu. Dengan pola tersebut akan dihasilkan inti masalah untuk suatu kajian sistem dinamik. Kedua mengenai batas model ditentukan terlebih dahulu dengan jelas sebelum suatu model dibentuk. Batas model ini memisahkan proses-proses yang menyebabkan adanya kecenderungan internal dan pengaruh-pengaruh eksogen dari luar sistem, sehingga menggambarkan cakupan analisis kausalitas dengan isu RTH Kota tersebut.

3.4.4.1.4 Konseptualisasi Sistem

Konseptualisasi sistem menggambarkan kejadian hubungan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop). Dalam melakukan identifikasi dan deskripsi tentang apa yang ada di dalam boundary sistem, dilakukan dengan bantuan sign diagraph berupa penghubung dalam causal loop dan melambangkan arah feedback. Sign diagraph ini menyatakan bagaimana suatu elemen mempengaruhi dan berinteraksi dengan elemen lainnya (Maani dan Cavana, 2000). Lingkar sebab-akibat inilah yang menimbulkan tingkah laku dinamis dalam sistem. Pada Gambar 12 diperlihatkan rancangan integratif dari diagram sebab akibat sistem perubahan penggunaan lahan (RTH) serta kaitannya dengan pertumbuhan penduduk.

Kebutuhan Lahan untuk Pemukiman/ Bangunan Pertambahan Penduduk Jumlah Penduduk -+ + -+ Kenyamanan / Suhu-THI + Kepadatan

+

RTH -Green Budgeting RTH +

Gambar 12 Rancangan integratif dari diagram sebab-akibat sistem green

(18)

Gambar 12 menunjukkan pertumbuhan penduduk akan meningkatkan jumlah penduduk yang kemudian berdampak pada kenaikan kebutuhan lahan dan semakin meningkatnya lahan terbangun. Tingginya konversi lahan pertanian karena meningkatnya permintaan lahan terbangun untuk permukiman, lahan jasa dan perdagangan, lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Tingginya tingkat kebutuhan lahan terbangun mengakibatkan semakin berkurangnya RTH Kota. Elemen lain yang berpengaruh terhadap ketersediaan RTH adalah aktivitas belanja program RTH atau penganggaran daerah berbasis lingkungan (green

budgeting). Semakin termarjinalisasi penganggaran RTH dalam APBD maka

akan mengakibatkan ketersediaan RTH yang ada menjadi semakin berkurang. Menurunnya kuantitas RTH kota dapat menyebabkan suhu perkotaan (Urban

Heat Island) menjadi meningkat. Pengaruh selanjutnya akan mengurangi tingkat

kenyamanan lingkungan kota. Diagram alir fungsi dinamik antara Penduduk, Lahan RTH dan green budgeting RTH di Kota Bekasi disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Flow diagram sub model penduduk, green budgeting RTH dan lahan RTH

