• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY. Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS POLI BELL S PALSY. Oleh : Ayu Rizky Andhiny S.Ked Pembimbing : dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS POLI

BELL’S PALSY

Oleh :

Ayu Rizky Andhiny S.Ked

010.06.0037

Pembimbing :

dr. Setyawati Asih Putri, Sp.S. M.Kes

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA DI SMF KULIT DAN KELAMIN RSUD KOTA MATARAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

(2)

2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Bell’s palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum yang mempengaruhi saraf kranial, dan merupakan penyebab paling umum kelumpuhan wajah di seluruh dunia. Sir Charles Bell (1774-1842) adalah orang pertama yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya.

Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri dari 7.000 serabut saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya membentuk saraf intermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik untuk pengecapan 2/3 anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis, submandibula, sublingual dan lakrimal. Saraf fasialis terdiri dari 7 segmen yaitu : 1. Segmen supranuklear

2. Segmen batang otak 3. Segmen meatal 4. Segmen labirin 5. Segmen timpani 6. Segmen mastoid

7. Segmen ekstra temporal

Insiden Bell’s palsy dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut. Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada penderita diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini.

(3)

3 II. DEFINISI

Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral, penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal.

BeIl’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena gangguan nervus fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi dan dengan perbaikan fungsi yang terjadi dalam 6 bulan.

III. EPIDEMIOLOGI

Insidensi Bell’s palsy di Amerika Serikat adalah sekitar 23 kasus per 100.000 orang. Insiden Bell’s palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang keturunan Jepang, dan tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien-pasien dengan Bell’s palsy. Usia mempengaruhi probabilitas kontraksi Bell’s palsy. Insiden paling tinggi pada orang dengan usia antara 15-45 tahun. Bell’s palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia di bawah 15 tahun dan yang berusia di atas 60 tahun.

IV. ETIOLOGI

Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bell’s palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bell’s palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan lokal pada myelin.

(4)

4 V. PATOFISIOLOGI

Pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, atau di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentuk kanalis tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi.

Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

(5)

5 VI. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari (maksimal 7 hari). Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah walaupun tidak ada gangguan sensorik. Kadang-kadang diikuti oleh hiperakusis, berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya pengecapan. Kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara parsial atau komplit. Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit.

Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

(6)

6

 Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.

Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.  Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat

 Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi  Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi

Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih baik.

 Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis).

Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi.

 Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.

Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.

 Lesi setinggi ganglion genikulatum.

Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).

 Lesi di porus akustikus internus.

Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.

VII. DIAGNOSIS

Dalam mendiagnosis kelumpuhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian bawah wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi karena otot dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi dan kontra lateral sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah.

(7)

7 a. Anamnesis

Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.

 Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.

 Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.

 Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat.

(8)

8  Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung akibat

peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris. b. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus fasialis tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang diserang.

VIII. PENATALAKSANAAN a. Antivirus

Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang menunjukkan efektifitas obat-obat antivirus pada Bell’s palsy, hampir semua ahli percaya pada etiologi virus. Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bell’s palsy. Oleh karena itu, zat antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksaan farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya. Acyclovir 400 mg selama 10 hari dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy. Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.

Nama obat Acyclovir (Zovirax) – menunjukkan aktivitas hambatan langsung melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi secara selektif.

Dosis dewasa 4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari. Dosis pediatrik < 2 tahun : tidak dianjurkan.

> 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari. Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas.

Interaksi obat Penggunaan bersama dengan probenecid atau zidovudine dapat memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan toksisitas acyclovir terhadap SSP.

(9)

9 Kehamilan C – keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah

dilaporkan.

Perhatian Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang bersifat nefrotoksik.

b. Kortikosteroid.

Pengobatan Bell’s palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan suatu kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada Bell’s palsy. Para peneliti lebih cenderung memilih menggunakan steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian, dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.

c. Perawatan mata.

Mata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bell’s palsy. Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar benda asing. Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan pelindung mata.

 Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk mengganti air mata yang kurang atau tidak ada.

 Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun.

 Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang mengalami kontak langsung dengan kornea.

