• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Bells Palsy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Bells Palsy"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

BELLS PALSY

IPSILATERAL SINISTRA

Disusun Oleh :

Amalia Prima Sundari

Dokter Pembimbing :

Dr. Adre Mayza, SpS

KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI

RS. ISLAM CEMPAKA PUTIH

(2)

BAB I

IDENTITAS PASIEN A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. K

Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 41 tahun Agama : Islam

Alamat : Klender -Jakarta Pendidikan : SMA Status : Menikah Pekerjaan : Supir B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Os merasa wajahnya mencong ke arah kanan Riwayat Penyakit Sekarang

Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas , mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut. Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada sesak. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya tidak mempunyai penyakit seperti ini. Riwayat penyakit herpes disangkal. Hipertensi disangkal, penyakit jantung disangkal, stroke disangkal, diabetes melitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien. sepupu mempunyai penyakit diabetes melitus.

Riwayat Pengobatan

decolgen dan panadol jika saat sakit kepala Riwayat Kebiasaan

Makan bergizi. Tidak merokok dan tidak minum Alkohol. Os tidur di rumah tepat dibawah Ac.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis

(3)

GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6 Tanda Vital Tekanan darah : 120/90 mmHg Nadi : 80 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Suhu : 37oC D. STATUS GENERALIS Kepala : normochepal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : normotia, sekret (-) Mulut : bibir tampak kering

Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid Thoraks

Inspeksi : pergerakan dada simetris, tidak ada lesi Palpasi : Vocal fremitus normal

Perkusi : Tidak dilakukan Auskultasi

Paru : suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung : bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur

Abdomen

Inspeksi : abdomen datar Auskultasi : bising usus normal

Perkusi : timpani di seluruh region abdomen

Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-) Ekstremitas

Superior : akral hangat, RCT < 2detik, edema (-), sianosis (-) Inferior : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-) E. STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : compos mentis

GCS : 15  Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6 Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : negatif Kernig : negatif Lasegue : negatif Brudzinski I, II: negatif

F. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIAL 1. Nervus Olfaktorius

(4)

Dextra Sinistra

Daya pembau Normosmia Normosmia

2. Nervus Optikus

Dextra Sinistra

Tajam Penglihatan Normal Normal

Lapang Pandang Normal Normal

Pengenalan Warna Normal Normal

Funduskopi Tidak dilakukan Papil edema Arteri:Vena 3. Nervus Okulomotorius Dextra Sinistra Ptosis - +

Gerakan Bola Mata

 Medial  Atas  Bawah Baik Baik Baik Baik Baik Baik Ukuran Pupil Pupil bulat isokor Ø ODS 3 mm Refleks Cahaya

Langsung + +

Refleks Cahaya

Konsensual + +

Akomodasi Baik Baik

4. Nervus Trokhlearis

Dextra Sinistra

Gerakan Mata

Medial Bawah Baik Baik

5. Nervus Trigeminus

Menggigit Normal

Membuka mulut Normal

(5)

 Oftalmikus  Maksilaris  Mandibularis + + + + + + Refleks kornea Tidak dilakukan

Refleks bersin Tidak dilakukan 6. Nervus Abdusens

Dextra Sinistra

Gerakan mata ke lateral + +

7. Nervus Facialis Dextra Sinistra Mengangkat alis + -Kerutan dahi + -Menutup mata + -Menyeringai + -Daya pengecap 2/3

depan Tidak dapat merasakan manis. 8. Nervus Vestibulochoclearis

Dextra Sinistra

Tes Romberg Tidak dilakukan

Tes bisik Normal Normal

Tes Rinne

Tidak dilakukan Tes Weber

Tes Schwabach

9. Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus

Arkus faring Gerakan simetris

Daya Kecap Lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan

Uvula Letak di tengah

Menelan Normal

(6)