SUB MODEL GREEN BUDGETING RTH

LAHAN PEMUKIMAN TERBANGUN

SUB MODEL PENDUDUK SUB MODEL RTH

ALKS_LHN_PMKMN ALKSI_LHN_PMKMN_YG_DKHNDKI PNMBHN_LHN_PMKMN FR_RATA2_UMUR_HHP PENGRNGAN_PDDK NET_PERTAMBAHAN_ALAMI FR_KEMATIAN LJ_KEMATIAN LJ_PNMBHN_RTH F_EMIGRASI LJ_KPDTN_PDDK FR_LS_WIL LJ_IMIGRASI LJ_EMIGRASI PERTMBHN_PNDDK LJ_PNRN_SUHU FR_PNBHN_RTH LAHAN_YG_DIPRLH GREEN_BUDGETING_RTH LAHAN_PMKMN_TRBNGN MNFTN_LHN_PMKMN_YG_DKHNDKI PRTMBHN_ALKS_LHN_PMKMN_YG_DKHNDKI THN_LHN_PEMUKIMAN RATA2_RASIO_PMNFAYN FR_IMIGRASI FR_FERTILITAS LJ_NAIK_PNDPTN FR_PERSEN_NAIK_PDPTN APBD FR_STD_LHN_PMKMN WKT_PENY_PERT_LHN_PMKMN ALKS_LHN_PMKMN WKT_RATA2_PMNFTN_PMKMN_THD_ALKSI WKT_PMBNGN_PMKMN PERTMBHAN_PDDK LJ_KELAHIRAN TAMBAH_RH PENDUDUK KURANG_RH RTH FR_NJOP_PER_HA LJ_PNRN_RTH RASIO_RTH_THDP_ALKSI RH RH_AWL NET_RH RH_THDP_RTH FR_PNRN_RTH FR_PERSEN_BLNJA_RTH FR_PNRN_SUHU THI FR_TURUN_RH FR_TAMBAH_RH SUHU FR_PRTMBHN_SUHU FR_SUHU_AWAL SUHU_THDP_RTH FR_ALKSI_RTH_THDP_LHN NET_SUHU LJ_PRTMBHN_SUHU

(19)

Persoalan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah kebutuhan fasilitas umum dan RTH (utilitas kota), tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar secara bebas. Persoalan eksternalitas atas dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas ekonomi pasar, baik oleh konsumen maupun produsen menjadi tanggung jawab pemerintah dan peran aktif masyarakat untuk mengontrolnya. Pemerintah wajib menyiapkan mekanisme penganggaran daerah berbasis lingkungan untuk menyediakan luasan RTH. Model analisis sistem di atas menggunakan software Powersim Constructor 2.5d.

Dari struktur model dinamik pada Gambar 13 tersebut dapat diturunkan fungsi-fungsi model matematik dengan asumsi 1) dalam penulisan model matematik ditulis dalam bentuk linear, 2) dalam pengolahan penggunaan powersim seluruh variabel akan saling berinteraksi secara holistik, 3) seluruh variabel juga dipengaruhi oleh waktu, 4) dalam pengolahan sistem, model yang linear akan berubah menjadi model sigmoid berbentuk kurva S (untuk model pertumbuhan biologi) (Djojomartono, 2000). Keterangan simbol pada diagram alir dalam bahasa powersim dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Level

Level merupakan hasil akumulasi dari aliran-aliran dalam diagram alir dan

menyatakan kondisi sistem setiap saat. Dalam konsep sistem, level dikenal sebagai state variable. Level dapat dibayangkan sebagai suatu tangki air yang mengakumulasikan perbedaan air masuk dengan air keluar. Dalam diagram alir system dynamics, level dilukiskan dengan simbol persegi panjang (Hartisari, 2007).

Persamaan powersim untuk aliran level adalah : Init LEV = Kondisi awal

Flow LEV =-dt*(RK) + dt*(RM) Keterangan :

LEV = level (unit)

RM = rate (laju) masukan RK = rate (laju) keluaran

dt = interval waktu simulasi (suatu waktu) Init = initial = nilai awal

Flow = Flow (aliran) untuk variabel level

2. Rate

Rate merupakan suatu aliran yang menyebabkan bertambah atau

berkurangnya suatu level. Oleh sebab itu rate terdiri dari dua jenis, yaitu rate

masuk dan rate keluar. Rate masuk akan menambah akumulasi di dalam suatu level dan dilambangkan dengan simbol katup dan panah yang menuju

(20)

level. Sedangkan rate keluar ditunjukkan dengan katup yang dihubungkan dengan panah yang menunjuk pada sink.

3. Source dan Sink

Simbol awam menunjukkan source dan sink suatu material yang mengalir ke dalam dan ke luar suatu level.

4. Information Link

Aliran informasi dalam powersim dengan tanda panah yang tegas. Aliran ini merupakan penghubung antar sejumlah variabel di dalam suatu sistem, jika suatu aliran informasi keluar dari level, aliran tersebut tidak akan mengurangi akumulasi yang terdapat di dalam level.

