BAB II BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih 2.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadan dimana ditemukannya bakteri Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadan dimana ditemukannya bakteri dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna dan menyebabkan invasi dan inflamasi dalam saluran kemih dalam jumlah yang bermakna dan menyebabkan invasi dan inflamasi jaringan pada saluran kemih.
jaringan pada saluran kemih.11
2.2. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih 2.2. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar dib
dibandianding ng bayi bayi dengdengan an berberat at lahlahir ir nornormal mal (0,(0,1-11-1%). %). SebeSebelum lum usiusia a 1 1 tahtahun, un, ISK ISK leblebihih banyak
banyak terjadi pada terjadi pada anak anak laki-laki. laki-laki. Sedangkan Sedangkan setelahnya, setelahnya, sebagian sebagian besar besar ISK ISK terjadi paterjadi padada anak perempuan. Rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan. Rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30x lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki anak perempuan 30x lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak yang disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat.
disunat.22
2.3. Etiologi Infeksi Saluran Kemih 2.3. Etiologi Infeksi Saluran Kemih
Penyebab infeksi pada saluran kemih yang terbanyak pada bayi dan anak adalah Penyebab infeksi pada saluran kemih yang terbanyak pada bayi dan anak adalah Escherichia
Escherichia colicoli, , yaiyaitu tu sesebebesasar r 51,51,5% 5% kaskasusus. . PePenynyebaebab b ISISK K kekedudua a teterbrbananyak yak yayaitituu Klebsiella
Klebsiella sesebebesasar r 1515%.%. KuKumaman n lalaininnynya a adadalalahah Enterococcus, Enterococcus, Pseudomonas,Pseudomonas, Streptococcus, Staphylococcus, Enterobacter cloacae, Citrobacter freundi, S. Flexneri Streptococcus, Staphylococcus, Enterobacter cloacae, Citrobacter freundi, S. Flexneri dandan H.
kolonisasi mikroorganisme aerob dan anaerob yang berfungsi sebagai barier pertahanan kolonisasi mikroorganisme aerob dan anaerob yang berfungsi sebagai barier pertahanan te
terhrhadadap ap kokololoninisasasi si kukumaman n papatotogegen n sasaluluraran n kekemimih. h. PaPada da ananak ak yayang ng lelebibih h kekecicil,l, Enterobacteria
Enterobacteria dandan Enterococcus Enterococcus merupakan flora normal di saluran kemih.merupakan flora normal di saluran kemih. Eschericia Eschericia coli
coli mermerupakupakan an baktbakteri eri gragram m neganegatitif f yang yang domdominainan n padpada a anaanak k perperempempuan, uan, sedsedangkangkanan E.coli
E.coli dandan Proteus sp Proteus sp. pada anak laki-laki. Anak balita sering terkena ISK karena kolonisasi. pada anak laki-laki. Anak balita sering terkena ISK karena kolonisasi periuretra
periuretra oleholeh E.coli, E.coli, EnterococciEnterococci, dan, dan Proteus Proteus spsp. . PadPada a umuumumnymnya a kumkuman an patpatogen iniogen ini ditemukan pada tahun pertama kehidupan dan jarang didapatkan setelah usia 5 tahun.