10. Nervus Assesorius

Dextra Sinistra

Memalingkan kepala Baik Baik

Mengangkat bahu Baik Baik

11. Nervus Hipoglosus

Sikap lidah Tidak ada deviasi

Fasikulasi

-Tremor lidah

-Atrofi otot lidah

-G. PEMERIKSAAN MOTORIK Anggota Gerak Atas

Dextra Sinistra

Bentuk Tidak ada deformitas

Kontur Otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5

Reflex Bisep + +

Reflex Trisep + +

Anggota Gerak Bawah

Dextra Sinistra

Bentuk Tidak ada deformitas

Kontur Otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5

Reflex Patella + +

(7)

Refleks Patologis Dextra Sinistra Babinski - -Chaddocck - -Oppenheim - -Gordon - -Schaeffer - -Gonda - -Hoffman Trommer - -H. PEMERIKSAAN SENSORIK Dextra Sinistra Rasa Raba - Ekstremitas Atas - Ekstremitas Bawah + + + + Rasa Nyeri - Ekstremitas Atas - Ekstremitas Bawah + + + + Rasa Suhu - Ekstremitas Atas - Ekstremitas Bawah Tidak dilakukan I. FUNGSI VEGETATIF Miksi Defekasi

Inkontinensia urin - Inkontinensia alvi

-Retensio urine - Retensio alvi

-Poliuria

-Anuria

-RESUME

Pasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas ,

(8)

mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut.

Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/90 mmHg Nadi : 80 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Suhu : 37oC Status neurologis

Di dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus vii Nervus Facialis Dextra Sinistra Mengangkat alis + -Kerutan dahi + -Menutup mata + -Menyeringai + -Daya pengecap 2/3

depan Tidak dapat merasakan manis.

DIAGNOSA

• Diagnosa Klinis : Ipsiparese nervus VII sinistra

• Diagnosa Etiologi : susp. Bells palsy

• Diagnosa Topis : nervus VII ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT-Scan

TERAPI

Non-farmakologis:

1. Istirahat terutama pada keadaan akut . 2. Tiap malam mata diplester .

Gunanya melatih mata yang tidak dapat menutup supaya dapat menutup bersamaan. Farmakologis:

(9)

2. Acyclovir 400mg 5x sehari untuk 7 hari PROGNOSIS

• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad functionam : dubia ad bonam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Bell palsy, disebut juga idiopathic facial paralysis (IFP), adalah umumnya terjadi pada paralisis wajah unilateral yang paling sering terjadi didunia salah satu kelainan umum

(10)

neurologi nervus cranial. Bell palsyini terjadi secara bertahap dan tidak diketahui penyebabnya. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).

Bell palsy adalah kelumpuhan perifer pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan otot pada satu sisi wajah. Pasien yang terkena kelumpuhan wajah unilateral timbul selama satu hingga tiga hari dengan keterlibatan dahi dan tidak ada kelainan neurologis lainnya. (JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)

B. Epidemiologi

Di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.

Di USA insiden bell palsy terjadi 23 kasus per 100.000 penduduk.insiden tertinggi di Negara jepang pada tahun 1986 dan insiden terkecil di swedia pada tahun 1971. Secara umum insiden yang terjadi 15-30 kasus per 100.000 populasi. Pada pasien dengan paralisis unilateral akut sebanyak 60-75% kasus, dan dengan sisi kanan yang terkena sebanyak 63% kasus.dan kasus kekambuhan sekitar 4-14%. (Danette C Taylor, DO, MS-emedicine).

Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan terhadap terkenanya bell pasy. Namun, perempuan muda berusia 10-19 tahun lebih mudah terkena bell palsy daripada laki-laki dalam kelompok usia yang sama.Sebuah dominasi sedikit lebih tinggi diamati pada pasien yang lebih tua dari 65 tahun (59 kasus per 100.000 orang), dan tingkat insiden lebih rendah diamati pada anak-anak dari usia 13 tahun (13 kasus per 100.000 orang). Insiden terendah ditemukan pada orang muda dari 10 tahun, dan insiden tertinggi adalah pada orang berusia 60 tahun atau lebih. Usia puncak adalah antara 20 dan 40 tahun. Penyakit ini juga terjadi pada orang tua berusia 70-80 tahun.