5. Variable Auxiliary

Variable auxiliary adalah suatu penambahan informasi yang dibutuhkan

dalam merumuskan persamaan atau variabel rate. Atau dapat pula dikatakan bahwa variable auxiliary adalah suatu variabel yang membantu untuk memformulasikan variabel rate. Variable auxiliary digambarkan dengan suatu lingkaran penuh.

6. Parameter (konstanta)

Konstanta adalah suatu besaran yang nilainya tetap selama proses simulasi. Konstanta dalam powersim digambarkan dengan simbol belah ketupat.

7. Delay

Dalam menggambarkan delay dibutuhkan penghubung panah bergaris yang menunjukkan delay dan panah sebagai aliran informasi, jika nilai awal delay

sama dengan variabel input. Jika nilai awalnya ditetapkan terlepas dari variabel input maka hanya dibutuhkan satu panah delay sebagai penghubung.

Secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja sistem yang digambarkan dalam bentuk diagram input-output (Manetch dan Park,1977). Diagram input-output atau dikenal dengan sebutan diagram I-O tersebut meliputi : 1) variabel output yang dikehendaki, yang ditentukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan, 2) variabel output yang tidak dikehendaki, 3) variabel input yang terkontrol, 4) variabel input yang tak terkontrol, 5) variabel

input lingkungan, dan 6) variabel umpan balik sistem. Masukkan dari berbagai

variable tersebut dapat dijadikan analisis diagram sebab akibat (causal-loop) yang merupakan gambaran dari stuktur model sistem pengelolaan RTH Kota dengan pendekatan penganggaran daerah berbasis lingkungan.

(21)

Diagram input output (I-O) menggambarkan hubungan antara output tujuan kajian sistem yang akan dihasilkan dengan input berdasarkan tahapan analisis kebutuhan dan formulasi permasalahan. Tujuan kajian sistem menghasilkan

output yang diinginkan dan yang tidak diinginkan atau tidak dapat dihindari

sebagai pengaruh negatif bagi kinerja sistem. Oleh karena itu output yang tidak diinginkan perlu ditindak lanjuti melalui umpan balik dan menjadi input sistem.

Input merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja sistem secara

langsung maupun tidak langsung dalam mencapai tujuan. Data input diklasifikasi ke dalam input langsung dan tidak langsung. Input langsung terdiri dari input

terkendali atau bersifat dapat dikendalikan dalam mempengaruhi kinerja sistem serta input tidak terkendali . Input tidak langsung merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi sistem secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan sistem yang dikajiseperti pada Gambar 14.

Gambar 14 Diagram input-output strategi pengalokasian RTH berbasis green budgeting

Diagram black box atau input-output dalam prosesnya sangat dipengaruhi oleh intervensi input lingkungan. Beberapa ketentuan tersebut yang mengatur

Optimalisasi RTH kota, Optimalisasi kualitas lingkungan yg nyaman sehat dan bersih

Pertumbuhan ekonomi daerah dan investasi yang berkelanjutan

OUTPUT DIINGINKAN

Alih fungsi lahan yang cepat dan tidak terkontrol, Dedgradasi lingkungan, Menurunnya pendapatan dan Labilnya Iklim usaha OUTPUT TIDAK DIINGINKAN STRATEGI PENGALOKASIAN RTH BERBASIS GREEN BUDGETING UMPAN BALIK UU No. 32/2004, UU No 26/2007, UU No. 32/2009 dan UU No. 41/2009, RPJP/RPJM INPUT LINGKUNGAN

Alokasi lahan RTH kota, Penyusunan Perda RTH, Penganggaran Daerah -pro

RTH (APBD HIJAU)

INPUT TERKONTROL Peran stakeholders Harga lahan

Tingkat permintaan lahan Pertumbuhan penduduk.

INPUT TIDAK

(22)

strategi pengalokasian RTH mengamanatkan pentingnya konsistensi pembangunan berwawasan lingkungan.