ditemukan pada tahun pertama kehidupan dan jarang didapatkan setelah usia 5 tahun.5,65,6
Kuman penyeba
Kuman penyebab ISK b ISK kebanyakebanyakan berasal daerah perikan berasal daerah perianal, perineanal, perineal al dan genitaldan genitaliaia eksterna,
eksterna, yang mengalami kolonisasi yang mengalami kolonisasi pada periuretra. Hampipada periuretra. Hampir semua ISK r semua ISK menyebar secaramenyebar secara asenden
asendens. s. GangguaGangguan n dari flora dari flora periuperiuretrretra a normanormal, l, yang merupakan bagian yang merupakan bagian dari pertahanadari pertahanann tubuh melawan kolonisasi bakteri patogen, mempermudah terjadinya ISK. Bakteri dari tubuh melawan kolonisasi bakteri patogen, mempermudah terjadinya ISK. Bakteri dari flora periuretra berada di distal uretra, tetapi urin normal berada dalam keadaan steril di flora periuretra berada di distal uretra, tetapi urin normal berada dalam keadaan steril di proksimal
proksimal uretra, uretra, kandung kandung kemih, kemih, dan dan bagian proksimal bagian proksimal lainnya lainnya pada pada saluran saluran kemih.kemih. Kuman patogen saluran kencing dapat mencapai kandung kemih dan berkembang biak bila Kuman patogen saluran kencing dapat mencapai kandung kemih dan berkembang biak bila infeksi terjadi. Bakteri patogen tersebut berada di distal uretra dan pada saat berkemih infeksi terjadi. Bakteri patogen tersebut berada di distal uretra dan pada saat berkemih mampu menyapu bakteri keluar bersama urin sehingga bakteri tidak dapat naik secara mampu menyapu bakteri keluar bersama urin sehingga bakteri tidak dapat naik secara ascendens.
ascendens.5,65,6
2.4. Faktor Predisposisi Infeksi Saluran Kemih 2.4. Faktor Predisposisi Infeksi Saluran Kemih
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu : Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi saluran kemih yaitu :5,65,6
1.
1. BeBendndungungan an alaliriran an ururinin
•
• Batu saluran kemih
• Oklusi ureter (total maupun parsial) • Kebiasaan menahan kemih
2. Refluks vesikouretra 3. Urin tersisa di buli-buli
• Buli-buli neurogenik • Striktur uretra • Hipertrofi prostat 4. Gangguan metabolik • Hiperkalsemia • Hipokalemia • Agamaglobulinemia 5. Instrumentasi • Kateter • Dilatasi uretra • Sistoskopi 6. Kehamilan
• Faktor stasis dan bendungan
• pH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman • Personal hygiene
2.5. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih
Secara anatomi, ISK dibagi menjadi infeksi saluran kemih bagian atas dan infeksi saluran kemih bagian bawah. Infeksi saluran kemih atas yaitu infeksi yang menyerang pelvis ginjal dan parenkim ginjal atau yang disebut dengan pielonefritis. Sedangkan infeksi saluran kemih bawah yaitu infeksi yang menyerang kandung kemih (sisititis) dan/atau uretra (uretritis). Pada keadaan normal, bakteri yang terdapat dalam kandung kemih dapat segera hilang. Sebagian karena efek pengenceran dan pembilasan ketika buang air kecil tapi juga akibat daya antibakteri urin dan mukosa kandung kemih. Urin dalam kandung kemih kebanyakan orang normal dapat menghambat atau membunuh bakteri terutama karena konsentrasi ureadan osmolaritas urin yang tinggi. Leukosit polimorfonuklear dalam dinding kandung kemih juga berperan dalam membersihkan bakteriuria. Pielonefritis dan sistitis terjadi umumnya karena penjalaran bakteri secara asending dari uretra.1,5,6
2.6. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih dapat berlangsung dengan gejala atau tanpa gejala. Pada yang simptomatis, makin muda usia anak, gejala klinis makin tidak khas. Manifestasi klinis infeksi saluran kemih selain tergantung pada umur, juga tergantung dengan lokalisasi infeksi pada saluran kemih. Pada bayi, gejala non spesifik, yaitu berat badan tidak naik sesuai umur, masalah minum/makan, ikterus, demam tanpa diketahui sebab yang jelas, kejang, muntah dan diare. Pada anak umur prasekolah dan sekolah, umumya terlokalisasi pada saluran kemih. Bila infeksi mengenai saluran kemih bagian atas, gejala berupa