(10)

10 IX. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, dan kadang spasme hemifasial.

(11)

11 LAPORAN KASUS

Hari /tanggal pengkajian : 11 Agustus 2014

Tempat pengkajian : Poli saraf RSUD Kota Mataram

SUBJEKTIF (S) A. Identistas

Nama : Sanaah Usia : 53 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Pembantu rumah tangga Agama : Islam

B. Anamnesa

a. Keluhan utama : wajah sebelah kanan sulit digerakkan

b. Riwayat perjalanan penyakit : keluhan muncul sejak malam rabu, sehari sebelumnya pasien merasa pusing kemudian beristirahat di lantai dengan beralaskan tikar. Pagi harinya pasien bekerja seperti biasa, dan mulai merasakan ada yang aneh dengan wajahnya tetapi dia tidak terlalu memperhatikannya. Beberapa hari kemudian pemilik rumah tempat dia bekerja mengatakan ada yang aneh dengan wajahnya.

c. Riwayat penyakit dahulu : (-) d. Riwayat penyakit keluarga : (-)

OBJEKTIF (O)

a. Status generalis :

 GCS: E4 V5 M6

 Kesadaran : Compos mentis

 Keadaan umum : baik

(12)

12  TD : 120/80 mmHg  Suhu : 36,20 C  Respirasi: 20x/menit  Nadi : 92x/menit

 Pemeriksaan fisik secara klinis  Kepala :

1. Wajah : simetris (-), edema (-) 2. Mata : simetris (-),

3. Telinga : simetris (+) 4. Mulut : simetris (-) 5. Hidung : simetris (+)

 Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), perbesaran tiroid (-)

b. Pemeriksaan nervus VII

Hasil

Otot wajah dalam istirahat Wajah bagian kanan terlihat lebih rendah Mengerutkan dahi Kerutan pada dahi kanan menghilang Menutup mata Mata kanan tidak tertutup sempurna Meringis Sudut bibir kanan turun

Bersiul Tidak bisa bersiul Sekresi air mata (+)

Hiperakusis (-)

Tik (-)

ASSESMENT (A) Bell’s palsy.

(13)

13 PLANNING (P)

 Nonfarmako terapi

Kompres air hangat pada wajah yang terasa susah digerakkan, hindari faktor yang mencetuskan gejala muncul.

 Farmako terapi

Asiklovir 5 x 800 mg selama 5 hari, diberikan dalam 72 jam pertama onset.

Prednisone 40 mg, selama 7 hari dari mulai timbul penyakit.

(14)

14 RESUME

Seorang perempuan usia 53 tahun mengeluh wajah sebelah kann sulit digerakkan setelah sehari sebelumnya tidur di lantai beralaskan tikar. Pada pemeriksaan fisik terlihat wajah bagian kanan lebih rendah, kerutan pada dahi kanan menghilang, mata kanan tidak dapat tertutup sempurna, sudut bibir kanan turun dan tidak bias bersiul.

(15)

15 DAFTAR PUSTAKA

Hafilah, Nur. 2011. Presentasi Kasus Bell’s Palsy. Dari : http://www.slideshare.net/icaira07/75401691-bellspalsy. Akses 18 Agustus 2014

Sjahrir. 2014. BAB II Tinjauan Pustaka. Dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39715/4/Chapter%20II.p df. Akses 18 Agustus 2014

Triana, Wahyu, Jacky Munilson, dkk. 2012. Diagnosis dan Penatalaksanaan

Bell’s Palsy. Dari :

http://repository.unand.ac.id/17446/1/DIAGNOSIS_DAN_TATALAKS ANA_BELLS_PALSY_.pdf. Akses 18 Agustus 2014

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya kasus bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan menyebabkan Kelestarian alam yang terganggu juga membuktikan bahwa pelaksanaan penegakkan

Sebagai perbandingan di Indonesia, hal serupa juga terjadi, di mana universitas Islam di bawah KEMENAG tidak memiliki akses yang sama terhadap sumberdaya yang

Pada saat konverter frekuensi tersambung ke hantaran listrik AC, motor dapat dimulai dengan saklar eksternal, perintah bus serial, sinyal reference input, atau kondisi masalah

Artinya : “ perencanaan keuangan keluarga yang paling penting pendidikan anak, dari sekarang saya sudah mengatur keuangan keluarga dengan sangat baik, mencatat pengeluaran

Lengkuas merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan untuk obat panu, kadas dan kurap oleh masyarakat Gerokgak .Organ yang digunakan berupa rimpang.. Masyarakat

Bagi Bapak/Ibu dan Saudara/i yang baru pertama kali mengikuti kegiatan ibadah dalam persekutuan di Jemaat GPIB CINERE - Depok dan berkerinduan menjadi anggota jemaat, agar

(5) Dalam hal beban kerja minimal Pengawas Madrasah dan Pengawas PAI pada sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat(l) tidak terpenuhi karena tidak terdapat jumlah

Penyediaan jasa keamanan kantor dilaksanakan oleh 9 orang meliputi seluruh unit bangunan kantor Dinas Pekerjaaan Umum dan Perumahan, selama 12 bulan (1 tahun