3.4.4.1.5 Perumusan Model

Membangun model dilakukan bertujuan melihat perilaku sistem dalam membantu perencanaan strategi pengalokasian RTH kota dalam persfektif anggaran daerah. Model bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil studi yang dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan. Model dinamik yang dikembangkan meliputi :

(1) Sub model pertumbuhan penduduk. (2) Sub model green budgeting RTH. (3) Sub model RTH

Model pertumbuhan penduduk akan menggambarkan hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan kebutuhan lahan terbangun dan penurunan RTH, di sini akan dapat diprediksi laju penurunan RTH. Kinerja RTH dipengaruhi oleh peran politik penganggaran melalui APBD hijau terkait RTH (green

budgeting RTH) dan selanjutnya berdampak terhadap kenyamanan/kualitas

lingkungan yang diukur dari nilai THI. Nilai THI diperoleh dari suhu dan kelembaban udara. Ketiga sub model akan dianalisis melalui simulasi dan dengan merumuskan berbagai skenario strategi model yang paling optimal.

3.4.4.1.6 Analisis Perilaku Model

Analisis perilaku model adalah aktivitas untuk memahami perilaku sistem yang diakibatkan oleh asumsi-asumsi dalam model, sehingga dapat menjadi dasar untuk menyempurnakan model. Usaha pemahaman model dengan variabel multi temporal ini dibantu dengan simulasi komputer, sehingga menghasilkan gambaran bagaimana perilaku sistem terhadap waktu.

3.4.4.1.7 Pengujian Model

Setelah model diformulasikan, langkah selanjutnya dilakukan pengujian model untuk mendapatkan keyakinan atas kesahihan model dan prediksi terhadap tendensi-tendensi internal sistem. Hal ini diperlukan dalam upaya

(23)

memodifikasi dan memperbaiki struktur model. Model dapat dikatakan baik jika mudah dikomunikasikan, dapat memberikan pemahaman terhadap perilaku model, dan masih terbuka untuk perbaikan sistem. Adapun rumus untuk menghitung nilai AME dan AVE (Barlas, 1996) seperti di bawah ini.

a). AME

b). AVE

E1, E2, S, A dan N berturut-turut adalah eror dari mean, eror dari varian, nilai simulasi, nilai aktual, dan interval waktu pengamatan. SS dan SA adalah nilai standar deviasi simulasi dan nilai standar deviasi aktual.

3.4.4.2 Analisis Kebijakan Pengalokasian RTH Berbasis Green Budgeting

Pada tahap proses pemodelan, model yang dibuat digunakan untuk menguji berbagai alternative kebijakan penataan RTH kota yang mungkin bisa diterapkan dalam sistem yang tengah dikaji (uji sensitivitas). Lebih jauh lagi, analis mungkin bisa menyelidiki kemungkinan dampak dari berbagai kebijakan yang dipilih terkait pendekatan penganggaran daerah berbasis lingkungan.

Pada skenario pesimis, diasumsikan terjadi peningkatan jumlah penduduk yang tidak terkendali mencapai 3,75 persen, diikuti oleh semakin berkurangnya RTH. Intervensi kebijakan penganggaran daerah terhadap RTH masih belum signifikan (green budgeting RTH) yaitu 0,5 persen dari penerimaan APBD. Implikasi dari semakin berkurangnya ketersediaan lahan RTH di Kota Bekasi adalah semakin menurunnya kenyamanan kota.

(24)

Pada skenario moderat, diasumsikan pertumbuhan penduduk mengalami penurunan 3,5 persen. Disisi lain dukungan penganggaran daerah terhadap belanja RTH yaitu 2 persen diikuti laju penurunan RTH sebesar 5 persen sehingga tingkat kenyamanan masih tetap mengalami penurunan pada akhir tahun simulasi

Pada skenario optimis, diasumsikan terjadi peningkatan jumlah penduduk yang relatif terkendali dengan laju pertumbuhan penduduk 3 persen, diikuti laju penurunan RTH sebesar 2 persen. Demikian juga tingkat pemanfaatan lahan terbangun untuk permukiman mengalami peningkatan namun diupayakan untuk dapat dimbangi dengan penyediaan RTH kawasan perkotaan yang optimal melalui green budgeting RTH sebesar 3 persen.

3.4.5. Prioritas Kebijakan Strategi Green Budgeting RTH

Anggaran berbasis lingkungan merupakan amanat UU No 32 Tahun 2009 untuk menjamin terlaksananya dukungan pendanaan dari APBD dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Dukungan pendanaan untuk mencapai ketersediaan ruang hijau kota dapat melalui arahan belanja RTH atau arahan pengenaan insentif dan disinsentif, meliputi jenis insentif berupa subsidi prasarana, kemudahan izin dan keringanan pajak dari pemerintah bagi pengadaan ruang hijau kota oleh swasta. Mekanisme disinsentif dilakukan untuk penataan dan pengendalian kegiatan perdagangan dan jasa yang belum memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan, seperti kewajiban penyediaan parkir dan fasilitas lainnya, dapat dikenakan disinsentif berupa parking deficiency

charge dan pengenaan pajak kemacetan (development impact fees) bahkan

pencabutan izin operasional industri yang tidak memenuhi kewajiban penyediaan RTH atau penyediaan limbah.

Bagi masyarakat yang membangun dengan KDB lebih rendah dalam rangka menyediakan ruang terbuka hijau yang lebih luas diberikan insentif atau mengusahakan bentang lahannya untuk kegiatan yang mendukung ketersediaan RTH. Jenis insentif diantaranya pengurangan besar PBB, kemudahan perizinan, serta pengurangan biaya perizinan. Bagi masyarakat yang membangun rumah pada jalan-jalan arteri dan kolektor di pusat kota dapat dikenai disinsentif berupa nilai PBB yang lebih tinggi, setara dengan PBB bagi kegiatan perdagangan dan jasa.

(25)

Pendekatan penganggaran belanja RTH Kota merupakan rencana tindakan pada masa yang akan datang dalam konteks mekanisme belanja tahunan APBD. Mekanisme tersebut melalui tahapan MUSRENBANG (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) yang dikenal dengan penganggaran partisipatif. Usulan partisipatif tersebut disintesa dengan pendekatan MTEF (Medium Term

Expenditure Framework), menjadi dokumen perencanaan yang disebut RKPD

(Rencana Kerja Pembangunan Daerah). Pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran.

Kebutuhan biaya untuk pelaksanaan program/kegiatan yang melebihi waktu satu tahun harus diestimasi sejak awal (bersifat indikatif). Hal ini secara implisit telah diprediksi ketika target kinerja (outcome) yang hendak dicapai pada akhir priode jangka menengah (multi-year) telah dapat ditentukan, baik untuk akhir periode program maupun untuk masing-masing tahun pelaksanaan. Memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui. Hakikat dari penganggaran berbasis kinerja bukanlah periode pelaksanaan anggaran, tetapi hasil yang hendak dicapai.

Berdasarkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau dikenal dengan MTEF tersebut, Program belanja RTH dapat diprediksi kebutuhan dan ketersediaan dananya melalui kesepakatan bersama, kemudian dituangkan dalam belanja tahunan daerah (APBD). Kebijakan program dibuat untuk memecahkan masalah atau memenuhi suatu kebutuhan yang teridentifikasi dan disepakati oleh pelaksana (eksekutif) dan lembaga perwakilan (legislatif). Dalam pengelolaan keuangan daerah di Indonesia, kebijakan ini disebut Kebijakan Umum APBD (KUA), yang dilengkapi dengan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan harus disepakati dulu dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepakatan antara kepala daerah dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam persepktif lebih luas, klausul kebijakan tentang pelaksanaan suatu program/kegiatan yang melebihi satu tahun anggaran dicantumkan dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Abdullah, 2010).

Bagan Alir Tahapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah disajikan pada Gambar 15.