demam, menggigil, nyeri pinggang pada sudut kostovertebrae dan hematuri. Bila mengenai saluran kemih bagian bawah, gejala dapat berupa disuri, polakisuria, urgensi dan h ematuri.1
Gejala yang timbul pada sistitis yaitu disuria ( nyeri waktu berkemih ). Peningkatan frekuensi berkemih, perasaan ingin berkemih, adanya sel – sel darah putih dalam urin, nyeri perut bawah / suprapubis, demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah.1
Gejala pada pielonefritis akut umumnya timbul secara cepat dalam beberapa jam atau hari dan mencakup demam yang sering 103o F atau lebih, menggigil kedinginan, nyeri
pinggang dan disuria. Sedangkan gejala pielonefritis kronik sangat tidak jelas. Pada pielonefritis kronis, adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak
mempunyai gejala yang spesifik. Pada infeksi menahun, nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter. Gejala lain yaitu adanya keletihan, nafsu makan dan berat badan menurun, anemia, proteinuria, piuria dan kepekatan urin menurun.1
2.7. Diagnosis Infeksi Saluran Kemih
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih yaitu dengan pemeriksaan urinalisis. Pada urinalisis ditemukan piuria, hematuri, nitrit dan leukosit. Pemeriksaan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah biakan urin. Pemeriksaan ini bermakna bila didapatkan lebih dari 100.000 cfu/ml urin yang
diambil secara urin pancar tengah, atau berapapun jumlah kuman patogen pada pengambilan urin dengan aspirasi suprapubik.1
2.8. Komplikasi Infeksi Saluran Kemih
Bila infeksi naik secara ascendens sampai ke parenkim ginjal, dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan timbulnya parut
dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif dan akhirnya tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis tersebut dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun.1
2.9. Terapi Infeksi Saluran Kemih
Pengobatan untuk infeksi saluran kemih bawah cukup diberikan antibiotik secara oral. Sedangkan pengobatan untuk infeksi saluran kemih atas memerlukan terapi antibiotik intravena dengan antibiotik spektrum luas, penisillin atau sefalosporin. Lama terapi berlangsung 10-14 hari. Dilanjutkan dengan terapi oral selama 7 – 14 hari.1,5,6
Antibiotik oral yang dapat digunakan yaitu : 1. Amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari 2. Ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari 3. Sefaleksin 50 mg/kgBB/hari 4. Sefiksim 8 mg/kgBB/hari 5. Trimetoprim 6-12 mg/kgBB/hari 6. Sulfametoksazol 30-60 mg/kgBB/hari
Antibiotik parenteral yang dapat digunakan yaitu : 1. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari
2. Gentamisin 5 mg/kgBB/hari 3. Sefotaksim 150 mg/kgBB/hari 4. Seftriakson 80-120 mg/kgBB/hari
Angka resistensi antibiotik florokuinolon, sefalosporin oral dan co-amoksiclav dilaporkan kurang dari 10% pada ISK. Strain E. Coli yang paling banyak dilaporkan pada kejadian resistensi karena mampu membentuk enzim beta laktamase yang menghancurkan cincin beta laktam pada antibiotik. Pemilihan antibiotik untuk ISK diputuskan berdasarkan ada tidaknya riwayat alergi pada pasien, pola kepekaan bakteri pada masing-masing daerah, ketersediaan obat dan harga.6
2.10. Spina Bifida
Spina bifida merupakan suatu anomali perkembangan yang ditandai dengan defek penutupan selubung tulang pada medulla spinalis sehingga medulla spinalis dan selaput
meningen dapat menonjol keluar ( spina bifida cystica), atau tidak menonjol ( spina bifida occulta). Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk menutup selama bulan pertama perkembangan embrio. Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar
28 hari setelah pembuahan. Namun, jika sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk menutup dengan baik, cacat tabung saraf akan terjadi.10
2.11. Epidemiologi Spina Bifida
Spina bifida kira-kira muncul pada 2-3 dari 1000 kelahiran, tetapi bila pada kelahiran anak pertama telah menderita spina bifida, maka resiko untuk anak yang berikutnya untuk menderita spina bifida sepuluh kali lebih besar. Spina bifida tipe okulta