(11)

Penyebab tersering adalah virus herpes simpleks-tipe1. Penyebab lain antara lain : 1. Infeksi virus lain.

2. Neoplasma : setelah pengangkatan tumor otak (neoroma akustik) 3. Trauma: fraktur basal tengkorak, luka ditelinga

4. Neurologis : sindrom Guilain-barre

5. Metabolic : kehamilan, diabetes melitus hipertiroid dan hipertensi 6. Toksik : alcohol, tetanus dan karbonmonoksida.

(Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Sarap dr. George Dewanto, SpS et all) 1. Paparan dingin

2. Virus herpes simplex (HSV)

(JEFFREY D. TIEMSTRA, MD, et all-AFP)

D. Patofisiologi

Pada kerusakan karena sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah bagian bawah tampak lebih jelas lumpuh daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Lipatan nasolabial sisi yang lumpuh mendatar. Jika kedua sudut mulut disuruh diangkat, maka sudut mulut yang sehat yang dapat terangkat. Otot wajah bagian dahi tidak menunjukkan kelemahan yang berarti. Cirri kelumpuhan fasialis UMN ini dapat dimengerti, karena subdivisi inti fasialis yang mengurus otot wajahh di atas alis mendapatkan inervasi kortikal secara bilateral.

Pada kerusakan di lobus frontalis otot wajah sisi kontralateral masih dapat digerakkan secara volunteer, tetapi tidak ikut bergerak jika ketawa atau merengut. Perubahan raut muka pada keadaan emosional justru masih bisa timbul apabila korteks motorik primer

(12)

rusak. Maka gerakan otot wajah yang timbul pada keadaan emosional sangat mungkin diatur oleh daerah korteks di lobus frontalis. Sedangkan gerakan otot wajah volunteer diurus oleh korteks piramidalis.

Lesi LMN bisa terletak di pons, di sebut serebelo-pontin, di os petrosum atau cavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak didaerah sekitar inti nervus abdusen bisa merusak akar nervus fasialis, inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinal medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik kea rah lesi. Proses patologik disekitar meatus akustikus internus akan melibatkan nervus fasialis dan akustikus. Maka dalam hal tersebut, paralisis fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perspektif ipsilateral dan ageusia.

Karena proses yang dikenal awam sebagai ‘ masuk angin’ atau dalam bahasa inggris ‘cold’, nervus fasialis bisa sembab. Karena itu ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh dan tidak dapat dikerutkan. Fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejamkan mata terlihatlah bola mata yang terbalik keatas. Sudut mata tidak bisa diangkat bibir tidak bisa dicucurkan. Karena lagoftalmus, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu. (Prof Mahar pada Neurologi Klinis Dasar)

E. Tanda dan Gejala 1. Onset akut > 48 jam 2. Sakit ditelinga belakang 3. Air mata berkurang 4. Hiperakusis

5. Sakit pada otot wajah

(13)

7. Rasa kesemutan atau mati rasa

8. Dahi dan alis tidak dapat dikeutkan pada sisi yang terkena F. Diagnosis

1. Anamnesa

Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan. Fisura palpebral tidak ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun di situ.

2. Pemeriksaan motoris

Pemeriksaan fungsi motorik N. Fasial yang sistematik yaitu dengan mengamati kelainan asimetri yang timbul pada wajah akibat kelumpuhan salah satu otot wajah. 3. Pemeriksaan sensoris

Pemeriksaan fungsi sensorik yaitu dengan menilai dengan daya pengecapan (citarasa). Hilangnya atau mengurangnya daya pengecapan dinamakan ageusia dan hipogeusia. Bilamana pengecapan asin dirasakan sebagai asam-manis dan sebagainya, maka daya pengecapan yang abnormal itu dinamakan Pargeusia.

4. Pemeriksaan Penunjang a. HIV Screening b. Hitung darah komplit c. Fungsi tiroid

d. Glukosa serum e. Glukosa darah f. HBA1c g. Tes Schirmer

(14)

h. Tes kepekaan saraf i. CT-Scan

j. MRI

Kategori Bell palsy oleh House Brackmann • Derajat 1

Fungsional normal • Derajat 2

Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris. • Derajat 3

Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak sedikit lemah dengan usaha maksimal.