(26)

Sumber: hasil modifikasi dari PMK No. 80/PMK.05/2007 untuk MTEF kementrian. Ket : RKPD= Rencana Kegiatan Pemerintah daerah, Renstra= Rencana Strategis dan RKA= Rencana Kegiatan Anggaran.

Gambar 15 Bagan alir tahapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Konsep pendekatan ini seyogyanya diawali dari kesepakatan dibuatnya produk perda (peraturan daerah) tentang RTH kota yang kemudian ditindaklanjuti oleh RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), sehingga implementasi RKPD dalam konteks penganggaran partisipatif serarah dengan pendekatan pengeluaran belanja jangka menengah (KPJM/MTEF).Sekalipun RPJM sudah dibuat lebih awal oleh pemerintah daerah tetapi pendekatan MTEF dapat dilaksanakan dengan kesepakatan belanja yang ditetapkan melalui Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dalam penetapan APBD dengan payung hukum perda pengelolaan keuangan daerah dimana MTEF sudah diintegrasikan di dalamnya.

Langkah-langkah berikut menjadi arahan prioritas kebijakan dan strategi pengalokasian RTH, yaitu :

1. Penetapan alokasi lahan RTH dalam RTRW.

2. Penyusunan kebutuhan belanja RTH berdasarkan nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) lahan. Jumlah kebutuhan dana dialokasikan dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM/MTEF).

3. Disain belanja KPJM/MTEF menjadi arahan dalam Kebijakan Umum

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM)

RKPD RENSTRA

KOTA

MTEF / KPJM

RENSTRA DINAS RKA APBD

PROGRAM

VISI PENGELOLAAN

RTH KOTA (GREEN CITY)

KEGIATAN OUTPUT OUTCOME

1 Thn 1 Thn 5 Thn 1 2 1 2 3 4 3 6 1 5 5 1

Ket: 1. Dijabarkan, 2. Dirangkum, 3. Indikasi Pendanaan, 4. Kepastian Pendanaan, 5. Menghasilkan, 6. Proyeksi ke depan

3-5 Thn

(27)

Anggaran (KUA) dalam APBD.

Untuk merumuskan skala prioritas arahan dan strategi pengalokasian RTH digunakan AHP dengan menata dalam suatu hierarki (Gambar 16). Prinsip kerja Proses Hierarki Analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis dan dinamik menjadi bagian-bagiannya secara berjenjang. Setelah itu, tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil dari sistem tersebut (Marimin, 2004).

Gambar 16 Struktur hierarki strategi penganggaran daerah berbasis lingkungan (green budgeting) dalam pengalokasian RTH.

Gambar

Tabel 7  Peubah dan sumber data
Gambar  10  Bagan alir penelitian
Tabel 9  Matriks  rangkuman  tujuan, jenis data, parameter, teknik analisis data   dan output
Tabel 10  Matriks variabel regresi dan definisinya
+7

Referensi

Dokumen terkait

This research paper entitled “The Use of Picture Series in Improving Students' Writing Procedural Text” was intended to test the effectiveness of using pictures

Hasil uji PCA ( Principal Component Analysis ) data lingkungan pada areal kelapa sawit umur 3 tahun, 6 tahun dan 12 tahun menunjukkan bahwa suhu udara, kelembaban relatif,

[r]

Wawancara terstruktur digunakan karena dengan judul penelitian tentang analisis strategi pemasaran online komunitas Batu Local Guide dalam pariwisata Pihak yang akan

validation, tidak terdapat perbedaan hasil yang cukup nyata antara hasil estimasi elevasi pada data topografi di wilayah FMIPA Universitas Mulawarman dengan menggunakan

Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: Peran perempuan dalam pengambilan kebijakan untuk pengembangan lembaga keuangan syariah tersebut termasuk

Karena keputusan mogok tersebut hanya didasari emosi dan tidak direncanakan dengan baik, maka sudah dapat dipastikan bahwa dampak dari mogok spontan tersebut tidak membuat perubahan

penomoran yang telah disusun oleh PS Pendidikan Kimia... b) Pemberian nomor pada setiap cover dokumen... c) Penyusunan sistem