terjadi pada 10 – 15 % dari populasi. Kelainan ini seringkali muncul pada daerah lumbal atau lumbo-sacral junction, tetapi juga dapat terjadi pada regio servikal dan torakal meskipun dalam skala yang kecil.10
2.12. Etiologi Spina Bifida
Pada tahun 1982, penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Guibaud menyebutkan pemakaian asam valproat pada ibu hamil yang mengalami kejang juga meningkatkan resiko terjadinya kelainan kongenital spina bifida. Beberapa faktor yang mencetuskan terjadinya defek pada penutupan tabung saraf yaitu pemakaian obat yang bersifat teratogenik selama masa kehamilan, kandungan mikronutrien makanan yang dikonsumsi saat kehamilan dan pengaruh lingkungan lainnya.10
Manfaat dari suplemen asam folat selama periode masa kehamilan di percaya dapat mengurangi resiko defek penutupan tabung saraf yang telah dibuktikan baik dalam percobaan dan dalam studi observasional. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian multi vitamin pada ibu hamil memiliki konstribusi yang cukup besar dalam
menurunkan angka kejadian gangguan pada penutupan tabung saraf.7,8,9,10
Beberapa hipotesis terjadinya spina bifida antara lain adalah :8,9
1.Terhentinya proses pembentukan tabung neural karena penyebab tertentu
menyebabkan ruptur permukaan tabung neural
3.Adanya kerusakan pada dinding tabung neural yang baru terbentuk
2.13. Gejala Klinis Spina Bifida
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya. Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di tulang belakang bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakrum, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.8,9
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun saraf yang terkena.8
Terdapat beberapa jenis spina bifida, yaitu : 1. Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Kebanyakan tidak bergejala dan tidak ada tanda kelainan neurologis.
2. Spina Bifida Cystica
Merupakan spina bifida dengan terdapatnya tonjolan keluar melalui tempat defek sebagai benjolan kistik yang dapat berisi selaput meningen(meningokel), medula spinalis (mielokel), atau keduanya (meningomielokel).
Gejala klinis yang timbul menyebabkan disfungsi banyak organ dan struktur, termasuk tulang, kulit, dan saluran genitourinaria, disamping sistem saraf perifer dan sentral. Pada 75% kasus meningomielokel terjadi pada daerah lumbosakral. Luas dan gangguan neurologis tergantung pada lokasi mielomeningokel. Lesi pada daerah sakrum menyebabkan gangguan fungsi usus besar dan inkontinensia kandung kemih dan disertai dengan anastesi pada daerah perineum namun tanpa gangguan fungsi motorik. Bayi baru lahir dengan defek pada daerah lumbal tengah secara khas memiliki struktur kistik seperti kantong yang ditutup oleh lapisan tipis jaringan yang sebagian terepitelisasi. Sisa jaringan saraf dapat terlihat di bawah membran yang kadang-kadang robek dan Liquor Cerebro Spinal (LCS) bocor. Gejala inkontinensia urin dan relaksasi sfingter ani mungkin nyata. Bayi dengan mielomeningokel secara khas memiliki peningkatan defisit neurologis setelah mielomeningokel bergerak naik ke daerah thorak. Namun, penderita dengan mielomeningokel di daerah thoraks atas atau daerah servikal biasanya memiliki defisit neurologis yang sangat minim dan pada kebanyakan kasus tidak mengalami hidrosefalus.8
2.14. Diagnosis Spina Bifida
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat dilakukan pada ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :8,9
1. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen yang terdiri dari pemeriksaan ultrasound dan cairan amnion.
2. Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini merupakan
tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan assesment tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
3. Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.
4. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis.
5. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.
6. Pada 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis
(analisa cairan ketuban)
2.15. Penatalaksanaan Spina Bifida
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi, sosial worker dan lain-lain.8,9
1. Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
1. Mengontrol inkotinensia
2. Mencegah dan mengontrol infeksi 3. Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5 – 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation atau suprapubic vesicostomy.8,9
2. Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi panggul dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee Brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang. Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2
tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya. Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.8,9
3. Rehabilitasi Medik
o Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer.8,9
o Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.8,9
o Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.8,9
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.8,9
4. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi LCS yang berkurang. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut.8,9
2.16. Buli-Buli Neurogenik
Buli-buli neurogenik adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat kerusakan sistem saraf pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian berkemih. Keadaan ini bisa berupa kandung kemih tidak mampu berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactivebladder ) maupun kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasarkan refleks yang tak terkendali (overactive bladder ). Istilah buli- buli neurogenik tidak mengacu pada suatu diagnosis spesifik ataupun menunjukkan
etiologinya, melainkan lebih menunjukkan suatu gangguan fungsi urologi akibat kelainan neurologis.12
Kelainan kongenital seperti meningomielokel dan gangguan saraf baik sentral dan perifer dapat menyebabkan buli-buli neurogenik yang mana bila tidak ditatalaksana dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan ginjal yang progresif, infeksi saluran kemih dan
gangguan secara psikologi dan lingkungan sosial.12
2.17. Etiologi Buli-Buli Neurogenik
Buli-buli neurogenik dapat disebabkan oleh adanya kelainan pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Kelainan pada sistem saraf pusat yaitu Alzheimer’s disease, meningomielokel, tumor otak atau medulla spinalis, Parkinson disease, cedera medulla spinalis, pemulihan stroke dan multiple sclerosis. Kelainan pada sistem saraf tepi yaitu neuropati alkoholik, diabetes neuropati, kerusakan saraf akibat operasi pelvis, kerusakan saraf dari herniasi diskus dan defisiensi vitamin B12.12
2.18. Manifestasi Klinik Buli-Buli Neurogenik
Gejala-gejala disfungsi buli-buli neurogenik terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan inkontinensia. Hiperrefleksia detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya frekuensi, urgensi dan inkontinensia sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan (localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras dari supra pons maupun supra sakral. Retensi urin dapat timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Pada pria adalah penting untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis seperti hipertrofi prostat atau striktur. Pada penderita dengan lesi neurologis antara pons dan medullaspinalis bagian sakral, dapat menimbulkan berbagai derajat retensi meskipun pada umumnya hiperrefleksia detrusor yang lebih sering timbul. Retensi dapat juga timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti pada lesi LMN. Retensi juga dapat
timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks miksi seperti pada lesi susunan saraf pusat.12
Meskipun hanya sedikit kasus dari lesi frontal dapat menimbulkan retensi, lesi pada pons juga dapatmenimbulkan gejala serupa. Inkontenensia urin dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow.12
2.19. Penatalaksanaan Buli-Buli Neurogenik
Tujuan terapi pada tatalaksana buli-buli neurogenik adalah untuk mencegah tekanan pada kandung kemih agar tidak terus meninggi yang dapat menyebabkan kerusakan dari saluran kemih, meminimalkan resiko terjadinya ISK dan mencegah over-distensi kandung kemih.12
1.Penatalaksanaan gangguan pengosongan kandung kemih dapat dilakukan dengan cara :
o Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianal o Kompresi eksternal dan penekanan abdomen, crede’s manoeuvre
o Clean intermittent self-catheterisation o Indwelling urethral catheter
2.Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusor
o Pengobatan oral, propantheline, imipramine, oxybutinin
3.Penatalaksanaan operatif
Tindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan neurologis kongenital atau cedera medula spinalis
Jika penyebabnya adalah cedera saraf, maka dipasang kateter melalui uretra untuk mengosongkan kandung kemih dan mengevakuasi urin, baik secara berkesinambungan maupun untuk sementara waktu. Kateter dipasang sesegera mungkin agar otot kandung kemih tidak mengalami kerusakan karena peregangan yang berlebihan dan untuk mencegah infeksi kandung kemih.3,12
2.20. Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3 bulan berturut-turut tidak naik) dan tidak disertai tanda-tanda bahaya. Gizi buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk. Hal ini bisa diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.14
Gizi kurang pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek
.
142.22. Penyebab Gizi Buruk
Penyebab terjadinya gizi buruk secara langsung antara lain: 1. Penyapihan yang terlalu dini
2. Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan TBC .
3. Anak yang asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti jantung atau metabolisme lainnya.
Penyebab tidak langsung :
1. Daya beli keluarga rendah/ ekonomi lemah. 2. Lingkungan rumah yang kurang baik
3. Pengetahuan gizi kurang
4. Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang. Dampak gizi buruk pada anak terutama balita :
1. Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat. 2. Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.
3. Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif. 2.23. Klasifikasi Gizi Buruk
Terdapat tiga tipe gizi buruk, antara lain :14
1. Marasmus: Anak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, rambut tipis, jarang, kusam, berubah warna, kulit keriput karena lemak di bawah kulit berkurang, iga gambang, bokong baggy pant, pe rut cekung.
2. Kwarsiorkor: rewel, apatis, rambut tipis, warna jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, kedua punggung kaki bengkak, bercak merah kehitaman, di tungkai atau bokong.
3. Gabungan dari marasmus dan kwarsiorkor 2.24. Diagnosis Gizi Buruk
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya.14
Kriteria anak gizi buruk adalah sebagai berikut:9
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi a. BB/TB: < -3 SD dan atau; b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan 2. Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut :
b. Pneumonia berat c. Anemia berat d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi f. Penurunan kesadaran
2.25. Tatalaksana Gizi Buruk
Penanganan gizi buruk terdiri dari 3 fase, antara lain:8
a. Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F 75). Resomal dapat diberikan apabila anak diare/muntah/dehidrasi.
b. Fase Transisi Diberikan F100. c. Fase Rehabilitasi
BB< 7 kg diberi MP-ASI dan BB ≥ 7 kg diberi makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F 135).
d. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah
Setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB ≥ -2 SD, tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,
7oC, tidak muntah atau diare, tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg
BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut.10,14
Selain itu, dalam penanganan gizi buruk, terdapat 10 langkah, diantaranya:10
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi.
Berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2 jam, antibotik. Evaluasi setelah 30 menit, jika masih hipoglikemi, ulang pemberian cairan gula.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi.
Penderita dan ruang penderita harus hangat. 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Pengelolaannya diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya.
4. Koreksi gangguan elektrolit.
Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal)
5. Mencegah dan mengatasi infeksi.
Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 80-100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari.
7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro.
Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, timbal 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Tumbuh Kejar Fase Transisi
o Energi: 100 – 150 kkal/kgBB/hari o Protein: 2 - 3 g/kgBB/hari
o Cairan: 150 ml/kgBB/hari
Tumbuh Kejar Fase Rehabilitasi
o Energi: 150 – 220 kkal/kgBB/hari o Protein: 4-6 g/kgBB/hari
o Cairan: 150 – 200 ml/kgBB/hari
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik
mental, motorik dan kognitif.
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah.
Setelah BB/PB mencapai -1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.
2.26. Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah kondisi normal. Batasan untuk PGK yaitu salah satu dari kriteria di bawah ini :16,17
o Kerusakan ginjal ≥3 bulan yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau fungsi
ginjal dengan atau tanpa penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang bermanifestasi sebagai satu atau lebih gejala abnormalitas komposisi urin, abnormalitas pemeriksaan pencitraan, abnormalitas biopsi ginjal.
o GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥3 bulan dengan atau tanpa gejala kerusakan
ginjal lain yang telah disebutkan. 2.27. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis
Klasifikasi tingkat penyakit ginjal kronik, sebagai berikut :16
• Grade 1: kerusakan ginjal dengan normal GFR (>90 mL/menit/1.73 m2) • Grade 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/menit/1.73 m2)
• Grade 3: penurunan sedang pada GFR (30-59 mL/menit/1.73 m2) • Grade 4: penurunan berat pada GFR (15-29 mL/menit/1.73 m2) • Grade 5: gagal ginjal (GFR <15 mL/menit/1.73 m2 atau dialisis)
Untuk menentukan nilai GFR, digunakan rumus Schwartz, yaitu :17
GFR (mL/menit/1.73 m2) = 0,55 x tinggi badan (cm)
kreatinin serum (mg/dL)
2.28. Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronis
Secara umum tata laksana PGK bertujuan untuk memperlambat perburukan fungsi ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi, serta mengganti fungsi ginjal dengan dialisis dan transplantasi bila terindikasi. Penatalaksanaan PGK sejak dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serta berkembangnya penyakit ke tahap gagal ginjal tahap akhir.16
Perlu dicegah progresifitas anemia yang berkelanjutan. Eritropoetin diberikan pada pasien predialisis dengan kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL, diberikan secara subkutan 1-3 kali per minggu dengan rentang dosis inisial antara 1-30-1-300 unit/kgbb/minggu. Terapi besi oral sebaiknya diberikan jika kadar feritin plasma di bawah 100 ng/mL, anjuran dosis 2-3 mg/kgbb/hari terbagi dalam 2-3 dosis. Zat besi diberikan dalam keadaan perut kosong dan tidak diberikan bersamaan dengan pengikat fosfat.16,18
Tata laksana hipertensi meliputi terapi non farmakologis dan farmakologis tetapi terapi farmakologis farmakologis menjadi pilihan utama. Meskipun sering diberikan antihipertensi multipel, dianjurkan dimulai dengan obat tunggal dengan dosis rendah
kemudian ditingkatkan secara perlahan sampai tekanan darah terkontrol, kecuali pada pasien dengan hipertensi emergensi dan urgensi yang membutuhkan penurunan tekanan darah dengan segera. Target tekanan darah yang ingin dicapai adalah di bawah persentil 90 atau <130/80 mmHg. Obat ACE inhibitors dan angiotensin II type 1 receptor blockers (ARBs ) merupakan pilihan pertama karena mempunyai efek renoprotektif. Calcium channel blocker dipakai sebagai terapi tambahan pada hipertensi yang resisten. ACE inhibitors dan angiotensin II type 1 receptor blockers (ARBs ) juga memiliki efek renoprotektor, sehingga dapat digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal dan proteinuria, kerusakan ginjal pada diabetik dan non-diabetik.16,17
Pada pasien dengan hipervolemia, tiazid dan loop diuretic dapat diberikan untuk mengontrol kelebihan cairan. Tiazid digunakan sebagai terapi lini pertama pada PGK derajat ringan sedang, namun kurang efektif pada LFG di bawah 60 mL/menit/1,73 m², dan menjadi tidak efektif pada LFG di bawah 30 mL/menit/1,73 m². Diuretik yang dianjurkan pada PGK stadium 4 dan 5 adalah furosemid.16,18
Kelainan elektrolit diobati sesuai dengan gangguan yang terjadi. Target terapi asidosis metabolik akibat PGK adalah menjaga bikarbonat serum dalam rentang 20-22 mEq/L dengan memberikan suplemen natrium bikarbonat. Hiperfosfatemia ditata laksana dengan diet rendah fosfat, obat pengikat fosfat, mengontrol kadar hormon paratiroid, bila perlu dilakukan dialisis. Diet rendah fosfat sulit dilakukan, sementara hemodialisis tiga kali/minggu hanya mampu mengekskresi 900 mg fosfat, sehingga obat pengikat fosfat paling banyak digunakan seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, atau sevelamer.16,18
Tujuan terapi osteodistrofi renal pada PGK adalah mencegah deformitas tulang dan normalisasi kecepatan pertumbuhan dengan intervensi diet rendah fosfat dan terapi farmakologi berupa pengikat fosfat dan vitamin D. Terapi vitamin D dimulai ketika pasien menderita PGK stadium tiga. Dosis pemberian vitamin D yaitu 1 x sehari 0.01 – 0,03 mcg/kgBB.16,18
Hemodialisis atau peritoneal dialisis pada PGK dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :16,18
1. Sindrom Uremia (muntah, kejang, penurunan kesadaran) 2. Terdapat tanda overload cairan (efusi pleura, acites)
3. Asidosis yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian bikarbonat intravena
4. Indikasi kimiawi meliputi kadar kalium > 7 mEq/L ; ureum darah ≥200-300 mg/dl ; kreatinin >15mg/dl dan bikarbonat plasma ≤ 12 mEq/L.
2.29. Hubungan Infeksi Kronis dan Gizi Buruk
Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Tak dapat
dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apapun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.9,14