• Derajat 4

Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut bergerak asimetris dengan usaha maksimal.

• Derajat 5

Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut sedikit bergerak • Derajat 6

Tidak bergerak sama sekali. G. Tatalaksana

Tujuan pengobatan :

1. Perbaikan fungsi nervus fasialis 2. Mengurasi kerusakan neuronal 3. Mencegah komplikasi

Medikamentosa :

1. Terapi kortikosteroid : prednisone dosis 60 mg per hari selama 5 harikemudian diturunkan menjadi 40 mg per hari selama 5 hari.

(15)

2. Terapi antivirus : acyclovir 400 mg 5 kali sehari selama 7 hari.

Prognosis

Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini sampai cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90% pasien dengan Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.11 Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus fasialis persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah palsi komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular, gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus dengan penyengatan kontras yang jelas. Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit pada fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal dan atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama. Kimura et al11 menggunakan blink reflex sebagai prediktor kesembuhan yang dilakukan dalam 14 hari onset, gelombang R1 yang kembali terlihat pada minggu kedua menandakan prognosis perbaikan klinis yang positif. Selain menggunakan pemeriksaan neurofisiologi untuk menentukan prognosis, House-Brackmann Facial Nerve Grading System dapat digunakan untuk mengukur keparahan dari suatu serangan dan menentukan prognosis pasien Bell’s palsy.

(Handoko Lowis, 2012)

Komplikasi

Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell’s palsy mengalami sekuele berat yang tidak dapat diterima. Beberapakomplikasi yang sering terjadi akibat Bell’s palsy, adalah2

(1) regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis,

(2) regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal), dan

(16)

(3) Reinervasi yang salah dari saraf fasialis.

BAB III KESIMPULAN

Pasien Laki-laki 41 tahun datang dengan keluhan merasa wajahnya mencong ke arah kanan Hal tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, mencong dirasakan saat aktivitas , mata sebelah kiri selalu mengeluarkan air mata, saat minum air mengalir dari bibirnya sebelah kiri. Susah makan, sakit kepala kiri berdenyut.

Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/90 mmHg Nadi : 80 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Suhu : 37oC Status neurologis

Di dapatkan pasien terjadi gangguan di nervus vii Nervus Facialis Dextra Sinistra Mengangkat alis + -Kerutan dahi + -Menutup mata + -Menyeringai + -Daya pengecap 2/3

depan Tidak dapat merasakan manis.

• Diagnosa Klinis : Ipsiparese nervus VII sinistra

• Diagnosa Etiologi : susp. Bells palsy

• Diagnosa Topis : nervus VII

(17)

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2010 2. Lumbantobing SM. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011

3. Tiemstra J,MD & Khatkhate Nandini. Bell's Palsy: Diagnosis and Management. University of Illinois at Chicago College of Medicine, Chicago, Illinois : 2007.

http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p997.html

4. C Taylor Danette, DO, MS. et all Bell Palsy. Clinical Assistant Professor, Department of Neurology and Ophthalmology, Michigan State University College of Osteopathic Medicine; Senior Staff Neurologist, Henry Ford Health Systems: 2013

Referensi

Dokumen terkait

BeIl’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena gangguan nervus fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi

Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy adalah: adanya kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat pasien kesulitan

Bell’s Palsy atau lumpuh wajah adalah keadaan dimana saraf fasialis yang berada di muka menjadi abnormal atau dengan kata lain saraf tersebut mengalami kelumpuhan

Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan ti pe lower motor neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar.. sistem saraf pusat,

Bell palsy didefinisikan sebagai kelumpuhan akut saraf perifer wajah yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun penelitian terbaru menghubungkannya dengan berbagai infeksi

Pada Bell’s palsy ditemukan adanya lesi nervus fasialis (N.VII) perifer yang dapat dinilai saat pasien dalam. keadaan diam dan

BeIl’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena gangguan nervus fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi

BeIl’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena gangguan nervus fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi